Anda di halaman 1dari 11

PERTEMUAN 5 PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

HIDUP MELALUI PERDATA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai :
5.1 Pengantar
5.2 Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan Berdasarkan UU
Nomor 32 Tahun 2009.
5.3 Penyelesaian Masalah Lingkungan Hidup Melalui Instrumen Hukum Perdata

B. URAIAN MATERI

5.1 PENGANTAR

Penegakan hukum lingkungan ialah pengamatan hukum lingkungan melalui pengawasan

(supervision) dan pemeriksaan (inspection) serta melalui deteksi pelanggaran hukum,

pemulihan kerusakan lingkungan dan tindakan kepada ( dader, offender). Pemerintah dalam

rangka melindungi dan menjaga kelestarian lingkungan telah mengeluarkan ketentuan-

ketentuan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di Indonesia dapat

dilakukan di dalam dan di luar pengadilan. Hal tersebut di jamin dalam undang-undang yang

mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, yakni

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 (UUPPLH).

Penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau penerapan

instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam lapangan hukum administrasi, hukum pidana

dan hukum perdata dengan tujuan memaksa subjek hukum yang menjadi sasaran mematuhi

peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.


5.2 Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan Berdasarkan

UU Nomor 32 Tahun 2009.

Sebagian besar ketentuan-ketentuan penyelesaian sengketa lingkungan UUPPLH

mengadopsi ketentuan-ketentuan dalam UULH 1997. Peneyelesaian sengketa lingkungan

hidup dalam UUPPLH diatur dalam pasal 87 hingga pasal 93. Menurut UUPPLH

penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh secara sukarela melalui dua pilihan

mekanisme, yaitu mekanisme proses pengadilan dan mekanisme diluar pengadilan. Jika para

pihak telah bersepakat untuk memilih mekanisme diluar pengadilan, maka gugatan

keperdataan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika mekanisme diluat pengadilan

dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak.

Penyelesaian lingkungan hidup melalui pengadilan bermula dari adanya gugatan dari pihak

yang merasa dirugikan oleh pihak lain yang dianggap penyebab kerugian itu. UUPPLH

menyediakan dua bentuk tuntunan yang dapat diajukan oleh penggugat, yaitu meminta ganti

kerugian dan meminta tergugat untuk melakukan tindakan tertentu. Agat tergugat dapat

dijatuhi hukuman seperti yang dituntut oleh penggugat, maka harus ditentukan lebih dahulu,

bahwa tergugat bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.

5.3 Penyelesaian Masalah Lingkungan Hidup Melalui Instrumen Hukum Perdata

Penyelesaian sengketa lingkungan melalui instrumen Hukum Perdata, untuk

menentukan seseorang atau badan hukum bertanggung jawab terhadap kerugian yang

diakibatkan oleh pencemaran atau perusakan lingkungan, penggugat dituntut membuktikan


adanya pencemaran, serta kaitan antara pencemaran dan kerugian yang diderita.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup secara perdata, terjadi karena pada satu sisi

masyarakat dirugikan atas pengelolaan lingkungan hidup yang menyimpang dari aturan yang

sebenarnya. Pembuktian dalam kasus lingkungan, khususnya delik, karena kasus-kasus

pencemaran sering kali ditandai oleh sifat-sifat khasnya, anatara lain :

1. Penyebab tidak selalu dari sumber tunggal. Akan tetapi berasal dari berbagai

sumber

2. Melibatkan disiplin-disiplin ilmu lainnya serta menuntut keterlibatan pakar-pakar

di luar hukum sebagai saksi

3. Sering kali akibat yang diderita tidak timbul seketika, akan tetapi selang beberapa

lama kemudian.

Lingkungan hidup mempunyai peranan sangat besar dalam kehidupan masyarakat,

kualitas kehidupan masyarakat dapat dipengaruhi lingkungan hidup, pada prinsipnya

lingkungan merupakan sumber daya yang dibutuhkan keberadaannya oleh makhluk lainnya,

khususnya manusia. Dalam UUPLH dasar hukum gugatan lingkungan terdapat dalam Pasal

34 yaitu :

1. Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,

mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau

melakukan tindakan tertentu.

2. Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari

keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.


Dengan demikian berdasarkan Pasal 34 ayat (1) gugatan lingkungan untuk mendapatkan

ganti rugi dan/atau tindakan tertentu haruslah memenuhi persyaratan yang menjadi unsur

Pasal 34 ayat (1) yaitu :

• perbuatan melanggar hukum

• pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

• kerugian pada orang lain atau lingkungan

• penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Hal tersebutlah yang menjadi acuan Dasar Pengajuan Gugatan Lingkungan.

Gugatan Class Action atau gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara

pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan

gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang

jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok

dan anggota kelompok dimaksud. Sementara itu yang dimaksud dengan Wakil kelompok

adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan

sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.

Setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan ia pun berhak untuk

membela hak-nya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini menjadi dasar

pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata.

Secara umum model gugatan perdata ada dua macam yaitu

- gugatan yang dilakukan di luar pengadilan dikenal dengan sebutan nonlitigasi,


- gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan

perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata.

Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya.

2. Sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action).

Gugatan dengan prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut

1. Numerosity, yaitu gugatan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya

orang banyak itu diartikan dengan lebih dari 10 orang; sehingga tidaklah efektif dan efisien

apabila gugatan dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan.

2. Commonality, yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar

hukum (question of law) yang bersifat subtansial, antara perwakilan kelompok dan anggota

kelompok; misalnya pencemaran; disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam

waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa

pembuangan limbah cair di lokasi yang sama, dll.

3. Tipicality, yaitu adanya kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dan

anggota kelompok; Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat

mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis

tuntutannya yang sama, misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap

orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang dideritanya.


4. Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan

kelompok yang layak, dengan memenuhi beberapa persyaratan:

- harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang

diwakilinya;

- memiliki bukti-bukti yang kuat;

- jujur;

- memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;

- mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri dibanding

kepentingan anggota kelompoknya; dan

- sanggup untuk menanggulangi membayar biaya-biaya perkara di pengadilan.

Surat gugatan, selain harus memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam Hukum Acara

Perdata, harus memuat:

A. identitas lengkap dan jelas,

B. definisi kelompok secara secara rinci dan spesifik;

C. keterangan tentang anggota kelompok;

D. posita dari seluruh kelompok;

E. jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam satu

gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian atau sub kelompok;

F. tuntutan atau petitum ganti rugi, mekanisme pendistribusian dan usulan pembentukan

tim.
Gugatan didaftarkan ke peradilan umum, segera setelah hakim memutuskan bahwa

pengajuan gugatan kelompok dinyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan kepada

anggota kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah atau langsung kepada

anggota kelompok.

Setelah pemberitahuan dilakukan, anggota kelompok dalam jangka waktu tertentu diberi

kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Seterusnya proses persidangan

sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata.

Tata Cara Pengajuan Gugatan

1. Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup untuk Mengajukan Gugatan

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan (gugatan class action) ke

pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan

hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat. Jika diketahui bahwa masyarakat

menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa

sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang

bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan

masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai

dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan tersebut terbatas

pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi,

kecuali biaya atau pengeluaran riil.


Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan tersebut (gugatan legal

standing) apabila memenuhi persyaratan:

a. Berbentuk badan hukum atau yayasan

b. Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan

tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian

fungsi lingkungan hidup

c. Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

2. Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti

tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku,

dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup. Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa tersebut tidak berlaku terhadap

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau

kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah

bahan berbahaya dan beracun.

3. Tanggung Jawab Mutlak

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan

bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun,

bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban

membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan


dari kewajiban membayar ganti rugi jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:

a. Adanya bencana alam atau peperangan

b. Adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia

c. Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup.

Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga, pihak ketiga bertanggung

jawab membayar ganti rugi.

4. Ganti Rugi

Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,

mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau

melakukan tindakan tertentu. Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu

tersebut, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan

penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Dalam mengajukan suatu gugatan ini tentunya haruslah secara tertulis yang ditujukan

kepada Ketua Pegadilan Negeri diwilayah hukum tergugat dan kemudian gugatan ini

daftarkan di Kepaniteraan Perdata (PN) untuk mendapatkan nomor register perkara. Namun

sebelum itu penggugat haruslah menyetor sejumlah uang perkara (besarnya tergantung

jumlah Tergugat) dan apabila dalam mengajukan gugatan ini diberikan kuasa kepada
seorang/beberapa advokat tentunya harus dibarengi dengan surat kuasa untuk mewakili

kepentingan Penggugat di Pengadilan. Legal Standing. dilakukan oleh

Organisasi Lingkungan Hidup sebagai perwakilan penggugat,namun tidak semua organisasi

lingkungan dapat mengajukan gugatan.

Tata cara pengajuan gugatan class action dan legal standing dianggap mempunyai

perbedaan dengan tata cara pengajuan gugatan perdata konvensional pada umumnya. Karena

meskipun kedua model gugatan tersebut dikategorikan sebagai gugatan perwakilan

kelompok, tetapi di sini tidak dipersyaratkan adanya pemberian kuasa khusus dari kelompok

masyarakat yang diwakili. Di samping itu tidak dipersyaratkan pula untuk mencantumkan

identitas secara lengkap dari pihak yang mewakili maupun yang diwakili.

Sedangkan dalam gugatan perdata konvensional berlaku hal yang sebaliknya, dalam

hal perkaranya diwakilkan kepada pihak lain lazimnya mensyaratkan adanya pemberian

kuasa khusus dan pencantuman identitas yang lengkap dari pihak-pihak yang berperkara.

Tidak dipenuhinya syarat-syarat formil tersebut dapat berakibat gugatan dinyatakan tidak

diterima.

C,Latihan Soal dan Tugas

1. Jelaskan menurut anda penyelesaian sengketa melalui Perdata ?

2. Jelaskan menurut anda Pengertian Pencemar membayar dan tanggung jawab

mutlak?

3. Jelaskan menurut anda pengertian Class Action ?


D.DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Modul Pengetahuan dan Hukum Lingkungan PTIK,2007.
3. Rina Suliastini,2009.Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No 32
/2009

Anda mungkin juga menyukai