Anda di halaman 1dari 45

1

DIAGNOSIS TB PADA ANAK

Gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan
melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus,
dan organ lain. Jangan sampai salah diagnosis atau overdiagnosis!
Pada orang dewasa, diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M.
tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk
mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah
dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml,
dengan konsistensi kental dan purulen.
Masalah kedua adalah jumlah kuman M. tuberculosis dalam sekret bronkus anak
lebih sedikit daripada orang dewasa. Hal itu dikarenakan lokasi primer TB pada anak terletak
di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila
minimal jumlah kuman 5000/ml dahak.
Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Hal-hal tersebutlah yang sering
membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis.

WHO membuat kriteria anak yang diduga (suspected) menderita TB, bila:
1. sakit, dengan riwayat kontak dengan seseorang yang diduga atau dikonfirmasi menderita TB
paru;
2. tidak kembali sehat setelah sakit campak atau batuk rejan (whooping cough);
3. mengalami penurunan berat badan, batuk, dan demam yang tidak berespon dengan
antibiotik saluran nafas;
4. terdapat pembesaran abdomen, teraba massa keras tak terasa sakit, dan ascites;
5. terdapat pembesaran kelenjar getah bening superfisial, tidak terasa sakit, dan berbatas
tegas;
6. mengalami gejala-gejala yang mengarah ke meningitis atau penyakit sistim saraf pusat.
2

A. Penemuan Pasien TB Anak


Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.

ANAMNESIS
No Ketrampilan Skor
1. Pembukaan :
- Salam
- Menyapa ibu/ keluarga yang mengantar
- Menyapa anak
2. Mempersilahkan ibu menceritakan ‘keluhan anaknya’
3. Menggali ‘keluhan utama’
- Onset
- Lokasi
- Kualitas
- Kuantitas
- Pencetus/memperberat/memperingan
- Keluhan penyerta
4. Memperdalam RPS  mencari hubungan kel.utama dengan:
- Gangguan pertumbuhan (bayi kecil, prematur, kurus, pendek)
- Gangguan perkembangan (4 ranah milestone)
- Cacat bawaan lahir
- Gangguan perkembangan remaja
- Gangguan perilaku
- Masalah remaja lain
5. RPD
- Penyakit yang pernah diderita
- Paparan tertentu sejak konsepsi sampai sekarang
- Rx. Penyakit kronik
- Kebutuhan Asah, Asih, Asuh
3

6. 1. Rx. Antenatal
- Rx. Obstetri ibu :riwayat kelahiran semua anak (umur ibu, frekuensi
kehamilan, rx. Lahir prematur, keguguran, perdarahan antepartum,
lahir meninggal/cacat)
- Rx. Kehamilan beresiko tinggi (perdarahan, ibu anemia, infeksi
TORCH, ibu hipertensi, eklampsi, usia tua, multipara, ibu gizi buruk,
paparan bahan berbahaya)
2. Rx. Post natal : partus lama, persalinan tindakan (vakum, forsep, seksio),
asfiksia, infeksi neonatus, ikterus, kejang neonatus.
7. Riwayat keluarga :
- Cacat bawaan (bibir sumbing, sindrom Down, dll)
- R. Infeksi menular (TBC, HIV)
Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa dengan BTA (+)
8. Riwayat tumbuh kembang
9. Riwayat Imunisasi
Uji tuberkulin (+) bisa karena imunisasi BCG sampai 5 tahun
10. Riwayat sosioekonomi

Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tapi


pada anak bukan merupakan gejala utama

PP IDAI, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Ed. 2

Gejala sistemik/umum TB Anak :


1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat
atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi (subfebris “semlenget”). Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
4

3. Batuk lama ≥ 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.

Pemeriksaan Fisik
No Pemeriksaan Gambaran khusus
1. Keadaan umum
- Kesan sakit Sakit ringan – berat
(tidak tampak sakit/sakit
ringan/sakit berat)
- Kesadaran Kesadaran menurun
(komposmentis, apatis,
somnolen, sopor, koma,
delirium)
- Status gizi BB turun / tidak naik sesuai grafik
(postur tubuh, data
antropometrik)
2. Tanda vital
- Nadi N/ /
- TD
- RR
- Suhu Demam biasanya tidak tinggi, hilang timbul
dlm jangka waktu lama

3. Kulit Skrofuloderma
Warna, edem, tanda perdarahan, - limfadenitis TB yang pecah
sikatrik, pelebaran pemb darah, - awalnya pembesaran kel limfe
5

dll. soliter  multiple  nodul sub


kutan yang keras, eritem,
asimtomatik  membesar, padat &
kenyal pencairan  pecah 
ulkus linear (tepi bergaung, dasar
yg bergranulasi)
- sering ditemukan di leher & wajah

4. Kelenjar Limfe Pembesaran kelenjar limfe


- lokasi,jumlah, ukuran, - sering pada kelj limfe colli anterior
konsistensi, suhu, mobile, atau posterior
nyeri tekan - karakteristik : multipel, unilateral,
- raba pada kelj. Sub mental, tidak nyeri tekan, tidak hangat,
sub mandibula, pre aurikula, mobile, konfluen
post aurikula, post occipital,
colli, supraklavikula,
infraklavikula, ketiak
- 0-3mm masih normal
- 1 cm masih Normal sampai
usia 12 th
6

