Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi

Hipertensi adalah penigkatan tekanan darah secara terus menerus hingga


melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmhg, tekanan
sistolik lebih tinggi dari 140 mmhg menetap ataw tekanan diastolic lebih
tinggi dari 90 mmhg ( Manurung,2016,p. 102).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah


didalam arteri diatas 140/90 mmHg pada orang dewasa dengan sedikitnya
tiga kali pengukuran secara berurutan. (JNC 8, 2013)

Hipertensi didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan darah sistolik


diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik diatas 90 mmHg. (AHA, 2012)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah


meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya
90 mmHg yang meningkat atau lebih dari diatas normal.

2.2 Etiologi

Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun


sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal
diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh
ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana ketidakmampuan genetik
dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium dalam diet
dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung. Pembuluh darah
memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau
peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah hasil awal dari
peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang
lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer. (Wajan
Juni Udjianti, 2011)
Hipertensi berdasarkan etiologi dibedakan atas :

2.2.1 Hipertensi Primer

Pada usia dewasa, 90%-95% kasus hipertensi merupakan hipertensi


primer (esensial). Penyebabnya masih belum diketahui, faktor genetik
dan lingkungan yang paling banyak dipelajari (multifactorial and
polygenic agent) sebagai faktor predisposisi. Faktor lingkungan seperti
intake garam, obesitas, sedentary lifestyle banyak diprediksi sebagai
penyebab hipertensi. Sedangkan faktor genetik yang diduga menjadi
penyebab adalah aktivitas yang tinggi hormon Renin-Angiotensin-
Aldosteron (RAA) dan aktivitas saraf simpatik. Ada juga yang
menyebutkan resistensi kinerja insulin menjadi penyebab hipertensi
jenis ini.

Pada penderita hipertensi yang sulit dikontrol, dimana penderita


biasanya tidak terdiagosa sebagai penderita hipertensi, atau pada
mereka yang putus pengobatan, dapat terjadi hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi. Apabila terjadi kasus hipertensi emergensi (krisis
hipertensi) harus segera mungkin diturunkan sampai dengan level
tekanan darah dibawah 140/90mmHg untuk mengindari kerusakan
organ. Sedangkan hipertensi urgensi terjadi ketika tekanan darah sangat
meningkat, namun tidak ada tanda-tanda tanda kerusakan organ yang
progresif atau yang mengancam kerusakan organ. Obat-obatan oral
seperti Beta-Adrenergic Blocking Agents (labetalol), ACE Inhibitor
(captopril) atau Alpha-2 Agonis (clonidin) dapat diberikan dengan
tujuan menormalkan kembali tekanan darah dalam 24 sampai dengan
48 jam. Pemantauan tanda vital perlu diperketat, bahkan dianjurkan
dipantau 5 menit sekali (Brunner and suddarth’s, 2010).
2.2.2 Hipertensi Sekunder

Kasus hipertensi sekunder sekitar 5% dari kasus hipertensi,


penyebab diketahui dengan pasti sehingga penanganannya ditujukan
untuk mengatasi penyebabnya. Tipe utama dari kategori ini adalah
pada kasus gagal ginjal kronik, stenosis arteri renal, sekresi aldosteron
yang banyak (hyperaldosteronism), pheochromocytoma, dan sleep
apnea, koarktasio aorta, penggunaan kontrasepsi oral, cushing
syndrome, penyakit thyroid. Hipertensi jenis ini juga dapat terjadi
secara akut sebagai respon dari perubahan resistensi perifer ataupun
cardiac output.

