Anda di halaman 1dari 14

PROSEDUR PENGUBAHAN TINGKAH LAKU

DALAM PESRPEKTIF BEHAVIORISME

Fransiskus De Gomes
Program Studi PG-PAUD STKIP St. Paulus, Jl. Jend. Ahmad Yani, No. 10, Ruteng – Flores, 86508
e-mail: diodinhon@gmail.com

Abstract: Behavior Changes Procedure in Behaviorism Perspective. The good character building is one of
the education goals be sides have knowledge and skill. It is done by the new behavior learning process. The new
behavior learning process of students in the school be done by behavior change procedures. There are behavior
change procedures in behavioris perspective: differential reinforcement procedure, extinction, removal of desirable
stimulus, and presentation of aversive stimulus. The article describe behavior change procedures in behaviorism
perspective can used by teachers in the good behavior building for students.

Keywords: behavior change, reinforcement, punishment, behaviorism

Abstrak: Prosedur Pengubahan Tingkah Laku dalam Perspektif Behaviorisme. Pembentukan karakter
yang baik merupakan salah satu tujuan pendidikan selain penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Hal
itu dapat dilakukan melalui proses belajar tingkah laku yang baru. Proses belajar tingkah laku yang baru para
siswa di sekolah dapat dilakukan melalui prosedur-prosedur pengubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, para guru
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan akan prosedur-prosedur pengubahan tingkah laku. Dalam perspektif
behaviorisme terdapat beberapa prosedur pengibahan tingkah laku, yakni: prosedur penguatan yang berbeda,
penghentian penguatan, penarikan stimuli yang diinginkan, dan pemberian stimuli yang menyakitkan. Tulisan
ini mendeskripsikan prosedur-prosedur pengubahan tingkah laku dalam perspektif behaviorisme yang dapat
digunakan oleh para guru untuk membentukan tingkah laku yang baik bagi para siswa.

Kata kunci: pengubahan tingkah-laku, penguatan, hukuman, behaviorisme

PENDAHULUAN Dalam bidang pendidikan, penulis menyadari


bahwa salah satu kesalahan dalam praksis pembela-
Salah satu wacana yang diretaskan oleh Presiden
jaran di sekolah adalah kurang memperhatikan aspek
Jokowidodo adalah revolusi mental. Sebelum mun-
pembentukan tingkah laku yang baik (pembentukan
culnya wacana ini ada wacana serupa lainnya yakni
karakter) dalam diri siswa. Tidaklah berlebihan kalau
pendidikan karakter. Dua wacana ini menjadi hal yang
dikatakan bahwa aspek kognitif merupakan ‘domain
menarik untuk dipehatikan banyak pihak termasuk
lembaga pendidikan. Pertanyaan yang muncul adalah unggulan’ yang mau diraih dalam proses pendidikan
mengapa dua wacana menjadi hal yang penting un- saat ini. Fakta ini minimal dibuktikan melalui instrumen
tuk diperhatikan? evaluasi yang dipakai untuk menentukan output dari
Penulis berkeyakinan bahwa kedua wacana ini suatu proses pendidikan, semisal Ujian Nasional (UN).
muncul ketika banyak persoalan kehidupan bermasya- Terlepas dari pro kontra perlu tidaknya UN, evaluasi
rakat, berbangsa, dan bernegara dirasakan banyak semacam itu hanya mengukur kemampuan kognitif
pihak sebagai akibat dari rendahnya kualitas mental yang dicapai oleh peserta didik selama ia menempuh
warganya. Persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme, satuan pendidikan tertentu. Oleh sebab itu, janganlah
pelanggaran HAM, sikap separatis serta persoalan kaget bila berbagai tingkah laku negatif atau perilaku
serupa lainnya menjadi marak dan telah mencederai yang tidak menyenangkan acapkali diperlihatkan oleh
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. para peserta didik di pelbagai satuan pendidikan.
Pada konteks ini, saling menyalahi tentu bukan me- Pada tataran ini muncul pertanyaan untuk mene-
rupakan tindakan yang arif. Upaya yang arif atas per- mukan langkah solutif atas persoalan di atas, yakni
soalan ini adalah merefleksikan kembali praksis kehi- bagaimana cara yang tepat agar peserta didik bisa
dupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk belajar dan mengembangkan tingkah-laku yang baik?
menemukan solusi yang tepat. Jawaban sederhana yang ditawarkan oleh penulis adalah

285
286 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

para guru perlu membelajarkan tingkah laku yang suatu proses mekanis insting untuk mempertahankan
baik kepada peserta didiknya. Untuk mewujudkan dirinya. Insting menjadi sumber energi psikis dalam
harapan ini, para guru perlu memahami dan menga- mengarahkan tingkah-laku manusia untuk memenuhi
plikasikan prosedur pengubahan tingkah-laku. Perta- keinginan dan kebutuhannya.
nyaan lain yang muncul adalah apakah para guru se- Menurut Carl Person Rogers (1902 – 1987), ting-
lama ini tidak menyadari dan memperhatikan tingkah kah laku merupakan usaha manusia yang goal-directed
laku para siswanya? yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan seba-
Dalam praksis pendidikan terutama pada proses gaimana dialaminya dan dalam medan sebagaimana
pembelajaran di dalam kelas, para guru sudah melak- diamatinya (Pervin, et.al., 2004: 173). Usaha manusia
sanakan prosedur tertentu berupa teknik-teknik pengu- itu juga melibatkan emosi yang memberikan fasilitas
bahan tingkah-laku terlepas dari apakah mereka tingkah laku dengan tujuan terarah. Kebanyakan
memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik tersebut cara-cara bertingkah laku yang diambil adalah yang
atau tidak. Misalnya, guru acapkali menerapkan pun- selaras dengan konsep self (Latipun, 2001: 79).
ishment atau reinforcement terhadap siswa tetapi Selanjutnya, Cooper, et al. (2007: 25) mendefi-
tingkah-laku siswa tidak menunjukkan perubahan ke nisikan tingkah-laku sebagai the activity of living or-
arah yang didambakan. Seorang guru beberapa kali ganisms. Human behavior is everything people do,
menghukum siswanya karena tidak mengerjakan including how they move and what they say, think,
pekerjaan rumah (PR) yang ia berikan, namun hu- and feel. Semua definisi di atas masih bersifat umum
kuman tersebut tidak dapat mendorong siswa untuk sehingga sulit untuk dikaji secara ilmiah. Oleh karena
rajin mengerjakan PR malahan semakin ‘menjadi- itu perlu membuat suatu definisi yang lebih spesifik
jadi’. Mengapa demikian? Adakah yang salah dengan sebab bagaimana suatu disiplin ilmiah mendefinisi-
prosedur pengubahan tingkah-laku yang dibuat guru kan bidang ilmunya akan memberi pengaruh yang
terhadap peserta didiknya selama ini? mendasar pada metode-metode pengukurannya, eks-
Artikel ini bermaksud untuk mendeskripsikan perimentasinya, dan analisis teoritiknya.
prosedur pengubahan tingkah laku dari tingkah-laku Tingkah-laku merupakan suatu istilah umum yang
yang tidak diinginkan menuju tingkahlaku yang di-
merujuk pada semua respon yang bisa teramati. De-
dambakan. Prosedur pengubahan tingkah laku yang
ngan kata lain, respons merupakan unsur terkecil dari
dideskripsikan dalam tulisan ini merujuk pada per-
tingkah-laku. Skinner, sebagaimana dikutip oleh Coo-
spektif behavirisme yang diharapkan bermanfaat bagi
per, et al. (2007: 25) mendefinisikan tingkah laku se-
para guru sebagai salah satu cara dalam membentuk
bagai the movement of an organism or of its parts in
karakter yang baik para siswa.
a frame of reference provided by the organism or by
various external objects or fields. Sementara Johnston
KONSEP TINGKAH-LAKU (BEHAVIOR) dan Penypacker (1993a: 23) memberikan definsi yang
Untuk memahami konsep tingkah-laku yang lebih lengkap dan empirik berkenaan tingkah-laku
dimaksudkan dalam tulisan ini, maka perlu mema- organisme, yakni:
hami beberapa konsep penting dalam behaviorisme the portion of an organism’s interaction whit
berikut: pengertian tingkah laku, tingkah laku respon- its environment that is characterized by detect-
den (respondent conditioning), tingkah laku operan able displacement in space through time of
(operant conditioning), lingkungan, reinforcement dan some part of the organism and that results in a
punishment. measurable change in at least one aspect of the
environment.
Pengertian Tingkah-laku Definisi Johnston dan Penypacker di atas me-
nunjukkan bahwa tingkah-laku selalu bersandingan
Menurut Kamus Psikologi, tingkah laku (behav-
dengan lingkungan. Itu berarti tingkah-laku hanya bisa
ior) adalah sekumpulan respon manusia yang relatif
dipahami bila melekat pada lingkungan. Johnston dan
tetap terhadap segala sesuatu baik yang ada di dalam
Penypacker (1993a: 27) menambahkan:
maupun yang ada di luar dirinya (Anshari, 1996: 98).
Namun bagaimana sekumpulan respon itu dibentuk? Because the organism can not be separated
Sigmund Freud (1856 – 1939) dalam Pervin, et.al. from an environment and because behavior is
(2004: 77) berpendapat bahwa sebagian besar tingkah the relation between organism and environ-
laku manusia telah ditentukan oleh kekuatan di luar ment, it is impossible for a behavioral event not
kesadaran. Pandangan ini bersifat mekanis-determi- to influence the environment in some way. ……
nistik di mana tingkah-laku manusia merupakan hasil This is an important methodological point be-
Gomes, Prosedur Pengubahan Tingkah … 287