5. Kepala
- ukur (melalui dahi dan Sering Meningitis TB
occipitalis posterior) Diikuti gejala :
- bentuk & ukuran Nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku
- fontanela kuduk, muntah proyektil, kejang.
N ≠ 2,5 cm, datar
Menonjol  peningkatan TIK
Cekung  malnutrisi

6. Mata

Konjungtivitis Fliktenularis (KF):


- Nodul kecil berwarna putih/merah
muda, sekitar hiperemis
- Disertai iritasi, nyeri, lakrimasi,
fotofobia, sekret

7. Hidung
- Bentuk luar
- Nafas cuping
- Mukosa
- Sekret
- Perdarahan
- Septum
- sinus
8. Mulut
- bibir (warna, fissura, simetri)
- gigi
- mukosa mulut
7

- lidah
9. Tenggorok
Tonsil (besar, warna, peradangan,
eksudat, kripta)

10. Telinga
- letak telinga
- warna & bau sekret
11. Leher
- kelenjar leher
- kaku kuduk
12. Px. dada - TB paru primer (pembesaran kelj limfe
- Inpeksi : bentuk dada, hilus dg atau tanpa kelainan paru
pergerakan dada - TB paru progresif (pneumonia, TB
- Palpasi : nyeri, fremitus vokal endobronkial)
- Perkusi : - TB paru kronik (kavitas, fibrosis,
hipersonor/redup/pekak, tuberkuloma)
batas organ - Efusi pleura TB
- Auskultasi :
Bunyi nafas
13. Px. Abdomen
- Inspeksi : bentuk perut,
gerakan dinding perut,
umbilikus
- Auskultasi : peristaltik tiap
10-30 detik
- Perkusi
- Palpasi : nyeri, pembesaran
organ

14. Hati Pengukuran :


8

- N: 1/3-1/3 sampai umur 5-6 Persilangan linea medialis klavikula & arcus
tahun costa dihubungkan dg umbilikus
- Konsistensi, tepi, permukaan,
pulsasi, nyeri tekan
15. Limpa Titik schuffner : Arcus costa kiri – lipat paha
- N: 1-2 cm di bawah arcus kanan dibagi 8
costa
16. Ekstremitas
Kelainan bawaan (amelia,
polidaktili,webbing), clubbing finger

17. Genitalia Laki2 , perempuan

Gejala klinis spesifik terkait organ :


Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan
kulit, adalah sebagai berikut:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter =1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
• Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
9

• Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.


3. Tuberkulosis sistem skeletal:
• Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
• Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.
• Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
• Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
Kepmenkes RI, 2013, Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak

B. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak

Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak


adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux test.
Persiapan penyuntikan tuberkulin
1. Bahan (antigen) yang digunakan untuk Uji Tuberkulin di Indonesia yaitu
Purified Protein Derivative atau biasanya disingkat dengan PPD. PPD yang
digunakan adalah PPD RT 23 dengan Tween 80.
2. Tulislah tanggal pada setiap vial dari PPD pada waktu PPD tersebut dibuka.
Jangan menggunakan PPD yang sudah dibuka lebih dari 30 hari.
3. PPD harus disimpan di tempat yang dingin (suhu 2 – 8 derajat Celcius)
yaitu
dalam refrigrator (lemari es) atau dalam cool-box atau vaccine-carrier dengan
cool-pack. Jangan menyimpan dalam freezer sebab PPD tidak boleh beku. PPD
yang beku, tidak dapat digunakan untuk Uji Tuberkulin dan harus dibuang.
4. Simpanlah PPD ditempat yang terlindung dari sinar matahari. Jika PPD
tersebut terpapar dengan sinar matahari untuk suatu jangka waktu yang
lama, PPD tersebut tidak dapat digunakan lagi.
5. Alat suntik (semprit) yang digunakan untuk uji tuberkulin ini adalah
semprit sekali-pakai khusus untuk tuberkulin yaitu semprit 1 cc dengan
jarum 26 – 27 gauge yang panjangnya 1 cm dan 20
o
bevel.
10
11
12
13

Pemeriksaan penunjang lainnya yang penting adalah foto toraks. Namun gambaran foto
toraks pada TB tidak khas karenavjuga dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan
demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB,
kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB
adalah sebagai berikut:
- Pembesaran kelenjar hilus mediastinal (96% pada anak) atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus
disertai foto toraks lateral)
- Konsolidasi segmental/lobar
- Efusi pleura
- Milier
- Atelektasis
- Kavitas
- Kalsifikasi dengan infiltrat

Keterangan : Panah hijau menunjukan pembesaran hilus mediastianal pada TB primer


anak.
14

C . Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring


Dilakukan jika sarana diagnostik terbatas.
15

Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
 Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
 Penentuan status gizi:
- Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
- Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk
anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak
usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran).
- Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
 Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
 Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat,
atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,
tuberkuloma.

