Anda di halaman 1dari 9

BEBERAPA PENDEKATAN DALAM FILSAFAT

(Pra Makalah)
Pra Makalah ini dipresentasikan untuk memenuhi tugas

pada mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Dr. Umar Ibrahim

Disusun oleh:
Ahmad Mulyono

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PENDIDIKAN ISLAM

KOSENTRASI MANEJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT PTIQ JAKARTA

2017 M/1438 H
BEBERAPA PENDEKATAN DALAM FILSAFAT
(Pra Makalah)

Pengantar
Oleh karena filsafat dimulai dengan rasa heran, bertanya dan memikirkan
tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental, maka kita perlu meneliti bagaimana
filsafat menjawab persoalan-persoalan tersebut. Problema-problema filsafat tidak
dapat dipecahkan dengan sekedar mengumpulkan fakta-fakta. Sejumlah pertanyaan
pun segera muncul. Bagaimana filsafat memecahkan problema-problema yang
timbul? Apa gerangan metode yang dipakai oleh filsafat itu?
Pengertian Filsafat
Secara Bahasa, Asmoro Achmadi menjelaskan bahwa kata filsafat berasal
dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis
yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti
cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris
philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Arti kata tersebut
di atas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab
pengertian "mencintai" belum memperlihatkan keaktifan seorang filosof untuk
memperoleh kearifan atau kebijaksanaan itu.1
Sedangkan Mukhtar Latif menjelaskan bahwa filsafat merupakan kata
serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani "philosophia."
Menurut bahasa, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia
= persahabatan atau cinta dan sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti lughowi atau
semantiknya adalah seorang pecinta kebijaksanaan atau ilmu. Namun cakupan
pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia tidak hanya berarti kearifan, tetapi
meliputi kebenaran, pengetahuan yang luas, kebijaksanaan intelektual,
pertimbangan sehat, keluasan pikiran, kelapangan dalam memahami sesuatu,
berpikir secara bebas, berpikir secara mendalam, dan berpikir secarasungguh-
sungguh. Orang yang berfilsafat ialah orang yang berfikir, orang yang berfikir
belum tentu dia berfilsafat. Inti dari filsafat yaitu memberdayakan kekuatan berfikir
dalam melahirkan suatu keputusan yang bijak berupa kebenaran tentang suatu hal.2
Adapun secara istilah, banyak sekali definisi filsafat yang dikemukakan
oleh para ahli. Diantaranya yaitu:
Pythagoras mengartikan filsafat sebagai pecinta kebijaksanaan (lover of
wisdom). Plato mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat

1
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum; Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hal. 1
2
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu (Jakata: Kencana, 2014),
hal. 19
mencapai kebenaran yang hakiki lewat dialektika. Aristoteles mendefinisikan
filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam, dan manusia. Al
Farabi mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam wujud dan
hakikat alam yang sebenarnya. Immanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan.3
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis yang kita lakukan pada
kehidupan sehari-hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi
secara kritis, dalam arti: setelah segala sesuatunya diselidiki problem-problem apa
yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah
kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi
pengertian kita sehari-hari." (Bertrand Russel)4
Filsafat adalah menjernihkan konsep, menjernihkan bahasa agar kita bisa
mengerti; filsafat adalah menemukan jalan hidup agar kita lebih manusiawi.
"Berfilsafat adalah suatu cara berpikir yang tidak berdasarkan atas apapun
juga selain daripada pengalaman dan cara berpikir sendiri. Yang dimaksud dengan
cara berpikir adalah berpikir sendiri mengenai pengalaman yang dialaminya sendiri
atau sekurang-kurangnya pengalaman yang disebabkan oleh inspirasi atau
khayalannya. Oleh karena itu, berfilsafat tidak mengizinkan masuknya setiap
kekuasaan (pengaruh) dari orang lain, yang untuk saya, mengalami dan berpikir
atas nama saya, lalu mengatakan kepada saya apa yang harus saya terima saja."
(Paperzak).5
Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui oleh
manusia. (Louis Katsoff) 6
Anees dan Hambali menjelaskan bahwa sebagai langkah, salah satu cara
terbaik untuk belajar filsafat adalah (1) carilah pertanyaannya, (2) temukan
bagaimana pertanyaan itu dijawab, (3) bagaimana jawaban itu digugat dan
diperbaiki; atau bagaimana pertanyaan itu diperbaiki atau digugat dari masa ke
masa.
Membaca buku filsafat merupakan kegiatan memperhatikan secara
mendalam terhadap segala yang telah dipikirkan orang lain (filsuf), menyiapkan
rasa heran dan siap mengajukan segala pertanyaan pada mereka. Tokoh yang kita
baca barangkali seoarang filsuf besar, namun belum tentu ia telah begitu sempurna

3
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, hal. 18
4
Bambang Q Anees dan Radea Juli A Hambali, Filsafat Untuk Umum (Jakarta: Kencana,
2003), hal. 1
5
Bambang Q Anees dan Radea Juli A Hambali, Filsafat Untuk Umum, hal. 16
6
Burhanudin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hal. 65
tanpa kesalahan yang bisa dipertanyakan. Kalaupun ada yang sempurna,
kesempurnaan itu untuk zamannya yang belum tentu pas untuk zaman kita.7
Pengertian Pendekatan Dalam Filsafat
Ada beberapa istilah yang mempunyai arti yang sama dan menunjukkan
tujuan yang sama dengan pendekatan, yaitu theoretical framework (kerangka teori),
conceptual (konseptual), approach (pendekatan), perspective (perspektif), point of
view (sudut pandang) dan paradigma. Semua istilah ini bisa diartikan sebagai cara
memandang dan cara menjelaskan sesuatu gejala atau peristiwa.8
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan
meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah), dan kata benda hodos (jalan,
perjalanan, cara, arah). Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah,
hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode adalah cara bertindak menurut sistem aturan
dan prosedur tertentu.9 Asmoro Achmadi10 menyebutkan bahwa Metode berasal
dari kata meta-hodos, artinya menuju, melalui cara, jalan.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan memiliki makna yang
serupa dengan metode, cara menjelaskan sesuatu. Sehingga yang dimaksud dengan
pendekatan dalam filsafat berarti cara menjelaskan sesuatu gejala atau peristiwa
dalam filsafat menurut system aturan dan prosedur tertentu yang berlaku dalam
filsafat.
Beberapa Pendekatan atau Metode Dalam Filsafat
Bagi ilmu filsafat, metode atau pendekatan terhadap kajiannya sangat
penting. Dengan metode yang tepat dan khas, orang diharapkan dapat memahami
persoalan filsafat atau problema filosofis dengan lebih baik.11
Mukhtar Latif12 menyebutkan bahwa jumlah metode filsafat hampir sama
banyaknya dengan definisi dari para ahli dan filsuf sendiri. Hal ini disebabkan
karena metode ini merupakan suatu pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai
dengan corak pandang filsuf itu sendiri. Fuad Ikhsan mengemukakan pendapat
Runes dalam Dictionary of Philosopy sebagaimana dikutip Anton Baker, dia
mengatakan, sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metode
filsafat yang berbeda dan jelas. Setidaknya dalam sejarah tercatat paling penting
yang dapat disusun menurut garis historis sedikitnya sepuluh metode yang
digunakan dalam filsafat termasuk filsafat Ilmu, yaitu:

7
Bambang Q Anees dan Radea Juli A Hambali, Filsafat Untuk Umum, hal. 30
8
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Tazzafa, 2010), hal.189.
9
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, hal. 35
10
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum; Edisi Revisi, hal. 22
11
Irmayanti Meliono dkk, Modul Logika, Filsafat Ilmu, dan Pancasila (Depok: Universitas
Indonesia, 2006), hal. 11
12
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, hal. 35-36
Pertama, metode kritis, yang dikembangkan oleh Socrates dan Plato.
Metode ini bersifat analisi terhadap istilah dan pendapat. Metode ini juga dikenal
metode hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan dan memperhatikan
pertentangan , dengan jalan bertanya dan berdialog, membedakan, membersihkan,
menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
Kedua, Metode intuitif, yang dikembangkan oleh Plotinos dan Bergson,
dengan jalan introspeksi (bersama dengan pensucian moral), sehingga tercapai
suatu penerangan atau pencerahan pikiran. Bergson lebih khusus memberikan jalan
pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, agar tercapai pemahaman
langsung mengenai kenyataan.
Ketiga, metode skolastik, yang dikembangkan oleh Aristoteles, Thomas
Aquinas, dan termasuk aliran filsafat Abad Pertengahan yang bersifat sintesis
deduktif. Karakter filsafat abad pertengahan ini yaitu dengan bertitik tolak dari
definisi atau prinsip yang jelas kemudian ditarik kesimpulan.
Keempat, metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya yang dikenal
metode yang bertolak dari analisi mengenai hal-hal kompleks kemudian dicapai
intuisi akan hakikat yang sederhana dan lebih terang. Hakikat itu dideduksikan
secara matematis, segala pengertian yang ada kemudian ditarik secara parsial
sehingga diketahui secara jelas.
Kelima, metode geometri yang dikreasikan Rene Descartes dan
pengikutnya. Menurutnya, hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian
benar, maka semua pengertian atau ide dalam introspeksi kemudian dibandingkan
dengan cerapan-cerapan atau impresi dan kemudian disusun bersama secara
geometri.
Keenam, metode transedental, yang dikreasikan Immanuel Kant. Metode ini
dikenal juga dengan metode neo-skolastik, yang bertitik tolak darip tepatnya
pengertian tertentu, yaitu dengan jalan analisis yang diselidiki syarat-syarat apriori
bagi pengertian yang sedemikian rumit dan kompleks.
Ketujuh, metode fenomenologis dari Husserl, eksistensialisme yakni
metode dengan jalan beberapa peotongan sistematis (reduction), refleksi atas
fenomena dalam kesadaran sehingga mencapai penglihatan hakikat yang murni.
Kedelapan, metode dialektis dari Hegel dan Marx, yakni metode yang
digunakan dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam berpikir sendiri,
menurut traide tesis, antitesis, dan sintesis sebagai suatu hakikat kenyataan dicapai.
Kesembilan, metode neopositivistis, menurut metode ini bahwa kenyataan
dipahami menurut hakikatnya dengan jalan menggunakan aturan-aturan seperti
yang berlaku dalam ilmu pengetahuan positif (eksakta).
Kesepuluh, metode analitika bahasa sebagaimana yang dikreasikan
Wittgenstein. Metode ini digunakan dengan jalan analisi pemakaian bahasa sehari-
hari yang menentukan sah tidaknya ucapan filosofis, menurutnya bahasa
merupakan bola permainan makna si pemiliknya.
Dari sepuluh metode yang dikemukakan, hanya beberapa metode yang khas
dan acap kali digunakan dalam filsafat, termasuk filsafat ilmu. Dia anggap paling
berpengaruh sepanjang sejarah filsafat, yakni metode yang ditulis oleh Anton
Bakker dalam bukunya Metode-Metode Filsafat, yakni: (a) Metode kritis
sebagaimana juga dikembangkan oleh SOcrates dan Plato; (b) Metode Intuitifnya
Plotinos dan Bergson; (c) metode skolastik Thomas Aquinas; (d) metode geometris
Rene Descartes; (e) Metode Eksperimental David hume; (f) Metode kritis-
transedental dari Immanuel Kant; (g) metode neskolastik; (h) metode dialketis
Hegel; (i) metode fenomenologis Husserl dan eksistensialisme; dan (i) metode
analitika bahasa dari Ludwig Wittgenstein.
Ada metode lain yang digunakan dan dikenal sebagai metode non-
positivistik, metode ini bukanlah metode yang khas dipakai dalam filsafat,
melainkan metode ilmu eksakta yang dikembangkan sendiri, dan juga
dikembangkan dalam metode linguistic.
Di dalam modul kuliah Logika, Filsafat Ilmu dan Pancasila Universitas
Indonesia13 disebutkan bahwa berbagai metode yang sifatnya masih sangat umum
dapat membantu orang untuk menjelaskan dan memahami tema-tema filsafat
(ontologi, epistemologi, dan aksiologi). Metode-metode itu antara lain adalah
metode berfikir refleksif, metode dialektik-dialog dari Socrates, metode
fenomenologi dan metode dialektika ala Hegel.
Metode kritis refleksif adalah cara (metode) untuk memahami suatu objek
atau permasalahan dengan melihatnya secara mendalam, mendasar untuk kemudian
merenungkan kembali tentang sesuatu yang telah dilihatnya secara mendalam pula.
Metode ini membutuhkan proses pemikiran yang terus menerus sampai
seseorang telah menemukan kebenaran atau telah puas dengan apa yang dikajinya.
Selama ia masih meragukan dan ingin bertanya tentang sesuatu itu, maka metode
kritis refleksif tetap digunakannya.
Metode dialektik-dialog dari socrates adalah metode atau cara memahami
sesuatu objek kajiannya dengan melakukan dialog. Dialog berarti berkomunikasi
dengan cara dua arah, artinya, ada sesorang yang berbicara dan ada orang lain yang
mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan mendalam diharapkan
orang dapat menyelesaikan segala problema yang ada. Dialektik berarti proses
pemikiran seseorang yang mengaami perkembangan karena mempertemukan
antara ide yang satu dengan ide yang lainnya. Tujuan metode dialog-dialektik ini
adalah mengembangkan cara berargumentasi dimana posisi yang sifatnya dua arah
itu dapat diketahui dan dihadapkan satu dengan yang lainnya.

