Anda di halaman 1dari 15

PANCASILA DENGAN AGAMA

MATA KULIAH

PENDIDIKAN PANCASILA

KELOMPOK 3:
A M Khoirul F
Andini Cahyani
Christine
Itsnan W D P
Rd. Nurul F A

1B – TKSI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak
yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang
majemuk. Pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia sangat besar. Kondisi ini
dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti
keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit
jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak heran
bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita
hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak yang sudah
hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di
lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia.
Mungkin kita masih ingat dengan kasus kudeta Partai Komunis Indonesia yang
menginginkan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Juga kasus kudeta DI/TII
yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam. Atau kasus
yang masih hangat di telinga kita masalah pemberontakan tentara GAM.
Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian itu bersumber pada perbedaan
dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dengan ideologi yang
mereka anut. Dengan kata lain mereka yang melakukan kudeta atas dasar keyakinan akan prinsip
yang mereka anut adalah yang paling baik, khususnya bagi orang-orang yang berlatar belakang
prinsip agama.
Berdasarkan Latar Belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menulis makalah
yang berjudul “PANCASILA DAN AGAMA”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, di antaranya:

1. Menggapa pancasila layak dijadikan sebagai ideologi negara Indonesia yang mana
Indonesia terdiri dari berbagai macam agama?

2. Bagaimana jika menjadikan Agama sebagai ideologi ?

3. Bagaimana respon rakyat Indonesia ketika ideologi pancasila bertentangan dengan aturan
agama yang di anutnya?

4. Bagaimaana peranan agama di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara


di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang berjudul “Pancasila dengan Agama” ini antara lain:

1. Mengetahui masih layak atau tidak nya Pancasila untuk menjadi ideologi negara
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama,
2. Mengetahui apa yang terjadi ketika Pancasila menjadi ideologi negara Indonesia,
3. Mengetahui respon rakyat Indonesia ketika ideologi Pancasila bertentangan dengan
aturan agama yang dianutnya,
4. Mengetahui peranan agama di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pancasila


Pengertian Pancasila secara etimologis

Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun
bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta
perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :

“panca” artinya “lima”

“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”

“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”

Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang
memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang
dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal
“berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila”
dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.

Pengertian Pancasila secara Historis

Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat,
mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah
tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada
sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.

Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks)
mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang
artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli
bahasa yang tidak disebutkan namanya.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan


harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD
1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara
yang diberi nama Pancasila.

Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum.
Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang
dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara,
yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.

Pengertian Pancasila secara Terminologis

Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia.
Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka,
maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam
sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang
dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan
pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihanyang terdiri atas 4 pasal dan 1
Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.

Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan
Pancasila sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang
mewakili seluruh rakyat Indonesia.