2.3 Faktor Resiko

2.3.1 Faktor yang bisa dikendalikan

2.3.1.1 Kegemukan
Obesitas menyebabkan luas permukaan tubuh menjadi lebih
luas, sehingga kolom hidrostatik yang dilalui untuk sirkulasi
sistemik akan semakin panjang. Makin panjang kolom hidrostatik
makin tinggi pula tahanan sistemiknya, maka diperlukan juga
tekanan hidrostatik yang lebih besar untuk dapat memenuhi
kebutuhan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan. Selain itu, kondisi
obesitas, maka posisi pembuluh darah sering kali terjepit oleh
lapisan lemak, sehingga akan menimbulkan beban afterload yang
lebih tinggi. Kondisi obesitas juga menyebabkan tubuh
membutuhkan lebih banyak oksigen untuk membakar kalori,
dengan demikian kerja jantung akan semakin berat untuk
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen tersebut. Pada kondisi
obesitas, seringkali lemak januh dan lemak trans yang masuk ke
dalam tubuh secara terus menerus dapat menyebabkan
penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Akibatnya arteri
menyempit dan perlu tekanan lebih besar untuk memompa darah
ke seluruh tubuh.
2.3.1.2 Diabetes Melitus
Glukosa yang merupakan produk hasil pemecahan
karbohidrat yang kita konsumsi, akan diangkut oleh darah ke
seluruh tubuh lalu diubah menjadi sumber energi. Agar glukosa
bisa masuk ke dalam sel tubuh dibutuhkan insulin. Pada
kondisi diabetes mellitus, produksi insulin oleh pankreas tidak
adekuat, sehingga menyebabkan glukosa menumpuk di
intravaskuler. Kondisi ini akan mengakibatkan darah terlalu
kental karena molekul glukosa yang berukuran cukup besar
banyak berada di dalam intravaskuler. Viskositas darah yang
meningkat ini menyebabkan tahan sistemik semakin besar,
sehingga jantung memerlukan tekanan yang lebih kuat untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh.
2.3.1.3 Kurangnya aktivitas fisik
Jika seseorang kurang begerak frekwensi denyut jantung
menjadi lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja lebih
keras setiap kali kontraksi.
2.3.1.4 Perokok
Racun didalam rokok terutama karbonmonoksida
menyebabkan oksigen yang terikat oleh hemoglobin didalam
sirkulasi sedikit dikarenakan afinitas CO (karbon oksida) lebih
tinggi terhadap Hemoglobin jika dibandingkan dengan O2,
sehingga jantung akan mengkompensasi dengan menaikkan
heart rate untuk memenuhi kebutuhan suplay ke jaringan.
Untuk mengejar cardiac output yang optimal maka kenaikan
denyut jantung tersebut diikuti dengan peningkatan
kontraktilitas miokard, sehingga tekanan darah akan meningkat
pula. Nikotin dari asap rokok masuk ke tubuh dan diedarkan
oleh pembuluh darah. Nikotin yang masuk sampai otak
diperkirakan dapat menyebabkan merangsang kelenjar adrenal
untuk melepas epinephrin yang mengakibatkan vasokonstriksi,
sehingga akan meningkatkan afterload. Beban afterload yang
meningkat menyebabkan tekanan darah makin tinggi.

2.3.1.5 Sensitivitas Natrium


Pemasukan garam yang berlebih dapat menyebabkan
retensi air meningkat, karena sifat garam adalah menarik air
(osmosis). Peningkatan retensi air maka akan menaikkan beban
preload sehingga akan menyebabkan daya untuk melakukan
ejeksi semakin besar. Ada juga pendapat yang mengatakan
hormon natriuretik menghambat aktivitas pompa Na-K-
ATPase, sehingga akan mengganggu terjadinya proses
potensial aksi di miokard. Terganggunya proses potensial aksi
ini mengakibatkan aktivitas listrik jantung menurun. Sehingga,
suplay O2 ke jaringan hanya mengandalkan efektivitas dari
kerja mekanik jantung, sehingga jantung harus memompa lebih
kuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan.

2.3.1.6 Kalium rendah


Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan
di dalam tubuh tidak bisa keluar, sehingga resiko hipertensi
meningkat
2.3.1.7 Minuman beralkohol
Resiko hipertensi meningkat dua kali lipat bagi
pengkonsumsi alkohol
2.3.1.8 Stres
Kondisi stres akan menyebabkan aktivasi dari sistem saraf
simpatik. Aktivitas saraf simpatik dihubungkan dengan dapat
menyebabkan produksi katekolamin, akibatnya terjadi
vasokontriksi yang akan menurunkan perfusi ke ginjal. Ketika
perfusi ke ginjal menurun, maka ginjal akan memproduksi
hormon renin oleh korteks adrenal. Hormon renin berfungsi
untuk mengubah angiotensinogen dalam darah (diproduksi di
ginjal) menjadi angiotensin I. Oleh angiotensin converting
enzyme (ACE) di paru, angitensin I akan diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersifat vasokonstriktor,
sehingga akan membuat beban afterload meningkat. Beban
afterload yang meningkat memaksa jatung untuk memompa
lebih kuat untuk dapat memberikan suplay ke jaringan. Selain
itu angitensin II juga memicu diproduksinya hormon
aldosteron. Hormon aldosteron berfungsi dalam mekanisme
retensi garam dan air, sehingga akan meningkatkan beban pre
load dan afterload.