13
Irmayanti Meliono dkk, Modul Logika, Filsafat Ilmu, dan Pancasila, hal. 11
Metode fenomenologi adalah suatu metode pada ilmu filsafat yang
dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Edmund Husserl. Metode fenomenologi
adalah metode yang digunakan untuk melakukan persepsi (mengetahui dan
memahami) terhadap suatu fenomena atau gejala yang berada di sekeliling manusia
untuk kemudian berusaha menemukan hakekat atau eidos dari seluruh fenomena
itu. Eidos diperoleh dengan cara mereduksi atau menanggalkan semua fenomena
yang dianggapnya tidak relevan dengan keinginannya (kesadaran/rasionalitas
seseorang) sehingga ditemukan fenomena murni. Fenomena murni inilah yang
disebut atau dikenal sebagai esensi dari fenomena yang telah ada atau yang semula.
Metode yang bersifat dinamis telah diperkenalkan sejak lama oleh seorang
filsuf Yunani, Aristoteles, yaitu pendekatan induktif dan deduktif. Sebenarnya
metode itu bermaksud untuk mengajak kita memiliki penalaran yang dinamis dan
logis. Penalran induktif (mengambil dari yang sifatnya khusus ke umum)
menawarkan suatu proses dinamis berpikir manusia tentang suatu realitas yang
dihadapinya dan mampu mengambil kesimpulan terhadap apa yang telah diamati
dan dipikirkannya secara tepat. Begitu juga dengan penalaran deduktif, adalah
penalaran yang mencoba menarik kesimpulan dari sesuatu yang berifat umum ke
khusus.
Metode dialektika ala Hegel adalah metode atau cara untuk memahami dan
memecahkan persoalan atau problema dengan berdasarkan tiga elemen, yaitu tesa,
antitesa dan sintesa. Tesa adalah suatu persoalan tertentu atau problem, sedang
antitesa adalah suatu reaksi atau tanggapan ataupun komentar kritis terhadap tesa
(argumen dari tesa) tersebut. apabila kedua elemen itu saling dihadapkan maka akan
muncul sintesa, yaitu kesimpulan. Metode ini bertujuan untuk mengembangkan
proses berpikir yang dinamis dan memecahkan persoalan yang muncul karena
adanya argumen yang saling berkontradiksi atau berhadapan itu sehingga dicapai
kesepakatan yang rasional sifatnya.
Sedangkan Juhaya menyebutkan ada tiga metode yang digunakan untuk
memecahkan problema-problema filsafat, yaitu; metode induksi, deduksi, dan
metode dialektika.14
Lain halnya dengan Asmoro Achmadi, dimana beliau menyebutkan bahwa
kegiatan kefilsafatan berarti bagaimana seorang ahli pikir memulai bekerja - proses
bekerjanya - sampai pada suatu kesimpulan. Sebagai perangkat berpikir adalah
analisis dan sintesis. Dalam menganalisis dan mensintesis para ahli pikir
menggunakan alat pemikiran berupa logika, deduksi, analogi, dan komparasi.
Metode dalam bidang filsafat adalah sebagai berikut:15
Metode kritis, yaitu dengan menganalisi istilah dan pendapat dengan
mengajukan pertanyaan secara terus-menerus sampai hakikat yang ditanyakan.

14
Juhaya, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Kencana, 2010), cet 4, hal. 19-20
15
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum; Edisi Revisi, hal. 20
Metode intuitif, yaitu dengan melakukan intropeksi intuitif dengan memakai
simbol-simbol.
Metode analisis abstraksi, yaitu dengan jalan memisah-misahkan atau
menganalisis di dalam angan-angan (di dalam pikiran) hingga sampai pada hakikat
(ditemukan jawaban)
Kesimpulan
Inti dari filsafat yaitu memberdayakan kekuatan berfikir dalam melahirkan
suatu keputusan yang bijak berupa kebenaran tentang suatu hal.
Bagi ilmu filsafat, metode atau pendekatan terhadap kajiannya sangat
penting. Dengan metode yang tepat dan khas, orang diharapkan dapat memahami
persoalan filsafat atau problema filosofis dengan lebih baik.
Jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi dari para
ahli dan filsuf sendiri. Hal ini disebabkan karena metode ini merupakan suatu
pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandang filsuf itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi ,Asmoro, Filsafat Umum; Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Press, 2011)
Anees, Bambang Q dan Radea Juli A Hambali, Filsafat Untuk Umum (Jakarta:
Kencana, 2003)
Juhaya, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Kencana, 2010), cet 4.
Latif, Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu (Jakata: Kencana,
2014)
Meliono, Irmayanti dkk, Modul Logika, Filsafat Ilmu, dan Pancasila (Depok:
Universitas Indonesia, 2006)
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Tazzafa, 2010)
Salam, Burhanudin, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara, 1998)

Anda mungkin juga menyukai