cause it says that behavior must be detected secara tidak sadar terhadap stimulus. Contoh respon
and measured in terms of its effects on the en- fisiologis adalah jantung yang berdetak lebih cepat
vironment. dan disertai tangan yang berkeringat saat berhadapan
dengan tes yang sulit misalnya. Respon emosional-
Tingkah-laku individu yang beroperasi dalam
nya adalah panik bila tidak lulus tes tersebut. Semua
lingkungan dapat dideskripsikan melalui topografinya.
respon ini terjadi tanpa dipelajari dan di luar kesadaran.
Topografi respon (response topography) merujuk pada
Tidak heran bila ada siswa seringkali sakit perut,
bentuk fisik dari tingkah-laku itu sendiri (Cooper, et
pusing, mual, dan semacamnya bila akan mengikuti
al., 2007: 25). Misalnya, gerakan-gerakan tangan dan
tes karena tingkat respon emosionalnya terlalu tinggi
jari-jarinya saat membuka sebungkus rokok dapat
yang bisa berpengaruh pada kondisi fisiologisnya.
dideskripsikan melalui unsur-unsur topografisnya. Pavlov dalam studinya tentang sekresi gastrik
Namun demikan, bila terus diamati setiap kali individu pada anjing menemukan bahwa hewan itu selalu me-
tersebut membuka sebungkus rokok, maka akan tam- ngeluarkan saliva (air liur) setiap kali mendapatkan
pak bahwa selalu ada variasi topografi antara satu bubuk makanan di depan mulutnya. Sampai pada
dengan lainnya terlepas dari besar kecilnya perbedaan tingkat tertentu, anjing itu berliur saat merespon se-
antara variasi topografi itu. jumlah stimuli yang diasosiasikan dengan makanan,
Dalam analisis fungsional tingkah-laku, ciri khas seperti ketika ia melihat piring makanan, orang yang
topografi suatu tingkah laku dapat diamati dalam efek membawa makanan, dan suara pintu tertutup saat ma-
tingkah-laku tersebut pada lingkungan. Terlepas dari kanan tiba.
apakah topograpi respon-responnya berbeda, namun Dari eksperimen tersebut, Pavlov menemukan:
fungsinya adalah sama yakni membuka bungkusan (1) unconditioned stimulus (US) yakni stimulus yang
rokok misalnya. Pada konteks ini semua respon disebut tak dikondisikan yang menimbulkan respon alamiah
kelas respon (response class) (Cooper, et al., 2007: atau otomatis pada anjing. (2) unconditioned response
27). Jadi kelas respon merujuk pada semua bentuk (UR) yakni respon yang tidak dikondisikan yang
topografi dari performansi yang memilik satu fungsi merupakan respon alamiah atau otomatis yang dise-
yang serupa. babkan oleh US, dan (3) conditioned stimulus (CS)
yakni stimulus netral karena ia tidak menimbulkan
Tingkah-laku Responden respon alamiah atau otomatis pada organisme (anjing).
Ketika unsur-unsur ini bercampur dengan cara ter-
Istilah responden dalam behaviorisme merujuk tentu maka akan terjadi conditioned response (CR)
pada peningkatan atau penurunan kemunculan ting- yakni respon yang dikondisikan (Hergenhahn & Olson,
kah-laku individu melalui kehadiran suatu stimulus 2009: 183-184). Setiap kali US (bubuk makanan) ada
(atau peristiwa) yang mendahului respon individu atau terjadi maka UR (saliva) akan muncul. Sampai
tersebut. Kehadiran suatu stimulus dapat mengatur atau pada tingkat tertentu, ketika CS (piring makanan,
mengontrol respons. Respondent behavior is elicited, orang yang membawa makanan, dan suara pintu ter-
artinya respon betul-betul terjadi ketika suatu stimulus tutup) dihadirkan maka akan mengahsilkan respon
muncul. Sistem notasi untuk tingkah-laku responden yang sama dengan UR (saliva). Ketika hal ini terjadi
adalah S → R. Stimulus (S) menyebabkan (tanda maka CR (mengeluarkan saliva ketika melihat piring
panah) munculnya respon (Cooper, et al., 2007: 30). makanan, orang yang membawa makanan, dan men-
Tingkah-laku responden merupakan tingkah-laku dengar suara pintu tertutup) akan muncul.
refleks (reflexive behavior). Dalam teori Classical Classical conditioning adalah tipe pembelajaran
Conditioning, tingkah laku responden lebih dikenal di mana suatu organisme belajar untuk mengaitkan
dengan sebutan tingkah-laku Pavlonian sesuai dengan atau mengasosiasikan stimuli (Santrock, 2010: 268).
nama tokoh utama yang mempopulerkannya (Pervin, Classical conditioning dapat berupa pengalaman
et al., 2004: 363-365). Disebut reflexive (reflektif) positif atau negatif dalam diri siswa di kelas. Dalam
karena respon yang terjadi adalah spontan dan lebih seting sekolah, seorang siswa bisa mendapatkan penga-
dikendalikan oleh sistem saraf tak sadar. Mengecilnya laman yang menyenangkan karena telah dikondisikan
pupil bola mata misalnya adalah tingkah-laku res- secara klasik, misalnya guru dan teman-teman menya-
ponden. Perubahan pupil terjadi ketika cahaya yang panya dengan ramah sehingga ia mengasosiasikan
terang di arahkan ke mata. sekolah atau kelas sebagai hal yang positif dan menye-
Prinsip belajar Pavlov melebihi prinsip belajar nangkan. Sebaliknya, siswa akan merasa takut di kelas
sebagai hubungan sederhana antara stimulus dan res- atau sekolah jika ia mengasosiasikannya dengan tegur-
pon. Melalui eksperimennya Pavlov medapati bahwa an atau hukuman guru yang kejam, dan karenanya
respon-respon emosional dan fisiologis bisa muncul teguran atau hukuman guru yang kejam menjadi CS
288 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

untuk rasa takut. Classical conditioning juga terjadi dengan respondent behavior (S → R), operant behav-
dalam kecemasan dalam menghadapi ujian. Misalnya, ior notasinya adalah R → S. Artinya respon yang
siswa yang mendapatkan nilai rendah ditegur oleh akan diambil di masa depan ditentukan oleh stimu-
gurunya, dan ini menghasilkan kegelisahan dan pera- lus yang mengikutinya (Cooper, et al., 2007: 34).
saan malu yang mendalam pada siswa tersebut. Jika Bila berbicara operant behavior, orang akan me-
teguran guru itu dirasakan siswa tersebut sebagai se- rujuk pada karya-karya B.F Skinner dari tahun 1904-
suatu yang melampaui kewajaran maka ia mengaso- 1990, yang merupakan pakar behavioristik yang paling
siasikan ujian sebagai kegelisahan dan perasaan malu. berpengaruh. Karya-karyanya berkembang dan mem-
Dengan demikian bagi siswa tersebut ujian adalah CS bawa kontribusi dalam Applied Behavior Analysis
untuk kegelisahan dan perasaan malu. (Alberto & Troutman, 2003: 1-5). Sebagaimana be-
haviorist lainnya, Skinner mengembangkan teorinya
Tingkah-laku Operan (Operant Conditioning) mula-mula lebih banyak melalui eksperimen pada he-
wan. Fokusnya pada hubungan antara behavior (ting-
Operant conditioning bisa dikatakan sebagai kah-laku) dan lingkungan berupa konsekuensi yang
kritik terhadap classical conditioning dan contiguity. menyertainya.
Mengapa? Karena manusia seringkali merespon stimu- Eksperimen Skinner menggunakan hewan yang
lus (lingkungan) secara sadar dan tidak harus dimulai diletakkan dalam kotak yang disebut Skinner box.
dari adanya stimulus terlebih dahulu. Dalam banyak Kotak tersebut suaranya kedap, pada salah satu dinding
hal manusia bertindak terlebih dahulu karena dia tahu bagian dalamnya terdapat tombol-tombol dan pada
akan mendapatkan reward yang diinginkannya. Se- sisi luarnya yang tidak bisa terlihat dari dalam kotak
baliknya manusia akan meng-hentikan tindakannya tersebut disimpan makanan dan minuman. Jika tombol-
bila akhirnya dia mendapatkan stimulus atau konse- tombol itu ditekan maka makanan dan minuman yang
kuensi yang tidak diinginkannya. tersimpan diluar kotak itu akan mengalir ke dalam
Menurut prinsip contiguity-assosiation dan res- kotak. Tikus atau burung merpati di masukkan ke
pondent conditioning, manusia merespon bila ada dalam kotak. Hewan itu akan berlarian atau melom-
stimulus yang datang kepadanya (elicit behavior).
pat di dalam box, dan tanpa sengaja mendarat di atas
Namun dalam kenyataannya, kita juga bisa mene- atau menekan tombol yang menyebabkan makanan
mukan bahwa manusia seringkali berinisiatif untuk
dan minuman dari luar masuk ke dalam box. Ia kemu-
mendapatkan stimulus yang diinginkannya. Misalnya
dian kemudian menyantap makanan dan minuman
seorang mahasiswa berusaha mendapatkan nilai "A"
tersebut. Lama kelamaan hewan belajar, bila dia me-
dalam perkuliahannya (stimulus) dengan cara melu-
nekan tombol tersebut dia akan mendapatkan makanan
angkan waktu lebih banyak untuk belajar dan latihan
dan minuman. Karena itu, hewan tersebut bila ingin
menjawab soal dengan lebih intensif (respon). Nilai
makan atau minum, dia tidak lagi bergerak secara
"A" belum didapat atau belum datang, tetapi mahasis-
wa tersebut sudah merespon terlebih dahulu dalam liar. Hal ini menandakan bahwa hewan tersebut telah
bentuk belajar keras. Di sini mahasiswa tersebut mulai terkondisi untuk hanya menekan tombol dan tidak me-
melakukan sesuatu (respon) terhadap lingkungan tanpa nekan benda lainnya bila ingin makan atau minum.
menunggu ada stimulus terlebih dahulu. Dengan kata Skinner kemudian merubah lagi skenario ekspe-
lain, manusia tersebut "operate" (beroperasi) dalam rimennya di mana beberapa tombol dipasangkan dan
lingkungannya, dan lingkungan yang mempengaruhi hanya tombol tertentu yang akan mengeluarkan
respon menjadi sumber untuk belajar. Konteks inilah makanan dan minuman. Dari eksperimen tersebut
yang dimaksudkan dengan operant conditioning. terlihat tikus mengurangi kebiasaan berkeliarannya
Contoh di atas menunjukkan bahwa respon bela- dan sebaliknya mempertahankan tingkah-laku mene-
jar keras bila diikuti selalu oleh hasil yang menga- kan tombol tertentu saja. Sebab hanya tombol itu yang
gumkan (misalnya sering mendapat nilai A), maka memberinya makanan atau minuman. Dalam hal ini
respon akan diperkuat, artinya respon belajar keras tikus atau burung merpati nampak bertindak sebagai
akan dipertahankan. Sebaliknya bila hasilnya selalu subjek dalam box tersebut.
mendapat nilai D, maka respon belajar keras tidak Dari eksperimen tersebut, diketahui bahwa subjek
akan dipertahankan dalam bidang tersebut. Dalam hal menentukan apa yang akan diperolehnya dari ling-
ini behavior is emitted dan bisa terjadi dalam tingkatan kungan. Dengan perkataan lain, dalam merespon ling-
frekuensi tertentu. Emitted behavior yang diperkuat kungannya, manusia melakukannya secara sadar. Oleh
atau diperlemah oleh peristiwa (stimulus atau ling- sebab itu, operant conditioning menggunakan kon-
kungan) yang mengikutinya disebut operant behavior sekuensi untuk mengatur munculnya respon atau
(Cooper, et al., 2007: 34). Sistem notasinya berbeda tingkah-laku di kemudian hari.
Gomes, Prosedur Pengubahan Tingkah … 289

