Anda di halaman 1dari 24

KAJIAN HISTORIS TERHADAP TOKOH-TOKOH PENDIDIK

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Landasan Pedagogik

Dosen Pengampu :
Dr. Pupun Nuryani, M.Pd.

Oleh :

SHILMY PURNAMA ()
SILVIA RAHMELIA (1502874)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT., karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga serta umatnya hingga
akhir zaman.
Makalah tentang “Kajian Historis terhadap Tokoh-tokoh Pendidik” ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pedagogik pada
Departemen Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya mencapai
kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami
yang masih perlu banyak belajar. Oleh karena itu jika terdapat kekurangan dan
kesalahan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
kami dalam membuat karya tulis di waktu yang akan datang. Kami berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, September 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Makalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
D. Manfaat Penulisan Makalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Sekilas tentang Historis Pendidikan


1. Pendidikan di Dunia
2. Pendidikan di Indonesia
B. Tokoh Pendidikan Dunia Ditinjau dari Aspek Konsep Ontologi,
Epistimologi, dan Aksiologinya serta Implikasinya untuk Pendidikan di
Indonesia
C. Tokoh Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Aspek Konsep Ontologi,
Epistimologi, dan Aksiologinya serta Implikasinya untuk Pendidikan Dewasa
ini

BAB III PENUTUP ......................................................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini hampir seluruh negara-negara di dunia menghadapi tantangan
pendidikan untuk mewujudkan keunggulan daya saing negaranya dalam percaturan
global. Sistem yang canggih dan berbagai pengembangan strategi pendidikan terus
diimprovisasi demi mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan dan disepakati
bersama. Khusus bagi Indonesia, tujuan pendidikan telah tertuang dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdakan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Standar nasional pendidikan diciptakan untuk membatasi kriteria minimum
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh
desentralisasi sistem pendidikan dalam kerangka pemerintahan Indonesia yang
menganut asas otonomi daerah. Terciptanya mekanisme ini tidak lepas dari
perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah. Bagian ini mengarah pada historis pendidikan Indonesia yang
menganut berbagai paham, aliran, dan konsep-konsep pendidikan dari berbagai tokoh
dunia dan juga tokoh-tokoh Indonesia sendiri.
Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan
terus menerus, sejalan dengan program pembangunan di bidang pendidikan yang
mulai dilaksanakan secara terprogram sejak 40 tahun yang lalu (Suryadi, 2014).
Berbagai rintisan program dalam pelayanan pendidikan tercermin dalam kurikulum
yang dinamis dan menggambarkan periodisasi pendidikan. Perubahan zaman yang
dialami menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari
proses pendidikan. Sejarah perjuangan bangsa pada masa lampau juga berimplikasi
terhadap sistem pendidikan yang terjadi pada hari ini. Segala unsur yang menjadi
faktor di dalamnya membentuk penciptaan individu sebagai insan pendidikan.
Mengingat sejarah dan belajar darinya akan membuat refleksi pada sebuah
tujuan dan merupakan titik balik menuju suatu kebangkitan. Sejarah yang
dispesifikasi ke dalam kajian filsafati pendidikan akan menjadi perbandingan. Karena
perubahan akan semakin mudah bila belajar dari perbandingan dan kesalahan masa
lalu. Demikian halnya dalam aspek pendidikan, sejarah dibutuhkan sebagai bahan
pembelajaran dan refleksi untuk perbaikan sistem pendidikan yang lebih baik dan
berkualitas.

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian
sebelumnya, penulis merumuskan masalah yang sekaligus akan menjadi batasan
dalam pembahasan makalah ini. Adapun rumusan masalah yang dimaksud, yaitu:
1. Bagaimana periodisasi dari historis pendidikan yang terjadi di dunia dan di
Indonesia?
2. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan dunia jika ditinjau dari aspek
ontologi, epistimologi, aksiologi, serta implikasinya untuk Pendidikan di
Indonesia?
3. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan Indonesia jika ditinjau dari aspek
ontologi, epistimologi, aksiologi, serta implikasinya untuk Pendidikan dewasa
ini?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui periodisasi historis pendidikan dunia dan Indonesia sebagai bahan
tambahan wawasan dalam meningkatkan pemahaman pendidikan
2. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan dunia yang berkontribusi dalam
perkembangan dunia pendidikan serta implikasinya terhadap pendidikan di
Indonesia
3. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan Indonesia yang berkontribusi dalam
perkembangan dunia pendidikan serta implikasinya terhadap pendidikan di
Indonesia