2.3.2 Faktor yang tidak bisa dikendalikan

2.3.2.1 Ras
Suku berkulit hitam beresiko lebih tinggi terkena hipertensi
2.3.2.2 Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin
bertambah usia seseorang resiko terserang hipertensi semakin
meningkat. Hal ini terjadi akibat perubahan alami pada
jantung, pembuluh darah dan hormon.
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab adalah kekakuan
aorta seiring meningkatnya usia, sering menyebabkan isolated
or predominant systolic pressure (diastolik sering ditemukan
dalam rentang normal).

2.3.2.3 Riwayat keluarga


Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orang
tuanya mengidap hipertensi memiliki resiko 25% menderita
hipertensi juga. Jika kedua orangtuanya mengidap hipertensi,
60% keturunannnya mengidap hipertensi
2.3.2.5 Jenis kelamin
Hipertensi banyak ditemukan pada laki- laki dewasa muda
dan paruh baya. Pada wanita, setelah berusia 55 tahun atau
yang mengalami menopause.

2.4 Patofisiologi
2.5 Manisfestsi Klinis

Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :

2.5.1 Tidak ada gejala


Tanda dan gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan darah, selain
penentuan tekanan darah arteri tidak akan pernah terdiagnosa jika
tekanan arteri tidak terukur.

2.5.2 Gejala yang lazim

Sering dikaitkan bahwa gejala taklazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala karena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan
hipertensi dan tekanan intrakarnial naik, dan kelelahan. Dalam kenyataan ini
merupakan gejala terlazim yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

2.5.2.1 Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan penigkatan tekanan darah


dan hipertensi sehingga intrakarnial naik.

2.5.2.2 Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan


yang mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan
aktivitas saraf simpatis senhingga frekuensi dan krontaktilitas jantung
naik, aliran darah menurun sehingga suplai O2 dan nutrisi otot rangka
menurun, dan terjadi lemas.

2.5.2.3 Sesak nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan


kontraktilitas jantung.

2.5.2.4 Palpitasi ( Berdebar – debar ) : karena jantung memompa terlalu


cepat sehingga dapat enyebabkan berdebar – debar, gampang marah.
( nuraruf & kusuma, 2015, p, 103)

2.6 Tata Laksana

2.6.1. Non Farmakologi (PERKI, 2015)

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat


menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan
dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien
yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular
lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap
awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah
jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah
yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang
lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines


adalah :

2.6.1.1.1 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan


memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat
memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah,
seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2.6.1.1.2 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam
dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan
daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam
pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan
sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat
untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi
derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/
hari.
2.6.1.1.3 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –
60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
2.6.1.1.4 Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas
per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah.
2.6.1.1.5 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular,
dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

2.6.2. Farmologi (Leonard S.Lilly, 2006)

2.6.2.1 Diuretik : tiazid, Furosemid, Spironolakton.


Untuk Menurunkan Volume darah, tekanan darah dan curah
jantung.
2.6.2.2 Beta Bloker : Atenolol, nadolol
Untuk menekan sekresi urine.
2.6.2.3 Kalsium Antagonis : Nifediphin, Diltiazem, Ferapamil
Menghambat pengeluaran calcium, menyebabkan
vasodilatasi.
2.6.2.4 ACE inhibitor : Captropil, Lisinopril, Quinapril
Menghambat perubahan angiotensin I menjadi Angiotensin
II.
2.6.2.5 Vasodilator : hydralazine
Memperlebar pembuluh-pembuluh darah.

2.7 Komplikasi

2.7.1 Retinopati
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan tekanan pada
pembuluh darah retina juga meningkat. Lama kelaman terjadi
kerusakan pada pembuluh darah ini sehingga retina tidak dapa
menjalankan fungsinya manangkap dan meneruskan cahaya
dari lensa ke saraf mata. Hal tersebut menyebabkan pasien
mengalami gangguan penglihatan.
2.7.2 Gagal Jantung
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan afterload
meningkat akibat tahanan sistemik yang meningkat. Keadaan
ini menyebabkan kontraksi ventrikel kiri meningkat untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Keadaan ini lama-
kelamaan menyebabkan terjadinya kerdiomegali dan gagal
jantung.
2.7.3 Gagal Ginjal Kronik
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan stenosis pada
arteri Renalis yang memperdarahi ginjal. Hal ini
mengakibatkan suplay darah ke ginjal berkurang sehingga
ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya.
2.7.4 Penyakit Serebrovaskular
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan suplai darah
ke otak berkurang. Hal tersebut bisa disebabkan karena
stenosis pada pembuluh darah atau Cerebrovascular
DiseaseNon Hemoragic dan ruptur pembuluh darah atau
Cerebrovaskular Disease Hemoragic.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

2.8.1 Melakukan pengkajian:

2.8.1.1 Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan

2.8.1.2 Riwayat

1) Riwayat kesehatan keluarga

2) Riwayat penyakit dahulu

3) Riwayat penyakit sekarang

4) Manifestasi klinis penyakit jantung seperti dyspnea, angina

5) Kebiasaan sehari-hari: nutrisi, istirahat, olah raga


6) Faktor psikologis dan lingkungan: stress, emosional, budaya makan,
dan status ekonomi

7) Faktor risiko

8) Riwayat alergi

9) Riwayat pemakaian obat: pil KB, steroid, NSAID

2.8.1.3 Pemeriksaan fisik

1) Berat badan dan tinggi badan.