Menurut Skinner tingkah-laku manusia lebih Pada tataran ini lingkungan dipahami sebagai
dikontrol oleh konsekuensi yang menyertai tingkah- segala sesuatu yang mempengaruhi tingkah-laku baik
laku tersebut dari pada peristiwa-peristiwa yang men- yang berasal dari luar maupun dari dalam individu
dahului tingkah-laku tersebut (Cooper, et al., 2007: itu sendiri. Namun tidak semua yang ada di lingkungan
32). Konsekuensi adalah stimulus yang menyertai membawa pengaruh pada tingkah-laku, yang pasti ada
tingkah-laku, misalnya berupa nilai yang diperoleh bagian-bagian tertentu atau unsur-unsur tertentu dari
siswa setelah mengerjakan tugas di kelas atau PR. lingkungan yang membawa pengaruh pada tingkah-
Sementara peristiwa-peristiwa yang mendahului mun- laku. Dengan kata lain lingkungan adalah hal yang
culnya tingkah-laku disebut antecendent. Bila siswa besar di mana individu berada, dan unsur-unsur ter-
masuk kelas dan mendapati kelas bersih dan sejuk tentu atau terkecil dari lingkungan yang membawa
serta guru ramah, siswa biasanya akan merespon pengaruh pada tingkah-laku individu disebut stimulus.
(bertingkah-laku) dengan cara yang baru. Dengan ante- Ketika unsur-unsur tertentu atau terkecil dari ling-
cedent, siswa diharapkan memunculkan tingkah-laku kungan tersebut dapat mengubah tingkah-laku atau
baru sebagai respon terhadap lingkungan yang dite- menimbulkan respon dalam organisme maka unsur-
mukannya. unsur lingkungan itu dilihat sebagai peristiwa yang
memiliki fungsi stimulus (stimulus function). Respon-
LINGKUNGAN dent dan operant conditioning merupakan cara-cara
untuk menciptakan fungsi-fungsi stimulus (Alberto
Dalam analisis tingkah-laku, istilah lingkungan & Troutman, 2003: 350).
merujuk pada peristiwa-peristiwa atau stimulus yang Selama respondent conditioning, suatu peristiwa
mengubah tingkah-laku, baik yang berasal dari luar (stimulus) yang netral bila terus dipasangkan dengan
maupun dari fisiologi internal individu. Dalam ling- stimulus utama (yang mempengaruhi tingkah-laku),
kungan, tingkah-laku berkembang sebab lingkungan maka nantinya akan memperoleh suatu respon tertentu
bukanlah suatu ruang hampa. Pada tataran ini, tingkah- (Cooper, et.al., 2007: 32). Misalnya, makanan bakso
laku selalu membutuhkan konteks lingkungan. dapat memunculkan air liur (saliva) seseorang; dan
Johnston & Pennypacker (1993a: 28) memberi- kemudian bila bunyi bel dipasangkan dengan makanan
kan definisi berkenaan lingkungan sekaligus mene- bakso itu secara berulang-ulang - seperti penjual bakso
mukan dua implikasi penting dari definsinya bagi yang menggunakan sepeda motor dan memasang bel
sains tentang tingkah-laku. Menurut mereka: dengan bunyi khas – maka bunyi bel speda motor yang
khas itu sendiri sudah dapat menimbulkan air liur
Environment refers to the conglomerate of real
pada orang tersebut. Sekali bunyi bel speda motor
circumstances in which the organism or refer-
tersebut memperoleh respon (saliva pada seseorang)
enced part of the organism exists. ……. One
maka bunyi bel speda motor itu telah menjadi condi-
important implication is that only real physical
tioned stimulus function (fungsi stimulus terkondisi/
events are included. Another very important
yang dipelajari). Sama halnya dalam operant condi-
consequence of this conception of the behav-
tioning, suatu stimulus yang mengikuti suatu respon
iorally relevant environment is that it can in-
dan meningkatkan frekuensi respon itu berarti stimu-
clude other other aspects of the organism. That
lus itu memiliki atau menjadi reinforcement function
is, the environment for a particular behavior
(Cooper, et.al., 2007: 33-34).
can include not only the organism’s external
Konsep fungsi stimulus merupakan suatu per-
features but physical events inside its skin.
kembangan yang penting dalam analisis tingkah-laku.
Dari pengertian lingkungan yang dikemukakan Manusia dan hewan telah berkembang dan mengalami
oleh Johnston & Pennypacker ini kita menemukan dalam banyak cara memberikan respon terhadap pe-
bahwa lingkungan merujuk pada semua situasi nyata ristiwa atau unsur-unsur dari lingkungan untuk mem-
di mana organisme atau bagian dari organisma eksis. pertahankan hidupnya. Misalnya manusia memper-
Hal ini berarti lingkungan selain berkenaan dengan tahankan respon bangun pagi agar tidak terlambat ke
peristiwa fisik yang riil yang juga merupakan bagian sekolah atau tempat kerja karena ada konsekuensi yang
dari organisma itu sendiri. Untuk memperjelas defi- akan diterimanya. Meskipun setiap orang mendapatkan
nisi lingkungan seperti ini, Johnston & Pennypacker banyak serbuan stimulus yang ada dalam lingkungan,
(1993a: 28) memberikan contoh ketika seseorang namun pada saat tertentu hanya sebagian dari banyak
menggaruk kulit pipinya, itu karena di bawah kulit stimulus yang membawa pengaruh pada tingkah-laku.
pipi ada stimulasi yang mendorong tingkah laku Stimulus yang mempengaruhi tingkah-laku op-
menggaruk. Berarti bagian bawah kulit pipi menjadi erant dan respondent selain bisa berbeda dari waktu
lingkungan. ke waktu, juga bisa berbeda antara dimensi fisiknya.
290 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