D. Manfaat Penulisan Makalah


Disamping tujuan yang hendak dicapai, penulis juga menginginkan
kebermanfaatan dari penulisan makalah ini. Adapun manfaat yang dimaksud, yaitu:

1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan pemahaman terhadap


materi yang dibahas, terutama pendalaman mengenai filsafat pendidikan para
tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia dan di dunia.
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang tokoh-tokoh pendidikan serta
materi perkembangan pendidikan secara khusus yang terjadi di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas tentang Historis Pendidikan


1. Pendidikan Dunia
Pidarta (2007: 110) menjelaskan tentang perjalanan pendidikan dunia yang
telah berlangsung mulai dari zaman Hellenisme (150 SM -500), zaman pertengahan
(500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi (1600an).
Namun pendidikan pada zaman ini belum cukup memberikan kontribusinya.
Sejarah pendidikan dunia yang banyak dibahas dalam beberapa literatur
mengemukakan tentang periodisasi pendidikan dunia yang terdiri dari:
a) Zaman Realisme
 Tokoh-tokoh zaman ini ialah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
 Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui
penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi pengiinderaan
(Mudyahardjo, 2008: 117)
b) Zaman Rasionalisme
 Tokoh pada zaman ini adalah John Locke
 Aliran ini memberikan kekuasaan kepada manusia untuk berpikir sendiri
dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan
pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya.
c) Zaman Naturalisme
 Tokoh pendidikan pada zaman ini ialah J.J. Rousseau
 Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar seperti korupsi, gaya
hidup yang dibuat-buat dan sebagainya.
 Aliran ini menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-
kebutuhannya, dan dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri.
d) Zaman Developmentalisme
 Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan
jiwa sehingga sering disebut sebagai gerakan psikologis dalam pendidikan
 Tokohnya ialah Pestalozzi, Johan Frederich Herbart, Stanley Hall
e) Zaman Nasionalisme
 Dibentuk sebagai upaya membentuk patriot bangsa dalam
mempertahankan bangsa dari kaum imperialis
 Tokohnya adalah La Chatolais, Fichte, dan Jefferson
f) Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
 Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat
kedudukan penguasa/pemerintahan, dipelopori oleh Adam Smith
 Positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera
sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah, tokohnya
August Comte
g) Zaman Sosialisme
 Aliran ini berpendapat bahwa masyarakat memiliki arti yang lebih penting
daripada individu. Oleh karena itu pendidikan harus diabdikan untuk
tujuan-tujuan sosial
 Tokohnya Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey

2. Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman Hindu Budha, kemudian diikuti
oleh perkembangan pengaruh Islam, zaman penjajahan, hingga zaman kemerdekaan.
Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman
tersebut, yaitu
a) Zaman Hindu Budha
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut.
Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan
beragama Hindu dan Budha
b) Zaman Pengaruh Islam
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan
penyebaran Islam di nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan. Pendidikan Islam ini tidak diselenggarakan secara terpusat,
namun banyak diupayakan secara perorangan.
c) Zaman Pengaruh Nasrani (Katolik dan Kristen)
Orde ini mempunyai organisasi pendidikan yang seragam, sama di mana pun,
dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang
ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
d) Zaman Kolonial Belanda
Sejalan dengan Politik Etis yang dijalankan belanda, tampak kemajuan yang
lebih pesat dalam bidang pendidikan. Tokoh-tokoh pendidik pada zaman ini
ialah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Ahmad Dahlan.
e) Zaman Kolonial Jepang
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari
penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di
kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari.
f) Zaman Kemerdekaan
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan.
g) Zaman Orde Lama
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya
baik di dalam maupun di luar
h) Zaman Orde Baru
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumahtangga, sekolah dan masyarakat
i) Zaman Reformasi
Dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya
Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga
kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas
profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi
pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).

B. Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia dan Implikasinya terhadap Dunia


Pendidikan
1. Plato
a. Biografi
Plato atau Aristokles lahir sekitar 427 SM dari keluarga terkemuka Athena.
Ayahnya bernama Ariston, dan Ibunya bernama Periktione. Plato adalah filsuf
Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles ini
terkenal dengan ajarannya mengenai cita-cita. Filsafat pendidikan Plato adalah
perenialisme.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Pendidikan merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu
ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan pendidikan orang akan mengetahui apa
yang benar-apa yang tidak benar, apa yang baik-apa yang jahat, apa yang patut-apa
yang tidak patut. Maka dapat disimpulkan pendidikan menurut Plato adalah
membebaskan dan memperbaharui.
 Epistimologis
Anak laki-laki dan perempuan mendapatkan pendidikan yang sama.
Lingkungan pendidian anak harus indah, tetapi sederhana. Erawati (2012)
menguraikan kerangka pendidikan menurut Plato sebagai berikut:
a. Sejak lahir sampai usia tujuh tahun anak banyak mendapatkan pendidikan
fisik. Mereka harus menyimak dongeng dan puisi yang terpilih. Negara yang
menyensor materi yang disajikan pada anak. Mainan yang sesuai disediakan,
anak dididik dengan tegas, tetapi dengan kelembutan. Kecerdasan dan
ketangkasan fisik secara harmonis dibentuk.
b. Usia 7-13 tahun aktivitas intelektual dan fisik dijalankan secara bersamaan
c. Usia 20 tahun pendidikan khusus mulai dilakukan dengan seleksi yang ketat
d. Usia 30 tahun dilakukan seleksi lagi untuk pendidikan selanjutnya selama
lima tahun.
Materi level lebih tinggi meliputi matematika, astronomi, harmoni, dan sains
untuk 10 tahun pertama, belajar filsafat pada lima tahun terakhir. 15 tahun kemudian
mengabdi pada negara. Ketika usia 50 tahun mereka belajar filsafat dalam sisa
hidupnya. Pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi Plato, karena anak merupakan
milik negara bukan orang tua. Plato lebih menekankan pengembangan intelektual,
kurang mengembangkan jasmaniah.
 Aksiologis
Tujuan pendidikan adalah
1) Membentuk manusia yang utuh, yakni yang berhasil menggapai segala keutamaan
moralitas jiwa yang mengantarnya pada ide tertinggi yaitu kebajikan, kebaikan,
dan keadilan.
2) Menemukan kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga menjadi
seorang warga negara yang baik, dalam suatu masyarakat yang harmonis,
melaksanakan tugasnya secara efisien menurut kelas-kelasnya.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Plato dengan karya terbesarnya Republik saat beliau berusia 40 tahun.
Republik menggambarkan negara yang ideal dan kerangka sistem pendidikan baik
untuk warga Sparta maupun Athena. Plato juga membagi kelompok warga negara
menjadi tiga kelas, yaitu 1) Masyarakat awan; 2) Kelompok tentara atau penjaga; 3)
Pemerintah.
Plato mengutarakan kutipan, yaitu “apabila pikiran dididik, maka orang
tersebut akan bisa memperhatikan jasmaninya karena jiwa yang baik meningkatkan
kondisi jasmaniah”. Plato berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
menghimpun seluruh kekuatan manusia menjadi kerjasama harmonis. Hal ini
memperlihatkan bahwa skema pendidikan Plato berpusat pada gagasan mengenai
warga negara adalah milik negara, dan tujuan utama pendidikan adalah menyesuaikan
kualifikasi individu untuk mengabdi pada negara.
Plato merupakan seorang ilmuwan yang menggagas pertama kali skema
pendidikan yang sistematis dalam sejarah (first systematic of education in history).
Sedangkan Aristoteles mengumandangkan pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
menurutnya mencakup menumbuhkan jasmani, karakter, dan intelektualitas.
Pembelajaran mulai serius dimulai sejak anak berusia tujuh tahun. Perempuan
dibolehkan untuk mengenyam pendidikan supaya dapat mendidik anak-anak.
Berdasarkan pandangan pendidikan Plato, seyogyanya pendidikan dijadikan
pijakan konkrit dalam upaya membangun karakter bangsa. Plato menempatkan
kebijakan intelektual di tempat tertinggi. Dalam rencana pendidikannya dikemukakan
dan ditekankan pula kebijakan moral dan latihan kemauan.