Pengobatan TB Anak
Prinsip pengobatan TB anak:
OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan
ekstraseluler.
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan.
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif,
diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
16

o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan


bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama tahap intensif dan lanjutan,
OAT pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum
obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.
Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupu
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal
prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu
dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.
Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah
terjadi perlekatan jaringan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis
obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
17
18
19

Edukasi

Edukasi sangat penting dianjurkan untuk diberitahukan kepada keluarga dengan penderita TBC aktif
di dalamnya. Pentingnya sirkulasi udara yang baik, usaha menutup mulut pada saat batuk atau
bersin, kebersihan dari bahan – bahan pribadi dari penderita sangat banyak membantu mengurangi
penularan dari TBC. Edukasi tentang kepatuhan penderita dalam menjalanan terapinya juga perlu
untuk disampaikan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Juga bagi ibu – ibu yang tidak mau
mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut anaknya menjadi panas juga perlu untuk dijelaskan
lebih jauh mengapa imunisasi diperlukan, dan resiko yang akan diterima bila anak tidak
diimunisasikan.

CONTOH SOAL 2006:


Seorang ibu datang membawa anaknya yang berusia 4 tahun dengan keluhan demam sejak
2 minggu yang lalu disertai batuk-batuk.
Lakukan anamnesis lengkap untuk menegakkan diagnosis!
Lakukan PF thorax/pemeriksaan paru bagian depan kepada anaknya!
Interpretasikan hasil foto radiologis!
20

DBD

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) Pada undifferentiated fever, demam


sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan penyebab virus lain. Demam disertai
kemerahan berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran
pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.

b. Demam dengue (DD) Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala,
nyeri otot & sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung,
facial flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum.
Pemeriksaan fisik
21

 Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari


 Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher,
dan dada
 Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
 Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,
lengan atas, dan tangan
 Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit
yg normal, dapat disertai rasa gatal
 Manifestasi perdarahan
 Uji bendung positif dan/atau petekie
 Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)

c. Demam berdarah dengue Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi
fase demam, kritis, dan masa penyembuhan (convalescence, recovery).

Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai
facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan
faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.

Pemeriksaan fisik
1. Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan
yang paling banyak pada fase demam awal.
o Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
o Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
o Epistaksis, perdarahan gusi
o Perdarahan saluran cerna
o Hematuria (jarang)
o Menorrhagia

2. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi
hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.

Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi
dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai
dengan:
o Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
22

o Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus =
RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
o Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
o Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis,
nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi
≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill
time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam),
sampai anuria.
o Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit,
kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat
segera diatasi.

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)


Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat
ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash
seperti pada DD.

d. Expanded dengue syndrome


Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal,
otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta,
komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium


(WHO, 2011). Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari
- Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena
- Pembesaran hati
- Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria laboratorium
- Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
- Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai dasar
/ menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan


Dua kriteria klinis pertama ditambah:
trombositopenia dan hemokonsentrasi/ peningkatan
hematokrit ≥20%,
dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma,
dan dijumpai tanda perembesan plasma: Efusi pleura (foto
23

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah tepi :


Kadar hemoglobin, jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, hematokrit, dan trombosit.
2. Pemeriksaan antigen virus dengue : Antigen NS1 (dapat dideteksi pada hari ke-1
setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5
dan 6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan
adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DB).
3. Pemeriksaan antibodi virus dengue : Degue Blot (IgM dan IgG)
4. Rontgen thorax (untuk melihat efusi pleura) dan USG (untuk melihat asites)

INTEPRETASI UJI SEROLOGI IgM dan IgG PADA INFEKSI DENGUE


24

CARA MELAKUKAN UJI TOURNIQUET/UJI BENDUNG/RUMPLE LEED TEST


-Pasang Manset 2/3 lengan atas
-Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan
diastolik selama 5 menit.
-Positif bila petekie ≥ 10 buah

PEMERIKSAAN HEPAR DAN LIEN (PF ABDOMEN)


1. Inspeksi
Perhatikan bentuk perut Normal : simetris
Abnormal :
Membesar dan melebar ascites
Membesar dan tegang berisi udara ( ileus )
Membesar dan tegang daerah suprapubik retensi urine
Membesar asimetristumor, pembesaran organ dalam perut

Perhatikan umbilicus apakah ada tanda peradangan atau hernia umbilicus

2. Auskultasi
Dengarkan suara bising usus di kuadran kanan bawah

3. Perkusi
Untuk batas kanan hati, Perkusi dilakukan pada linea midclavicula dextra. Untuk batas
atas kanan atas hati dilakukan perkusi dari ½ os. Clavicula ke caudal sehingga akan
memunculkan suara sonor (pada paru) hingga didapatkan suara pekak (oleh hepar).
Sedangkan batas bawah hati, perkusi dilakukan pada SIAS ke cranial sehingga akan
didapatkan suara timpani (pada abdomen) hingga di dapatkan suara pekak (oleh
hepar). Lalu kita ukur, ukuran dari hati pasien dari batas kanan atas hati sampai batas
kanan bawah hepar tadi. Normalnya liver span (jarak redup oleh karena adanya hati)
berkisar 6-12 cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali (perbesaran hepar) bila batas
atas didapatkan naik 1 ICS (pada ICS V) dan batas bawah turun >2cm di bawah arcus
costae atau jarak redup >12cm.
Sedangkan untuk batas kiri hati dilakukan pada linea midsternalis. Untuk batas kiri atas
hati bisa ditarik garis langsung dari batas kanan atas hati tadi ke medial. Untuk batas
kiri bawah hati, dapat dilakukan perkusi dari umbilicus ke cranial, akan didapatkan
suara timpani pada abdomen dan pekak oleh karena adanya hati. Batas normal liver
span pada lobus kiri hepar yaitu sekitar 4-8cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali
bila didapatkan batas kiri bawah hepar >2cm dibawah processus xiphoideus atau liver
span >8cm.
25