Padsa konteks tertentu, meskipun stimulus yang ber- dilempari kapur, - dan terus begitu selama beberapa
beda-beda antara dimensi fisik, namun tetap memiliki kali - maka lemparan kapur bukanlah menurunkan atau
pengaruh yang sama terhadap tingkah-laku. Stimulus menghilangkan tingkah-laku ribut siswa tersebut tetapi
seperti ini merupakan bagian dari kelas stimulus (sti- sebaliknya mempertahankan atau menguatkan kemun-
mulus class). Stimulus class tidak dilihat dari penam- culannya. Dalam keadaan ini, lemparan kapur berfung-
pakkan fisiknya, tetapi dari pengaruhnya yang sama si sebagai reinforcement bagi tingkah-laku ribut sang
terhadap tingkah-laku (Cooper, et.al., 2007: 35). siswa. Sebaliknya bila dengan hanya sekali dilempari
Misalnya kata "membosankan" dan "tidak menarik." kapur dan seterusnya siswa tersebut tenang, maka
Kedua kata ini secara semantik bisa memiliki makna lemparan kapur itu berfungsi sebagai punishment bagi
yang berbeda. Namun dalam analisis tingkah-laku, tingkah-laku ribut siswa. Singkatnya, kapur apakah
karena kedua kata ini bisa memiliki efek yang sama sebagai punisher atau reinforcer tidak dilihat dari ben-
bagi orang yang membacanya atau mendengarnya, danya tetapi dilihat dari efek yang ditimbulkannya
dank arena itu keduanya memiliki “kelas stimulus yang terhadap tingkah-laku individu - apakah meningkat atau
sama” sekalipun secara fisik keduanya berbeda sama menurun.
sekali. Dari contoh di atas, punishment adalah bentuk
konsekuensi yang menurunkan kemunculan tingkah-
REINFORCEMENT DAN PUNISHMENT laku di waktu-waktu berikutnya. Sementara reinforce-
(KONSEKUENSI) ment adalah bentuk konsekuensi yang memperkuat
kemunculan tingkah-laku di waktu yang akan datang
Reinforcement dan punishment merupakan dua (Slavin, 2011: 182). Bila kita ingin seorang siswa
dari beberapa konsep utama behaviorisme yang perlu membangun kebiasaan baik dalam dirinya, maka kita
dipahami secara gamblang sebelum membicarakan bisa lakukan dengan menjanjikan konsekuensi yang
tentang prosedur pengurangan tingkah laku. Berbi- menyenangkan bagi siswa tersebut. Di sekolah guru
cara tentang reinforcement dan punishment berarti misalnya selalu menjanjikan hadiah bagi mereka yang
mengkaitkan kedua konsep ini dengan konsekuensi berprestasi.
yang menurut Skinner sebagai pengontrol tingkah- Semua stimulus, misalnya berupa janji mendapat-
laku. kan hadiah, insentif, atau konsekuensi lainnya menjadi
Konsekuensi adalah apa yang diterima oleh se- pendorong kuat bagi setiap individu untuk memper-
seorang dalam bentuk respon atau tingkah-laku. Apa tahankan respon yang seharusnya, meskipun stimu-
yang diterima seseorang bisa berupa reinforcer atau lusnya sendiri berupa janji tersebut belum diperoleh.
punisher. Reinforcement adalah proses menerapkan Inilah dasarnya mengapa operant conditioning ber-
reinforcers atau konsekuensi yang menyenangkan beda dari contiguity dan classical conditioning yang
untuk memperkuat kemunculan tingkah-laku. Reinfor- dimulai dari stimulus baru kemudian respon. Operant
cer sendiri adalah bentuk konsekuensi untuk mening- conditioning dimulai dari respon baru kemudian sti-
katkan frekuensi dan durasi kemunculan tingkah-laku mulus (R → S).
di kemudian hari. Sementara punishment adalah proses Pada tataran ini, respon yang dipilih secara hati-
penggunaan punishers atau konsekuensi yang tidak hati bisa menentukan konsekuensi yang akan diperoleh
menyenangkan guna melemahkan atau menurunkan individu tersebut. Siswa yang ingin menjadi juara
kemunculan tingkah-laku di kemudian hari (Santrock, kelas, atau mahasiswa yang menginginkan nilai A
2010: 272). berarti dia menginginkan konsekuensi yang menye-
Reinforcement dan punishment seringkali disalah- nangkan. Untuk mencapai hal ini, maka respon berupa
artikan. Banyak orang termasuk guru mengartikan belajar keras dan rutin perlu dibangun terus agar sukses
reinforcement dan punishment secara harfiah, yakni menghadapi ujian dan akhirnya mendapatkan juara
reinforcement adalah suatu penguatan dan punish- kelas atau nilai A. Di sini terlihat bahwa konsekuensi
ment adalah suatu hukuman. Pemahaman reinforce- menjadi motivasi ekstrinsik yang menggerakan indi-
ment dan punishment seperti ini hanya berdasarkan vidu untuk merespon agar mendapatkan stimulus atau
‘apa yang diberikan kepada’ individu dan bukan konsekuensi yang menyenangkan atau yang mengun-
dilihat dari ‘efek yang ditimbulkan’ dari konsekuensi tungkan.
tersebut terhadap tingkah-laku individu. Jadi singkatnya respon atau tingkah-laku orang
Bila guru melempari seorang siswa yang ribut dapat dikontrol dengan stimulus atau konsekuensi.
dalam kelas dengan kapur lalu siswa itu diam maka Di sekolah atau di rumah, para guru atau orang tua
tidak otomatis lemparan kapur tersebut disebut pun- perlu mencermati secara matang konsekuensi yang akan
ishment sebab bila selang beberapa menit kemudian diberikan ke siswa atau anak agar mereka memper-
siswa tersebut kembali ribut dan diam lagi setelah tahankan atau membangun tingkah-laku yang baik.
Gomes, Prosedur Pengubahan Tingkah … 291

Menjanjikan permen pada siswa yang biasa membeli Contoh lain penggunaan negative reinforcement
coklat mahal agar dia mau memperhatikan penjelasan dalam seting sekolah, misalnya seorang guru akan
guru bisa merupakan hal yang sia-sia dan kemungkin- membebaskan siswanya dari menggunakan waktu
an tidak berhasil sebab kekuatan permen dibandingkan istirahat pelajaran untuk membersihkan taman sekolah
coklat mahal sangat tidak sebanding. Begitu pula guru asalkan mereka bisa mengerjakan semua tugas atau
yang memberikan pujian ke siswa kelas 5 hanya kare- PR dengan benar dan tuntas tepat waktu. Dalam hal
na ia membuang sampahnya pada tempatnya bisa ini para siswa mengerjakan tugas atau PR dengan benar
dianggap oleh siswa tersebut sebagai pujian basa-basi dan tuntas tepat waktu bertujuan untuk menghindar
sebab sampah tersebut adalah sampah sang siswa, dan dari pekerjaan membersihkan taman sekolah pada
apalagi dia sudah di kelas 5 yang berarti tingkah- waktu istirahat pelajaran. Jadi dalam positive reinfor-
laku membuang sampah bukanlah hal yang sulit dan cement (pengutan positif) ada sesuatu yang ditambah-
baru diketahuinya. Oleh karena itu guru atau orang tua kan atau diperoleh, sedangkan dalam negative reinfor-
jangan terlalu mudah memberikan reinforcer tanpa cemen ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan.
memperhatikan kualitas yang dikerjakan siswa atau Hal lain yang perlu diperhatikan berkenaan de-
anak dan usia serta status sosialnya. ngan reinforcement adalah schedule of reinforcement.
Reinforcement dan punishment bisa dibedakan Schedule of reinforcement berkaitan dengan pengatur-
lagi ke dalam negative & positive reinforcements, dan an kapan dan seberapa sering pemberian reinforcer
presentation & removal punishment. Positive rein- yang dapat memberikan efek yang berbeda-beda ter-
forcement adalah: hadap tingkah-laku individu. Pengaturan reinforcement
a function relation between two environmental diperlukan agar perlahan-lahan tingkah-laku seseorang
event: a behavior (any observable action) and tidak lagi bergantung pada exstrinsic reinforcer yang
a consequence (a result of that action). Positive diterimanya (Cooper, et.al., 2007: 305). Selain itu,
reinforcement is demonstrated when a behavior dengan schedule of reinforcement guru atau orang tua
is followed by a consequence that increase the tidak naif dalam menentukan target pencapaian pening-
behavior’s rate of occurrence (Alberto & Trout- katan tingkah-laku yang diinginkan pada siswa atau
man, 2003: 13). anak, dan sekaligus bisa memprediksi pencapaian
Definisi di atas memperlihatkan bahwa penguatan tingkah-laku secara rasional.
positif merupakan relasi fungsi antara dua peristiwa Bila setiap respon selalu mendapat konsekuensi
lingkungan yakni suatu tingkah-laku (tindakan yang yang menguatkan, maka pola-pola penguatan sema-
bisa diamati) dan suatu konsekuensi (hasil suatu tin- cam ini disebut continoues reinforcement schedule,
dakan) di mana terjadi proses peningkatkan frekuensi sebaliknya bila setiap respon hanya diperkuat secara
atau durasi suatu tingkah-laku sebagai akibat dari pem- periodik, maka pola-pola semacam ini disebut inter-
berian reinforcer. Jadi, in the positive reinforcement, mittent reinforcement schedule (Cooper, et.al., 2007:
the stimulus presented as a consequence and res- 306). Mengapa perlu schedule, karena pembentukan
ponsible for the subsequent increase in responding atau peningkatan tingkah-laku kebanyakan tidak bisa
(Cooper, et.al., 2007: 258). Penguatan positif dapat dilakukan dalam waktu singkat dan langsung selesai,
meliputi pujian, nilai, dan tanda bintang (Slavin, 2011: tetapi terkadang membutuhkan pengaturan yang lebih
183). seksama.
Selanjutnya penguatan negatif (negative reinfor- Schedule of reinforcement bergantung pada
cement) adalah a relationship among events in which jumlah respon dan waktu merespon. Bila berbicara
the rate of a behavior’s occurrence increases when mengenai jumlah respon maka itu berarti berbicara
some (usually aversive or unpleasant) environmental tentang ratio schedule of reinforcement, dan bila ber-
condition is removed or reducet in intensity (Alberto bicara mengenai waktu merespon berarti berbicara
& Troutman, 2003: 13). Definisi ini menunjukkan tentang interval schedule of reinforcement. Selain itu
bahwa penguatan negatif merupakan suatu prosedur ratio dan interval tersebut terdiri dari fixed dan vari-
peningkatan frekuensi respon (konsekuensi) karena able (Cooper, et.al., 2007: 306). Misalnya ada siswa
diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak me- yang bernama Wilem tidak pernah mengerjakan tu-
nyenangkan. Misalnya, seorang ayah mengomeli anak- gas Matematika, dan kalau pun mengerjakan tugas
nya agar mau mengerjakan PR. Dia terus mengomel. tersebut ia paling banyak menyelesaikan 2 dari 10 soal,
Akhirnya, anaknya itu lelah mendengarkan omelan selebihnya waktu untuk mengerjakan tugas Matema-
dan mengerjakan PR-nya. Respon anak (mengerjakan tika tersebut ia gunakan untuk menggambar. Guru
PR) menghilangkan stimulus yang tidak menyenang- kemudian berkeinginan untuk meningkatkan tingkah-
kan (omelan). laku mengerjakan soal Matematika. Tentu saja bila
292 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