2. Maria Montessori
a. Biografi
Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle. Maria
mempunyai minat dan bakat yang besar terhadap matematika, sehingga orang tuanya
mengirimnya ke Roma. Ia menekuni bidang mesin, kemudian biologi dan akhirnya
bidang kedokteran. Setelah lulus ia bekerja di klinik psikiater, pekerjaannya banyak
berhubungan dengan masalah cacat mental, sehingga mengantarkan ia pada gagasan-
gagasannya tentang pendidikan.
Pada tahun 1909 ia menerbitkan Scientific Pedagogy as Applied to Child
Education in the Children Houses. Selama hidupnya Maria Montessori yakin bahwa
pendidikan dimulai sejak bayi lahir, bahkan tahun-tahun awal kehidupannya
merupakan masa-masa formatif yang paling penting baik fisik maupun mental anak.
Dr. Montessori meninggal di Belanda pada 1952 pada umur 81 tahun. Setelah
kematiannya anak laki-lakinya menggantikan kedudukannya sebagai direksi
Association Montessori Internationale yang berpusat di Amsterdam.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Bagi pendidikan ala Montessori manusia adalah mahluk yang aktif beraksi,
pintar, mampu berbahasa, kreatif, mahluk sosial, memiliki sensitifitas waktu,
emosional, berjenis kelamin, religious dan moralis, sadar akan diri sendiri dan
memiliki indera. Maria Montessori dari hasil penyeledikannya mempercayai bahwa
anak-anak tidak saja memiliki sifatnya masing-masing tapi juga memiliki
perkembangan karakter jiwa yang individual.
 Epistimologis
Pendekatan yang menjadi ciri khas Montessori berfokus pada tugas guru
dalam mengamati anak saat memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep
atau keterampilan tertentu. Awalnya perhatian beliau lebih kepada anak usia pra
sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang masuk SD, ia
mengembangkan penelitiannya pada anak-anak masa remaja hingga jenjang
menengah dan pendidikan tinggi.
Metode Montessori menekankan pada aktivitas pengerahan diri pada anak dan
pengamatan dari guru. Dalam artian menekankan pentingnya penyesuaian dari
lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik
dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Kemudian ciri lainnya
adalah penggunaan peralatan otodidak untuk memperkenalkan berbagai konsep.
 Aksiologis
Menurut Maria Montessori, jawaban tujuan pendidikan ada dalam diri anak
itu sendiri, rancang bangun individu setiap manusia harus dibiarkan berkembang agar
dengan begitu setiap manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat
mengurus yang menjadi tugas kemasyarakatannya.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Maria Montessori seorang pendidik bekebangsaan Italia mengemukakan teori
tentang hukum masa peka pada hukum perkembangan manusia Menurutnya masa
peka merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah sekali
dipengaruhi dan dikembangkan (Desmita, 2011: 17). Beliau mengemukakan teori
tentang anak, yaitu:
“Jika pendidikan mengenali nilai intrinsik dari kepribadian seorang anak,
maka memberikan nuansa yang tepat bagi pertumbuhan spiritualnya, kita
menyingkapkan anak yang sama sekali baru, dimana karakternya yang memukau
pada akhirnya dapat menyumbang kepada dunia yang lebih baik”.
Teori ini menjelaskan mengenai eksistensi anak sebagai suatu masa yang
sangat esensial bagi keseluruhan hidupnya. Beliau juga menegaskan tentang konsep
Child’s Self-Construction yang menyatakan bahwa anak membangun sendiri
perkembangan jiwanya. Sensitive period menyatakan usia anak dini adalah masa
peka, absorbent mind serta pada masa anak usia dini memiliki jiwa penyerap berbagai
pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Teorinya berkontribusi terutama dalam
pendidikan anak usia dini.

3. B.F Skinner
a. Biografi
Burrhusm Frederic Skinner lahir di Susquehanna, Pennsylvania 20 Maret
1904, meninggal di Massachusetts, 18 Agustus 1990 pada umur 86 tahun. Beliau
adalah seorang psikolog Amerika yang terkenal dengan teori behaviorisme. Skinner
menempuh pendidikan dalam bidang bahasa inggris dari Hamilton College.
Kemudian meneruskan pendidikan dalam bidang psikologi di Universitas Harvard.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya.
Sistem tersebut dinamakan “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning) atau
teori pembiasaan perilaku. Setiap makhluk hidup pasti selalu berada dalam proses
bersinggungan dengan lingkungannya. Di dalam proses itu, makhluk hidup menerima
rangsangan atau stimulan tertentu yang membuatnya bertindak sesuatu.
 Epistimologis
Skinner membagi dua metode tentang bagaimana guru melakukan pelajaran,
yaitu 1) manajemen kontingensi, merupakan penggunaan penguatan positif secara
hati atau pemberian penghargaan kepada siswa merupakan kebalikan dari pemberian
hukuman; 2) pengajaran terprogram, mengarahkan siswa apa yang harus dilakukan
dan apa yang baik untuk mereka. Hakekat dari metode ini merupakan hubungan
dengan keberhasilan siswa. Skinner menyebutkan macam-macam penguatan positif
mulai sistem ‘kredit poin’ sampai dengan ungkapan guru. Agar efektif metode ini
harus memberikan penghargaan secara konsisten.
 Aksiologis
Tujuan yang tepat dari ilmu pengetahuan tentang manusia menurut Skinner
adalah memprediksi dan mengendalikan tingkah laku manusia. Pengendalian harus
dilakukan tidak kepada manusianya secara langsung tetapi kepada lingkungannya.
Jika tingkah laku merupakan sebuah respon terhadap lingkungan, rangsangan
lingkungan yang diubah akan membawa kepada tingkah laku yang dirubah pula.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Dalam pandangan Skinner pemberian penghargaan hendaknya dilakukan
untuk memberikan penguatan terhadap siswa. Beliau bertahan pada pendapatnya
bahwa belajar adalah performance. Program pengajaran merinci belajar ke dalam
langkah-langkah kecil, sementara gerakan tujuan tingkah laku mempunyai target
proses pengajaran pada penampilan skala kecil.
Pada eksperimennya Skinner menggunakan seekor tikus sehingga
menghasillkan teori Stimulus Respon (S-R) dan operant conditioning. Kelemahan
dalam teori Skinner adalah proses belajar itu dipandang sebagai sesuatu yang dapat
diamati, padahal belajar adalah kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar
kecuali sebagai suatu gejala. Disamping itu proses belajar manusia yang dianalogikan
dengan perilaku hewan sangat tidak diterima mengingat mencoloknya fisik dan
psikis.

4. Jean Piaget
a. Biografi
Jean Piaget adalah seorang psikolog berkebangsaan Swiss yang tertarik pada
dunia pendidikan karena merasa tidak puas dengan teori pada ahli pendidikan yang
sudah ada. Piaget lahir pada 1896 dan meninggal pada 1980. Peranan Piaget di dunia
pendidikan semakin besar setelah menduduki jabatan sebagai Direktur International
Bureau of Education (IBE) pada 1929. Sejak saai itu Piaget banyak menulis tentang
pendidikan umum.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Pendidikan merupakan penghubung dua sisi, disatu sisi individu sedang tumbuh dan
disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk
mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang,
perkembangan ini bersifat kausal (sebab akibat). Namun terdapat komponen normatif, juga
karena pendidik menuntut nilai. Nilai ini adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk
dalam mengindentifikasi apa yang diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang. Jadi, pendidikan
adalah hubungan normatif antara individu dan nilai.
 Epistimologis
Peran guru adalah mengaktualkan yang masih kuncup dan mengembangkan lebih
lanjut apa yang sedikit atau baru sebagian teraktualisasi, semaksimal mungkin sesuai dengan
kondisi yang ada. Jean Piaget, merumuskan konsep pendidikan dasar yaitu pendidikan yang
menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, meskipun suatu penciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang lain.
 Aksiologis
Pendidikan secara umum berfungsi membantu siswa dalam pengembangan dirinya,
yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang
positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan
pengetahuan atau nilai atau pelatihan ketrampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan
apa yang secara potensi dan aktual telah dimiliki siswa, sebab siswa bukanlah gelas kosong
yang harus diisi dari luar.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Piaget berpendapat bahwa memaksa merupakan metode mengajar yang paling
buruk, karena tanpa paksaan siswa akan merekontruksi apa yang dipelajarinya
(inquiry). Kemudian Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi
4 tahap, yaitu
1. Tahap sensori-motorik (sejak lahir sampai usia 2 tahun)
(refleks instinktif, pemikiran simbolis, pengoordinasian pengalaman)
2. Tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun)
(mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar)
3. Tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun)
(berpikir secara logis tentang peristiwa konkret dan pengklasifikasian benda)
4. Tahap operasional-formal (usia 11 tahun ke atas)
(berpikir abstrak, logis, dan lebih idealistik)
(Desmita, 2011: 101)

Piaget sebenarnya tidak banyak menulis tentang pendidikan dan secara


langsung tidak bermaksud memberikan semacam sugesti kepada guru serta penerapan
teori-teorinya di dalam ruangan kelas. Meskipun demikian dalam perkembangan
selanjutnya teori Piaget ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan
penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Banyak guru mendapatkan
inspirasi dari teori Piaget dalam mendesain kurikulum dan memilih strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didiknya.
Teresa M.McDevitt dan Jeanne Ellis Ormod (dalam Desmita, 2011: 112)
menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru sekolah, yaitu
1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen
terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam
2. Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah
3. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam
menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana
pelajaran
4. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi
para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat
kelas yang berbeda
5. Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan
kepercayaan dengan siswa lain

Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak


memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan
pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis. Dalam artian
interaksi dengan teman sebaya akan memungkinkan siswa menguji pemikirannya,
merasa tertantang, menerima umpan balik, dan melihat bagaimana orang lain
mengatasi masalah.
Teori Piaget cocok dengan pendidikan di Indonesia yang bercorak demokratis,
meski tidak sepenuhnya di Indonesia bisa menjalankan teori belajar kontruktivisme
sepenuhnya seperti teori Piaget. Namun Kurikulum KTSP 2006 sudah merupakan
awal pembelajaran dengan konsep kontruktivisme.

5. Benjamin S. Bloom
a. Biografi
Benjamin S. Bloom lahir pada 21 Februari di Lansford Pennsylvania dan
meninggal pada 13 September 1999. Ia adalah seorang guru, penasihat pendidikan
dan ahli psikologi pendidikan. Pekerjaan pertamanya sebagai instruktur di
Departemen Pendidikan di University of Chicago pada 1944 dan menjadi Professor
pada 1970 kemudian menjabat sebagai penasihat pendidikan pemerintah Israel, India,
dan banyak negara lain. Pada tahun 2001 Bloom bekerjasama dengan David
Krathwohl dan menulis A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Manusia memiliki potensi sesuai dengan ranah atau kawasan yang ada
padanya. Kemampuan belajar tersebut dapat diasah berdasarkan ranah atau kawasan
tersebut.
 Epistimologis
Pendidikan menurut teori Benjamin S Bloom terbagi menjadi 3 yaitu Ranah
Kongnitif, Afektif dan Psikomotorik. Teori Benjamin S Bloom dijadikan acuan untuk
mengetahui tercapainya tujuan pendidikan berupa adanya perubahan pengetahuan,
sikap dan gerak pada setiap peserta didik.
 Aksiologis
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif), mengasah perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
2) Affective Domain (Ranah Afektif) membentuk perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri.
3) Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) melatih perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoperasikan mesin.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Konsep taksonomi Bloom memang sudah mengemuka di dunia pendidikan.
Teori tersebut dikembangkan dalam rangka mengklasifikasikan tujuan pendidikan
dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Konsep tersebut
mengalammi perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta
teknologi. Revisi yang dilakukan oleh Lorin Anderson pada 1990 terkait perubahan
kata kunci, pada kategori kata benda menjadi kata kerja.
Gambar 2.1 Perubahan Taksonomi Bloom
Sumber: Suyitno, 2009

Taksonomi Bloom mengenai sasaran pendidikan ranah kognitif merupakan


model yang sederhana untuk diterapkan dalam kerangka kurikulum, termasuk di
Indonesia. Siswa dapat mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir
mereka dan guru dapat bersikap adil dengan tidak memisahkan anak berbakat dari
anak yang lain. Guru hanya perlu menyesuaikan jumlah waktu untuk setiap tingkat
taksonomi dengan tingkat kemampuan anak

C. Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia dan Implikasinya terhadap


Pendidikan di Indonesia
1. R. A Kartini
a. Biografi
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 Apil 1879. Beliau adalah seorang
tokoh pahlawan nasional Indonesia dari suku Jawa. Raden Ajeng Kartini berasal dari
bangsa priyayi. Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai usia 12
tahun. Di sisi lain Kartini belajar Bahasa Belanda. Ia juga banyak membaca surat
kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima
leestrommel paket majalah yang diedarkan took buku kepada langganan. Diantaranya
terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahaun yang cukup berat. Kartini banyak
membuat tulisan dan mengutip kalimat. Perhatiannya tersorot pada emansipasi wanita
agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari
gerakan yang lebih luas.
b. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan
salah satu contoh kontribusi wanita dalam sejarah. Kartini mendobrak kondisi yang
memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain itu
beliau juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak. Kartini dalam memajukan
pendidikan Indonesia tertuang dalam karya nya “Door Duisternis Tot Licht”, yang
diartikan sebagai ‘habis gelap terbitlah terang’.
Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam pendidikan
Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus mempunyai pemikiran
jauh ke depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal penting. Pendidikan akan
mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa. Kartini konsisten mengemukakan
pentingnya pendidikan yang mengasah budi pekerti, atau yang kita kenal sebagai
pendidikan karakter pada masa sekarang.
Kartini mengatakan bahwa pendidikan ittu janganlah hanya akal saja yang
dipertajam, tetapi budi pekerti pun harus dipertinggi. Sekolah diperlukan dalam
memajukan pendidikan. Pendidikan di sekolah juga harus dibarengi dengan
pendidikan di keluarga. Untuk para guru di sekolah, kartini berharap guru tidak hanya
mengajar semata, tetapi juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya berjudul
‘Berilah Orang Jawa Pendidikan’ Kartini dengan tegas mengatakan “guru-guru
memiliki tugas rangkap: menjadi guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan
pendidikan rangkap itu, yaitu pendidikan pikiran dan budi pekerti”
Bagi Kartini mendidik perempuan merupakan kunci peradaban, karena
perempuan yang akan mendidik anak-anak (generasi muda). Beliau juga memiliki
pemikiran tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah berkewajiban
meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran
perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan
cerdas. Namun Kartini juga tidak lantas membatasi pendidikan yang normatif, beliau
memberi kebebasan kepada siswa untuk berpikir dan mengutarakan pendapat. Bahan
bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena bahan bacaan atau yang sekarang ini kita
artikan sebagai sumber belajar merupakan alat pendidikan yang diharapkan banyak
mendatangkan kebajikan. Anak-anak hendaknya diberi bahan bacaan yang
mengasyikkan, bukan karangan kering yang semata-mata ilmiah.

2. K.H Ahmad Dahlan


a. Biografi
K.H Ahmad Dahlan adalah tokoh pendidikan Indonesia sekaligus pendiri
Muhammadiyah. Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912. Dasar tujuan
pendidikan Muhammadiyah, yaitu ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Sunnah Rasul. Dalam usaha penyelenggaraan pendidikan,
b. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan pesantren, karena pada saat
itu pesantren cenderung mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah umum seperti sekolah yang
diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada sekolah-sekolah khusus keislaman.
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah ialah pada 1921, yaitu Al-
Islamul Arqo, kemudian diubah menjadi Hooger Muhammadiyah School, dimana
pada 1923 menjadi Kweekschool Islam. Pada tahun 1924 sekolah tersebut dipisahkan
antara murid laki-laki dan perempuan, yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi
Muallimien Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat
Muhammadiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).
Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul Athfal) didirikan pada tahun
1926, HIS met de Quran pertama kali didirikan pada tahun 1923 di Jakarta, tahun
1926 di Kudus, dan tahun 1928 di Aceh. Selanjutnya Muhammadiyah juga
mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool, Verpolgschool, Schakelschool.
Jadi pada dasarnya Muhammadiyah mendirikan sekolah sesuai dan sama dengan
sekolah-sekolah Belanda.
Alasan yang melatarbelakangi sebab-sebab munculnya gagasan modernisasi
K.H Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam, yaitu karena lembaga pendidikan barat
yang cenderung sekuler dengan menjadikan murid sekedar bisa menjadi pegawai
pemerintah, serta lemahnya lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam yang
belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai dengan tuntutan pada zaman itu. Di
dalam pendidikan dan pengajaran agama islam KH Ahmad Dahlan menanamkan
keyakinan dan faham tentang Islam yang utuh. Penerapan gagasan modernisasi
pendidikannya telah membawa hasil yang tak ternilai. Sumbangan pemikirnnnya
yaitu dengan usaha-usaha yang direalisasikan melalui:
a. Memasukkan pelajaran agama Islam ke dalam lembaga pendidikan milik
kolonial Belanda
b. Penerapan sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat dalam lembaga
pendidikan Islam
c. Memadukan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum
(Pribadi, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung PT Remaja


Rosdakarya

Erawati, M. (2012). Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil. Tidak diterbitkan

Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-


Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis Pendidikan. Dalam Sub


Koordinator MKDP Landasan Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI

Suryadi, A. (2014). Pendidikan Indonesia menuju 2025. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak


Diterbitkan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai