Anda di halaman 1dari 20

Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Oleh:
Muhyiddin, S.Ak., M.Ak.
Universitas Esa Unggul
muhyiddin@esaunggul.ac.id

Pendahuluan

Manajemen Risiko (Risk Management) menjadi dasar dalam


pengelolaan bank-bank sejak akhir tahun 90-an dan semakin populer
penggunaannya sejak awal milenium baru ini terutama sejak
diperkenalkannya konsep Basel II oleh Komite Basel dari Bank for
International Settlement (BIS). Dalam konsep baru tersebut identifikasi dan
penghitungan risiko untuk keperluan penetapan kebutuhan modal minimum
bank dirubah dari ketentuan yang sudah diberlakukan sejak 1988 (accord
1988) dimana risiko untuk penghitungan kebutuhan modal minimum bank
sudah harus memperhitungkan risiko pasar serta risiko operasional, selain
risiko kredit. Dasar semuanya adalah identifikasi Risiko, kalkulasi Risiko,
pemantauan Risiko dan Pengendalian Risiko yang lebih lanjut dikenal
sebagai Manajemen Risiko dalam perbankan.

Bank Indonesia (2003), menjelaskan tentang pengertian Manajemen


Risiko yaitu serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang
timbul dari kegiatan usaha bank. Sedangkan yang dimaksud dengan
“Risiko” adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat
menimbulkan kerugian bank.

Menurut Bank Indonesia (2003), sesungguhnya risiko saat ini


merupakan potensi kerugian di waktu mendatang. Karena itu sangat perlu
diperhatikan dan diperhitungkan. Menurut Arens (2003), materialitas dan
risiko merupakan konsep- 2 konsep fundamental yang sifatnya penting
dalam perencanaan audit dan dalam perancangan atas pendekatan audit
yang akan dipergunakan.

Walaupun tidak senyata sebagaimana penetapan biaya dan hasil


(tangible cost & revenue), penghitungan risiko dalam kegiatan perbankan
akan semakin diperlukan dan akan semakin luas penggunaannya.

Bank Indonesia (2003), menjelaskan bahwa penerapan manajemen


risiko akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun kepada
otoritas pengawasan bank. Bagi perbankan, penerapan manajemen risiko
dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada
pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian bank di masa datang,

1
meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistimatis,
yang didasarkan pada ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar
pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja bank, digunakan untuk
menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha bank yang
relatif komplek serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang
kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank. Bagi otoritas
pengawasan bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah
penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang dapat
mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian
dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank.

Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan


prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha bank
tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima
serta menguntungkan bank. Namun demikian mengingat perbedaan
kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha bank, maka
tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang 3 universal untuk seluruh
bank, sehingga setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko
sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada bank.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian


potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak
diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan
dan permodalan bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko,
maka pada tahap awal bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko
dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada
(inherent) maupun yang mungkin timbul dari bisnis baru bank, termasuk
risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya. Menurut
Arens (2003), cara utama yang dipergunakan oleh Auditor untuk
mempertimbangkan risiko yang ada dalam perencanaan audit adalah
melalui penerapan model risiko audit yang terdiri dari 4 komponen yaitu
risiko deteksi terencana (planned detection risk), risiko akseptibilitas audit
(acceptable audit risk), risiko inheren (inherent risk) dan risiko pengendalian
(control risk).

Menurut Taswan (2006), bisnis adalah berbagi risiko bukan hanya


berbagi keuntungan. Tidak menyadari bahwa risiko berhubungan positif
dengan return. Artinya dalam bisnis perbankan ketika ingin mencapai return
yang tinggi maka berhadapan dengan risiko yang tinggi. Hal lain yang
kurang diperhatikan adalah bahwa risiko bisa berakibat berantai dalam
bisnis perbankan. Contoh kesalahan dalam analisis kredit akan berakibat
bank menghadapi risiko kredit yang tinggi, risiko kredit yang tinggi akan
menjadi potensi atau sumber kerugian bank. Kerugian bank akan
mengurangi posisi modal. Posisi modal yang turun akan menurunkan rasio
kecukupan modal. Penurunan rasio ini bisa berhadapan dengan regulasi
bank yang pada gilirannya menurunkan kesehatan bank, penurunan
kesehatan bank akan 4 menurunkan kepercayaan masyarakat, menaikkan