diminta langsung mengerjakan 10 soal, kemungkinan laku siswa atau anak. Anak atau siswa yang sering
Wilem akan gagal. Untuk itu guru mengatakan: "Wilem, mendapat perlakukan kasar kemungkinan besar akan
bila kamu mengerjakan 4 soal saja, kamu boleh mengembangkan tingkah-laku agresif atau tingkah-
menggambar lebih lama lagi." Cara guru ini adalah laku menyerang entah secara verbal dan atau secara
bentuk fixed ratio sebab berbicara mengenai jumlah fisik. Sementara itu, para siswa yang menyaksikan
atau banyaknya respon (jumlah soal) yang harus di- teman sekelasnya mendapat perlakuan kasar dari guru
lakukan dan jumlahnya sudah ditentukan (fixed). bisa saja sebagian dari mereka akan merasa takut ber-
Apabila Wilem berhasil menngerjakan 4 soal maka ada dalam kelas dengan guru tersebut, tetapi sebagian
dia segera memperoleh reinforcement (boleh meng- lagi justru mengamati tindakan gurunya sehingga
gambar lebih lama lagi). mereka memperoleh model hukuman yang bisa ditiru-
Contoh variable ratio, misalnya dalam sesi tanya nya untuk menyakiti orang lain. Oleh karena itu peng-
jawab 24 orang siswa mendapat kesempatan menja- gunaan punishment haruslah merupakan pilihan terakhir
wab pertanyaan yang diajukan guru dengan merespon dan perlu dicermati secara baik sebelum diberikan.
angkat tangan. Namun berdasarkan kesepakatan, setiap Sayangnya, masih banyak guru yang menggunakan
siswa baru mendapat giliran menjawab pertanyaan punishment seperti mengkritik tajam siswa, melempar
apabila ia mengakat tangan beberapa kali (tidak dapat kapur, mencubit, bahkan memukul siswa, apalagi di-
diprediksi). Dalam konteks ini yang pasti bahwa ke- lakukan dengan prosedur yang keliru sehingga mem-
sempatan setiap siswa untuk menjawab pertanyaan bahayakan masa depan tingkah-laku siswa.
adalah 1 dari 24 siswa. Tingkah-laku mengangkat
tangan siswa diperkuat dengan pola variable ratio.
PROSEDUR PENGUBAHAN TINGKAH-LAKU
Jumlah angkat tangan setiap siswa pasti ada dalam
rentangan 1 - 24 kali, namun pada hitungan keberapa Pengubahan tingkah laku dalam tulisan ini di-
setiap siswa mendapat giliran menjawab pertanyaan, maknai sebagai proses pengurangan atau perubahan
tidak bisa diprediksi. dari tingkah-laku yang tidak diinginkan menuju ting-
Selanjutnya presentation punishment merujuk kah-laku yang didambakan. Untuk membantu siswa
pada penurunan kesempatan muncul kembalinya ting- mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan, maka
kah-laku yang tidak diinginkan dengan cara membe- guru perlu menggunakan alternatif prosedural yang
rikan konsekuensi atau stimulus yang tidak menye- sudah teruji dan yang dapat dilakukan oleh siapa saja
nangkan segera setelah munculnya tingkah-laku yang yang mencobainya. Alternatif prosedural pengurangan
tidak diinginkan tersebut (Cooper, et.al., 2007: 328). tingkah-laku berikut tidak lain adalah pengaturan kon-
Misalnya anak yang ribut di kelas, guru menghukum-
sekuensi yang membantu mengurangi tingkah-laku
nya dengan menulis 50 kali kalimat saya tidak akan
siswa yang tidak diinginkan.
ribut lagi di kelas. Sesudah peristiwa ini anak men-
Sejumlah prosedur berikut ini memiliki tingkatan,
jadi jera.
dari yang paling positif (dirasa oleh siswa sebagai
Sementara removal punishment merujuk pada
sesuatu yang menyenagkan) sampai yang kurang po-
penurunan kemunculan tingkah-laku yang tidak di-
sitif (kurang menyenangkan atau menyakitkan). Tentu
inginkan dengan cara mengambil kesempatan men-
saja, prosedur yang paling positif harus dipilih terlebih
dapatkan stimulus yang menyenangkan menyusul
terjadinya tingkah-laku siswa yang tidak diinginkan dahulu, sedangkan yang kurang positif adalah pilihan
(Slavin, 2011: 187). Misalnya, ada siswa yang ber- terakhir bila tidak ada opsi lain setelah melakukan
tingkah-laku yang tidak diinginkan di dalam kelas, pertimbangan yang matang mengenai dampaknya bagi
tetapi justru mendapat penguatan dari teman-teman tingkah-laku siswa selanjutnya.
sekelasnya. Guru memutusakan untuk menggunakan
time-out guna menghentikan kesempatan siswa men- Prosedur Penguatan Berbeda
dapatkan pengutan dari teman-temannya bila dia me- (Differential Reinforcement Procedure)
ngulangi tingkah-laku yang tidak diinginkan. Time-out
bisa berupa tindakan di mana siswa diperintahkan Prosedur penguatan yang berbeda terdiri atas
berdiri di pojok ruangan atau berdiri di luar kelas se- beberapa prosedur, yakni: pengubahan tingkah laku
lama beberapa menit agar tidak bisa mendapatkan pada level ini, yakni: Differential Reinforcement of
stimulus yang menyenangkan yang tersedia dalam Low Rates of Responding (DRL), Differential Rein-
kelas. forcement of Other Behavior (DRO), Differential
Perlu disadari bahwa penggunaan punishment Reinforcement of Incompatible Behavior (DRI), Diffe-
bisa berdampak negatif pada perkembangan tingkah rential Reinforcement of Alternative Behavior (DRA).
Gomes, Prosedur Pengubahan Tingkah … 293

Pertama, Differential Reinforcement of Low Rates data baseline dari tingkah-laku target terlalu tinggi,
of Responding (DRL) guru bisa menurunkan kriteria DRL sampai ke ting-
katan yang dapat diterima. Misalnya, rata-rata data
DRL merupakan pemberian penguatan secara baseline dari tingkah laku tidak duduk pada kursi
terjadwal (schedule of reinforcement) yang bertujuan (out of seat behavior) saat belajar yang ditunjukkan
untuk mengurangi tingkat kemunculan tingkah-laku oleh Encik muncul sebanyak 12 kali selama 15 menit
yang tidak diinginkan bila tingkah-laku tersebut sering mengerjakan tugas mandiri. Encik lalu diberi tahu,
muncul (Cooper, et.al., 2007: 480). Misalnya, aktif bila ia tidak menunjukkan out of seat behavior lebih
berbicara dalam diskusi kelas merupakan tingkah- dari 8 kali selama 15 menit maka ia akan diperboleh-
laku yang diinginkan, namun mendominasi pembi- kan untuk memilih kegiatan waktu bebasnya. Bila
caraan dalam diskusi kelas adalah tingkah-laku yang kriteria 8 kali sudah stabil, maka kriterianya dapat
tidak diharapkan. Pada konteks ini, DRL merupakan diturunkan lagi menjadi 6 kali selama 15 menit, dan
prosedur yang tepat untuk mengurangi secara perlahan seterusnya.
tingkah laku mendominasi pembicaraan dalam diskusi Dari uraian di atas, maka hakikat DRL adalah
kelas. pemberian penguatan berupa konsekuensi jika sese-
DRL memiliki dua variasi: DRL penuh waktu orang berhasil memenuhi kriteria pengurangan tingkah-
& DRL interval. DRL penuh-waktu (full-session DRL) laku tertentu. Prosedur ini memungkinkan siswa atau
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah total anak untuk membiasakan dirinya dalam mengurangi
respon dalam periode penuh waktu dengan kriteria secara perlahan tingkah-laku yang tidak diharapkan.
yang ditetapkan (Cooper, et.al., 2007: 480). Misalnya Melaui schedule of reinforcement yang dipakai dalam
data awal (baseline) menunjukkan bahwa Elis berbi- DRL maka pengulangan tingkah-laku yang bergan-
cara rata-rata 9 kali selama 30 menit dalam diskusi tung pada pemberian reinforcement dapat dikurangi.
kelas. Guru ingin menguranginya yakni tidak lebih
dari 2 kali selama 30 menit dalam diskusi kelas
Kedua, Differential Reinforcement of Other
karena tingkah-laku ini tidak ingin dihilangkan total.
Behavior (DRO)
Elis lalu diberitahu bahwa dia diperbolehkan untuk
berbicara dalam diskusi kelas hanya 2 kali, dan jika DRO adalah pemberian penguatan (reinforce-
ia berbicara tidak melebihi dua kali, maka ia akan ment) bila tingkah-laku tersebut tidak muncul selama
diberi hadiah berupa kesempatan memimpin diskusi. periode tertentu (Cooper, et.al., 2007: 475). DRO me-
Bila Elis memenuhi kriterianya (tidak lebih dari dua miliki tiga variasi dalam pelaksanaannya. Pertama, full-
kali berbicara dalam diskusi kelas selama 30 menit) session DRO. Reinforcement diberikan bila tingkah-
maka reinforcer-nya (memimpin diskusi) akan diberi- laku yang tidak diinginkan tidak muncul sepanjang
kan kepadanya. periode waktu yang sudah ditetapkan (Cooper, et.al.,
DRL interval membagi periode penuh waktu 2007: 475). Misalnya reinforcement akan diberikan bila
(full-session) ke dalam interval-interval yang lebih kecil talking-out (seperti ngobrol) tidak terjadi sepanjang
(Cooper, et.al., 2007: 481). Misalnya waktu diskusi 40 menit pembelajaran (DRO 40 menit). Siswa yang
kelas 30 menit dibagi ke dalam 6 Interval, sehingga menjadi target akan diberitahu bila talking-out tidak
masing-masing interval berdurasi 5 menit. Bila Elis muncul sepanjang sesi 40 menit maka dia akan men-
memenuhi kriteria berbicara dalam diskusi kelas tidak daptkan konsekuensi tertentu yang menyenangkan.
melebihi dua kali selama 5 menit, maka reinforcer-nya Kedua, Interval DRO. Dalam variasi ini rein-
(memimpin diskusi) diberikan kepadanya. Bila in- forcement diberikan bila tingkah-laku tersebut tidak
terval 5 menit sudah terbiasa dicapai oleh Elis, maka muncul selama satu periode waktu yang telah dipecah-
panjang interval dapat ditingkatkan. Misalnya hanya pecah ke dalam interval yang lebih kecil. Prosedur
boleh 2 kali berbicara dalam interval 10 menit. Bila ini digunakan bila pengurangan tingkah-laku secara
interval 10 menit sudah berhasil beberapa kali maka bertahap nampak lebih praktis atau realistik (Cooper,
guru dapat memperpanjang intervalnya menjadi 15 et.al., 2007: 476). Dalam beberapa kasus, tingkah-laku
menit, dan selanjutnya Elis hanya diperbolehkan 2 kali yang tingkat kemunculannya sangat tinggi akan me-
selama 30 menit dalam diskusi kelas. Guru memilih nyulitkan siswa mendapatkan reinforcement. Misalnya
format ini bila ia yakin perubahan secara perlahan sesi 40 menit bisa dibagi menjadi interval 5 menit
akan lebih berhasil daripada secara cepat dalam durasi sehingga reinforcement diberikan pada akhir setiap
yang panjang. interval 8 menit bilamana siswa tersebut tidak me-
Selain itu, DRL dapat diterapkan dengan meng- nampilkan talking-out behavior. Ketiga, DRO dapat
gunakan rancangan kriteria yang berubah, dan bukan digunakan dengan data produk permanen (Cooper,
hanya intervalnya (Cooper, et.al., 2007: 482). Jika level et.al., 2007: 479). Misalnya, guru memberi bintang pada
294 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