2.2 Pancasila Sebagai Ideologi


Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia sebenarnya memuat gambaran
suatu masyarakat dan nilai-nilai yang dicita-citakan. Pancasila tidak memberikan suatu system
atau teori tertentu. Suatu teori—misalnya, teori ekonomi—tidak secara langsung bersumber pada
Pancasila. Di dalamnya memang termuat serangkaian nilai etis. Nilai-nilai yang dicita-citakan,
yang dalam perwujudannya mempengaruhi pemilihan suatu teori atau system. Karena suatu
system akan memberikan hasil tertentu dan dapat menciptakan bentuk masyarakat tertentu pula,
maka sistem itu tidak netral. Demikianlah halnya dengan Pancasila.
Pada tahap ini, Pancasila sebagai ideologi menciptakan “dunia politis primer”. Dalam
perkembangannya, dunia simbolis itu menghadapi persoalan dan tidak dapat diterima begitu saja.
Masyarakat mempertanyakan relevansi serta aktualisasi dalam perkembangan zaman. Dengan
Pancasila ini misalnya dibentuk Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, kemudian
muncul berbagai macam filsafar Pancasila termasuk usaha menciptakan teori Ekonomi
Pancasila. Guna menciptakan perangkat tadi, diperlukan orang-orang yang sangat khusus
mengurusnya, seperti ahli-ahli dunia symbol, ideologi-ideologi, penatar, manggala, dan lain-lain.
Semakin abstrak suatu ideologi, semakin kurang dapat diubah sesuai dengan perubahan tuntutan
pragmatis. Dalam hal ini, ideologi tidak berfungsi sebagai prinsip tindakan tetapi berkembang
menjadi “kesadaran palsu”. Sebabnya adalah hanya memberikan legitimasi terhadap sistem yang
sebetulnya berlawanan dengan nilai-nilai yang menjadi cita-cita masyarakat yang semula dalam
ideologi.
Dengan demikian pembangunan di bidang ideologi dan politik mempunyai urgensinya
sendiri supaya tercipta suatu budaya politik Indonesia yang dinamis dan mantap. Yang dimaksud
dengan budaya politik adalah keseluruhan tata nilai, keyakinan, persepsi, dan sikap yang
mempengaruhi perilaku subjek dalam suatu sistem ataupun kegiatan politik.
2.3 Peranan Agama dalam Konstelasi Ideologi di Indonesia
Setelah menelusuri perkembangan dan pemantapan Pancasila sebagai ideologi Negara—
yang ditandai dengan ideologi monolitik dan tendensi sentralisasi kekuasaan di tangan satu
kekuatan politik—dapatlah dikemukakan peranan agama.
Pangkal tolaknya adalah pemahaman bahwa agama merupakan sistem symbol yang
mendasari kehidupan masyarakat. Ia mendefinisikan realitas manusia sehingga manusia memiliki
kerangka kognitif (pengenalan) dan normatif (pedoman bertindak).
Agama-agama di Indonesia dalam ajaran maupun karya social karitatifnya harus
mengutamakan kelompok-kelompok yang menjadi korban dari sistem atau struktur masyarakat.
Penekanan pada situasi negative itu—yang dapat berupa kemiskinan, penindasan, dan
keterbelakangan—akan sangat membantu tidak hanya untuk pengolahan kebijaksanaan
pemerintah supaya memilih yang menderita, tetapi juga melihat tanggung jawab baru.
Kalau ada konflik kepentingan mana dan kepentingan siapa yang didahulukan? Tindakan
agama mengandaikan seperti yang disebut Houtart sebagai adanya “para agamawan intelektual
yang mampu menafsirkan gejala pertumbuhan masyarakat dengan nilai-nilainya”. Agama
menguji dan mengkritik operasionalisasi ideologi yang bercorak platonis dan abstrak, jauh dari
realitas. Agama harus bertindak demi tercapainua suatu humanisasi atau pemanusiaan setiap
perkembangan dan operasionalisasi ideologi.
Namun tindakan agama itu bukan berarti sikap ‘konfrontatf revolusioner’ di mana dalam
situasi ketidakadilan agama bertindak sebagai kekuatan alternative. Agama jutru sebagai sistem
symbol yang mendasari masyarakat dalam semua peringkat termasuk pemerintah atau penguasa
yang sah.
Agama di masa mendatang di Indonesia ini perlu mengarahkan peranan sistem
simboliknya kea rah loyalitas kepada bangsa atau kesetiaan kepada nasionalisme. Nasionalisme
bukanlah ideologi universal, tetapi ia menyajikan pandangan hidup dunia yang meluas, yaitu
pandangan yang melampaui dunia yang dibatasi oleh suku atau kelompok sosial.
Agama sebagai sistem simbolik yang bereferensi pada kekuatan adikodrati merupakan
kekuatan manusia yang mengambil bentuk sebagai negasi terhadap segala kegagalan frustasi dan
kesempitan oleh status quo. Umat beragama ditempatkan sebagai subjek, pembuat sejarah, dan
sekaligus penanggung jawab dari keputusan-keputusannya sendiri.
BAB III

PEMBAHASAN (STUDI KASUS)

3.1 Pembahasan
3.1.1 Pancasila Layak dijadikan Ideologi Negara
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang
tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk
menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka. Semua pemeluk agama memang harus
mawas diri. Yang harus disadari adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan
keyakinan agama yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk
agama yang mau menang sendiri. Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat
berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran
kepercayaan.
Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang
netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia. Karena itu dipilihlah
Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan
butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-
terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas
yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut. Akibat maraknya parpol dan ormas
Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat
mengakibatkan disintegrasi bangsa.
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari
mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis. Konsep
negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang menjamin setiap
pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna. Negara
Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis.
Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan
pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun.
Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya.
Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan.
Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi
kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena hukum-hukum
agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-agama akan
menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas –
minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat.
Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara
Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