4. Palpasi
Palpasi hati dapat dapat dilakukan secara mono/bimanual. Ukur besar hati dengan
cara : 1. Titik persilangan linea medioclavicularis kanan dan arcus aorta dihubungkan
dengan umbilikus. 2. Proc. Xifoideus disambung dengan umbilicus. Normal : 1/3 –
1/3 sampai usia 5 – 6 tahun. Perhatikan juga : konsistensi, permukaan, tepi, pulsasi,
nyeri tekan.

Palpasi Lien Ukur besar limpa (schuffner) dengan cara : Tarik garis yang
mengubungkan SIAS kanan dengan umbilikus dan diteruskan sampai arkus kosta.
Lalu bagi di dalam 8 titik (S1 sampai S8). Lakukan palpasi melalui garis schuffner tsb.
Normalnya tidak teraba.

TATALAKSANA TERSANGKA DBD

Demam tinggi mendadak, < 7 hari, lesu, tidak ada ISPA

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


(syok, kejang, kesadaran ↓,
perdarahan)

Uji tourniquet
positif (rumple leed)

Trombosit Trombosit
Rawat inap ≤100.000/ul >100.000/ul negatif

 Rawat jalan, KONTROL tiap hari


sampai demam reda
 Edukasi ke orang tua

demam menetap > 3 hari


periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit
26

Dapat minum Tidak dapat minum


Muntah terus menerus

 Minum banyak 2l/hari Infuse :


 Paracetamol D5% : NaCl 0,9%
 Antikinvulsan bila perlu 3 : 1

Monitor : Periksa Hb, Ht, Trombosit


 klinis & lab Tiap 6-12 jam
 Tanda syok
 Dieresis
 Perdarahan
 Hb, Ht, trombosit
Tiap 6 – 12 jam
Ht↑, trombosit ↓

DBD

perbaikan

Infuse ganti RL

Pulang
27

TATALAKSANA DBD DERAJAT II


Peningkatan Ht ≥20%

Cairan awal

RL/NA/NaCl 0,9%
Atau
RLD5/NaCl 0,09% + D5
6-7ml/kgBB/jam

Monitor vital sign, Ht, trombosit


Tiap 6 jam

perbaikan Tidak ada perbaikan


Tidak syok

Tdk gelisah
gelisah
Nadi adekuat
distress pernapasan
BP stabil
HR↑, RR ↑
Dieresis cukup
Ht tetap tinggi/↑
(dalam 2x
BP turun hingga
pemeriksaan)
20mmHg
Dieresis kurang/tdk ada

Tetesan dinaikkan
Tetesan dikurangi
10-15ml/kgBB/jam
(naikkan bertahap)

5ml/kgBB/jam

Perbaikan
perbaikan Evaluasi 12-24 jam
(sesuaikan tetesan)
28

Perbaikan
perbaikan Evaluasi 12-24 jam
(sesuaikan tetesan)

3ml/kgBB/jam VS tidak stabil

IVFD stop pada 24-48


jam bila VS/Ht stabil & Distress Ht turun
dieresis cukup pernapasan

Koloid Transfuse
20-30ml/kgBB/jam darah segar
10ml/kgBB

perbaikan
29

TATALAKSANA DBD DERAJAT III-IV

 O2 2-4liter/mnt
 Larutan isotonis 20ml/kgBB
secepatnya
 (bolus dalam 30mnt)

Evaluasi (secepatnya) / 30menit

Syok teratasi??

ya tidak

Tetesan sesuaikan
Lanjutkan cairan
koloid, koreksi
asidosis
Evaluasi 1 jam
Evaluasi ketat

teratasi Tidak teratasi


Klinis stabil

Ht

Stop cairan turun naik


tidak > 48jam
setelah syok diatasi

transfusi koloid
30

Differential Diagnosis

Demam Tifoid
• Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu
pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi
• Nyeri kepala
• Nyeri perut, kembung
Malaria
• Fase dingin
• Fase Panas
• Fase berkeringat
• Anemia
• Splenomegali – hepatosplenomegali

Campak
• std masa tunas 10-12 hari
• std prodromal  gejala pilek dan batuk, enantem pada mukosa pipi (bercak koplik),
faring dan mukosa konjungtiva meradang
• std akhir  ruam mulai dr belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki.
Ruam timbul didahului suhu badan me↑, selanjutnya ruam menghitam dan mengelupas

DIARE ANAK
DEFINISI
• diare akut adalah perubahan pada frekuensi BAB menjadi lebih sering dari normal (>
dari 3 kali) atau perubahan konsistensi feses menjadi lebih encer atau kedua-duanya
dalam waktu kurang dari 7 hari.