setiap tugas yang berhasil dikerjakan oleh siswa de- Ada beberapa pedoman dalam menerapkan DRI:
ngan benar dan tepat waktu. (1) menentukan tingkah laku alternatif sebagai peng-
Tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan ganti tingkah-laku yang hendak dikurangi atau dihilang-
sebelum guru menerapkan DRO (Cooper, et.al., 2007: kan, (2) menentukan data baseline yakni seberapa
479). Pertama, DRO mensyaratkan reinforcement sering tingkah-laku yang tidak diinginkan terjadi dan
diberikan bila tingkah-laku yang tidak diinginkan seberapa sering tingkah-laku alternatif yang dipilih ter-
(misalnya jalan-jalan di kelas) tidak muncul. Kedua, jadi, dan (3) menentukan jadwal penguatan (schedule
DRO memperkuat ketiadaan tingkah-laku yang tidak of reinforcement) terhadap tingkah laku alternatif (Co-
diinginkan, tetapi tidak mengajarkan tingkah-laku baru oper, et.al., 2007: 471).
yang diinginkan. Bagi siswa yang tidak mempunyai
banyak pengalaman, maka cara ini akan mencipta- Keempat, Differential Reinforcement of Alternative
kan kevakuman tingkal-laku. Oleh karena itu perlu Behavior (DRA)
memperkenalkan tingkah-laku baru yang diinginkan
guna mengganti tingkah-laku yang akan dikurangi atau DRA mirip dengan DRI karena dalam mengu-
dihilangkan, dan kemudian memberikan reinforcement rangi atau menghilangkan tingkah-laku yang tidak
terhadap tingkah-laku baru tersebut sehingga selalu diinginkan keduanya menggunakan prosedur mem-
muncul. Ketiga, keefektifan prosedur DRO bergan- beri penguatan pada tingkah-laku alternatifnya (yang
tung pada pemilihan reinforcer. Stimulus yang digu- bertolak belakang). Hanya pada DRA tingkah-laku
nakan untuk menguatkan siswa agar tidak melakukan alternatifnya tidak bisa dipilih secara khusus, dan
tingkah-laku yang tidak diinginkan harus minimal kedua tingkah-laku itu (yang tidak menyenangkan
memiliki kekuatan atau nilai pendorong yang sama dan yang menyenangkan) bisa muncul bersamaan
dengan stimulus yang mempertahankan tingkah-laku (Cooper, et.al., 2007: 471).
tersebut selama ini. Misalnya, ada seorang siswa yang Contoh penggunaan DRA, di dalam suatu kelas
membuat lelucon selama pelajaran karena mendapat pada saat yang bersamaan ada siswa yang tenang
reinforcement (gelak tawa teman-temannya dan per- dan ada yang ribut. Pada situasi seperti ini guru secara
hatian mereka saat istirahat). Jika guru menggunakan rutin memuji siswa yang tenang dan saat yang ber-
DRO dengan memberi 5 menit waktu tambahan (re- samaan mengabaikan mereka yang ribut. Misalnya,
inforcer) bermain dengan komputer bagi siswa tersebut Selvy ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan
agar tidak membuat lelucon, maka kemungkinan re- karena ia mengangkat tangannya, sementara siswa
inforcements itu (memberi 5 menit waktu tambahan lain yang tidak mengangkat tangan tetapi teriak-teriak
bermain dengan komputer) tidak seampuh reinforce- menjawab pertanyaan diabaikan oleh gurunya. Dalam
ment yang diperolehnya dari teman-teman (gelak tawa konteks seperti ini tingkah-laku yang diinginkan (meng-
dan perhatian saat istirahat). angkat tangan sebelum ditunjuk oleh guru untuk men-
jawab pertanyaan) mendapatkan penguatan sedangkan
Ketiga, Differential Reinforcement of Incompatible tingkah-laku yang tidak diingingkan (tidak mengangkat
Behavior (DRI) tangan tetapi teriak-teriak menjawab pertanyaan) tidak
diberi penguatan atau diabaikan.
DRI merupakan cara untuk menghindari terjadi-
nya kevakuman tingkah-laku seperti yang terjadi pada Extinction (Penghentian Penguatan)
DRO. DRI adalah prosedur yang melibatkan pengu-
atan terhadap tingkah-laku yang secara topografis berto- Extinction (penghentian) merupakan suatu prose-
lak belakang dengan tingkah-laku yang tidak diingin- dur pengurangan tingkah-laku dengan cara menarik
kan yang akan dikurangi (Cooper, et.al., 2007: 471). penguatan (reinforcement) terhadap tingkah-laku yang
Misalnya bila out of seat behavior adalah target yang tidak diinginkan (Cooper, et.al., 2007: 456; Albertono
akan dikurangi, maka in-seat behavior (duduk dibang- & Troutman, 2003: 14; Santrock, 2010: 281). Banyak
ku) diberi penguatan. Hal ini dimungkinkan karena tingkah-laku yang tidak diinginkan secara tak sengaja
keduanya (out of seat dan in seat behaviors) tidak da- dipertahankan karena mendapatkan penguatan. Dalam
pat terjadi secara bersamaan. Karena itu DRI dimung- konteks di dalam kelasnya misalnya, siswa seringkali
kinkan dalam peningkatan kekuatan atau kecepatan menampilkan tingkah-laku yang tidak diinginkan ka-
tingkah-laku yang diinginkan, dan sekaligus menurun- rena mendapatkan penguatan dalam bentuk perhatian
kan tingkah-laku yang tidak diinginkan. Memberi guru. Perhatian berlebihan pada tingkahlaku yang
penguatan pada saat anak bermain dengan mainan, tidak diinginkan dari siswa meskipun dengan cara
bisa mengurangi gerakan-gerakan tangan anak yang mengkritik, memarahi, atau mengancam akan justru
tanpa tujuan (tingkah-laku steriotip). menjadi reinforcement bagi tingkah-laku tersebut.
Gomes, Prosedur Pengubahan Tingkah … 295

Dengan demikian tingkah-laku yang tidak diinginkan laku yang diinginkan yang dimunculkan siswa, dan
itu terus saja muncul. mengabaikan tingkah-laku yang tidak diinginkan.
Dalam penggunaannya, extinction sebaiknya Keempat, extinction-induced aggression, suatu
tidak dilakukan begitu saja dengan menarik reinfor- respon yang dijalankan bila tidak mendapatkan rein-
cement hanya untuk mengurangi tingkah-laku yang forcer yang diinginkan seperti biasanya diterima se-
tidak diinginkan, tetapi sebaiknya reinforcement di- lama ini akan membuat individu yang bersangkutan
arahkan untuk tingkah-laku yang diinginkan agar terus menunjukkan tingkah-laku yang tidak diinginkan
dimunculkan. Pada tataran ini perhatian guru diberikan untuk memaksa lingkungan agar memberikan rein-
hanya untuk tingkah-laku yang diinginkan. Dengan forcer yang diinginkan. Dewi yang sedang menangis
demikian siswa akan sadar bahwa tingkah-laku yang untuk mendapatkan coklat, bila coklat tidak muncul
diharapkan hanyalah tingkah-laku yang mendapatkan juga kemungkinan dia akan melempar semua benda-
perhatian (reinforcement) dari gurunya. benda yang ada dalam jangkauannya yang bisa mem-
Karena itu, ada beberapa hal yang perlu diper- bahayakan orang lain disekitarnya dan dirinya sendiri
hatikan bagi setiap praktisi yang memilih prosedur sebelum tingkah-lakunya akhirnya menurunan.
extinction khususnya dalam seting sekolah. Hal-hal Kelima, spontaneous recovery, terkadang suatu
tersebut adalah sebagai berikut (Cooper, et.al., 2007: tingkah-laku yang sudah hilang dari seseorang coba
458-461). Pertama, delayed reaction. Respon atau ditampilkan kembali untuk melihat apakah cara ini
tingkah-laku yang ingin dkurangi terkadang tidak masih efektif untuk mendapatkan reinforcement atau
bisa segera berkurang, bahkan bisa berhari-hari tetap tidak. Bila tingkah-laku tersebut diabaikan, maka ting-
muncul sebelum akhirnya berkurang. Misalnya, tingkah- kah-laku tersebut akan hilang, tetapi sekali saja tingkah-
laku menangis dari Dewi agar memperoleh coklat tidak laku tersebut diberi reinforcement, maka tingkah-laku
segera hilang saat orang tuanya berkata kepadanya tersebut akan dengan cepat dipelajari dan kambuh
mulai sekarang kami tidak mau lagi memberimu coklat. kembali.
Namun karena Dewi mendapati bahwa sekalipun terus Keenam, reinforcement bagi orang lain. Menga-
menangis, dia tetap tidak mendapatkan coklat maka baikan tingkah-laku yang tidak diinginkan dari seorang
ia pun berhenti menangis. siswa akan membuat para siswa lain - yang melihat te-
mannya tidak mendapat tindakan apapun dari guru -
Kedua, increased rate, saat suatu reinforcer yang
meniru cara siswa tersebut sehingga tentu saja hal ini
mempertahankan suatu tingkah-laku dihentikan, ter-
bisa membuat kelas menjadi kacau. Oleh karena itu
kadang tingkah-laku tersebut menunjukkan pening-
siapapun yang menerapkan teknik extinction perlu me-
katan (atau berubah menjadi buruk) sebelum menuju
miliki kemampuan khusus dan kehati-hatian dalam
kondisi menurun (ke arah yang lebih baik). Saat Dewi
menggunakannya. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan
menangis dan coklat belum juga diberikan, maka dia
yang cukup, guru akan berpikir bahwa cara ini tidak
akan menangis dengan lebih hebat lagi, dan Dewi efektif.
mungkin akan menangis sekeras-kerasnya. Namun Ketujuh, limited generalizability. tingkah-laku
karena coklat tetap tidak diberikan dan yang dia dapati yang berhasil diturunkan atau dihilangkan di kelas
hanyalah menangis dengan sia-sia, maka Dewi akhir- atau di rumah dengan extinction sebaiknya diterapkan
nya berhenti menangis karena tidak berhasil. pada semua seting di mana anak biasa berada. Dengan
Ketiga, controlling attention: apapun tingkah- cara demikian tingkah-laku anak di segala tempat
laku anak yang tidak menyenangkan pada umumnya menunjukkan kesamaan dalam arti tingkah-lakunya
menyita perhatian orang dewasa. Di kelas, tingkah- tergeneralisasi.
laku siswa yang tidak menyenangkan yang selalu
muncul tidak jarang membuat guru geram. Pada saat
guru mengambil tindakan, tindakan guru tersebut hanya Removal of Desirable Stimuli (Menarik Stimuli
membuat anak itu menyadari bahwa ia sedang diberi yang Diinginkan)
perhatian oleh gurunya. Untuk itu, guru lebih baik Prinsip punsihment digunakan oleh banyak ka-
mengabaikan tingkah-laku yang tidak diinginkan yang langan, namun yang perlu diingat bahwa prinsip
sedang ditunjukkan siswa tersebut, sebaliknya guru tersebut merupakan stimulus berupa konsekuensi untuk
bisa mengalihkan perhatian dari siswa tersebut. Tin- mengu-rangi kecepatan atau frekuensi kemunculan
dakan semacam ini perlu usaha dan latihan dari pihak suatu tingkah-laku di masa datang. Selain itu, prinsip
guru dan pemahaman yang benar, sebab bila tidak, tersebut dijalankan bila muncul tingkah-laku yang tidak
guru akan mengalami kesulitan karena tidak tahan diinginkan dan diberikan segera menyusul munculnya
dengan ulah siswa. Cara semacam ini perlu dikom- tingkah-laku yang tidak diinginkan (Cooper, et.al., 2007:
binasi dengan memberi perhatian hanya pada tingkah- 357).
296 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

