Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MODUL II
“KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL”

TUTOR : RAHARJO, S.Pd. M.Sc

DISUSUN OLEH :
1. GATI WIDYAWATI
2. SITI WAHYUNI

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pkn adalah Pendidikan Kewarganegaraan yaitu yang menyangkut status formal warga
negara yang pada awalnya diatur dalam undang-undang No. 2 tahun 1949 yang isinya
mengatur tentang diri kewarganegaraan pertauran tentang naturalisasi atau pemerolehan
status sebagai warga negara Indonesia (Winata Putra, 1995). Undang – undang ini telah
diperbarui dalam UU no.62 tahun 1958 dan diperbarui lagi dalam UU no. 12 tahun 2006.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu konsep pendidikan yang berfungsi untuk
membentuk siswa sebagai warga negara yang mempunyai karakter. Pkn sebagai pendidikan
nilai yang dimaksud adalah nilai moral, oleh karena itu moral itu sendiri adalah nilai,
sedangkan nilai mencakup tidak hanya moral.
Dewasa ini banyak pihak yang menuntut peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan
nilai dan moral pada pendidikan formal. Hal itu didasarkan pada pada fenomena sosial yang
berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa. Berkaitan dengan
pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral adalah sebuah wadah pembinaan
akhlak.
B. RUMUSAN
1. Bagaimana pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD?
2. Bagaimana pendidikan nilai dan moral dalam standart isi PKn di SD?
3. Bagaimana hubungan interaktif pengembangan nilai dan moral dalam PKn?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai dan moral di SD
2. Untuk megetahui pendidikan nilai dan moral dalam standart isi PKn di SD
3. Untukmengetahui hubungan interaktif pengembangan nilai dan moral dalam PKn
D. BATASAN
Makalah ini hanya membahas tentang Karakteristik PKN Sebagai Pendidikan Nilai dan
Moral.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan PKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD


1. Pengertian Nilai menurut pakar
a. Lorens Bagus (2002) dalam bukunya Kamus Filsafat menjelaskan tentang nilai yaitu
sebagai berikut :
1) Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa Latin valere (berguna,mampu akan,
berdaya, berlaku, kuat)
2) Nilai ditinjau dari segi Harkat adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu
dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan.
b. Nilai adalah the addressee of a yes “ sesuatu atau alamat yang ditujukan dengan kata
„ya‟ .Hans Jonas (Bertens, 2004).
c. Mulyana ( 2004) mendefiniskan tentang nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan. Definisi tersebut dikemukakan oleh Mulyana yang secara
eksplisit menyertakan proses pertimbangan nilai, tidak hanya sekedar alamat yang
dituju oleh sebuah kata „ya‟.
2. Pengertian Moral menurut pakar
a. Menurut Chaplin (2006) : Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan
sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
b. Menurut Wantah (2005) : Pengertian moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada
hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya
tingkah laku.
Herman (1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar, yakni bahwa “value
is neather taught nor cought it is learnded” yang artinya bahwa subtansi nilai tidaklah
semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap,
diinternalisasi, dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam kualitas pribadi seseorang
melalui proses belajar[1].
Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokultural yang jelas dan mendesak bagi
kelangsungan kehidupan yang berkeadaban karena pada dasarnya pewarisan nilai antar
generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan selalu menjadi tugas dari proses peradaban.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia dalam usia
setengah abad lebih ini masih banyak kita jumpai fenomena yang justru potensial
memperlemah komitmen nilai kebangsaan tersebut. Dalam latar belakang kehidupan
masyarakat, proses pendidikan nilai sudah berlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam
berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongeng dan sejenisnya yang dulu dilakukan oleh
orang tua terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau
sinetron dalam media massa tersebut. Peranan sekolah sebagai wahana psikopedagogis dan
sosiopedagogis yang berfungsi sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat
dimana hanya sebagian kecil anak yang mendapat pendidikan moral dari orangtuanya dan
peranan lembaga keagamaan sejak kecil.
Selanjutnya, sebagai prinsip pendidikan ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan system
terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai sutau proses pembudayaan yang berlangsung
sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan dan
mengembangkan keativitas.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat.
Proses pendidikan tidak bisa dilepaskan dari proses kebudayaan yang pada akhirnya akan
mengantarkan manusia menjadi insan yang berbudaya dan berkeadaban.

