Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 CT SCANNER
Computer Tomography (CT) Scanner merupakan alat diagnostik dengan
teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang
berdasarkan penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar
monitor. CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi
yang universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan saraf
pusat, otot dan tulang, tenggorokan, hingga rongga perut. Pada tahun 1972,
Godfrey N. Hounsfield dan J. Ambrose yang bekerja di Central Research Lab of
EMI, di Inggris menghasilkan Gambar klinis pertama dengan CT-Scan
(Computed Tomography Scan). Dan merupakan tanda awal perkembangan
diagnostic imajing. Dua tahun kemudian, enam puluh unit CT terpasang, yang
digunakan hanya terbatas pada pemeriksaan CT kepala saja, namun pada tahun
1975 digunakan untuk CT-Scan seluruh tubuh atau Whole Body scanner untuk
pertama kalinya, sehingga tahun 1979, Hounsfield dan Cormack dianugerahi
hadiah nobel. Sepuluh tahun kemudian, W.A. Kalender dan P. Vock melakukan
pemeriksaan klinis pertama dengan menggunakan Spiral CT. Dan pada tahun
1998 awal Multi Slice CT (MSCT) dengan 4 slice diperkenalkan. Pada tahun
2000 dikembangkan PET/CT system, kemudian di tahun 2001 telah
dikembangkan CT Scan 16 slice. Pada tahun 2004 dikembangkan teknik CT Scan
64 slice untuk aplikasi klinik, seperti pemeriksaan untuk memperjelas adanya
dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu : Gambaran lesi dari tumor,
hematoma dan abses, Perubahan vaskuler: malformasi, naik turunnya
vaskularisasi dan infark, Braincontusion, Brainatrofi, Hydrocephalus, dan
Inflamasi.
5
6
3. Tabung sinar-X
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-X sangat mirip dengan tabung sinar-
X konvensional tetapi perbedaanya terletak pada kemampuannya untuk menahan
panas dan output yang tinggi.
Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih
umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi
terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan
antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan
pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik
radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih
(overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada
bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat
menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu,
citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga
citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang
dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.
CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan
komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh
gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja
khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT Scan.
Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu
yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit
sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu ini termasuk
waktu check-in nya). Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum
dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum
cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung
pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk
meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan
proses scanning khususnya untuk daerah perut.
10
Peralatan CT Scanner terdiri atas tiga bagian yaitu sistem pemroses citra,
sistem komputer, dan sistem kontrol.
Sistem pemroses citra merupakan bagian yang secara langsung
berhadapan dengan obyek yang diamati (pasien). Bagian ini terdiri atas sumber
sinar-x, sistem kontrol, detektor dan akusisi data. Sinar-x merupakan radiasi yang
merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet dan
dapat mengakibatkan zat fosforesensi dapat berpendar. Sinar-x dapat menembus
zat padat dengan daya tembus yang tinggi. Untuk mengetahui seberapa banyak
sinar-x dipancarkan ke tubuh pasien, maka dalam peralatan ini juga dilengkapi
sistem kontrol yang mendapat input dari komputer. Bagian keluaran dari sistem
pemroses citra, adalah sekumpulan detektor yang dilengkapi sistem akusisi data.
Detektor adalah alat untuk mengubah besaran fisikdalam hal ini radiasi-menjadi
besaran listrik. Detektor radiasi yang sering digunakan adalah detektor ionisasi
gas. Jika tabung pada detektor ini ditembus oleh radiasi maka akan terjadi
ionisasi. Hal ini akan menimbulkan arus listrik. Semakin besar interaksi radiasi,
maka arus listrik yang timbul juga semakn besar. Detektor lain yang sering
digunakan adalah detektor kristal zat padat. Susunan detektor yang dipasang
tergantung pada tipe generasi CT Scanner. Tetapi dalam hal fungsi semua detektor
adalah sama yaitu mengindentifikasi intensitas sina-x seletalh melewati obyek.
Dengan membandingkan intensitas pada sumbernya, maka atenuasi yang
diakibatkan oleh propagasi pada obyek dapat ditentukan. Dengan menggunakan
sistem akusisi data maka datadata dari detektor dapat dimasukkan dalam
komputer.