Istilah punishment yang sering digunakan dalam diinginkan dan show off dihadapan kelompok sebaya-
konteks ini didefinisikan dalam batasan fungsional. nya adalah anak yang cocok untuk mendapatkan in-
Artinya sekalipun bagi eksekutor seperti guru atau tervensi yang didasarkan pada time-out. Anak-anak
orang tua menyebut konsekuensi itu sebagai punish- semacam ini biasanya disuruh berdiri di depan kelas
ment, namun bila efeknya ternyata tidak menurunkan atau berdiri di luar kelas atau hal yang semacamnya.
atau menghilang-kan tetapi meningkatkan tingkah-laku Prosedur time-out yang menghentikan akses sis-
anak yang tidak diinginkan maka konsekuensi itu bu- wa kepada reinforcers dapat dikategorikan sebagai
kanlah punishment tetapi malah sebagai reinforcement. berikut (Cooper, et.al., 2007: 362): pertama, nonse-
Ada beberapa prosedur removal of desirable clusionary time-out adalah prosedur di mana siswa atau
stimuli (menarik stimuli yang diinginkan), yakni: anak tidak dijauhkan dari situasi tertentu di mana ia
mendapatkan reinforcers-nya. Misalnya, dalam situasi
Pertama, Prosedur Response-Cost pembelajaran di kelas, siswa tersebut tidak dikeluar-
kan dari kelas tetapi dipindahkan ke pojok ruangan
Menurut Cooper, et al. (2007: 364): response- kelas sehingga ia masih bisa mengamati bagaimana
cost is a form of punishment in which the loss of a teman-temanya mendapatkan reinforcers.
specific amount of reinforcement occurs, contigent Kedua, exclusionary time-out adalah prosedur
on an inappropriate behavior, and result in the de- di mana siswa dengan tingkah-laku yang lebih disrup-
creased probability of the future occurance of the tive dijauhkan dari aktivitas kelas yang memberinya
behavior. Hal ini berarti prosedur response-cost reinforcers. Siswa juga tidak memiliki kesempatan
adalah tindakan mengurangi tingkah-laku dengan cara mengobservasi atau melihat teman-temannya men-
menghentikan (menarik) reinforcer tingkah-laku terse- dapat reinforcers, hanya saja masih dalam ruang kelas
but. Prosedurnya dapat didefiniskan sebagai pengam- yang sama.
bilan sejumlah reinforcer tertentu bila muncul tingkah- Ketiga, seclusionary time-out adalah merujuk
laku yang tidak diinginkan (Santrock, 2010: 281). pada ruang khusus time-out di mana akses siswa untuk
Dengan demikian reinforcer positif, dalam tingkatan dapatkan reinforcers dari teman, guru, atau kelasnya
tertentu, harus tersedia agar nantinya ada kesempatan dicabut. Biasanya diperuntukkan bagi siswa yang me-
untuk menarik kembali reinforcers tersebut. Bila secara lakukan tindakan agresi baik secara verbal maupun
empirik, penggunaan prosedur ini berhasil menurunkan fisik.
tingkahlaku yang tidak diinginkan, maka penarikan Bila tidak hati-hati, pelaksanaan time-out dapat
reinforcer positif tersebut berfungsi sebagai punisher. dipandang sebagai suatu bentuk hukuman, apalagi
Beberapa hal berikut perlu diperhatikan sebelum bila waktu pemberian time-out berlangsung cukup lama.
seseorang memilih prosedur response-cost, yakni: Oleh karena itu, Karoly dan Harris sebagaimana diku-
(1) Sudahkah prosedur-prosedur yang lebih positif tip oleh Cole, et al. (2000: 48) menyarankan prinsip-
dipertimbangkan untuk digunakan seperti differential prinsip penerapan time-out dalam seting sekolah se-
reinforcement? (2) Apakah siswa mempunyai sejum- bagai berikut: pertama, dalam menggukan time-out
lah reinforcers atau akses mendapatkan reinforcers? harus dikombi-nasikan dengan DRO schedule (dif-
(3) Tingkah-laku yang diinginkan dan konsekuensi ferential reinforcement of other behavior) yang me-
pelanggarannya haruslah jelas dan dimengerti oleh rupakan schedule pemberian reinforcer untuk suatu
siswa. (4) Apakah ratio dari ukuran untuk tiap pelang- tingkah-laku bila tidak muncul selama periode yang
garan (hukuman) sudah diperhitungkan? (5) Bisakah telah ditentukan.
reinforcers didapatkan lagi untuk tingkah-laku lain- Kedua, area anak atau siswa menjalankan time-
nya? (6) Akankah tingkah-laku yang tepat diperkuat out harus bebas dari aktivitas yang menarik atau yang
dalam kaitannya dengan penggunaan response-cost? mengganggu. Bila area tersebut menyenangkan, ting-
(Cooper, et.al., 2007: 371). kah-laku yang tidak diinginkan pada diri siswa sema-
kin diperkuat untuk diulang. Misalnya bila area time-out
dipandang oleh siswa sebagai tempat untuk menghindar
Kedua, Prosedur Time-Out
dari tugas-tugas di kalas, maka kemungkinan tingkah-
Time-out adalah suatu prosedur yang mencegah laku tidak mengerjakan tugas kelas akan sulit diku-
anak mendapatkan positive reinforcement (Cooper, rangi. Karena itu, time-out harus bisa membuat siswa
et.al., 2007: 371; Santrock, 2010: 283). Dalam seting merasa dijauhkan dari aktivitas yang menarik atau
sekolah, prosedur ini mensyaratkan siswa dipindah- yang menyenangkannya.
kan dari situasi pembelajaran atau kelompok kelasnya Ketiga, jangan menggunakan time-out sebagai
untuk periode yang sudah direncanakan. Anak yang reinforcer (yang menguatkan tingkah-laku). Bila siswa
secara konsisten menam-pilkan tingkah-laku yang tidak lebih memilih time-out daripada aktivitas kelas, guru
Gomes, Prosedur Pengubahan Tingkah … 297