3.1.2 Jika Negara Indonesia Berideologi Agama

Agama merupakan pemersatu bangsa bukan menjadi pemecah bangsa, walaupun pancasila
mengandung nilai nilai agama, itu tidak menjadikan Indonesia berideologi Agama.
Pelaksanaan Pancasila diselenggarakan dengan tata negara dan tata
pemerintahan, bukan tata agama. Menjadikan agama sebagai ideologi tidak
menjadikan Indonesia aman melainkan akan menimbulkan perpecahan antar
umat beragama.

3.1.3 Respon Rakyat Indonesia Jika Ideologi pancasila Berrtentangan


dengan Aturan Agama
Ideologi pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran
agama. Sebagian orang mengganggap pancasila bertentangan dengan
agama, orang tersebut adalah orang-orang sekuler yang ingin berdiri
sendiri terpisah dari sebuah ideologi. Tidak semua rakyat Indonesia
adalah orang-orang sekuler. Pertama, pancasila bukanlah agama dan
tidak bisa menggantikan agama. Kedua, pancasila dapat dijadikan
sebuah media untuk menimplementasikan ajaran-ajaran agama. Ketiga,
pancasila adalah acuan dari butir butir ajaran agama. Pancasila juga
diperjuangkan bukan hanya oleh satu agama, para pemuka agama pun
dahulu menerima pancasila sebagai ideologi bangsa.
3.1.4 Peran agama adalah berkehidupan berbangsa dan bernegara
Agama sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Agama adalah
dasar dari segala kehidupan manusia. Agama dikatakan sebagai
penerang dan berperan aktif untuk menjaga keutuhan
masyarakat,meskipun dalam aktivitas ritualnya dilaksanakan secara
individual. Beeberapa peran positif agama yaitu, edukatif, kontrol sosial,
memupuk persaudaraan dan lainnya. agama sebagai motivator(pendorong) agama
memberikan dorongan batin atau motif, akhlak dan moral manusia yang mendasari dan
melandasi cita-cita dan perbuatan manusia dalam seluruh asapek hidup dan kehidupan,
termasuk dalam usaha dan pembangunan.[7] Agama sebagai motivasi memberikan pengaruh
dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan
dengan latar belakang keyakinan agamadinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan.
Sedangkan agama sebagai nilai etika karena dalam melakukan suatu tindakan seseorang akan
terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran
aganma yang dianutnya. Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan
maupun berkorban. Sedangkan nilai etika mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati
janji, menjaga amanah, dan sebagainya.

3.2 Latar Belakang Kasus


Pada studi kasus ini penulis menganalisis kasus pengeboman gereja di Surabaya pada
tanggal 8 hingga 10 Mei 2018. Diperkirakan pada tahun 2017 sekitar seratusan warga negara
Indonesia pergi ke Suriah atau Irak untuk bergabung dengan pasukan Negara Islam Irak dan
Syam sebelum mereka kembali. Masing-masing dari mereka kembali ke Indonesia melalui
proses deradikalisasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, termasuk memantau
proses deradikalisasi setiap individu saat dilepas ke masyarakat. Beberapa serangan terorisme,
seperti serangan Thamrin, dikendalikan oleh orang-orang yang kembali atau ekstremis lokal
yang bersumpah untuk NIIS

Pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo meminta percepatan revisi kembali Undang-Undang
Antiterorisme yang diteribitkan tahun 2003 dan direvisi pertama tahun 2013 lalu. Jokowi
mempertanyakan efektivitas peraturan yang menyebabkan pemerintah secara hukum tidak dapat
menangkap pelaku serangan Thamrin secara dini. Revisi yang dihadapi perlawanan, dengan
kritik yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut akan mengizinkan penangkapan
sewenang-wenang. Kemudian, kelompok kontra muncul dari kelompok-kelompok hak asasi
manusia yang berargumen bahwa keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dalam RUU akan
menempatkan angkatan bersenjata dalam peran penegakan hukum. Tanpa menghiraukan
kelompk kontra tersebut, RUU itu terus berlanjut meskipun ditunda pada akhir Februari karena
masalah keterlibatan militer dalam penanggulangan terorisme dan perdebatan definisi hukum
terorisme.