B. Pendidikan Nilai dan Moral Dalam Standart Isi Pkn Di Sd


Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 “Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”. Selanjutnya digariskan dengan tegas
bahwa PKn bertujuan ‘agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Partisipasi aktif dan bertangung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis.
4. Berinteraksi dengan bangsa - bangsa lain dengan memnafaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Dilihat dari rumusan diatas tidak terdapat rumusan bahwa PKn merupakan pendidikan nilai
dan moral. Namun bila dikaji secara cermat dan mendasar, pada setiap rmusan kualitas
perilaku yang ingin dikembangkan melekat sejumlah nilai dan moral.
Berpikir kritis adalah proses psikologis untuk memberikan penilaian terhadap suatu objek
atau fenomena dengan informasi yang akurat dan otentik. Berpikir rasional adalah proses
psikologis untuk memahami objek dengan logika. Berpikir kreatif adalah proses psikologis
untuk menghasilkan suatu cara atau proses baru yang lebih berkualitas atas dasar pemikiran
terbaik. Bertindak cerdas adalah aktivitas nyata untuk melakukan sesuatu dengan
pertimbangan yang matang dan utuh.
Menurut Permendiknas NO.22 Tahun 2006 secara umum meliputi subtansi kurikuler
yang didalannya mengandung nilai dan moral sebagai berikut :
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa
2. Norma , hukum dan peraturan
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan warga Negara
5. Kostitusi Negara
6. Kekuasaan dan Politik
7. Pancasila
8. Globalisasi
Khusus untuk SD/ MI lingkup isi Pendidikan Kewarganegaraan dikemas dalam Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam KTSP 2006, misal untuk kelas 1 semester 1:
Muatan nilai dan
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
moral
1. Menerapkan hidup 1.1. Menjelaskan perbedaan jenis - Kebersamaan,
rukun dalam perbedaan kelamin, agama dan suku bangsa. - kerukunan,
1.2. Memberikan contoh hidup rukun - keberagaman,
melalui kegiatan di rumah dan di - kekeluargaan,
sekolah - kesadaran
1.3. Menerapkan hidup rukun di rumah gender.
dan di sekolah
2. Membiasakan tertib di 2.1. Menjelaskan pentingnya tata tertib - ketertiban di
rumah dan di sekolah di rumah dan di sekolah. dumah
2.2. Melaksanakan tata tertib d rumah - ketertiban di
dan di sekolah sekolah

Sedangkan dalam Kurikulum 2013 terdapat Kompentensi Inti dan Kompetensi Dasar :
Kompetensi Inti 1 Kompetensi Dasar
(Spritual) 1.1. menghargai gambar (bintang segi lima, rantai,
1. Menerima dan menjalankan ajaran pohon beringin, kepala banteng, dan padi
agama yang dianutnya kapas) pada lambang Negara “ Garuda
Pancasila)
1.2. menunjukkan sikap mematuhi aturan yang
berlaku dalam kehidupan sehari – hari di
rumah
1.3. menghargai keberagaman karakteristik
individu di rumah.
1.4. Menunjukkan sikap kerjasama dalam suasana
keberagaman di rumah

Kompetensi Inti 2 Kompetensi Dasar


(Sosial) 2.1. Bersikap positif terhadap gambar pada
2. Menunjukkan perilaku jujur, lambang negara “Garuda Pancasila”
disiplin, tangung jawab, santun, 2.2. Melaksanakan aturan yang berlaku dalam
peduli, dan percaya diri dalam kehidupan sehari – hari di rumah.
berinteraksi dengan keluarga, 2.3. Bekerja sama dalam konteks kebersamaan
teman dan guru dalam keberagaman karakteristik individu di
rumah.
2.4. Bekerjasama dalam keberagaman di rumah.

