Anda di halaman 1dari 9

1.

Infeksi parasit

Infeksi parasit adalah pertumbuhan atau serangan organisme parasit terhadap organ tubuh

manusia sehingga menyebabkan penyakit. Parasit merupakan organisme yang hidup dari

organisme lain. Infeksi parasit biasanya terjadi karena organisme tersebut masuk ke dalam

tubuh melalui mulut atau kulit. Parasit yang masuk melalui mulut dan tertelan dapat bertahan

di dalam usus, atau membuat lubang dalam dinding usus sehingga menyerang organ lain.

Sedangkan infeksi parasit melalui kulit, terjadi karena gigitan vektor (penyebar penyakit),

misalnya serangga yang membawa parasit.

Gejala Infeksi Parasit

Gejala infeksi parasit pada manusia tergantung dari jenis parasit yang menyerang

dan berkembang di dalam tubuh. Trikomoniasis yang disebarkan melalui hubungan

seksual sering kali tidak menimbulkan gejala. Bila muncul gejala, dapat berupa

iritasi, gatal dan kemerahan pada kulit sekitar kelamin, serta keluar cairan yang tidak

biasa dari area kelamin. Infeksi parasit protozoa juga dapat menimbulkan gangguan

saluran pencernaan, seperti pada penyakit giardiasis, yang gejalanya berupa diare,

sakit perut tinja berminyak, hingga dehidrasi.

Gejala lain dapat muncul pada infeksi parasit, misalnya infeksi Toxoplasma, yang
menimbulkan gejala mirip flu, seperti nyeri otot dan pembengkakan kelenjar getah
bening. Gejala ini dapat bertahan sampai satu bulan.

Penyebab dan Jenis Infeksi Parasit


Terdapat tiga jenis utama parasit yang sering menimbulkan penyakit pada manusia,
yaitu protozoa, cacing, dan ektoparasit.
Parasit protozoa merupakan organisme bersel satu yang dapat menular dari
manusia ke manusia lain melalui gigitan serangga, atau melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi feses manusia yang terinfeksi parasit. Berdasarkan
pergerakannya, protozoa digolongkan menjadi:

 Amoeba, contohnya Entamoeba yang mengakibatkan penyakit amubiasis.


 Flagellata, misalnya Giardia penyebab giardiasis atau Leishmania penyebab
leishmaniasis.
 Siliata, contohnya Balantidium yang menimbulkan balantidiasis.
 Sporozoa,
contohnya Toxoplasma penyebab toksoplasmosis, Plasmodium penyebab ma
laria, atau Cryptosporidium penyebab kriptosporidiosis.

Cacing merupakan organisme yang dapat hidup di dalam atau di luar tubuh
manusia. Terdapat tiga jenis cacing yang menjadi parasit dalam tubuh manusia,
yaitu:

 Platyhelminthes atau cacing pipih, termasuk cacing hisap (trematoda) dan


cacing pita penyebab taeniasis.
 Acanthocephala atau cacing kepala duri.
 Nematoda, termasuk cacing gelang yang menyebabkan
penyakit ascariasis, cacing kremi, dan cacing tambang.

Pada saat dewasa, cacing biasanya menetap dalam saluran pencernaan, darah,
sistem getah bening, atau jaringan di bawah kulit, namun tidak dapat memperbanyak
diri dalam tubuh manusia. Selain bentuk cacing dewasa, bentuk larva dari cacing
juga dapat menginfeksi berbagai jaringan tubuh.
Ektoparasit merupakan organisme yang hidup di kulit manusia dan mendapat
makanan dengan menghisap darah manusia, misalnya kutu yang hidup di kemaluan
atau di kulit kepala, dan tungau penyebab penyakit kudis (skabies).

Penularan dan Faktor Risiko Infeksi Parasit


Penyebaran infeksi parasit dapat terjadi melalui beberapa cara, antara lain melalui
air, tanah, tinja, serta makanan yang terkontaminasi parasit dan tertelan. Cara
lainnya adalah penyebaran melalui vektor (pembawa penyakit). Contohnya, malaria,
disebarkan melalui gigitan nyamuk yang membawa parasit Plasmodium. Meski
jarang terjadi, infeksi parasit juga dapat menyebar melalui darah, seperti transfusi
darah atau transplantasi organ.
Semua orang dapat mengalami infeksi parasit. Namun, beberapa kelompok orang
memiliki risiko lebih besar terinfeksi parasit, antara lain:

 Orang yang menderita gangguan sistem kekebalan tubuh.


 Berada di area yang kekurangan pasokan air bersih untuk minum.
 Bekerja di tempat penitipan anak atau di lokasi yang menyebabkan pekerja
melakukan kontak dengan tanah.
 Berenang di sungai, danau, atau kolam yang ditempati parasit.
 Memiliki hewan peliharaan yang mungkin melakukan kontak dengan hewan
yang terinfeksi parasit.
 Orang yang tinggal atau bepergian ke wilayah tropis dan subtropis.
Diagnosis Infeksi Parasit
Saat pasien diduga terkena infeksi parasit, maka dokter akan melakukan
pemeriksaan diagnostik di laboratorium melalui sampel darah, tinja, urine, serta
dahak atau lendir pasien. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengidentifikasi
antibodi atau protein dalam sistem kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari
serangan parasit.
Jika hasil pengujian belum dapat memberi kepastian, maka dokter dapat melakukan
endoskopi atau kolonoskopi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan alat berupa selang
tipis dan elastis yang dimasukkan dari mulut atau anus untuk memeriksa kondisi
saluran pencernaan. Selain itu, juga dapat dilakukan pengambilan jaringan yang
dicurigai terinfeksi parasit (biopsi jaringan). Sampel jaringan tersebut akan diuji
berulang-ulang hingga menemukan jaringan parasit.
Sementara untuk mengetahui seberapa besar luka pada organ akibat parasit, dapat
dilakukan foto Rontgen, CT scan atau MRI.

Pengobatan Infeksi Parasit


Pengobatan infeksi parasit tergantung dari penyebab dan tingkat keparahannya.
Sebagian infeksi parasit dapat pulih dengan sendirinya sehingga tidak memerlukan
pengobatan.
Bentuk pengobatan dapat berupa pemberian obat. Obat yang diberikan biasanya
adalah obat antiparasit yang secara khusus bertujuan membunuh parasit tertentu.
Namun, tidak semua parasit dapat diatasi hanya dengan obat antiparasit
saja. Penambahan obat antibiotik atau antijamur juga dapat diberikan untuk
mengatasi beberapa infeksi parasit yang terjadi.
Di samping pemberian obat, dokter juga akan memberikan penanganan lain guna
meredakan gejala yang dialami pasien. Misalnya, pada penderita infeksi parasit
yang mengalami diare hingga terjadi dehidrasi, akan dianjurkan untuk banyak minum
guna menggantikan cairan yang hilang, dan bila perlu, dilakukan pemberian cairan
melalui infus.

Pencegahan Infeksi Parasit


Infeksi parasit dapat terjadi di mana pun. Oleh karena itu, penting sekali melakukan
upaya pencegahan guna menurunkan risiko terinfeksi parasit, antara lain dengan:

 Mencuci tangan hingga bersih, terutama setelah menyentuh makanan mentah


atau buang air besar.
 Memasak makanan sampai matang sempurna.
 Mengonsumsi air dalam kemasan.
 Berhati-hati jangan sampai tertelan air dari sungai, kolam, atau danau.
 Melakukan hubungan seksual yang aman.

Pengobatan yang dilakukan sejak dini dapat menghentikan penularan infeksi parasit
ke orang lain. Oleh karena itu, segera periksakan diri ke dokter ketika Anda mulai
merasakan gejala terinfeksi parasit, agar dapat dilakukan pemeriksaan dan
pengobatan secepatnya.
2.Nematoda usus
Latar Belakang
Spesies Nematoda usus banyak ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia dan
tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus.
Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan bagi masyarakat
Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan
melalui tanah yang tercemar oleh cacing. Infeksi cacing menyerang semua golongan
umur terutama anak-anak dan balita. Apabila infeksi cacing yang terjadi pada anak-
anak dan balita maka dapat mengganggu tumbuh kembang anak, sedangkan jika
infeksi terjadi pada orang dewasa dapat menurunkan produktivitas kerja. Diantara
cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok “soil transmitted
helminth” atau cacing yang ditularkan melalui tanah,
seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp(cacing
tambang).
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah
kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing, lalu
masuk ke mulut bersama makanan. Tinggi rendahnya frekuensi tingkat kecacingan
berhubungan dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber
infeksi. Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60% – 90 %
tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan.(Mardiana, 2008). Penularan
cacingan lebih banyak terjadi pada daerah kumuh yang tidak memenuhi syarat
kesehatan seperti sanitasi lingkungan yang ditunjang dengan kepadatan penduduk.
Cacingan dapat menyebabkan kekurangan gizi yang dapat mengakibatkan turunnya
kualitas hidup.

Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Ascaris


lumbricoides adalah salah satu spesies nematoda usus yang banyak menyerang
manusia, hampir 25% populasi penduduk dunia, yaitu lebih dari 1,4 miliar orang
telah terinfeksi cacing ini. Berdasarkan hasil penelitian Lamghari (2005), disertai
dengan hasil studi epidemiologi, ditemukan adanya hubungan antara penyakit
Ascariasis pada anak dengan tempat tinggal mereka yang dekat dengan air limbah.
(Wani, 2010)

Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering ditemukan pada

tubuh manusia. Nematoda yang hidup dalam usus manusia disebut dengan nematoda usus.

Nematoda usus terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan didaerah tropis dan

tersebar diseluruh dunia. Spesies tersebut diantaranya Ascaris lumbricoides, Toxocara

canis, Toxocara cati, Enterobius vermicularis, Necator americanus, Ancylostoma

duodenale, Strongyloides stercoralis, Trichuris trichiura, Trichinella spiralis, Ancylostoma

branziliense, Ancylostoma caninum , dan Ancylostoma ceylanicum.


Morfologi

Gambar morfologi Ascaris lumbricoides (terlampir)


Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Pada cacing jantan
ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral, dilengkapi pepil kecil dan
dua buah spekulum berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian
posteriornya membulat dan lurus, dan 1/3 pada anterior tubuhnya terdapat cincin
kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh
lapisan kutikula yang bergaris lurus.

Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron, dan yang tidak dibuahi
90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang
menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila
terbentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebal dan berbenjol-benjol, dan
umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran panjangnya dapat mencapai 75 μm
dan lebarnya 50 μm. Telur yang belum dibuahi umumnya lebih oval dan ukuran
panjangnya dapat mencapai 90 μm, lapisan yang berbenjol-benjol dapat terlihat jelas
dan kadang-kadang tidak dapat dilihat.

Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang
mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30◦ C. Pada kondisi ini telur
tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.

.Siklus Hidup

Gambar siklus hidup Ascaris lumbricoides (terlampir)


Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan
oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus
menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian
mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah,
lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus.

Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan

pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam
esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa.
Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang
lebih 2 (dua) bulan.
Patologi

Gejala yang timbul pada manusia disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru-paru. Pada orang
yang rentan terjadi pendarahan ringan di dinding alveolus disertai batuk, demam,
dan eusinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga
minggu. Keadaan tersebut disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan
cacing dewasa menyebabkan penderita terkadang mengalami gangguan usus ringan
seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memeperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak. Efek
yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi
usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu,
apendik, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga
kadang-kadang perlu tindakan kooperatif

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

 Hendaknya pembuangan tinja (feses) pada W.C. yang baik.


 Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan.
 Penerangan atau penyuluhan melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan oleh
guru-guru dan pekerja-pekerja kesehatan.
 Hendaknya jangan menggunakan tinja sebagai pupuk kecuali sudah dicampur
dengan zat kimia tertentu.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan memutus siklus
hidup Ascaris lumbricoides. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai
siklus hidup Ascaris lumbricoides ini. Kurang disadarinya pemakaian jamban
keluarga oleh masyarakat dapat menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja
disekitar halaman rumah, di bawah pohon dan di tempat-tempat pembuangan
sampah. Upaya pengendalian juga dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan
seperti yang diberikan secara perorangan maupun massal. Obat lama yang pernah
digunakan adalah piperasin, tiabendasol, heksilresorkimol, dan hetrazam.
CIRI-CIRI UMUM

 Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages

 Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata

 Alat pencernaan lengkap

 Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem H

 Belum memiliki organ peredaran darah, respirasi dengan permukaan tubuh

 Cincin saraf yang mengellingi esofagus merupakan pusat sistem saraf

 Berumah dua, fertilisasi internal, tidak dapat melakukan reproduksi aseksual

 Hidup bebas atau parasit

SPECIES NEMATODA USUS

1. Ascaris lumbricoides

2. Strongyloides stercoralis

3. Ancylostoma duodenale

4. Necator americanus

5. Enterobius vermicularis

6.Trichinella spiralis
3.Plasmodium sp.

Malaria merupakan penyakit yang diakibatkan oleh parasit yang tergolong dalam filum

Apicomplexa, kelas Sporozoa, ordo Haemosporida, suku Plasmodidae, dan genus Plasmodium. Dari

20 spesies plasmodium, hanya empat spesies diantaranya yang dapat menginfeksi manusia, yaitu

Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Saat ini,

Plasmodium falciparum merupakan penyebab penyakit malaria yang paling fatal dengan angka

kematian yang paling tinggi pula.

Siklus Hidup Plasmodium sp.

Siklus hidup parasit malaria terdiri atas siklus aseksual yang berlangsung di dalam tubuh manusia

dan siklus seksual yang berlangsung dalam tubuh nyamuk. Sporozoit-sporozoit yang masuk bersama

kelenjar air liur nyamuk Anopheles betina masuk ke peredaran darah. Dalam waktu yang singkat (30

menit), semua sporozoit menghilang dari peredaran darah dan masuk ke sel-sel parenkim hati.

Dalam sel-sel hati, sporozoit membelah diri secara aseksual dan berubah menjadi skizon hati (skizon

kriptozoik). Seluruh proses tadi disebut fase eksoeritrositik primer. Siklus tersebut memerlukan

waktu 6 hingga 12 hari tergantung spesies yang menginfeksi. Sesudah skizon kriptozoik dalam sel

hati menjadi matang, bentuk ini bersama sel hati yang diinfeksi pecah dan mengeluarkan antara

5000-30000 merozoit yang segera masuk ke selsel darah merah.

Dalam sel darah merah, merozoit-merozoit yang dilepas dari sel hati tadi berubah menjadi trofozoit

muda (bentuk cincin). Trofozoit muda berubah menjadi trofozoit dewasa dan selanjutnya membelah

diri menjadi skizon. Skizon yang telah matang dengan merozoitmerozoit di dalamnya akan pecah

bersama sel darah merah yang diinfeksi. Merozoitmerozoit yang dilepas tersebut kembali

menginfeksi sel-sel darah merah lain untuk mengulang siklus. Keseluruhan siklus yang terjadi

berulang dalam sel darah disebut fase eritrositik aseksual atau skizogoni darah.
Morfologi Plasmodium sp.

Bentuk atau morfologi parasit malaria sangat beragam. Hal ini disebabkan bukan saja karena

perbedaan spesies, melainkan juga oleh berbagai perubahan bentuk dan komposisi yang terjadi

dalam berbagai fase perkembangannya dalam hospes vertebrata ataupun pada vektor nyamuk. Pada

P. vivax, stadium trofozoit mudanya tampak seperti cincin dengan titik kromatin pada satu sisi dan

cenderung menginfeksi retikulosit. Gametositnya berbentuk lonjong dan mikrogametositnya

mempunyai inti yang besar berwarna merah muda pucat dengan sitoplasma yang berwarna biru

pucat. Dibandingkan dengan P.vivax, P. malariae mempunyai ukuran merozoit yang lebih kecil,

jumlah merozoit eritrosit lebih sedikit, memerlukan lebih sedikit hemoglobin, bentuknya menyerupai

bunga seruni, gametosit mirip P.vivax, tetapi jumlah pigmennya lebih sedikit. Untuk P. ovale,

eritrosit yang lonjong serta bergerigi pada satu ujungnya merupakan tanda yang spesifik untuk tipe

parasit ini. Sedangkan bentuk cincin yang menempel pada pinggir membran eritrosit merupakan ciri

yang khas adanya infeksi oleh P. falciparum. Dua titik kromatin di dalam satu bentuk cincin sering

ditemukan pada infeksi dengan P. falciparum, sedangkan pada infeksi dengan P. vivax atau P.

malariae jarang ditemukan

Anda mungkin juga menyukai