12
1. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT Scan seperti pengaturan tegangan tabung
(kV), arus tabung (mA), waktu scanning, ketebalan irisan (slice thickness), dan
lain-lain. Juga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan
pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.
4. Display Monitor
Berguna untuk menampilkan data gambar CT scan pada layar monitor.
Untuk citra CT scan agar bisa ditampilkan pada layar monitor Cathode Ray Tube
(CRT) harus dalam bentuk yang dapat dikenali komputer, data CT digital harus
dikonversikan menjadi gambar gray-scale. Data digital gambar CT dapat
dimanipulasi untuk memperkuat tampilan gambar.
Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas sinar-X
yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap detektor, dan
dilakukan pengolahan dalam komputer. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
dalam CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan
output gambar yang optimal.Adapun beberapa parameter dalam CT-Scan Sebagai
Berikut :
a. Slice Thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan
detail yang rendah, sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran
dengan detail yang tinggi. Jika ketebalan irisan semakin tinggi, maka gambaran
akan cenderung terjadi artefak, dan jika ketebalan irisan semakin tipis, maka
gambaran cenderung akan menjadi noise.
b. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.
Sebagai contoh untuk CT Scan kepala, range yang digunakan adalah dua. Range
pertama lebih tipis dari range kedua. Range pertama meliputi irisan dari basis
cranii hingga pars petrosum dan range kedua dari pars petrosum hingga verteks.
Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda
pada satu lapangan pemeriksaan.
c. Volume Investigasi
Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa.
Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang
akan diiris semakin besar.
d. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi
meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu (S). Besarnya
tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan. Image
15
quality tergantung pada produksi sinar-X yang berarti pula dipengaruhi oleh mili
ampere (mA), waktu (s) dan tegangan tabung (kV). Salah satu usaha dalam
pengendalian Image noise pada gambaran CT Scan adalah dengan melakukan
pemilihan kV yang tepat pada saat scanning dengan harapan dapat memberikan
kualitas hasil yang optimum dalam rangka menegakkan diagnosis.
Menurut Sharma (2006) pemilihan kV mengacu pada efektivitas energi
yaitu 80 kV, 110 kV dan 130 kV. Pemilihan tegangan yang tinggi antara rentang
80–140 kV direkomendasikan untuk menghasilkan resolusi yang tinggi. Efek
yang ditimbuslkan dari pemilihan kV telah diteliti untuk pesawat CT Scan Siemes
Emotion, di mana penurunan kV diikuti dengan peningkatan fluktuasi CT number
(noise). Penelitian tersebut sebagai dasar estimasi efek dari variasi perbedaan
penggunaan voltage( kV) pada pesawat CT Scan Siemes Emotion (Brindha,
Subramanian dkk, 2006). Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dalam buku
petunjuk Equitment Specification Detail untuk pesawat Siemen Emotion,
parameter untuk tegangan tabung sinar-X yang tersedia adalah 80 kV, 110 kV dan
130 kV dengan mA : 20-240, Daya maksimal 40 kW. Homogenitas CT number
air pada 110 kV dan 130 kV kurang dari 1 HU.
f. Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry
(tabung sinar-X dengan detektor). Gantry tilt dapat disudutkan ke depan dan ke
belakang sebesar 300. Gantry tilt bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-
masing kasus yang dihadapi, dan menentukan sudut irisan dari objek yang akan
diperiksa. Di samping itu, bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap
organ-organ yang sensitif seperti mata .
g. Window Width
Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi
menjadi gray level untuk ditampilkan dalam TV monitor dengan satuan HU
(Hounsfield Unit). Menurut Amarudin (2007), window width yang sempit akan
menghasilkan image yang memiliki kontras yang tinggi, tetapi struktur di luar
window tidak terepresentasikan bahkan terabaikan. Sementara bila mengunakan
window yang luas, perbedaan kepadatan yang kecil akan terlihat homogen dan
data akan termasking (tertutup/ tersembunyi). Amarudin merkomendasikan teknik
doubel window yaitu teknik untuk mendisplaykan dua tipe jaringan yang
perbedaan kepadatannya sangat besar (paru dan usus halus). Teknik ini baik untuk
diagnosis (Amarudin 2007). Secara umum, dapat terlihat perubahan kontras pada
citra CT scan dengan merubah WW. Pada saat WW tinggi (wide WW), pada paru-
paru, jaringan hati dan tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan
(bottom of diagram). Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras kehitaman
pada daerah paru, putih pada tulang dan jaringan hati menunjukkan keabu-abuan.
Sehingga, kontras citra CT scan dapat diatur dengan medium WW (middle of
diagram) Menurut Berland (1987).
h. Window Level
Window level (WL) adalah nilai tengah CT number pada window width
(WW) dan menunjukan nilai keabu-abuan. Pada saat mengatur WL paru-paru
(nilai CT number rendah), citra dapat dioptimalkan pada struktur paru-paru,
jaringan hati dan tulang pelvis terlihat putih. Pada pengaturan yang lain, WL pada
tulang pelvis (nilai CT number tinggi), struktur tulang pelvis, paru-paru dan hati
17
Pemrosesan data pada CT scan terjadi seperti diterangkan pada gambar dibawah
ini, yaitu suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray
didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi
oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut
:
Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi
dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini
dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.Hasilnya
dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film.
19
Sistem akusisi data terdiri atas sistem pengkondisi sinyal dan interfacae
(antarmuka ) analog ke komputer. Metode back projection banyak digunakan
dalam bidang kedokteran. Metode ini menggunakan pembagian pixel-pixel yang
kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai absorbsi linier.
Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi sebuah profil dan terbentuklah sebuah
matrik. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan saling menambah antar elemen
matrik. Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka
digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan
dalam bentuk matematik yaitu transformasi Fourier. Dengan menggunakan
konvolusi dan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi
dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.
1. Rekontruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element
(pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini
merupakan salah satu struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi
untuk merekonstruksi gambar. Jumlah ukuran matriks yang dapat digunakan yaitu
80 x 80, 128 x 128, 256 x 256, 512 x 512 dan 1024 x 1024. Rekonstruksi matriks
ini berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi
20
matriks yang dipakai, maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan
(Radiologi Indonesia, 2009).
2. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang
digunakan dalam merekonstruksi gambar. Ada 3 rekonstruksi dasar algoritma
yang digunakan pada CT Thorax, cervikal dan tulang belakang.
1. Algoritma standar
Standar algoritma menyediakan resolusi kontras yang baik dan oleh sebab
itu algoritma ini menjadi pilihan untuk pemeriksaan brain. Selain itu juga
berguna untuk soft tissue pada Thorax (Seeram, 2001).
2. Bone algoritma
Bone algoritma membantu meningkatkan spatial resolusi tetapi
menghasilkan resolusi kontras yang buruk. Akibatnya, jenis algoritma ini
hanya digunakan pada area dengan densitas jaringan yang tinggi seperti Sinus
paranasal atau tulang temporal (Seeram, 2001)
3. Detail algoritma
Detail algoritma memberikan cukup resolusi kontras dengan batas tepi
yang baik. Oleh karena itu dapat digunakan untuk memperoleh definisi yang
lebih baik antar jaringan soft tissue (Seeram, 2001).
Citra ( image) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu
obyek atau benda ( kamus Waber).Citra dikelompokkan menjadi dua yaitu citra
tampak dan citra tak tampak. Citra tampak misalnya foto, lukisan dan apa yang
Nampak di monitor atau televise. Sedangakn citra tak tampak misalnya gambar
atau file ( citra digital). Untuk dapat dilihat oleh manusia, citra tak tampak ini
harus diubah menjadi citra tampak misalnya dengan menampilkannya di monitor,
dicetak dimedia kertas dan lain-lain. Dari jenis citra tersebut hanya citra digtal
yang dapat diolah oleh computer. Jenis citra lain jika ingin diolah dalam computer
22
harus diubah dalam bentuk citra digital. Misalnya organ thorax yang dipindai
dengan CT Scan. Kegiatan untuk mengubah informasi citra fisik non digital
menjadi digital disebut sebagai pencitraan atau (imaging). ( Balza, 2005 )Citra CT
Scan adalah tampilan digital dari crossectional tubuh dan berupa matriks yang
terdiri dari pixel-pixel ( Greenfield, 1984 ) atau tersusun dari nilai pixel yang
berlainan ( Bushong, 1987 ). Komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT-
Scan adalah spatial resolution, kontras resolution, noise dan artefak ( Seram,
2001).
a. Spatial resolusi
Resolusi Spatial adalah kemampuan untuk dapat membedakan obyek yang
berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama.
Dipengaruhi oleh factor geometri, rekontruksi alogaritma, ukuran matriks,
magnifikasi, dan FOV.( Seeram,2001 ). Resolusi spasial atau High Contras
Resolusi adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek yang berukuran
kecil dengan densitas yang berbeda. Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003)
resolusi spasial dipengaruhi oleh : faktor geometri, rekonstruksi algoritma/filter
kernel, ukuran matriks, pembesaran gambar (magnifikasi), Focal Spot, Detektor.
b. Kontras resolusi
Menurut Seeram (2001) dan Bushberg (2003) kontras resolusi adalah
kemampuan untuk membedakan atau menampakan obyek-obyek dengan
perbedaan densitas yang sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice
thicknees, FOV dan filter kernel (rekonstruksi algorithma).
c. Noise
Menurut Seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar deviasi) nilai CT
number pada jaringan atau materi yang homogen. Noise tergantung pada
beberapa faktor antara lain : mAs, scan time, kVp, tebal irisan, ukuran objek dan
algoritma Menurut Seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar deviasi) nilai
CT Number pada jaringan atau materi yang homogen. Sebagai contoh adalah
air memiliki CT Number 0, semakin tinggi standar deviasi nilai CT Number pada
pengukuran titik-titik air berarti noisenya tinggi. Noise ini akan mempengaruhi
kontras resolusi, semakin tinggi noise maka kontras resolusi akan menurun
23
d. Artefak
Secara umum Artefak adalah kesalahan dalam gambar (adanya sesuatu
dalam gambar) yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang diperiksa.
Dalam CT Scan artefak didefinisikan sebagai pertentangan / perbedaan
24
2.9 CT Number
Untuk memperjelas suatu struktur yang satu dengan struktur yang lainnya
yang mempunyai nilai perbedaan koefisien atenuasi kurang dari 10% maka dapat
digunakan window width untuk memperoleh rentang yang lebih luas. CT number
(CTN) dan merupakan salah satu parameter dalam penilaian kualitas gambar CT
Scan. Semakin rendah index image noise, maka kualitas gambar yang dihasilkan
pada CT Scan akan semakin baik. Semakin tinggi index image noise maka dapat
dikatakan bahwa kualitas gambar CT Scan akan semakin menurun, nilai noise
yang terlalu besar akan menimbulkan artefak yang dapat mengganggu resolusi
kontras dari gambaran CT Scan yang akhirnya akan mempengaruhi hasil
diagnosis. Noise pada gambaran CT Scan bisa diketahui dengan uji cross field
uniformity CT number. Uniformity CT number dapat diartikan sebagai nilai
keseragaman CT number air pada sebuah image noise. Pengukuran noise
dilakukan dengan melakukan scanning pada pantom air berdiameter 20 cm,
kemudian dilakukan ROI pada daerah tepi dan pusat. Hasil mean CT number yang
diharapkan pada tiap ROI uniform/seragam . Menurut American College of
Radiology kriteria penerimaan mean CT number water (air) masih terjaga jika
nilai tersebut masih dalam standar dengan nilai dibawah 0±5 HU. Di atas rentang
tersebut dapat menimbulkan noise dan artefak.
CT Number Pada CT Scanner mempunyai koefisien atenuasi linear yang
mutlak dari suatu jaringan yang diamati, yaitu berupa CT Number. Tulang
memiliki nilai besaran CT Number yang tertinggi yaitu sebesar 1000 HU
(Hounsfield Unit) Udara mempunyai nilai CT Number yang terendah yaitu -1000
HU (Hounsfield Unit) Sebagai standar digunakan air yang memiliki CT Number 0
HU (Hounsfield Unit).
25
Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang
mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi
udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan
atau substansi lain dengan nilai yang berbeda-beda pula tergantung pada tingkat
perlemahannya. Dengan demikian, penampakan tulang dalam layar monitor
menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan
dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut gray scale.
Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat
menjadi putih jika diberi media kontras (Bontrager, 2010).
Secara umum, dapat terlihat perubahan kontras pada citra CT scan dengan
merubah WW. Pada saat WW tinggi (wide WW), pada paru-paru, jaringan hati
dan tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan (bottom of diagram).
Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras kehitaman pada daerah paru,
putih pada tulang dan jaringan hati menunjukkan keabu-abuan. Sehingga, kontras
citra CT scan dapat diatur dengan medium WW (middle of diagram) Menurut
Berland (1987).
Nilai intensitas setiap jaringan yang diperoleh berbeda karena perbedaan
kerapatan jaringan. Perbedaan kontras antara dua objek dalam deteksi signal
dalam dua kasus akibat perbedaan atenuasi sinar –x yang melalui objek tersebut.
Gambar 4.6 merupakan perbedaan kontras antara dua objek dalam deteksi
signal pada dua kasus akibat perbedaan atenuasi sinar –X yang melalui objek
tersebut, dalam kaitannya dengan WL dan WW yang diatur pada TV monitor,
Untuk mediastinum window daerah yang diamati adalah aortha, jantung, trachea,
oeshopagus.
27
menjadi elektron bebas yang tidak memiliki energi kinetik dan bebas bergerak
secara random (acak) di dalam medium.
Elektron hanya berpindah ke lintasan yang lebih luar (energi lintasannya
lebih besar). Setelah terjadi proses eksitasi, atom tersebut berubah menjadi atom
yang tereksitasi.Sebagaimana pada proses ionisasi, energi radiasi yang datang
akan berkurang setelah melakukan proses eksitasi. Ini terjadi karena radiasi
mentransfer sebagian (atau seluruh) energinya kepada elektron, sehingga elektron
memiliki energi yang cukup untuk berpindah lintasan. Proses eksitasi juga dapat
berlangsung berulang kali hingga energi radiasinya habis.Atom yang berada
dalam keadaan tereksitasi ini akan kembali ke keadaan dasarnya (ground state)
dengan melakukan transisi elektron. Salah satu elektron yang berada di lintasan
luar akan berpindah mengisi kekosongan di lintasan yang lebih dalam sambil
memancarkan radiasi sinar-x karakteristik. Energi sinar-x karakteristik yang
dipancarkan dalam peristiwa ini setara dengan selisih energi antara lintasan
sebelum dan sesudah transisi.
Proses brehmsstrahlung lebih dominan terjadi pada interaksi radiasi beta
dan elektron karena massa dan muatan partikel beta relatif lebih kecil sehingga
kurang diserap oleh materi dan daya tembusnya lebih tinggi dibandingkan partikel
alpha.Karena adanya gaya elektrostatik, radiasi beta atau elektron yang bergerak
melewati inti akan dibelokkan. Perubahan arah gerak ini menyebabkan adanya
perubahan momentum yang kemudian akan menghasilkan pancaran energi
gelombang elektromagnetik (foton). Foton yang muncul pada proses ini disebut
sebagai sinar-x brehmsstrahlung (bedakan dengan sinar-x karakteristik yang
dihasilkan oleh transisi elektron).Berbeda dengan energi radiasi sinar-x
karakteristik yang hanya dipengaruhi oleh selisih tingkat energi lintasan, tingkat
energi radiasi sinar-x brehmsstrahlung ini dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
energi radiasi yang mengenai atom, nomor atom (jumlah proton) inti dan sudut
pembelokannya.
panjang gelombang yang lebih pendek (atau frekuensi yang lebih tinggi) sehingga
memiliki energi yang jauh lebih tinggi. Sementara radiasi alpha dan beta memiliki
daya jangkau maksimum yang terbatas, foton berinteraksi secara probabilistik
sehingga daya jangkau maksimum sebuah foton bisa sangat bervariasi (tidak
pasti). Meskipun demikian, fraksi total foton yang diserap oleh bahan berkurang
secara eksponensial dengan ketebalan bahan. Ada tiga mekanisme bagaimana
gamma dan sinar-x berinteraksi dengan materi, yaitu efek fotolistrik, hambran
Compton dan produksi pasangan. Radiasi gamma memiliki bahaya eksternal
karena radiasi ini memberikan energinya jauh lebih banyak dan lebih jauh bila
dibandingkan dengan radiasi alpha dan beta.Pada proses efek fotolistik, radiasi
gelombang elektromagnetik (foton) yang datang mengenai atom, seolah-olah
‘menumbuk’ salah satu elektron orbital dan memberikan seluruh energinya. Jika
energi foton yang diberikan lebih besar dari energi ikat elektron, maka elektron
tersebut dapat terlepas dari atom dan menghasilkan ion. Elektron yang terlepas
(atau biasa disebut fotoelektron) dapat menyebabkan peristiwa ionisasi sekunder
pada atom sekitarnya dengan cara yang mirip dengan yang dilakukan beta.
Peristiwa hamburan Compton sebenarnya tidak berbeda jauh dengan efek
fotolistrik. Akan tetapi, pada hamburan Compton tidak semua energi foton
diberikan kepada elektron, melainkan hanya sebagian saja, sisa energi foton masih
berupa gelombang elektromagnetik (foton) yang dihamburkan. Foton yang
dihamburkan ini akan terus berinteraksi dengan elektron lain sampai energinya
habis dan elektron yang dihasilkan (foto elektron) akan menyebabkan proses
ionisasi sekunder. Pada hamburan Compton, foton dengan energi hλi berinteraksi
dengan elektron terluar dari atom, selanjutnya foton dengan energi hλo
dihamburkan dan sebuah foto elektron lepas dari ikatannya. Energi kinetik
elektron (Ee) sebesar selisih energi foton masuk dan foton keluar.
30
Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih
besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada
bagian depan. Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum
adalah ruang di dalam rongga dada di antara kedua paru-paru. Di dalam rongga
dada terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu sistem pernafasan dan peredaran
darah. Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada yaitu esofagus dan paru,
sedangkan pada sistem peredaran darah yaitu jantung, pembuluh darah dan
saluran linfe. Pembuluh darah pada sistem peredaran darah terdiri dari arteri yang
membawa darah dari jantung, vena yang membawa darah ke jantung dan kapiler
yang merupakan jalan lalulintas makanan dan bahan buangan (Pearce, 2003 : 53).
Gambar.2.11. Paru kiri dan Paru kanan Tampak Medical (Sobotta 2003).
Paru kanan terbagi menjadi dua fisura dan tiga lobus yaitu superior, media
dan inferior. Paru kiri terbagi oleh sebuah fisura dan dua lobus yaitu superior dan
inferior (Pearce, 2003 : 215).Brochus pada setiap sel sisi bercabang menjadi
cabang-cabang utama, satu untuk setiap lobus paru. Segmen paru daerah tersebut
disuplai oleh cabang utama bronchus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan
supali darah sendiri. Paru kanan memiliki sepuluh segmen, paru kiri memiliki
sembilan segmen. Setiap segmen berbentuk biji yang tipis pada hilus paru (Pearce,
2003 :214).
Di dalam segmen, cabang brochus utama memecah menjadi cabang-cabang
yang lebih kecil. Duktus alveolus adalah cabang yang paling kecil, setiap ujung
terdapat sekelompok alveolus. Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang
mengandung udara, melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap
paru mengenadung sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil di dalam dinding
33
appearence). Bulatan transulen bisa berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang
berupa kista-kista transulen dan kadang-kadang berisi cairan (air fluid level)
akibat peradangan sekunder (Rasad, 2005: 110).menurut Neseth. R,( 2000) bahwa
indikasi pemeriksaan pda umumnya untuk thorax atau dada yaitu : Tumor, massa,
Aneurisma, Lesi pada hillus atau mediastinal,Pembedahan aorta.
Trauma dada atau trauma thorax adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada,
pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam
maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.
Kerangka rongga thorax, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk
kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari
enam iga pertama memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai
sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi
bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam
abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus
utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus,
dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding
toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris
anterior, lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk
lipatan/plika aksilaris posterior.
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal
kebocoran udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak
sensitive. pleura berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura
parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan
pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf
(nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura
parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit
35
menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada
tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang
potensial yang masih ada. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan
dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama
respirasi tenang/normal. Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di
belakang tepi bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan
untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah
dari sela iga yang dipilih.Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga
keenam dan kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk tendo sentral. Nervis
frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75% dari
ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.