Pada 8 hingga 10 Mei 2018, sebuah peristiwa kerusuhan terjadi di Markas Korps Brigade
Mobil di Depok, Jawa Barat, dan menyebabkan 5 polisi gugur dalam bertugas. Saat itu, sebanyak
155 narapidana terorisme menyandera polisi yang bertugas pada sel khusus teroris. Setelah
peristiwa tersebut, polisi menembak mati empat orang yang diduga teroris yang diduga kabur
"untuk membantu para tahanan kerusuhan". NIIS mengaku bertanggung jawab akibat kejadian
tersebut.

3.3 Analisis Kasus


Atas insiden ini mau tak mau teror dan Isis sangat disangkutpautkan. Tak sedikit pula
berita yang menyorot wanita bercadar.
Seperti yang dilansir dari unggahan video di channel YouTube milik Sketsa Tv,
dalam video tersebut terlihat seorang ibu-ibu berpakaian pendek dengan rokok ditangannya yang
sedang memaki wanita bercadar dan menyebut mirip ISIS di Masjid Jami Al Yaqin, Jalan Raden
Intan, Tanjungkarang, Lampung. Pada video berdurasi singkat tersebut, Ibu yang belum
diketahui identitas asalnya ini, tampak sedang berbicara dengan nada yang ketus kearah beberapa
gerombolan wanita bercadar.
Ia sempat menanyakan apakah para wanita bercadar yang berada di depannya kala itu
merasa sempurna ketika mengenakan cadar. Ibu yang menggunakan kacamata hitam tersebut,
juga berusaha menanyakan tentang keberkahan wanita yang mengenakan cadar.
Hasil dari analisis kasus bom Surabaya ini adalah dampak yang terjadi di lingkungan
masyarakat Indonesia. Seperti yang terlampir di atas, hal tersebut merupakan salah satu bentuk
perpecahan umat beragama di Indonesia. Hal itu akibat dari orang yang bersikeras menggantikan
ideologi Pancasila dengan agama.
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan studi kasus yang telah dipaparkan, dapat diambil
kesimpulan bahwa Pancasila masih layak menjadi ideologi bangsa Indonesia, hanya saja
perealisasiannya belum sempurna, menjadikan Pancasila seolah-olah harus diganti dengan
paham agama dan sebagainya.

Mencoba menjadikan agama sebagai ideologi tidak membuat Negara Indonesia aman. Sebab
seperti kasus yang telah dipaparkan pada bab tiga makalah ini, percobaan menjadikan agama
sebagai ideologi justru menimbulkan perpecahan antar umat beragama.

Respon masyarakat Indonesia ketika Pancasila—sepertinya—bertentangan dengan agama juga


dapat dilihat dalam studi kasus yang tertuang di bab tiga makalah ini. Respon masyarakat bisa
menjadi sangat buruk dan justru menimbulkan kehancuran.

Peranan agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara salah satunya adalah
seperti yang tertulis pada bab dua makalah ini, yaitu agama bukan berarti sikap ‘konfrontatif
revolusioner’ di mana dalam situasi ketidakadilan agama bertindak sebagai kekuatan alternatif.
Agama jutru sebagai sistem symbol yang mendasari masyarakat dalam semua peringkat
termasuk pemerintah atau penguasa yang sah. Agama sebagai sistem simbolik yang bereferensi
pada kekuatan adikodrati merupakan kekuatan manusia yang mengambil bentuk sebagai negasi
terhadap segala kegagalan frustasi dan kesempitan oleh status quo. Umat beragama ditempatkan
sebagai subjek, pembuat sejarah, dan sekaligus penanggung jawab dari keputusan-keputusannya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarmanto, JB. 1987. Agama dan Ideologi. Yogyakarta: Penerbit Kanisus.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=91601&val=4998

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya

http://palembang.tribunnews.com/2018/05/14/astaga-ibu-ini-serang-wanita-
bercadar-dan-sebut-seperti-isis-netizen-ngaruh-buat-ibu

Anda mungkin juga menyukai