Bertambahnya frekwensi> 3 X / hr

Perubahan konsistensi  lembek/cair

Berlangsung < 7 hari

• Umumnya disertai dengan segala gangguan saluran cerna yang lain seperti mual,
muntah dan nyeri perut, kadang-kadang disertai demam, darah pada feses serta
tenesmus (gejala disentri).

ETIOLOGI
A. Infeksi
1. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Calicivirus, Norwalk virus, Astrovirus.
non-inflamasi, invasi mukosa (-), cair, lekosit feses (-).
2. Bakteri:
- Akibat infeksi bakteri di usus halus (Vibrio cholera, Eschericia coli), biasanya
bersifat non inflamasi, cair, invasi mukosa (-), lekosit feses (-).
31

- Akibat infeksi bakteri di kolon (Salmonella sp., Shigella sp., Campylobacter jejuni,
Yersinia enterocolica, EIEC, S.aureus, Clostridium difficile), biasanya terdapat
invasi mukosa, bersifat inflamasi, diare berdarah serta lekosit feses (+).
3. Parasit:
- Akibat infeksi parasit di usus halus (Giardia lamblia, Cryptosporidium), bersifat
non inflamasi, invasi mukosa (-),cair, lekosit feses (-).
- Akibat infeksi parasit di kolon (Entamoeba histolytica), biasanya bersifat
inflamasi, invasi mukosa (+), diare berdarah, lekosit feses (+).
B. Non - Infeksi
• Keracunan makanan karena toksin dari S.aureus, Baccillus cereus, Clostridium
perfringens, Clostridium botulinum. Dalam keadaan ini, biasanya bersifat non
inflamasi, invasi mukosa (-), cair.
• Obat dan toksin
• IBS
• IBD
• Ischemic bowel disease
• Alergi makanan
• Defisiensi laktosa
• Penyebab lainnya : VIPOMA

PATOFISIOLOGI
1. Diare Osmotik
• Diare yang disebabkan karena sejumlah besar bahan makanan yang tidak dapat
diabsorbsi dalam lumen usus sehingga terjadi hiperosmolaritas intra lumen yang
menimbulkan perpindahan cairan dari plasma ke dalam lumen.
• Terjadi pada malabsorbsi karbohidrat, penggunaan garam magnesium ataupun
bahan yang bersifat laksantia.
• Dikatakan diare osmotik bila osmotic gap feses > 125 mosmol/kg (normal < 50
mosmol/kg)
• Berhenti bila pasien puasa
2. Diare Sekretorik
• Diare yang terjadi bila ada gangguan transpor elektrolit baik absorbsi yang berkurang
maupun sekresi yang meningkat melalui dinding usus. Hal ini dapat terjadi akibat
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri.
• Biasanya dengan volume banyak, cair, tidak ada pus/darah.
• Diare tetap berlangsung walaupun pasien dipuasakan.
3. Diare eksudatif
• Diare yang terjadi akibat proses inflamasi/ peradangan yg menyebab-kan kerusakan
mukosa baik usus halus maupun usus besar.
• Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun bersifat non
infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, IBD, atau akibat radiasi.
• Oleh karena terjadi kerusakan dinding usus, feses dapat mengandung pus, darah
atau mukus.
• Pada diare ini terjadi juga peningkatan beban osmotik, hipersekresi cairan akibat
peningkatan prostaglandin dan terjadi hiperperistaltik.
32

4. Diare Hiperperistaltik
• Terjadi akibat gangguan motilitas yang menyebab-kan waktu transit usus menjadi
lebih cepat.
• Pada usus halus menyebabkan waktu paparan untuk absorbsi berkurang.
• Tipe ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, IBS, diabetes melitus, pasca gastrektomi
(dumping syndrome).

KLASIFIKASI DEHIDRASI BERDASAR CDC AS 2008

Penilaian A B C

Lihat :

Keadaan Umum Baik, sadar * Gelisah * Lesu, lunglai


atau tidak sadar

Sangat cekung
Mata Normal Cekung dan kering

Rasa Haus Minum *Haus, ingin minum *Malas minum


biasa/tidak haus banyak atau tidak bisa
minum

Periksa turgor kulit Kembali cepat * Kembali lambat *Kembali sangat


lambat

Derajat dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat

/sedang

bila ada 1 tanda * bila ada 1 tanda


ditambah 1 atau * ditambah 1
lebih tanda lain atau lebih tanda
lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C


33

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :

Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret


34

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
35

Tambahan:

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan
Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti
36

tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal.
Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba,
giardia).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Zinc tetap
diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
Sumber : Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan Volume 2, TRIWULAN 2, 2011
Indikasi Rawat Inap pada Diare Akut :

-Dehidrasi sedang sampai berat


-Vomitus persisten
-Diare yang memberat dalam 48 jam
-Usia lanjut dan geriatri
-Pasien dengan imunkompromais
-Diare akut dengan komplikasi (misal gagal ginjal akut)

DIAGNOSIS DIARE AKUT


1. Anamnesis
• Salam
• Identitas
• Keluhan utama
• RPS :
o Sejak kapan?
o Berapa kali BAB ? Seberapa banyak ?
o Bagaimana konsistensinya? Ada ampas ?
o Apakah nyemprot?
o Bagaimana baunya? Asam (virus)? Telur busuk(bakteri) ? Bau amis ?
o Disertai lendir/darah?
o Disertai batuk pilek muntah kembung?
o Sudah diberi obat apa? Bagaimana hasilnya? Apakah anak rewel? Kencing
berkurang? Kehausan?
o Apakah ada riwayat makan makanan basi?
37

o Apakah ada riwayat perubahan pola makan?