2
premi penjaminan simpanan, cost of fund menjadi tinggi, profit turun dan
seterusnya berakibat buruk bagi bank. Kondisi eksternal juga sering
menjadi penyebab risiko, misalnya pasar, inflasi dan politik yang bergejolak
fluktuatif akan mengakibatkan risiko perbankan menjadi semakin besar.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut dan belajar dari krisis perbankan
di Indonesia pada tahun 1997, maka memasuki tahun 2003 (yang ditandai
dengan kewajiban penerapan manajemen risiko perbankan), manajemen
risiko menjadi perhatian sangat serius di Indonesia, walaupun sebelumnya
hal ini telah mewabah ke seluruh dunia.

Bank Indonesia telah mewajibkan bank komersial untuk menerapkan


manajemen risiko sebagai bagian dari penilaian kinerja bank. Para
komisaris dan direktur bank diwajibkan memiliki sertifikat manajemen risiko
yang dikeluarkan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko. Sertifikat ini
menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang memahami manajemen
risiko saja yang pantas menduduki komite manajemen risiko. Di satu sisi,
bank komersial juga berkepentingan untuk mengelola risiko yang lebih baik.
Penyadaran akan pengelolaan risiko untuk mencapai tujuan bisnis
perbankan sangat tinggi saat ini. Praktisi perbankan menyadari bahwa
pencapaian return tertentu pada risiko minimal atau pencapaian return
maksimal pada risiko tertentu bisa dilakukan bila risiko dikelola dengan baik.
Dengan penilaian risiko yang jelas, akan memudahkan justifikasi
manajemen, apakah bank yang bersangkutan dalam kondisi risiko tinggi,
sedang atau rendah. Disamping itu pihak bank dapat mengendalikan tingkat
risiko yang wajar, terarah, terintegrasi dan berkesinambungan melalui
sistem manajemen risiko yang dapat memberikan peringatan dini (early
warning system).

Kegiatan audit intern dalam suatu badan usaha seperti bank


merupakan tuntutan atau kebutuhan bagi semua pihak guna melahirkan
usaha yang sehat. Kegiatan ini pada hakikatnya mendorong terciptanya
efisiensi usaha, sehingga bank mampu bersaing secara sehat dalam pasar
yang makin kompetitif, mengacu penciptaan laba yang baik. Dalam hal ini
tentunya bank diharapkan terjaga kelangsungan hidupnya serta mampu
memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak dan pemerintah.

Keberhasilan kegiatan audit intern bank banyak bergantung kepada


ketepatan dan kesesuaian perencanaan audit dalam mengantisipasi dan
mempertimbangkan kebutuhan perusahaan untuk menentukan pemilihan
objek audit, jenis, cakupan, dan tujuan audit yang dilakukan, perkiraan
kebutuhan sumber daya audit dan pengalokasian sumber daya audit yang
tersedia. Perencanaan audit tersebut harus konsisten dengan Piagam
Internal Audit, tujuan bank dan disetujui oleh Direktur Utama dan dilaporkan
kepada Dewan Audit.

3
Penyusunan rencana kegiatan audit dapat efektif apabila
mempertimbangkan faktor risiko (salah satunya), yang tujuannya adalah
untuk mengindentifikasikan bagian yang material atau signifikan dari
kegiatan yang akan diaudit, sehingga dapat diatur skala prioritas
pelaksanaan audit dengan mengetahui unit mana yang memerlukan segera
dan unit mana yang bisa ditempatkan pada urutan terakhir, sehingga
pelaksanaan kegiatan audit dapat memudahkan dalam membagi pekerjaan
sesuai dengan tenaga auditor yang tersedia, dan menciptakan efisiensi
biaya audit.

Selain itu penilaian risiko dalam menentukan objek audit adalah


sangat penting, karena sesuai dengan fungsi dan peran audit intern saat ini
telah memasuki orientasi baru (paradigma baru) dari peran tradisionalnya
sebagai polisi atau pihak yang cenderung mencari-cari kesalahan pihak lain
dalam organisasi tanpa mampu memberikan solusi, kearah fungsi dan
peran yang baru sebagai mitra dan atau konsultan dan atau katalis.

Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Risk Assessment atau dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia


sebagai penilaian risiko merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk
memperkirakan suatu risiko dari situasi yang bisa didefinisikan dengan jelas
ataupun potensi dari suatu ancaman atau bahaya baik secara kuantitatif
atau kualitatif. Penilaian risiko juga bisa diartikan sebagai suatu proses
pemeriksaan keamanan dengan suatu struktur tertentu, pembuatan suatu
rekomendasi khusus, dan rekomendasi pengambilan keputusan dalam
suatu proyek dengan menggunakan analisis risiko, perkiraan risiko, dan
informasi lain yang memiliki potensi untuk mempengaruhi keputusan.

Tinjauan Penilaian Risiko

Penilaian risiko berbeda dengan analisis risiko atau dengan


manajemen risiko, akan tetapi antara ketiga hal tersebut terdapat hubungan
yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Analisis risiko sendiri kegiatan
menganalisa untuk menentukan besar kecilnya suatu risiko dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besarnya akibat yang
ditimbulkan. (Andani EN, 2015).

Setelah menganalisis risiko yang ada dan sebelumnya


mengidentifikasi terlebih dahulu risiko sepert apa yang akan terjadi dan
bagaimana suatu bisa terjadi maka tahapan selanjutnya memberikan
penilaian tentang besarnya tingkatan terkait risiko tersebut. Hal itulah
menjadi bagian dari penilaian risiko itu sendiri dimana memberikan makna

4
terhadap suatau bahaya yang teridentifikasi untuk memberikan gambaran
seberapa besar risiko tersebut. Sehingga dapat diambil tindakan lanjutan
terhadap bahaya yang teridentifikasi, apakah bahaya itu dapat diterima atau
tidak.

Dalam menilai suatu risiko terdapat standard yang bisa dipakai


acuan, salah satunya ialah standard AS/NZS 4360 yang membuat peringkat
risiko sebagai berikut:

1. L : Low Risk (Risiko rendah masih ditoleransi)

2. M : Moderat Risk (Risiko sedang, diibutuhkan sebuah tinggakan agar


risiko berkurang)

3. H : High Risk (Risiko yang besar dibutuhkan perhatian dari manajer


puncak)

4. E : Extreme Risk (Sangat berisiko segera secepatnya dibutuhkan


tindakan)

Penilaian risiko sendiri bisa didefinisikan sebagai keseluruhan


proses dari identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi risiko.Terdapat 6
fokus dan tipe penialaian risiko yaitu:

1. Risiko Keselamatan

2. Risiko Kesehatan

3. Risiko Lingkungan

4. Risiko Kesejahteraan

5. Risiko Keuangan

Pertanyaan yang mendasar yang bisa dijawab dari penilaian risiko


diantaranya yaitu:

a. Apa yang akan terjadi dan bagaimana bisa terjadi (Dapat dijawab ketika
memasuki tahap identifikasi)?

b. Apa kemungkinan yang terjadi di masa depan?

c. Apa saja dampaknya? dan

d. Apakah ada faktor-faktor yang mengurangi kemungkinan dari risiko itu


atau mengurangi dampak yang ditimbulkan akan risiko yang ada?

5
Secara khusus untuk memulai Penilaian risiko terdapat hal-hal yang
harus dipahami dan jelas yaitu:

a. Konteks dan objek dari organisasi

b. Risiko-risko apa saja yang bisa ditoleransi, dan bagaimana resiko yang
tidak diterima akan diperlakukan

c. Bagaiaman penilaian risiko dapat diintegrasikan ke dalam proses


organisasi

d. Metode dan teknik yang digunakan untuk penilaian risiko


terhadapproses manajemen risiko secara kesuluruhan

e. Akuntabilitas, tanggung jawab dan kewenangan dalam melaksanakan


penialaian risiko

f. Sumberdaya yang memadai untuk melaksanakan penialaian risiko dan

g. Bagaimana penilaian risiko akan ditinjau dan dilaporkan

Hasil dari tahapan-tahapan ketika fase analisis resiko dan khususnya


penilaian risiko ditindaklanjuti dengan proses manajemen risiko.
Manajmeen risiko menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim
2009), Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang
komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan
kerugian.