Kompentensi Inti 3 Kompetensi Dasar


(Pengetahuan) 3.1. Mengenal simbol sila-sila Pancasila dalam
3. Memahami pengetahuan faktual lambang negara “Garuda Pancasila”
dengan cara mengamati 3.2. Mengidentifikasi aturan yang berlaku dalam
(mendengar, melihat, membaca) kehidupan sehari-hari di rumah
dan menanya berdasarkan rasa 3.3. Mengidentifikasi keberagaman karakteristik
ingin tahu tentang dirinya, individu di rumah
makhluk ciptaan Tuhan dan 3.4. Mengidentifikasi bentuk kerjasama dalam
kegiatannya dan benda-benda yang keberagaman di rumah
dijumpai di rumah dan di sekolah.

Kompentensi Inti 4 Komptensi Dasar


(Ketrampilan ) 4.1. Menceritakan simbol- simbol sila Pancasila
4. Menyajikan pengetahuan faktual pada lambang Garuda Pancasila
dalam bahasa yang jelas dan logis 4.2. Menceritakan kegiatan sesuai dengan aturan
dalam karya yang estetis, dalam yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari di
gerakan yang mencerminkan anak rumah.
sehat dan tindakan yang 4.3. Menceritakan pengalaman kebersamaan
mencerminkan perilaku anak dalam keberagaman kehidupan individu di
beriman dan berakhlak mulia. rumah.
4.4. Menceritakan pengalaman kerjasama dalam
keberagaman di rumah.

C. Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai Dan Moral dalam PKn


Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses pendidikan di
sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual dan operasional.
Konsep-konsep “values education, moral education, education of virtues” yang secara
teoritik oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai program dan proses pendidikan yang
tujuannya selain mengembangkan pikiran atau menurut Bloom untuk mengembangkan niali
dan sikap. Seperti dikutip oleh Lickona (1992) Theorode Rosevelt(mantan Presiden USA)
dan Bill Honing (Superintendent Of Public Instruction, California) memberi landasan
pentingnya pendidikan di Amerika. Rosevelt mengatakan bahwa “ mendidik orang, hanya
tertuju pada pikirannya dan bukan moralnya, sama dengan mendidikan keburukan kepada
Masyarakat”.
Berpijak dengan penuh kesadaran pada pemikiran tersebut, sejak dini sekolah diharapkan
mampu mengambil peran yang aktif dalam merancang dan melaksanakan pendidikan nilai
moral yang bersumber dari kebijakan dan keadaan demokrasi.
Bagaimana nilai moral berkembang dalam diri individu ?
Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia, Piaget merumuskan
perkembangan kesadaraan dan pelaksanaan aturan sebagai berikut :
Tahap pada domain kesadaran mengenai aturan :
1. Usia 0-2 tahun. Pada awal usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak memaksa.
2. Usia 2-8 tahun. Pada usia aturan disikapi sebagai hal yang bersikap sakral dan diterima
tanpa pemikiran.
3. Usia 8-12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
Tahapan pada domain pelaksanaan aturan :
1. Usia 0-2 tahun. Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat motorik
saja.
2. Usia 2-6 tahun. Pada usia ini aturan dilaksanakan sebagai perilaku yang lebih berorientasi
pada diri sendiri.
3. Usia 6-10 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan dari kesepakatan.
4. Usia 10-12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah dihimpun.
Di lain pihak, Lawrence Kohlberg, Professor pada Harvard University mengadakan
penelitian tentang perkembangan moral, dari penelitian itu Kohlberg merumuskan adanya
tiga tingkat perkembangan moral seperti berikut :
Tingkat I : Prakonvensional
Tahap 1 : Tahap 2 :
Orientasi hukuman dan kepatuhan Orientasi instrumental nisbi
“apapun yang pada akhirnya mendapat pujian “seseorang berbuat baik apabila orang lain
atau dihadiahi adalah baik, dan apapun yang berbuat baik padanya”
pada akhirnya dikenai hukuman adalah buruk”
Tingkat II : Konvesional
Tahap 3 : Tahap 4 :
Orientasi kesepakatan timbal balik Orientasi hukum dan ketertiban
“sesuatu hal dipandang baik dengan “sesuatu hal baik adalah yang diatur oleh
pertimbangan untuk memenuhi anggapan hukum dalam masyarakat dan dikerjakan
orang lain baik atau baik karena memang di sebagai pemenuhan kewajiban sesuai dengan
sepakati” norma hukum tersebut”

Tingkat III : Poskonvensional


Tahap 5 : Tahap 6 :
Orientasi kontrak sosial legalistik Orientasi prinsip etika universal
“sesuatu dinilai baik bila sesuai dengan “sesuatu dianggap baik bila telah menjadi
kesepakatan umum dan diterima oleh prinsip etika yang bersifat universal dari mana
masyarakat” norma dan aturan dijabarkan”

Dengan kata lain, pendidikan nilai yang ditawarkan oleh Kohlberg sama dengan yang
ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran
moral, namun berbeda dalam hal titik berat pembelajarannya.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Dari makalah yang kami buat maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik Pkn sebagai :
a. Konsepsi pendidikan nilai moral piaget yang menitik beratkan pada pembangunan
kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral dalam kehidupan
dapat diadaptasi dalam pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks demokrasi
konstitusional Indonesia dan konteks sosial-kultural masyarakat Indonesia yang
berBhineka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.
b. Konsepsi pendidikan nilai moral kohlberg yang menitik beratkan pada penalaran moral
melalui pendekatan klarifikasi nilai yang member kebebasan kepada individu peserta
didik untuk memilih posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan nilai
selain nilai aqidah sesuai dengan keyakinan agam masing-masing.
c. Dalam ruang lingkup mata pelajaran PKN untuk pendidikan dasar dan menengah,
menurut Permendiknas NO.22Tahun 2006 secara umum meliputi subtansi kurikuler yang
didalannya mengandung nilai dan moral sebagai berikut : Persatuan dan Kesatuan bangsa
,Norma , hukum dan peraturan ,Hak Asasi Manusia ,Kebutuhan warga negara ,Kostitusi
Negara , Kekuasaan dan Politik, Pancasila ,Globalisasi.
d. Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses pendidikan di
sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual dan
operasional. Konsep-konsep “values education, moral education, education of virtues”
yang secara teoritik oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai program dan proses
pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran atau menurut Bloom untuk
mengembangkan niali dan sikap.

B. SARAN
1. Untuk peserta didik sebaiknya dapat memahami bagaimana definisi dan hakikat sastra
anak.
2. Untuk pendidik diharapkan lebih memahami akan implementasi hakikat sastra anak
dalam pembelajaran di sebuah kelas.
3. Hendaknya makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran bagi
pembaca. Dan makalah ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi pelaku
kependidikan
http://www.sumberpengertian.co/pengertian-nilai-menurut-para-ahli

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195204141980021-
DUDUNG_RAHMAT_HIDAYAT/HAKIKAT_DAN_MAKNA_NILAI.pdf

Bagus Lorens (2002), Kamus Filsafat, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Bartens, K. (2004),
Etika, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana Rohmat, (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung,
Alfabeta. O. Kattsoff, Louis, (Alih Bahasa: Soejono Soemargono), (2004), Pengantar Filsafat,
Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya

http://www.definisi-pengertian.com/2018/07/pengertian-moral-definisi-menurut-ahli.html

Anda mungkin juga menyukai