• RPD :
o Apakah pernah sakit ini sebelumnya?
• RPK :
o Adakah anggota keluarga yang sakit seperti ini ?
• R.SOSEK :
o Anak ke berapa?
o Apa pekerjaan orangtua?
2. Px. Fisik
• Keadaan umum, kesadaran, status gizi, tanda vital
• Status hidrasi
• Kualitas nyeri perut
• Colok dubur
• Identifikasi penyakit komorbid

3. Px. Penunjang
• Feses rutin
Pemeriksaan makroskopis
o Bentuk dan konsistensi : cair (peradangan)
o Warna dan bau : purulen berlendir+bau busuk karena bakteri
o Darah dan lendir :ada lendir karena peradangan didnding usus

Pemeriksaan mikroskopis :
o Sel darah merah : (-)
o epitel : 5 sel epitel/LPK (lebih dari 1-2 menandakan terjadi peradangan sal
cerna)
o Leukosit : 4 leukosit/LPB (N= 1-2 LPB)
o Sisa makanan
Kimiawi
o Darah samar : (-) tidak terdapat perubahan warna

• Kasus dengan dehidrasi dilakukan pemeriksaan darah (elektrolit  Na, K, HCO3),


feses dan urin rutin, kimia darah dan jika perlu analisis gas darah.
• Kultur feses (biakan kuman, pH)
• Sigmoidoskopi/kolonoskopi pada kasus diare berdarah bila pemeriksaan penunjang
sebelumnya tidak jelas kausanya.
38

CONTOH KASUS :

Skenario 1
Seorang bayi umur 10 bulan dibawa ibunya ke dokter karena mengalami mencret.
Instruksi : lakukan anamnesis untuk melengkapi informasi yang anda butuhkan!
Anamnesis :
 Salam, perkenalan+ inform consent
Apa saja yang harus ditanyakan untuk mendapat informasi lebih dalam?
 RPS: Sacred seven (onset, sejak kapan, kualitas, kuantitas, kronologis, faktor
memperbarat memperingan, gejala penyerta)
 RPD
 RPK
 Riwayat Sosek
 Kualitas :
 Berak cair atau ada ampas?
 Bau tinja seperti apa?
 Nyemprot atau tidak?
 Seberapa banyak?
 Ada lendir atau darah?
 Anak masih mau minum atau tidak?

Hasil Anamnesis :
Identitas : budi, laki-laki, 10 bulan, mencret cair, ampas (+) sudah 6x dalam semalam,
nyemprot, bau asam, kira-kira 1 gelas belimbing, darah (-), lendir (+), bayi mengalami
mencret setelah ganti susu formula merk X.
PF :
 Keadaan umum: status gizi (BB 7kg, Panjang 60 cm), kesadaran, keaktifan
(tampak sakit/rewel/diam)
 Vital Sign
 Kepala : ubun2 (N) mata (N)  inspeksi tanda dehidrasi
 Leher, Thorax : DBN
 Abdomen: tampak datar, ada gerak peristaltik, bising usus 45x/menit,
hipertimpani
 Genital, ekstremitas : DBN
PP:
 Darah rutin : Hb 11, Trombosit 341ribu/mm3, leukosit 7rb/mm3
 Feses rutin:
Makroskopis : ampas (+)
Mikroskopis : epitel 1/lpb, leukosit 2/lpb, eritrosit (-)
DD : Diare akibat makanan, diare akibat infeksi, Diare konstitusi
Diagnosis : Diare akut tanpa disertai dehidrasi
39

Terapi  sesuai etiologi

Scenario 2
Seorang anak perempuan usia 10 bulan datang ke UGD RS Islam Sultan Agung
Semarang dengan keluhan utama mencret. Lakukan anamnesis untuk melengkapi
RPS,RPD, dan RPK !!!
Jawab :
Anamnesis
 Identitas diri dan orang tua, lengkap
 Sudah berapa lama mencret berlangsung? Tiga hari yang lalu.
 Berapa kali sehari ? > 8x/hari
 Kualitas tinja seperti apa ( warna, kosistensi, lendir, darah, bau )? kuning, cair,
ampas(+), lendir (-),darah (-). Tinja keluar nyemprot, bau asam (+).
 Apakah anak mual dan muntah, bila iya berapa kali sehari dan seperti apa
muntahannya??
Anak merasa mual, muntah > 3x/hari, muntahan seperti apa yang
dimakan/minum.
 Apakah ada gejala lainnya?
perut kembung (+), nafsu makan berkurang. Anak panas (+) tidak terlalu tinggi,
batuk (-), pilek (-), sudah periksa ke bidan diberi obat sirup dan puyer tidak ada
perubahan
 Apakah anak rewel, mudah haus dan kencingnya bagaimana?
anak menjadi rewel, kehausan, napas tidak terengah-engah, kencing berkurang,
warna kuning tua, kaki dan tangan tidak dingin.
 Apakah anak minum ASI atau susu formula, atau apakah anak makan yang tidak
biasa??
Riwayat perubahan pola makan (+), anak habis diberi makan keju yang dicampur di
bubur tim. Riwayat makan makanan yang sudah basi disangkal.
RPD
 Sebelumnya pernah mengalami sakit serupa atau tidak?
Riwayat mengalami diare sebelumnya disangkal
 Apakah dalam 3 bulan terakhir pernah mengalami sakit parah?
Riwayat mengalami sakit parah dalam 3 bulan terakhir disangkal
RPK
 Sebelumnya pernah mengalami sakit serupa atau tidak?
Riwayat mengalami diare sebelumnya disangkal
 Apakah dalam 3 bulan terakhir pernah mengalami sakit parah?
Riwayat mengalami sakit parah dalam 3 bulan terakhir disangkal
Hasil pemeriksaan fisik
• KU: sadar, rewel, kehausan (+)
• TV: Nadi 100x/menit isi dan tegangan cukup, RR36x/menit, t: 37,7°C
40

• Kepala: mesosefal, UUB cekung (+)


• Mata: cekung (+)
• C/P: dbn
• Abdomen: cembung, NT (-)
• Hipertimpani (+), hiperperistaltik (+), turgor kembali lambat, H/L ttb ( tidak
teraba pembesaran)
• Anus: ekskoriasi (+)
• Ekstremitas:
- akral dingin -/- -/-
- sianosis -/- -/-
- capp. Refill <2” <2”
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan tinja : -> BIAKAN KUMAN
-> PH
-> Makros ( bau, warna, lendir, darh dan konsistensi ),
-> Mikros ( eritrosit, lekosit dan parasit )
Darah lengkap : elektrolit ( Na, K, HCO3)
Diagnosis : Diare Akut dengan dehidrasi sedang
Terapi :
 Dehidrasi ringan-sedang ; rehidrasi dengan oralit 75cc/kg/BB dalam 3 jam pertama
dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur
seperti diatas setiap kali buang air besar.

Contoh soal 2006


1. Kloter pagi
Ibu membawa anaknya berusia sekitar 6-10 bulan mencret sejak 3 hari yang lalu.
Lakukan anamnesis! mencret sudah 3 hari, > 5x sehari, tidak ada riwayat makan yang
memicu mencret
Lakukan PF! Yang terkait diare saja (KU, TB, BB, Vital sign, UUB, mata, bibir,
ekstremitas, dll)
KU: rewel/gelisah, anak merasa haus & ingin minum terus, UUB cekung, mata
cekung, bibir kering, turgor kulit kembali lambat, ekstremitas dingin (-), sianosis (-),
capp reff < 2 detik .
Apa saja PP-nya? (Sebutkan 2) px darah lengkap, 1 lagi (makros & mikros feses?) 
kultur mikro terlalu lama
Apa Dx-nya? diare akut dengan dehidrasi ringan/sedang

Contoh soal 2007  sama dengan 2006 baik kloter pagi/siang


Contoh soal 2010 diare anak derajat II (dehidrasi ringan-sedang)
41

TABEL IMUNISASI ANAK

Umur Vaksin Keterangan


Saat Hepatitis  HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
lahir B-1 pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam
waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7
hari.

Polio-0  Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di
RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari
transmisi virus vaksin kepada bayi lain)

1 bulan Hepatitis  Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1
B-2 bulan.
0-2 BCG  BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur
bulan > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG
diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 bulan DTP-1  DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan
DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-
T)

Hib-1  Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1
dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1  Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

4 bulan DTP-2  DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).

Hib-2  Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

Polio-2  Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

6 bulan DTP-3  DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3
(PRP-T).

Hib-3  Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu
diberikan.

Polio-3  Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3


42

Hepatitis  HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun


B-3 optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 bulan Campak-  Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program
1 BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR
pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.
15-18 MMR  Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak,
bulan MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.

Hib-4  Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 DTP-4  DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.


bulan
Polio-4  Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.

2 tahun Hepatitis  Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali
A dengan interval 6-12 bulan.
2-3 Tifoid  Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2
tahun tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.
5 tahun DTP-5  DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5  Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.

6 tahun. MMR  Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum
mendapatkan MMR-1.
10 dT/TT  Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk
tahun mendapatkan imunitas selama 25 tahun.