Menurut AS/NZS 4360 manajemen risiko adalah “the culture,


process, and structures that are directed towards the effective management
of potential opportunities and adserve effects”. Panduan untuk manajemen
risiko terdapat dalam ISO 31000 yang terdiri dari 5 aktivitas kunci:

1. Komunikasi dan konsultasi

2. Menentukan konteks

3. Penilaian risiko

4. Pengendalian risiko

5. Monitor dan review

6
Penggunaan Penilaian Risiko

1. Bidang Kesehatan

HRA atau penilaian risiko kesehatan merupakan suatu prosedur


yang tersistematis untuk mengidentifikasi potensi dari bahaya
kesehatan, mengevaluasi dari paparan secara subjective & atau
objective, serta bertujuan untuk menentukan dan menilai efektivitas dari
pengendalian yang dibutuhkannya.

“Peniliaian Risiko juga dibutuhkan tidak hanya untuk seseorang


yang memenuhi syarat untuk mammografi tetapi juga dibutuhkan untuk
seseorang yang menginginkan screening MRI atau test DNA” kata
Jennifer Plichta, MD, 2016 annual meeting of the American Society of
Breast Surgeons (ASBS).

2. Bidang Audit

Auditor internal menggunakan teknik penilaian risiko dalam


mengembangkan perencanaan aktivitas audit internal dan pada
penentuan prioritas untuk mengalokasikan sumberdaya. Penilaian
risiko ini juga digunakan untuk pengujian unit dan pemilihan area yang
akan dimasukkan dalam rencana kegiatan internal yang memiliki tingkat
kerentanan terhadap risiko yang tinggi.

3. Bidang Teknologi Informasi

Penilaian risiko adalah alat yang tersedia yang bisa digunakan


oleh organisasi modern untuk membantu mengidentifikasi serta
memberikan tingkatan terhadap resiko yang berhubungan dengan
penggunaan sistem informasi dan secara tepat mengambil tindakan
untuk melindungi sistem informasi. Terdapat dua metodologi terkait
penilaian resiko yakni Operationally Critical Threat, Asset, Vulnerability
Evaluation (OCTAVE) Risk Assessment dan Central Computer and
Telecommunicationd Agency (CCTA’s) Risk Assessment.

7
Dalam tahapan penilaian risiko, dilakukan proses
membandingkan tingkat risiko dengan kriteria risiko pada basis yang
sama. Hasil penilaian risiko adalah berupa daftar prioritas risiko dimana
area yang dinilai berisiko tinggi ditindaklanjuti dan yang berisiko rendah
dipantau.

Definisi penilaian risiko (risk assesment) dalam buku pegangan


bagi anggota IIA sebagai berikut: “Risk assesment is a systematic
process for assesing and integrating professional judgment about
probable adverse condition and/or events”. Maksudnya penilaian risiko
(risk assesment) adalah suatu proses yang sistematik untuk menilai dan
mengintegrasikan pertimbangan profesional mengenai kemungkinan
kondisi yang jelek. Proses penilaian risiko seharusnya dapat
memberikan suatu cara untuk mengorganisir dan mengintegrasikan
pertimbangan profesional dalam pengembangan jadwal pelaksanaan
audit.

Dari definisi tersebut, bahwa audit internal harus melaksanakan


perencanaan audit dengan seksama yang mempertimbangkan faktor-
faktor risiko pada suatu unit yang akan diperiksa berdasarkan
pertimbangan profesional, sebagaimana diatur dalam Standard
Professional Internal Auditor point 280, yaitu dalam setiap penugasan
audit, baik yang dilandasi dengan pengetahuannya yang diperoleh dari
proses pendidikan yang terus menerus maupun berdasarkan
pengalaman audit pada masa-masa yang lalu.

Sebagai konsekuensi adanya pendekatan risk-based maka


auditor akan sering berkecimpung dengan risiko dan penilaian risiko.
Salah satu alasannya adalah paradigma baru seperti yang
dikemukakan oleh David McNamee and Georges Selim (1998): Risk
Management; Changing the Internal Auditor's Paradigm.

8
Metode Penilaian Risiko

Penilaian risiko merupakan perangkat utama dan sangat penting


artinya bagi tata kelola organisasi. Ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat
digunakan dan masing masing dengan kelebihan dan kekurangannya,
yaitu:

1. Pendekatan Database (database approach)

Pendekatan database dikenal juga sebagai pendekatan Risk


Profiling. Setiap unit kerja diwawancara dan dibuat katalog untuk
produk dan proses utama disertai dengan risiko-risiko speisifik yang
terkait dengan masing-masing unit. Selanjutnya hasil akhir dapat
diekstrak dari database untuk melihat risiko-risiko umum dalam setiap
unit atau untuk melihat semua risiko yang dihadapi oleh sebuah unit
kerja. Sebagai contoh, perusahaan asuransi mencoba merekam data
individu, aset keuangan, risiko umum dan risiko keuangan atas aset
yang bersangkutan. Terdapat sejumlah perangkat lunak yang dapat
digunakan untuk mengikhtisarkan data dan menampilkan risiko
keuangan per jenis risiko, jenis aset dan lain sebagainya.

Pendekatan database menggunakan data secara intensif dan


memerlukan banyak waktu untuk membuatnya. Database juga banyak
menyita waktu untuk memelihara dan cepat out-dated di lingkungan
yang cepat sekali berubah. Terlalu banyaknya jumlah data juga
mengakibatkan tidak mudahnya pengendalian dalam pengambilan
keputusan.

2. Pendekatan Algoritma (algorithm approach)

Pendekatan algoritma menggunakan urutan tahapan-tahapan


logik untuk memecahkan masalah dan sekumpulan masalah dengan
menggunakan perhitungan matematis yang diterapkan untuk masing-
masing unit kerja guna menghitung risiko yang dihadapi. Apabila
menggunakan metode ini maka auditor harus menentukan faktor risiko
(risk factor) untuk menilai risiko. Faktor risiko merupakan indikator risiko
yang dapat diamati dan diukur, misalnya periode terakhir dimana
dilakukan audit mencerminkan penurunan sistem pengendalian karena
tidak secara berkala diaudit. Sekumpulan faktor risiko dan hasil
pengukuran pada setiap unit kerja akan 43 menghasilkan model faktor

9
risiko yang seringkali menggunakan spreadsheets untuk merekam dan
memanipulasi data.

3. Pendekatan Matriks (matrix approach)

Pendekatan matriks dilakukan dengan menyusun unit-unit bisnis


organisasi dan risiko ke dalam baris horisontal dan vertikal. Selanjutnya
dilakukan penilaian risiko terhadap setiap jenis risiko bagi setiap unit
bisnis dan hasilnya akan tertuang dalam cell, misalnya warna hijau
untuk risiko rendah, kuning untuk risiko menengah dan merah untuk
risiko tinggi serta putih (kosong) untuk jenis risiko yang tidak dapat
diaplikasikan bagi unit bisnis tertentu.

Sebagai alternatif, setiap unit bisnis membuat matriks tersendiri


menggunakan model risiko yang sama dan selanjutnya digabung untuk
membentuk matriks risiko organisasi.

Kelebihan pendekatan matriks adalah fleksibilitas dan cepat


diimplementasikan namun memerlukan kredibilitas pemahaman bisnis
yang memadai

Sebagai pedoman dalam menentukan pendekatan yang akan


digunakan dalam menilai risiko, dapat digambarkan dalam tabel sebagai
berikut:

Jenis Kemudahan Kemudahan Paling Baik


Pedekatan Implementasi Pemeliharaan Digunakan
Database Sullit Sulit Pedoman Rinci
Algoritma Sedang Mudah Manajemen
Operasi
Matriks Mudah Sedang Rencana
Strategis

10
Tujuan penggunaan penilaian Risiko dalam Penentuan Objek Audit

Tujuan dilakukannya penilaian risiko dalam penentuan objek audit,


adalah untuk mengidentifikasikan bagian yang material atau signifikan dari
kegiatan yang akan diaudit, sehingga dapat diatur skala prioritas
pelaksanaan audit dengan mengetahui unit mana yang memerlukan segera
dan unit mana yang bisa ditempatkan pada urutan terakhir.

Hal tersebut dimaksudkan bahwa penilaian risiko digunakan untuk


memilih objek audit tertentu berdasarkan tingkat kerawanannya
(menekankan audit pada kegiatan yang mempunyai risiko, tanpa harus
memeriksa seluruh kegiatan secara ekstensif), sehingga dapat
memudahkan dalam membagi pekerjaan sesuai dengan tenaga auditor
yang tersedia.

Penilaian risiko dalam penentuan objek audit didasari dari adanya


perubahan fungsi dan peran audit intern pada saat ini, yang telah memasuki
orientasi baru (paradigma baru) dari peran tradisionalnya sebagai polisi
atau pihak yang cenderung mencari-cari kesalahan pihak lain dalam
organisasi tanpa mampu memberikan solusi, kearah fungsi dan peran yang
baru sebagai mitra dan atau konsultan dan atau katalis. Sehingga dengan
keberadaannya dapat memberikan nilai tambah yang signifikan, efisien,
efektif dan ekonomis.

Tujuan penggunaan penilaian Risiko dalam Perencanaan Audit

Rencana audit disusun untuk dapat memenuhi tujuan audit


sebagaimana tercermin dari definisinya. Tujuan audit adalah untuk
mengetahui kondisi perusahaan yang sedang berjalan dan yang akan
datang, serta risiko yang melekat di dalamnya untuk kemudian
mengembangkan rencana audit secara efektif. Hal ini dilakukan agar
pemeriksa dapat mengarahkan pemeriksaannya atas risiko yang perlu
mendapat perhatian. Untuk dapat memenuhi tujuan dimaksud diperlukan
dua tahap dalam proses penyusunan rencana audit, yaitu:

1. Menemukan risiko apa saja yang ada. Dalam perusahaan yang telah
memiliki satuan kerja manajemen risiko, maka audit intern dapat
menggunakan profil risiko yang telah dibuat oleh satuan kerja dimaksud.
Tetapi ada kalanya audit intern melakukan sendiri pendataan dan
penaksiran risiko dimaksud, apalagi dalam perusahaan yang belum
memiliki satuan kerja khusus manajemen risiko.

11
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:
a. Melakukan review pendahuluan, mulai dari corporate plan, rencana
kerja dan anggaran perusahaan (RKAP), rencana kerja dan
anggaran cabang (RKAC), laporan keuangan, ketentuan hukum dan
regulasi yang berlaku, sistem informasi manajemen, kertas kerja
audit yang lalu, dan lainnya.
b. Menetapkan Audit Unviverse
c. Melakukan risk assessment termasuk melakukan wawancara
dengan manajemen dari satuan kerja operasional.
d. Membahas hasil risk assessment dengan manajemen terkait untuk
mendapatkan validasi.
e. Menyusun rencana audit.

2. Menjalankan tugas audit dalam rangka meyakinkan manajemen bahwa


semua risiko yang dapat diidentifikasi telah dimitigasi ke tingkat yang
dapat diterima.

Tahap kedua ini memiliki tiga bagian yang ada kaitannya dengan tahap
terdahulu yaitu:
a. Memecah-mecah sebuah satuan kerja menjadi satuan-satuan yang
lebih kecil untuk dapat dikelola. Satuan ini disebut juga sebagai
satuan layak audit (auditable unit),
b. Menentukan auditable unit mana yang perlu diaudit, yang dapat
mewakili dalam hal mendapatkan keyakinan bahwa risiko-risiko
utama telah dimitigasi secara memadai. Penentuan ini yang akan
menghasilkan rencana audit,
c. Melaksanakan tugas audit sesuai rencana yang telah disusun dan
harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari dewan komisaris
dan direksi.

Prinsip Penyusunan Perencanaan Audit

Menurut Robert T. (2005), ada beberapa prinsip yang perlu


diperhatikan dalam penyusunan rencana audit, yaitu sebagai berikut:

1. Mempertimbangkan peran dan tanggung jawab auditor yang unik serta


kebutuhan untuk mengintegrasikan faktor risiko ke dalam setiap audit
mulai dari yang memiliki score risiko lebih tinggi.
2. Karena sumber daya untuk melaksanakan audit (tenaga, waktu dan
dana) terbatas, tidak mungkin untuk melakukan audit dengan coverage
100%. Keterbatasan ini tercermin dari pemakaian risk assessment guna
menetapkan skala prioritas audit.
3. Kriteria dalam risk assessment yang digunakan untuk menetapkan
ranking dari audit universe, memberi penekanan akan pentingnya

12
pemahaman mengenai sistem pengendalian intern dari auditee yang
sebenarnya, yang mungkin saja berbeda dari yang lain.
4. Apabila pada konsep lama seorang atau beberapa auditor mendapat
tugas audit untuk satu subyek pada satu saat tertentu, maka dengan
konsep baru ini seorang atau lebih auditor akan mendapat beberapa
tugas audit untuk satu saat tertentu.
5. Adanya inherent risk dan keterbatasan metode atau sistem penetapan
prioritas audit, mengharuskan internal audit untuk secara berkala
mengkaji semua faktor risiko serta proses scoring yang ada dalam
rangka menyempurnakan rencana audit.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, kegiatan penyusunan rencana


audit harus didasarkan pada sebuah penilaian atas risiko dan eksposur
yang punya dampak negatif terhadap upaya pencapaian tujuan
perusahaan. Informasi mengenai program memitigasi risiko yang memiliki
dampak pada tujuan perusahaan haruslah menjadi tujuan akhir dari audit.

Proses penyusunan rencana audit yang didasarkan pada penilaian


risiko ini, selanjutnya akan melibatkan kegiatan penetapan:

1. Tujuan audit, tujuan ini harus mampu dipenuhi dalam jangka waktu dan
anggaran yang telah ditentukan dan juga harus dapat diukur. Harus ada
kriteria pengukuran dan batas waktu pemenuhan tujuan audit.

2. Jadwal audit, jadwal audit ini sekurangnya harus mencakup kegiatan


atau fungsi yang akan diaudit, kapan audit dilakukan dan berapa lama.
Jadwal audit harus mempertimbangkan prioritas risiko yang diperoleh
dari hasil risk assessment, baik yang dilakukan oleh Manajemen atau
pun yang dilakukan sendiri oleh Audit Intern. Apabila risk assessment
juga dilakukan oleh audit intern, sebaiknya model yang digunakan
merupakan pelengkap dari model yang digunakan oleh Manajemen.
Model yang umum dipergunakan untuk menetapkan prioritas risiko yaitu
model yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti antara lain:
kompleksitas usaha, besarnya aset, volume transaksi dan materialitas
nilai rupiahnya, likuiditas dari aset yang ada, jumlah dan kualitas
pegawai, system security, dan hubungan dengan masyarakat/aparat
pemerintah.

3. Perencanaan sumber daya manusia, waktu dan anggaran biaya audit.


Perencanaan SDM, waktu dan anggaran biaya ini merupakan
konsekuensi dari jadwal audit di atas, dengan terlebih dahulu
mempertimbangkan waktu cuti, pendidikan dan kemungkinan ijin untuk
kepentingan pribadi para auditornya. Untuk mengatur penggunaan
sumber daya yang efisien dan efektif, metode dan teknik pengujian dan

13
validasi risiko harus mengarah kepada materialitas serta tingkat
kemungkinan terjadinya risiko.

4. Kegiatan pelaporan dan pemantauan. Bagian akhir dari tugas audit


adalah menyajikan informasi mengenai pengelolaan dan pengendalian
risiko ke manajemen. Laporan ke manajemen harus mengungkapkan
konklusi mengenai manajemen risiko dan rekomendasi untuk
mengendalikan atau mengurangi risiko. Agar memberikan informasi
mengenai risiko secara tepat, laporan tersebut harus menggambarkan
seberapa kritis dampak risiko terhadap penca- paian tujuan perusahaan.
Sekurangnya setahun sekali, kepala DAI wajib menyusun laporan
mengenai kecukupan kontrol intern untuk memitigasi risiko. Termasuk
dalam laporan ini, risiko yang tidak dimitigasi, dampaknya, dan alasan
mengapa Manajemen tetap menerima risiko dimaksud. Dalam
kelompok pelaporan ini, perlu diperhitungkan waktu para auditor untuk
menyusun laporan. Semua rekomendasi yang telah disetujui dan
ditindaklanjuti oleh manajemen harus terus dipantau.

Contoh Hasil dari Penilaian Risiko (Risk Assessmet)

Hasil dari penilaian risiko dapat digambarkan dalam mentuk Risk


Heatmap seperti dibawah ini:

Contoh 1

14
Contoh 2

Contoh 3

15
Contoh 4

16
Appendix B

CORPORATE RISK ASSESSMENT

Impact
Score What's the worst that could happen?
1  Insignificant disruption with no loss of service to citizens
 No harm to life or limb
 No reputation damage
 No or insignificant environmental damage
 Low financial loss
2  Some disruption to non-critical citizen service
 LCC liable for disruption to key partner but no loss of service
 Minor injury to third parties (requiring first aid treatment)
 Minimal reputation damage (minimal adverse coverage in
local press)
 LCC responsible for minor damage to local environment
 Medium financial loss
3  Noticeable disruption to critical service not exceeding 48
hours
 LCC responsible for disruption to key partner resulting in loss
of their service not exceeding 48 hours
 Violence or threat of serious injury (medical treatment
required)
 Adverse coverage in national tabloid press and/or extensive
front page coverage in local press or TV
 LCC liable for moderate damage to local environment
 High financial loss
4  Serious disruption LCC's ability to provide a critical service
to citizens (loss of service between 2 and 7 days)
 LCC responsible for major disruption to key partner resulting
in a loss of their service lasting between 2 and 7 days
 Adverse coverage in national broadsheet press and/or low
level national TV reporting
 Extensive and multiple injuries
 LCC liable for major damage to local environment
 Major financial loss
5  Central Government intervention in running of LCC /
Directorate
 Loss of critical citizen service for more than 7 days
 Business failure of partner or loss of service delivery of over
7 days

17
 Multiple injuries including loss of life
 Extensive coverage in national press and broadsheet
editorial and/or national TV item
 Significant local, national or international environment
damage
 Enormous financial loss

Likelihood
Score Descriptors
5 Almost Certain. Expected to occur in most circumstances or
more than a 75% chance of occurrence.
4 Likely. Potential of occurring several times in 10 years or has
occurred recently. Between 50% and 75% chance of
occurrence.
3 Moderate. Could occur more than once in 10 years. History of
occurrence or near miss. Less than a 50% chance of
occurrence.
2 Unlikely. May occur over a 10 year period. Less than 10%
chance of occurrence.
1 Rare. Has not occurred. May occur in exceptional
circumstances. Less than 2% chance of occurrence.

Impact / Likelihood matrix

Impact
1 2 3 4 5
5 1/5 2/5 3/5 4/5 5/5
4 1/4 2/4 3/4 4/4 5/4
Likelihood

3 1/3 2/3 3/3 4/3 5/3


2 1/2 2/2 3/2 4/2 5/2
1 1/1 2/1 3/1 4/1 5/1

18
Level of Concern Action Required
Urgent attention required at senior level to ensure
Very concerned
risk is reduced to an acceptable level. Action
planning should start without delay. Progress on
actions should be reported to ELT.
Minimum of robust contingency plan plus early
Concerned
warning indicators. Some control measures likely
to be necessary. Progress on actions should be
reported on at directorate senior management
team.
Acceptable with some mitigation and contingency
Uneasy
planning. Routine reviews should be carried out
to ensure there has been no change which will
make them more severe.
Acceptable, but keep under review. No further
Content
action required unless risk becomes more
severe.

19
Referensi:

Adriansah, A, 2000, Kebijakan dan Manajemen Risiko-risiko Bank


Komersial, Unit 1. Bahan Pembelajaran pada program Pengembangan
Profesional Perbankan, Institut Bankir Indonesia

Audittindo Education, 2006, An Introductory Course for Implementing Risk-


Based Auditing, PT Audittindo Arin Prima, Jakarta

Bank Indonesia, 1997, Surat Edaran Bank Indonesia No 30/11/KEP/DIR,


perihal Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank
Indonesia, Jakarta

Bank Indonesia, 2001, Surat Edaran Bank Indonesia No 3/30/DPNP, Bank


Indonesia, Jakarta

Holton, Lisa, 1999, New Risks Redefine Risk management.. Knowledge


Space Contributing Writer. http://knowledgespace.com

Namee, David MC, Assesing Risk Assessment., page.2000


http//:www.mc2consulting.com.

The Institute of Internal Auditors, 1991, Statement on Internal Auditing


Standards (SIAS) no.9: Risk Assessment,. 249 Maitland Avenue, Altamonte
Springs, Florida.

20

Anda mungkin juga menyukai