Anda di halaman 1dari 14

Biografi Affandi Koesoema Maestro Seni Lukis

Affandi Koesoema adalah seorang pelukis yang berbakat yang pernah dimiliki oleh
Indonesia. Ia dikenal sebagai Maestro Seni Lukis dengan gaya abstrak dan
romantisme. Selain berbakat, ia juga produktif dalam melukis, tercatat sepanjang
hidupnya ia telah menciptakan kurang lebih 2.000 karya lukis. Karya-karyanya telah
dipamerkan di berbagai belahan dunia seperti; Inggris, Amsterdam, dan India.

sumber : www.kaganga.com

Affandi lahir pada tahun 1907 di Cirebon, Jawa Barat. Ayahnya bernama R. Koesoema,
seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. (maaf untuk tanggal lahirnya,
kami tidak menemukan referensi yang menuliskan mengenai tanggal lahirnya hanya
menuliskan tahun lahir-nya).

Affandi menerima pendidikan formal yang cukup tinggi, ia bersekolah diHollandsch


Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dan Algemeene
Middelbare School (AMS) merupakan sekolah yang tinggi pada masa kolonial Belanda
hanya segelintir anak negeri yang dapat pendidikan seperti itu.

Sebelum masuk dalam dunia seni lukis, Affandi menjadi guru dan pernah bekerja
sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame disalah satu gedung
bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena ia lebih tertarik pada
bidang seni lukis.
Bakat seni lukisnya sangat kental sehingga mengalahkan ilmu-ilmu lainnya yang ada
dalam kehidupannya. Pada tahun 1933 saat berumur 26 tahun, ia menikah dengan
seorang gadis yang berasal dari Bogor, yaitu Maryati. Mereka dikaruniai seorang putri
yang diberi nama Kartika Affandi.

Affandi bergabung dalam kelompok Lima Pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra
Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai
pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan seni rupa di Indonesia.

Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera
Djakarta yang pada saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di
Indonesia. Empat Serangkai yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur, memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat
Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian.

Pada saat proklamasi tahun 1945, banyak pelukis ambil bagian. Salah satunya adalah
menulis sebuah kata "Merdeka atau mati" yang ditulis pada gerbong-gerbong kereta
dan tembok-tembok. Affandi mendapat tugas membuat sebuah poster yang
menggambarkan seorang yang dirantai, tapi rantainya telah putus. Kata-kata yang
dituliskan pada poster tersebut adalah "Boeng, ayo boeng" yang merupakan usulan
dari Chairil Anwar.

Berkat bakat melukisnya yang bagus, Affandi mendapatkan beasiswa kuliah pada
jurusan melukis di Santiniketan, India. Namun saat tiba di India, ia ditolak dengan
alasan bahwa ia dinilai sudah tidak memerlukan pendidikan dalam seni lukis. Akhirnya
ia menggunakan biaya beasiswanya tersebut untuk mengadakan pameran keliling
India.

Sepulang dari India, pada tahun 1950-an, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili
orang-orang yang tidak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah ia,
seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang yang tidak
berpartai.

Hal yang dibahas oleh Affandi adalah mengenai perikebinatangan, bukan


perikemanusiaan. Ia merupakan seorang pelukis yang dekat dengan flora, fauna, dan
lingkungan itulah sebabnya ia membahas mengenai perikebinatangan. Pada tahun
1955, saat ia mempersoalkan perikebintangan, kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat),
organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Ia juga bagian
dari Lembaga Seni Rupa bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.

Pada tahun 1960-an, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup
gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-
film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk
pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, mengadakan pameran di sana.

Karya Lukis
Sepanjang hidupnya, Affandi telah menghasilkan kurang lebih 2.000 karya lukis. Karya-
karyanya dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di benua Asia, benua Eropa,
maupun benua Amerika. Saat melukis ia mengelola warna untuk mengekspresikan apa
yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu, ia juga lebih sering menumpahkan langsung
cairan cat dari tubenya kemudian menyapu cat tersebut dengan jari-jarinya.

Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni


lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Salah satunya di negara
India, ia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di
berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia.

Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels,


Paris dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brazilia,
Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat
namanya dikenal di berbagai belahan dunia. Salah satu karya lukis dari Affandi dapat
Anda lihat di bawah ini, lukisan ini diberi judul Para Pejuang 1972.
Sumber: http://hiburan.dbagus.com/lukisan-affandi-dan-keterangannya-yang-fenomenal

Dalam perjalanannya berkarya ia dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut


aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit
dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika
tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah
daya tariknya.

Kesederhanannya dalam melukis pernah terlihat ketika kritisi Barat menanyakan


konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap
memberikan corak baru aliran ekspresionisme, namun ketika itu justru Affandi balik
bertanya, aliran apa itu ?

Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau.
Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang
maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan
dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma
musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, ia tidak overacting.

Pameran
Dalam memperkenalkan karya-karyanya, yaitu melalui pameran. Berikut ini beberapa
pameran yang pernah diselenggarakan oleh Affandi;
1. Museum of Modern Art (Rio de Janeiro, Brazil, 1966)
2. East-West Center (Honolulu, 1988)
3. Festival of Indonesia (AS, 1990-1992)
4. Gate Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993)
5. Singapore Art Museum (1994)
6. Centre for Strategic and International Studies (Jakarta, 1996)
7. Indonesia-Japan Friendship Festival (Morioka, Tokyo, 1997)
8. ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998)

Penghargaan
Pada tahun 1977, Affandi mendapat hadiah perdamaian dari International Dag
Hammershjoeld. Menjadi anggota Akademi Hak-hak Azasi Manusia yang diangkat
oleh Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano,
Florence, Italia.

Pada tahun 1978, Pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada


Affandi, yaitu "Bintang Jasa Utama". Dan sejak tahun 1986, ia diangkat menjadi Anggota
Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Wakil Presiden Republik Indonesia
tahun 1972-1978 di Yogyakarta.

Pada tahun 1976, Prix International Dag Hammerskjoeld menerbitkan sebuah buku
kenang-kenangan tentang Affandi. Buku dengan tebal 189 halaman lebih itu diterbitkan
dalam 4 bahasa, yaitu dalam bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan
Indonesia. Demikian juga Penerbitan Yayasan Kanisius, telah menerbitkan sebuah
buku tentang Affandi karya Nugraha Sumaatmadja pada tahun 1975.

Museum Affandi
Sebuah museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan. Museum ini menyimpan hasil
karya lukis Affandi. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat
tinggalnya, yang terletak di Jalan Laksda Adisucipto, Yogyakarta.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Affandi

Terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya
adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya
restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai,
sehingga tidak dijual.

Galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik,
dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.

Galeri III, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada
tahun 1999. Lukisan itu antara lain Apa yang Harus Kuperbuat (Januari 1999), Apa
Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi (Februari 1999), Tidak Adil (Juni 1999), Kembali Pada
Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya (Juli 1999). Ada pula lukisan Maryati,
Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

Meninggal Dunia
Affandi merupakan salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya
seperti Basuki Abdullah, Raden Saleh dan lain-lain. Namun karena berbagai
keistimewaan dala karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya
berbagai sebutan dan julukan Koran International Herald Tribune yang menjulukinya
sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia sementara di Florence, Italia dia telah
diberi gelar Grand Maestro.

Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Ia melukis seperti orang lapar. Sampai pada
kesan elitis soal sebutan pelukis, ia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar. Lebih
jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut
seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga.

Affandi tetap menggeluti profesi sebagai pelukis hingga ia meninggal pada Mei 1990. Ia
di makamkan tidak jauh dari museum yang didirikannya tersebut.
Affandi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Affandi

Lahir Affandi Koesoema

Monumen Museum Affandi

 Guru
Pekerjaan
 Tukang sobek karcis

 Artisan pembuat gambar reklame bioskop di


salah satu gedung bioskop di Bandung.

 Komisi Perikemanusiaan,Konstituante.

Organisasi  Kelompok Lima Bandung.

 Lembaga Kebudayaan Rakyat.


 Poesat Tenaga Rakjat, Seksi Kebudayaan
Poetera.

 Anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia,

Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace

PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence,


Italia.

 Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni


Indonesia),Yogyakarta, 1986.

Dikenal karena Pelukis ekspresionisme atauabstrak

Agama Islam

Pasangan Maryati (istri pertama)

Rubiyem (istri kedua)

Anak Kartika Affandi

Juki Affandi

Orang tua Raden Koesoema

Kerabat Helfy Dirix (cucu)

Penghargaan  Piagam Anugerah Seni, Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, 1969.

 Doktor Honoris Causa dari University of


Singapore, 1974.

 Dag Hammarskjöld, International Peace Prize


(Florence, Italia, 1997).

 Bintang Jasa Utama, tahun 1978.

 Julukan Pelukis Ekspresionis Baru Indonesia


oleh KoranInternational Herald Tribune.

 Gelar Grand Maestro di Florence, Italia.

Affandi Koesoema (Cirebon, Jawa Barat, 1907 - 23 Mei 1990) adalah seorang pelukis yang dikenal
sebagai Maestro Seni LukisIndonesia, mungkin pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia
internasional, berkat gaya ekspresionisnya dan romantisme yang khas. Pada tahun 1950-an ia
banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Pelukis yang
produktif, Affandi telah melukis lebih dari dua ribu lukisan.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Biografi
 2Affandi dan melukis
 3Museum Affandi
 4Affandi di mata dunia
 5Pameran
o 5.1Buku tentang Affandi
 6Lihat pula
 7Pranala luar

Biografi[sunting | sunting sumber]


Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di
pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan
formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO,
dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak
negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya,
dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor.
Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya sebagai
pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek
karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan
ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis
Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang
dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar
dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda denganPersatuan Ahli Gambar
Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama
saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta
yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai—
yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas
Mansyur—memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian.
Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S.
Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung
Karno.
Poster propaganda Boeng, ajo, Boeng! karya Affandi, 1945

Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan
tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup
pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat
poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tapi
rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di
poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis
siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam
kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis
di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan olehRabindranath Tagore. Ketika telah tiba di
India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis
lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran
keliling negeri India.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan olehPKI untuk mewakili
orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Prof.
Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang
konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma
diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi
Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak
sebelum revolusi.
Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan
dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati yang
masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi
mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup
masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi
kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni
Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.
Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar.
Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot
di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan
Affandi pun, pameran di sana.
Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang
pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang
nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan
Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Keruan saja semua tertawa.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana
dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai
idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih
yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima, Krisna.
Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu
menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu,
Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan
menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi)
gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-portrait Affandi tahun 1974, saat
Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali
Gajahwong Yogyakarta.
Affandi dan melukis[sunting | sunting sumber]

Potret diri Affandi diabadikan dalam perangko Indonesia seri Seniman Indonesia tahun 1997.

Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang
dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu
memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University
of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung
cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan mengolah
warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore
tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak.
Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang
awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal
demikianlah yang menambah daya tarikny
Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi
Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap
memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran
apa itu?.
Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal sebagai
pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya momok
besar.
Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan
yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang
yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestroyang tidak gemar berteori dan lebih suka
bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai
pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak
overacting.
Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia
menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa
yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis
seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut
sebagai tukang gambar.
Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut seniman,
dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. Kalau anak saya sakit, saya pun
akan berhenti melukis, ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan
yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari museum yang didirikannya
itu.

Museum Affandi[sunting | sunting sumber]


Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam
sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Menteri
Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini
didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah
karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya
nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai, sehingga tidak dijual.
Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-lain.
Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan
terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus
Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni
99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain.
Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

Affandi di mata dunia[sunting | sunting sumber]


Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya
seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan
keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan
dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia
bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai
Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand
Maestro.
Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir
seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun 1977 ia mendapat
Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic
Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya
menjadi anggota Akademi Hak-Hak Asasi Manusia.
Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya,
penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugerahkan Pemerintah Republik Indonesia pada
tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni
Indonesia) di Yogyakarta. Bahkan seorang Penyair Angkatan 45 sebesar Chairil Anwar pun pernah
menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul "Kepada Pelukis Affandi".
Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Affandi
sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan pameran
keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di
Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain diLondon, Amsterdam, Brussels, Paris, dan Roma.
Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San Paulo, dan Amerika
Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia.
Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien, pernah memburu lukisan Affandi sampai
ke Rio de Janeiro.

Pameran[sunting | sunting sumber]


1. Museum of Modern Art (Rio de Janeiro, Brasil, 1966)
2. East-West Center (Honolulu, 1988)
3. Festival of Indonesia (AS, 1990-1992)
4. Gate Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993)
5. Singapore Art Museum (1994)
6. Centre for Strategic and International Studies (Jakarta, 1996)
7. Indonesia-Japan Friendship Festival (Morioka, Tokyo, 1997)
8. ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998)
9. Pameran keliling di berbagai kota di India.
10. Pameran di Eropa al: London, Amsterdam, Brussels, Paris, Roma
11. Pameran di benua Amerika al: Brasilia, Venezia, São Paulo, Amerika Serikat
12. Pameran di Australia
13. Affandi Alive di Museum Lippo Plaza Jogja
Buku tentang Affandi[sunting | sunting sumber]

1. Buku kenang-kenangan tentang Affandi, Prix International Dag Hammarskjöld, 1976, 189
halaman. Ditulis dalam empat bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan
Indonesia.
2. Nugraha Sumaatmadja, buku tentang Affandi, Penerbitan Yayasan Kanisius, 1975
3. Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji, Affandi 70 Tahun, Dewan Kesenian Jakarta, 1978. Diterbitkan
dalam rangka memperingati ulang tahun ketujuh puluh.
4. Raka Sumichan dan Umar Kayam, buku tentang Affandi,

Anda mungkin juga menyukai