Varisela  Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN ANAK

No. Aspek Penilaian Sempurna Kurang Tidak


sempurna dilakukan
1. - Meminta anak atau orang tua untuk 2 1 0
membuka pakaian yang menutupi
perut anak sehingga bagian perut tampak
- Membagi dan menentukan kuadran perut
2. INSPEKSI 2 1 0
- perut datar/buncit/cekung (skafoid)
- gerakan dinding perut: pernapasan
abdominal, perut gerakannya kurang
- apakah ada hernia umbilikalis
- abses dan neoplasma pada dinding
abdomen (hemangioma, lipoma,
43

teratoma, fibroma, tumor dermoid)


- gambaran vena: Obstruksi vena , sirosis
hepatis, gagal jantung, peritonitis
- peristaltik: bila mata setinggi dan
langsung di atas abdomen
3. AUSKULTASI 2 1 0
- peristaltik tiap 10-30 detik dan bertambah
pada gastroenteritis
- nyaring pada obstruksi usus
- tidak terdengar pada ileus paralitikus /
Peritonitis
4. PERKUSI 2 1 0
- dari epigastrium, sistematis ke bagian
bawah abdomen bunyi timpani
- udara berlebihan  hipertimpani
- asites: pekak di perut bagian bawah
dengan batas cekung ke atas, bunyi
timpani di atasnya, shifting dullness,
undulasi (kombinasi palpasi - perkusi)
5. PALPASI 2 1 0
- perhatian anak dialihkan dari abdomen,
bernafas dalam, sendi lutut dibengkokkan
- dari kiri bawah ke kiri atas  dari kanan
atas ke kanan bawah
- bagian yang nyeri dipalpasi terakhir
HATI  secara mono/bimanual
Mengukur besarnya hati :
- Titik persilangan lin.midklavikula dekstra dan
arkus kosta dihubungkan umbilikus
- Pros. xifoideus dihubungkan dgn umbilikus
- penentuan: konsistensi, tepi, permukaan, pulsasi,
nyeri
tekan
LIMPA secara mono/bimanual
Cara Schuffner
- ditarik garis singgung ‘a’ dengan bagian bawah
arkus
kosta kiri
- dari umbilikus ditarik garis ‘b’ tegak lurus ke garis
‘a’
dan dibagi 4 bagian
- ‘b’ diteruskan ke bawah sampai lipatan paha dan
dibagi
sama sehingga terdapat pembagian SI sampai SVIII

Total skor
44

PEMERIKSAAN FISIK ANAK BAYI DAN ANAK


1. Melakukan pendekatan kepada anak sesuai umur dan keadaan anak
- umur 1-3 th : dapat diperiksa dalam pelukan ibu
- umur < 6 bulan : diperiksa diatas meja pemeriksa
- membaringkan anak di meja pemeriksaan
- berdiri di sebelah kanan anak

2. Memeriksa keadaan umum anak :


Keaktifan anak, kesadaran (letargi /tidak), perkiraan status gizi (kurus / tdk)

3. memeriksa tanda vital anak:


- nadi : frekuensi, irama, isi , ekualitas (bandingkan kanan dan kirinya) kira2
untuk anak sesuai skenario nadinya 120an
- tekanan darah : menggunakan manset yang sesuai (TD normal : 95/65)
selengkapnya lihat di buku panduan skill lab hal 45
- pernapasan : laju, irama, kedalaman, tipe (lihat hal 45 - 46, untuk anak RR
normal : 25-50)
- suhu : rektal, aksiler,oral lihat hal 48, normalnya 36-37°C, umumnya suhu
aksila, jika usia anak < 2 th ukur suhu melalui rektum/lipat paha, untuk anak >
6 th melalui oral(mulut).

4. melakukan pemeriksaan kepala :


besar kepala (mikrosefalikelainan bawaan /makrosefalihidrosefalus), ubun-
ubun besar (untuk anak di scenario ubun2 besar belum menutup, normalnya
menutup umur 2 th,untuk ubun2 kecil sudah menupu normalnya menutup umur 1-2
bulan), rambut (mudah di cabut / tidak)

5. melakukan pemeriksaan
 mata : anemis, perdarahan subconjunctiva
 hidung : nafas cuping, epistaksis
 telinga : telingan letak rendah  sindrom down
 mulut : lidah (kotor/tdk,makrogloossi /mikroglossi), bibir (ada luka /tidak,sumbing /
tidak)

6. melakukan pemeriksaan leher :


 kaku kuduk
 pembesaran kelenjar limfe leher (preaurikuler, post aurikuler, occipital,
submandibula, submental, sepanjang strenocleidomastoideus, supraklavikula,
infraklavikula)

7. melakukan pemeriksaan dada (paru dan jantung):


45

 inspeksi : bentuk dada(cekung/normal), retraksi, iktus cordis (terlihatstatus gizi


yang rendah /tidak terlihat normal)
 palpasi :fremitus, iktus cordis (kuat angkat / tidak)
 perkusi : batas paru-jantung, hepar, depan –belakang
 auskultasi : SD vesikuler, ST paru : bunyi dan bising jantung (suara jantung normal
tidak ada bising)

8. melakukan pemeriksaan abdomen


 inspeksi (cembung/cekung)
 auskultasi (untuk mendengar bunyi peristaltik)
 perkusi (batas usus,hepar dan lien,juga asites ,ingat yang pemeriksaan asites kan...
 palpasi (blank heart n suffner)

9. melakukan pemeriksaan genetalia


 laki-laki :testis,skrotum,penis,OUE
 perempuan :labia mayora dan minora,klitoris,dll

10. melakukan pemeriksaan ekstremitas :Amelia tidak ada jari tangan , webbing
(tangan dan kaki lengket seperti kaki bebek), polidaktili (jumlah jari lebih dari 5), jari
tabuh, sianosis, c.refill (normal < 2 detik)

Anda mungkin juga menyukai