Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Air bersih merupakan kebutuhan penting yang dimanfaatkan oleh manusia
untuk berbagai aktivitas seperti untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan
industri, kebersihan sanitasi kota, maupun keperluan pertanian dan lain
sebagainya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, kebutuhan air
bersih semakin meningkat. Berdasarkan permintaan kebutuhan air, diperkirakan
akan ada kenaikan kebutuhan air sebesar 55% pada tahun 2000 hingga tahun 2050
hal ini disebabkan oleh permintaan manufaktur yang meningkat hingga 400%,
pembangkit listrik tenaga panas sebesar 140%, dan kebutuhan domestic sebesar
130% (WWAP, 2016). Kebutuhan akan air dapat diperoleh dari berbagai macam
sumber, antara lain menampung air hujan, air permukaan, ataupun air tanah (Sari,
2013).
Beberapa persyaratan yang perlu diketahui menurut PERMENKES
416/MENKES/PER/IX/1990 mengenai kualitas air tersebut baik secara fisik,
kimia dan juga mikrobiologi. Syarat fisik, antara lain: air harus bersih dan tidak
keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, suhu tidak berbeda lebih dari
3oC dari suhu udara dan tidak meninggalkan endapan. Syarat kimiawi, antara lain:
tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat
zat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 – 8,5. Syarat
mikrobiologi, antara lain: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti
disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit.
Pemerintah dalam hal ini khususnya perusahaan daerah air minum
(PDAM) Kota Pontianak berusaha mencukupi kebutuhan masyarakat akan air
bersih melalui pengolahan air minum yang bahan bakunya berupa air sungai
Kapuas. Proses yang dilakukan dalam mengolah air meliputi, aerasi, koagulasi-
flokulasi, filtrasi, sedimentasi, dan disinfeksi. Proses disinfeksi yang banyak
digunakan adalah klorinasi, karena klor efektif sebagai disinfektan dan harganya
terjangkau . Tujuan klorinasi adalah mengurangi dan membunuh mikroorganisme
yang ada di dalam air baku. Pada PDAM Tirta Khatulistiwa desinfektan yang
digunakan adalah kaporit. Kaporit dipilih sebagai desinfektan dalam pengolahan
limbah cair karena menurut Said (2007), klor pada kaporit terutama HOCl
umumnya sangat efektif untuk inaktivasi patogen dan bakteri indikator. Selain itu,
menurut Ali (2010), kaporit digunakan sebagai desinfektan karena harganya yang
lebih murah.
Penambahan kaporit harus sesuai, karena bila kurang dari hasil yang
didapatkan akan mengakibatkan mikroorganisme yang ada di dalam air tidak
dapat tereduksi sempurna dan bila kelebihan penambahan kaporit bisa
menyebabkan penyakit. Penyakit yang terjadi seperti typhus, infeksi hepatitis dan
juga bisa karena protozoa. Penambahan dosis kaporit pada PDAM Tirta
Khatulistiwa masih menggunakan prakiraan atau belum adanya dosis pasti yang
digunakan untuk proses desinfeksi. Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan
penelitian untuk menentukan dosis optimum kaporit untuk pengolahan air di
PDAM Tirta Khatulistiwa Pontianak menggunakan metode Break Point
Clorination (BPC).

I.2 Rumusan Masalah

Anda mungkin juga menyukai