2) Mata: pemeriksaan funduskopi untuk penyempitan retinal
arteriol, perdarahan, eksudat dan papill edema
3) Leher: JVP, bising karotis dan pembesaran thyroid
4) Paru: pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)
5) Jantung: denyut jantung, suara jantung, bising jantung. Tekanan
darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit
dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya
setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai, dan
sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya
berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil
6) Abdomen: bising, pembesaran ginjal
7) Ekstremitas: lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8) Neurologi: tanda thrombosis cerebral dan perdarahan

2.8.1.4 Pemeriksaan penunjang

1) EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,


adanya penyakit jantung koroner atau aritmia

2) Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan


dari sel-sel terhadap terhadap volume cairan(viskositas)dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkogulabilitas,
anemia

3) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal


4) Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi)

5) Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron


utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik

6) Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meni


ngkatkan hipertensi.

7) Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat


mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).

8) Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko


terjadinya hipertensi.

9) Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta


yang melebar.

10) Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri,


mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan
diastolik.

2.8.2 Diagnosa keperawatan

2.8.2.1 Diagnosa Keperawatan (Wajan Juni. U, 2011)


1) Perubahan kenyamanan (nyeri kepala akut) berhubungan
dengan peningkatan tekanan vascular otak
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di
interstitial paru
5) Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya
hipertensi yang diderita pasien
6) Risiko cedera b/d perubahan status kesehatan (retinopati
hipertensi)
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit.

2.8.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan
NO DIAGNOSA
Kriteria Hasil Intervensi

1 Perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan tirah


kenyamanan (nyeri keperawatan nyeri dada atau baring, lingkungan yang
kepala akut) hilang atau berkurang. tenang, sedikit
berhubungan penerangan
Kriteria hasil:
dengan
peningkatan 2. Minimalkan gangguan
1. Mampu mengontrol nyeri lingkungan dan
tekanan vascular (tahu penyebab nyeri, 2.
otak rangsangan 3. Bantu
Mampu menggunakan tehnik pasien dalam ambulasi
nonfarmakologi untuk sesuai kebutuhan 4.
mengurangi nyeri, mencari Hindari merokok atau
bantuan) menggunakan
2. Melaporkan bahwa nyeri penggunaan nikotin
berkurang dengan 5. Beri tindakan
menggunakan manajemen nonfarmakologi untuk
nyeri menghilangkan rasa sakit
3. Mampu mengenali nyeri kepala seperti kompres
(skala, instensitas, frekwensi dingin pada dahi, pijat
dan tanda nyeri). punggung, memberikan
posisi yang nyaman,
4. Tidak mengalami gangguan teknik relaksasi,
dalam frekuensi pernafasan, bimbingan imajinasi dan
frekuensi jantung dan tekanan distraksi.
darah
6. Hilangkan/ minimalkan
5. TD ( MAP ): turun bertahap vasokonstriksi yang dapat
15 – 20 % dari tekanan darah meningkatkan sakit
sebelumnya, HR : 80 – 100 kepala misalnya
X/mnt, RR : 15 – 30 x / menit mengejan saat BAB,
batuk panjang.
7. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi :
analgesic, antiansietas
(lorazepam, ativan,
diazepam, valium)

2 Intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan 1. Berikan dorongan


berhubungan keperawatan pasien mampu untuk aktivitas/
dengan mentoleransi aktivitas yang perawatan diri bertahap
kelemahan, biasa dilakukan . jika dapat diintoleransi.
ketidakseimbangan
Kriteria hasil: 2. Berikan bantuan sesuai
suplai dan
kebutuhan oksigen 1. Menunjukkan adanya kebutuhan

toleransi terhadap aktivitas 3. Instruksikan pasien


yang dilihat dari saturasi tentang penghematan
100%, RR 15 – 30 x / menit,
energy
2. Pasien tidak terlihat sesak
saat berbicara 4. Kaji respon pasien
3. Pasien tidak terlihat sesak
terhadap aktivitass
saat melakukan aktifitas dasar
seperti makan, minum, BAK 5. Monitor adanya
dan BAB diaphoresis dan pusing

6. Observasi TTV 4 jam

7. Berikan jarak waktu


pengobatan dan prosedur
untuk memungkinkan
waktu istirahat yang tidak
terganggu, berikan waktu
istirahat sepanjang siang
atau sore

3 Resiko tinggi Tujuan : tidak terjadi 1.Evaluasi adanya nyeri


terhadap penurunan curah jantung. dada
penurunan curah Kriteria hasil :
jantung 2. Lakukan pengecekan
1. BP : 130 – 140 / 70 – 80 sirkulasi perifer secara
berhubungan
dengan mmHg, HR : 80 – 100 X/mnt, menyeluruh (pulasi,
RR : 15 – 30 x / menit, Saturasi waktu pengisian kapiler,
peningkatan
afterload, 100% warna, udema)
vasokonstriksi, 2. Akral teraba hangat 3.Monitor TTV secara
hipertropi/rigiditas berkala
ventrikuler, iskemia 3. Produksi urin 0.5 – 1 ml / kg
miokard 4.Dokumentasi jika ada
BB disritmia

4. Kesadaran CM 5.Monitor efek obat


pasien

6.Monitor status
respirasi, terkait dengan
tanda-tanda heart failure

7.Monitor status hidrasi


secara berkala

4 Pola napas tidak Tujuan : setelah dilakukan 1. Monitor kedalaman


efektif tindakan keperawatan pernapasan, frekuensi
berhubungan diharapkan pola napas efektif. dan ekspansi dada
dengan akumulasi
Kriteria hasil : 2. Auskultasi bunyi napas
cairan di interstitial
paru dan catat adanya bunyi
1. Sesak berkurang/ hilang 2. napas tambahan
Tidak ada bunyi napas
tambahan 3. Berikan posisi
semifowler
3. Tidak menggunakan otot
bantu pernapasan 4. Berikan oksigen
tambahan jika pasien
4. TD : 130 – 140 / 70 – 80 sesak 5. kolaborasi dalam
mmHg, HR : 80 – 100 X/mnt, memberikan obat sesuai
RR : 15 – 30 x / menit, Saturasi indikasi
100%

5 Cemas Tujuan : kecemasan hilang/ 1.Gunakan pendekatan


berhubungan berkurang setelah dilakukan yang menenangkan
dengan krisis intervensi keperawatan.
2. Jelaskan semua
situasional
sekunder adanya Kriteria hasil: prosedur dan apa yang
dirasakan selama
hipertensi yang 1. Pasien mengatakan sudah
diderita pasien prosedur
tidak cemas lagi/ cemas
berkurang 3. Temani asien untuk
memberikan keamanan
2. Ekspresi wajah rileks dan mengurangi rasa
3. TD : 130 – 140 / 70 – 80 takut
mmHg, HR : 80 – 100 X/mnt, 4. Berikan informasi
RR : 15 – 30 x / menit, Saturasi factual, mengenai
100% diagnosis, tindakan
prognosis
5. Lakukan masase
punggung Dengarkan
pasien dengan penuh
perhatian

7. Identifikasi tingkat
kecemasan

8. Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan

9. Dorong pasien untuk


mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan
persepsi

10. Instruksikan pasien


menggunakan teknik
relaksasi

11. Berikan obat untuk


mengurangi kecemasan

7 Kurang Tujuan : pasien terpenuhi 1. Berikan penilaian


pengetahuan dalam informasi tentang tentang tingkat
berhubungan hipertensi setelah dilakukan pengetahuan pasien
dengan kurangnya tindakan keperawatan. tentang proses penyakit
informasi tentang Kriteria hasil: yang spesifik
proses penyakit
1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi
menyatakan pemahaman dari penyakit dan
tentang penyakit, kondisi, bagaimana hal ini
prognosis, dan program berhubungan dengan
pengobatan anatomi fisiologi, dengan
cara yang tepat
2. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan 3. Gambarkan tanda dan
prosedur yang dijelaskan gejala yang biasa muncul
secara benar pada penyakit dengan
cara yang tepat.
3. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali 4. Gambarkan proses
apa yang dijelaskan perawat penyakit dengan cara
atau tim kesehatan lainnya
yang tepat

5. Identifikasi
kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat

6. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi

7. Sediakan bagi keluarga


atau informasi tentang
kemajuan pasien

8. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi
dimasa yang akan dating
dan proses pengontrolan
penyakit

9. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan

10. Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan

11. Intruksikan pasien


mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai