Pembimbing :
Disusun Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2
A. Definisi
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma
ganas, dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker.
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma,
adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus
uteri oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher.
Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Serviks letaknya menonjol
melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam
vagina disebut sebagai portio vaginalis. Bagian luar dari serviks menuju ostium
eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga
endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan
permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel
permukaan (epitel) tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak
seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang,
displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.
B. Epidemiologi
3
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation
Of Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan
kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium
IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk
stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium
III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di
Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh,
Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan
frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari
semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
C. Klasifikasi
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi
menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi
berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan
stadium stadium klinis menurut FIGO (The International Federation of
Gynekology and Obstetrics) :
1. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal
lebih kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia
yang dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium
(dahulu disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-
grade lesion (luka derajat rendah).
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia
merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada
4
dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang
atau moderat).
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka
derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-
perubahan prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari
duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan
penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang
parah ditempat asal.
2. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined
Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan
rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-
pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti
undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat
meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-
perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel
cervical.
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada
fakta bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
3. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan
klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana
basalis masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
Ia uteri
Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak
terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman
Ib occ invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum
5
tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata
Ib sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
II menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
IIa bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul.
IIb Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
III Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke
parametrium sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
IV daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
(frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada
IVa gangguan faal ginjal.
Ivb Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.
6
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum
sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi
belum sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau
meluas sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda
-/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi
mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul
dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arrteri iliaka komunis.
D. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa
epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun
lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan
kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks,
7
vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein
virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi
lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker
E. Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm,
mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan
panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi
menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1,
E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan
onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang
terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang
dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi
epitel pada tempat infeksi.
E Protein Perananya
E4 Mengikat sitokeratin
L Protein Peranannya
F. Klasifikasi HPV
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-
risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
1. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
8
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala
dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11,
42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
2. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih
dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high-
risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33,
34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering
dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45,
31, 33, 52 dan 58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45
sering menyebabkan kanker serviks
G. Faktor Risiko
1. Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit
kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.
Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20
tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanker servks. Hal
ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya daerah transformas
pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga
berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak
pada kelompok usia lebih tua.
2. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering
melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko
terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan
hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan
infeksi HPV.
3. Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel
konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
9
memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan
karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah
kanker.
4. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker
serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian
tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive
terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan
bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi
daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang
dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual
merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
5. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu
seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan
peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun
sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut
akan enurunkan resiko.1,3
6. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi
yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan
bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan
dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan
kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.1,3,5
7. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang
frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker
serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi
10
juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks.
Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.
H. Patofisiologi
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat
dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel
yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik.
Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel
atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase
M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53
memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel
bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang
menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme
utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah
melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p
53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan
untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi
mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan
dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV
mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang
menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau
darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm
tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah
invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara
klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai
11
ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih,
yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar
limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut
melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-
paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,6
12
Neoplasma ganas
(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel kanker infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
ke ureter jaringan sekitar
terkendali
Kelemahan
fisik
13
pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa
(IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul, menghambat
saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa), pada
stadium empat kanker menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain
(IVA: Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke
panggul and nodus limpa panggul, perut, hati, sistem pencernaan, atau paru-
paru ).6
I. Manifestasi Klinis
14
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.
Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan
postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan
waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk
kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk
eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
2. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian
berlanjt ke perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
4. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
5. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
6. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri.
J. Pencegahan
15
Pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker,
maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
1. Pencegahan Primer
a) Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas.
Misalnya: Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan,
penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak
merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat,
melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-
faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kanker ini).
b) Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling
aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan
meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali
dan menghancurkan virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum
terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi
VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid
gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2
jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan
bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini,
antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus
neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan
invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada
infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif
dari virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan
sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak
16
terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel
virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe
dan limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan
dalam proses kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi
tersebut bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui
uji klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1) Cervarix
Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada
preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant
baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian
dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat
merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler
dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan
bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml
2) Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV
( GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV
tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor
Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20μg protein
HPV 6 L1, 40 μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV18 L1. Tiap 0,5
ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat.
Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak
mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan
pada suhu 20 – 80 C
17
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks
adalah
- Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV
penyebab kanker serviks.
- Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing
antibodies yang tinggi.
- Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
- Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
- Profil keamanan yang baik
- Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan
sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada
wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita
usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin
dapat diberikan sampai usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk
Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6
(Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster
(vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan,
untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila
respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka
diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum
dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya
disuntikkan pada lengan (otot deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
18
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini
dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus
kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat
ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang
lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau
lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitif
untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik,
karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%.
Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar
35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap
mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan dengan
pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker
serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun.
19
20
a. Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks
atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di
laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan
secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah
kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai
screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan
spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining
21
Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20
setelah hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,
spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum
dilakukan tes Pap smear
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi
umur 21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan
peralatan liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan
normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra
seksual yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi,
imunitas yang terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar
Dietilbestrol in utero.
Alat-alat dan Bahan:
- spekulum cocor bebek
- spatula ayre
- cytobrush
- kaca objek
- alcohol 95%
22
Metode pengambilan Pap smear:
- Beri label nama pada ujung kaca objek
- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan
halus.
23
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan
memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan
besar sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat
merusak sel, pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca
objek dalam beberapa detik.
24
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi
sitologi. Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu.
Setelah infeksi diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6
minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat
dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas
III-IV), selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk
menegakkan diagnosis definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk
ulang pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40
tahun. Selanjutnya 2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
b. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat
mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan
asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat
diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau
abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-
55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55
tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada
wanita usia 25-60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur
hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+)
adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
25
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada
diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih
pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%,
jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil
pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim
berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka
dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa
langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang
menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya
lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode
diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit
26
tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian,
bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker
stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang
terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah
muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut
baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan
dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker
yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
c. HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-
samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes
Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi
ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan
dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif
cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV
dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan
menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV
juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro
Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV
Genotyping Test. Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui
keberadaan HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui
keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus
tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV
Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV.
Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan
untuk mendeteksi 37 genotipe HPV.
27
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American
Cancer Society, the American College of Obstetricians and
Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan
protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
- Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah
melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang
lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
- Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-
sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30
tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s
smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan
tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan
mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV
yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
- Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan
menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base
method setiap 1-3 tahun.
28
- Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear
dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka
pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
- Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah
dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
K. Tatalaksana
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat
bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa
tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain:
1. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong
NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi. Tindakan observasi
dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang termasuk
dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis
dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi
intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat
ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan
terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada
terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.
29
Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya
a) Terapi NIS dengan destruksi lokal
Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih
yang mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan
epitel skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu
sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami
nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan
tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan
mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal
dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem
mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya
terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan
lebih luas (sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter
tapi harus dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat
dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi
yang dapat ditentukan.
30
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang
10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis.
b) Terapi NIS dengan eksisi
Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk
kerucut pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi.
Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks
31
Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah
mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di
panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin
mencoba untuk hamil di kemudian hari
32
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien
juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit
jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
33
kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker
serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan
dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila
sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya
bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada
2 macam radioterapi, yaitu :
1) Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2) Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan
selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
- Iritasi rektum dan vagina
- Kerusakan kandung kemih dan rektum
- Ovarium berhenti berfungsi.
c) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin
hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut
pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
34
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi
digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase
karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara
pemberian kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi
awal / bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA
adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling
sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :
mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah disetujui untuk
digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut,
dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau
tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali /
menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
- Terapi utama pada kanker stadium lanjut
- Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk
meningkatkan hasil pembedahan dengan menghancurkan sel
kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko
kekambuhan kanker.
- Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi
ukuran tumor
- Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium
lanjut / kanker yang kambuh)
- Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang
kambuh)
3. Terapi paliatif (supportive care)
35
Terapi ini lebih difokuskan pada peningkatan kualitas hidup pasien.
Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol sakit
(pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti
nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil
L. Prognosis
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
1) Umur penderita
2) Keadaan umum
3) Tingkat klinik keganasan
4) Sitopatologi sel tumor
5) Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya
6) Sarana pengobatan yang ada
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi 60
meluas ke dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan 33
atau sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung 7
kemih atau rektum atau meluas
keluar pelvis sebenarnya
36
setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko
tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat
diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi
dalam 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 2002. Hal 1051.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7 nd ed , Vol. 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American
Cancer Society.
4. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early
Detection, Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
5. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : “Elstar
Offset”. 1981; 127 – 140.
9. Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal
of Medicine. 361;19 : 1899-1901
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
10. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi.
Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.
37