dapat memastikan bahwa ada kesalahan dengan time- leng karena meludah sembarangan, dan siswa yang
out. Situasi time-out berubah menjadi reinforcer bagi ditabrak mobil karena menyebrang tidak pada tempat-
siswa tersebut sehingga ia selalu ingin mengunjungi nya akan segera tahu mana tingkah-laku yang diharap-
tempat time-out berulang-ulang. kan baginya. Ketiga, siswa lain yang melihat temannya
Keempat, area time-out jangan sampai bersifat mendapat hukuman karena bertingkah-laku yang tidak
menghukum secara berlebihan. Area tersebut jangan diinginkan akan berusaha untuk tidak melakukan hal
terisolir semacam penjara sehingga menimbulkan yang sama (Cooper, et.al., 2007: 356).
penderitaan pada anak dan kecemasan pada orang tua Keuntungan yang disebutkan di atas tidak berarti
atau orang lain bila mereka melihatnya. Area terbaik merupakan saran untuk menerapkan pemberian stimuli
yang tidak memungkinkan anak mendapatkan positive yang menyakitkan sebagai prosedur rutin dalam pe-
reinforcement, tetapi masih ada dalam pengawasan nanganan masalah siswa di kelas, apalagi dengan
langsung guru kelas adalah bagian belakang kelas. bentuk hukuman kontak fisik. Penggunaan hukuman
Kelima, usahakan periode time-out relatif singkat. yang tidak menyenangkan, baik secara fisik maupun
Umumnya dua sampai lima menit, meskipun ada ka- non-fisik, hanya dibenarkan untuk tingkah-laku yang
sus-kasus tertentu perlu waktu yang agak lama. Saat sudah ekstrim. Artinya, tingkah-laku tersebut bila ter-
time-out, siswa sebaiknya mengisinya dengan melaku- jadi akan membahayakan keamanan dan akan mem-
kan tugas ringan misalnya membaca buku. Keenam, bawa masalah serius.
saat siswa menjalankan time-out, guru memonitor ting- Selain mempunyai kelebihan, prosedur pembe-
kah-laku siswa di area tersebut guna mengevaluasi rian stimuli yang menyakitkan juga memiliki keter-
keberhasilan program intervensi/penanganan. batasan-keterbatasan yang perlu diperhatikan dengan
Ketujuh, jangan memberi reinforcement terhadap serius antara lain: (1) Pemberian stimuli yang menya-
tingkah-laku apapun (yang tidak diinginkan) yang kitkan tidak mengenakkan bagi guru dan siswa, dan
muncul sewaktu siswa akan ke area time-out atau penggunaannya di sekolah akan mengurangi rasa
sewaktu siswa kembali dari area time-out. Aspek ini simpatik siswa terhadap sekolah itu sendiri. (2) Sebagai
sering tidak diperhitungkan. Siswa bersangkutan sering akibat dari penerapan prosedur pemberian stimuli
menginginkan perhatian teman kelasnya pada saat yang menyakitkan, siswa (bisa juga guru) akan ter-
mulai atau saat akhir time-out. Karena itulah area time- dorong untuk menghindari seting di mana stimuli
out berada di bagian belakang agar siswa tersebut ti- yang menyakitkan itu diterapkan (dalam hal ini ke-
dak dapat diamati secara langsung oleh teman-teman las). Biasanya siswa terdorong untuk bolos, bahkan
kelasnya. sampai putus sekolah. (3) Prosedur pemberian stimuli
yang menyakitkan bisa memicu meningkatnya emosi
Presentation Of Aversive Stimuli (Pemberian negatif siswa. Respon-respon yang agresif, perasaan
tertekan, cemas bisa meningkat. (4) Efek dari pembe-
Stimuli yang Menyakitkan)
rian stimuli yang menyakitkan bisa saja hanya semen-
Pemberian stimuli yang menyakitkan merupakan tara, misalnya selama guru ada namu setelah itu ting-
prosedur yang mengikuti prinsip punishment. Suatu kah-laku yang tidak diingingkan akan segera muncul
prosedur belum dapat digolongkan punishment seka- kembali bahkan semakin menjadi-jadi. (5) Pemberian
lipun menggunakan stimulus yang begitu menyakitkan, stimuli yang menyakitkan mendorong anak belajar
bila efeknya tidak menurunkan tingkah-laku sasaran- untuk menghindar dari hukuman, dan sebaliknya anak
nya. Inti punishment dilihat dari efek stimulus yang gagal mempelajari tingkah-laku prososial (Cooper,
menurunkan tingkah-laku. et.al., 2007: 377-378).
Penggunaan prosedur punishment memiliki ke- Melihat keterbatasan prosedur pemberian stimuli
untungan sebagai berikut: Pertama dan paling utama yang menyakitkan di atas maka dalam penerapannya
bahwa stimulus menyakitkan adalah hal yang paling perlu dicermati dengan seksama. Berikut akan dijelas-
cepat menghentikan tingkah-laku dan dalam beberapa kan tiga prosedur hukuman yang masuk dalam kate-
hal mempunyai efek jangka panjang. Anak yang se- gori ini:
dang mengamuk lalu tiba-tiba dipukul dari belakang
akan segera diam. Demikian juga, dua siswa yang duduk Pertama, Unconditioned Aversive Stimuli (UAS)
di belakang yang sedang bergosip akan segera diam
setelah ditegur oleh guru. Kedua, penggunaan stimulus Stimulus UAS adalah stimulus yang tidak me-
menyakitkan ini akan memberikan gambaran yang nyenangkan yang diterima seseorang, misalnya di-
jeias pada anak akan tingkah-laku mana yang bisa dite- pukul, dicubit, atau didapat secara alami seperti rasa
rima dan mana yang tidak, tingkah-laku mana yang sakit menyentuh kompor panas, lapar karena tidak
berbahaya dan mana yang aman. Siswa yang ditempe- ada makanan, rasa asam, dan sebagainya (Cooper,
298 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 7, Nomor.2, Juni 2015, hlm. 285-298

et.al., 2007: 381). Semua stimulus ini sebenarnya tetapi lebih dari itu. Misalnya anak yang membuang
sudah umum dan tidak perlu dipelajari. Umum digu- sampah di lantai, guru lalu memerintahkan anak terse-
nakan di kalangan anak-anak dan individu-individu but memungut dan membuang ke tempat sampah,
dengan keterlambatan perkemba-ngan yang berat. dan sesudah itu memerintahkannya memungut semua
sampah lain dan membuangnya ke tempat sampah.
Kedua, positive-practice overcorrection yaitu
Kedua, Conditioned Aversive Stimuli (CAS)
prosedur yang mengharuskan siswa yang bertingkah-
Stimulus terkondisi ini (CAS) dipelajari seseorang laku yang tidak diinginkan untuk melakukan tingkah-
sebagai hal yang aversive (menyakitkan) karena selalu laku alternatif yang diinginkan dengan cara memprak-
dipasangkan dengan stimulus yang aversive (Coo- tekkannya secara tepat (Cooper, et.al., 2007: 387).
per, et.al., 2007: 384). Misalnya, peringatan keras Misalnya siswa yang berlari ke luar ruang kelas saat
dengan nada suara tinggi diberikan bersamaan dengan istirahat, maka guru memerintahkan semua siswa
pukulan kepada seorang siswa (aversive) karena ber- kembali ke bangku dan bergerak secara teratur sambil
tingkah-laku tidak pantas. Peringatan keras dengan mengucapkan aturan yang harus dilakukan saat ke
nada suara tinggi yang semula tidak memberi efek luar kelas waktu bel istirahat berbunyi.
aversive atau bersifat netral, tetapi karena selalu di-
pasangkan atau bersamaan dengan pukulan (aversive) KESIMPULAN
kepada si anak maka lama kelamaan, baru mendengar
peringatan keras dengan nada suara tinggi, anak sudah Guru sebagai salah satu komponen yang paling
bertingkah-laku seperti yang diharapkan. bertanggungjawab bagi pertumbuhan dan perkem-
bangan siswa idealnya harus mempunyai pengetahuan
dan keterampilan menerapkan prosedur pengubahan
Ketiga, Prosedur Overcorrection
tingkah-laku. Jika guru tidak mempunyai pengetahuan
Overcorrection dikembangkan sebagai prosedur dan keterampilan seperti ini maka peluang untuk me-
penurunan tingkah-laku yang tidak diinginkan dan lakukan kesalahan dalam mengubah tingkah-laku siswa
bersamaan dengan itu memasukkan pelatihan untuk semakin besar. Pemberian reinforcement dan pun-
memperkenalkan tingkah-laku alternatif yang diingin- ishment yang keliru oleh guru berakibat fatal bagi
kan (Cooper, et.al., 2007: 387). Karena itu prosedur ini tingkah-laku siswa di waktu yang akan datang. Oleh
dianggap edukatif. Tujuannya adalah mengajar anak sebab itu, prinsip ‘kepastian dan ketepatan’ hen-
bertanggung jawab atas tindakannya yang tidak di- daknya menjadi spirit dasar dalam menerapkan pro-
inginkan dan sekaligus mengajarkan tindakan atau sedur pengubahan tingkah-laku siswa. Hal ini berarti
tingkah-laku alternatifnya. guru tidak bisa sesuka hati dan bekerja dengan prin-
Ada dua bentuk overcorrection yakni: pertama, sip ‘mencoba-coba’ dalam mengubah tingkah-laku
restitutional overcorrection yaitu prosedur yang meng- siswa. Semua prosedur pengubahan tingkah-laku sis-
haruskan anak mengembalikan atau memperbaiki ling- wa yang diterapkan oleh setiap guru mestinya sudah
kungan yang dirusaknya, tidak hanya seperti aslinya teruji efektif.

DAFTAR RUJUKAN

Alberto, Paul A. & Anne C. Troutman. 2003. Applied Be- Johnston, J.M. & H.S. Penypacker. 1993a. Strategies
havior Analysis for Teacher. 8th Ed. New Jersey: and Tactics for Human Behavioral Research. 2nd
Pearson Education, Inc. edition. Hillsdale, New York: Erlbaum Press.
Anshari, Hafi H.M. 1996. Kamus Psikologi. Surabaya: Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: UMM.
Usaha Nasional. Pervin, L.A., et al. 2004. Personality: Theory and Re-
Cole, G.A., et al. 2000. Behavior Modification. New Jer- search. California: McGraw-Hill Company, Inc.
sey-Ohio: Pearson Education, Inc. Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Terjemah-
Cooper, John O., et al. 2007. Applied Behavior Analysis. 2nd an oleh Tri Wibowo B.S. 2010. Ed. ke-2. Jakarta:
editon. New Jersey-Ohio: Pearson Education, Inc. Kencana Prenada Media Group.
Hergenhahn, B.R. & M.H. Olson. 2008. Teori Belajar. Slavin, Robert S. 2009. Psikologi Pendidikan. Jilid I. Ed.
Terjemahan oleh Tri Wibowo B.S. 2009. Ed. ke-7. ke-9. Terjemahan oleh Marianto Samosir. 2011.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Jakarta: PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai