DARA MALAHAYATI
0806456985
DARA MALAHAYATI
0806456985
iv
8) Seluruh teman dan sahabat yang selalu memberikan semangat dan
membantu saya selama proses praktik profesi sampai menyelesaikan karya
ilmiah akhir;
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan kedepannya.
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah
ini :
Nama : Dara Malahayati
NPM : 0806456985
Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis : Karya Ilmiah Akhir
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal :
Yang menyatakan
(Dara Malahayati)
vi
ABSTRAK
Kata kunci:
Demensia, kerusakan memori, lansia, stimulasi kognitif
Key Words:
dementia, cognitive stimulation, impaired memory, older adults
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
ix Universitas Indonesia
3.3 Implementasi .................................................................................... 26
3.4 Evaluasi ............................................................................................. 28
5 PENUTUP ............................................................................................. 39
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 39
5.2 Saran ............................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
x Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Proses penuaan merupakan suatu proses perubahan fisik dan tingkah laku yang
mulai muncul ketika seseorang memasuki usia tahap perkembangan akhir. Oleh
karena itu, teori mengenai proses penuaan dikelompokkan menjadi kelompok
besar dilihat dari teori biologis dan teori psikososial (Stanley &Beare, 2007).
Teori biologis mencoba menjelaskan proses penuaan secara fisik, termasuk
perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia, dan kematian. Dari
segi teori psikososial, penjelasan mengenai proses penuaan lebih dipusatkan pada
perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia.
1 Universitas Indonesia
2
Prevalensi kasus demensia pada tahun 2005 di kawasan Asia Pasifik mencapai
13,7 juta jiwa dan diprediksikan akan bertambah pada tahun 2050 menjadi 64,6
juta jiwa. Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensi
demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan
Jepang (Alzheimer's Disease International, 2006). Di Swedia dan Spanyol
Universitas Indonesia
3
prevalensi demensia sebesar 16,3% pada lansia yang berkunjung ke primary care.
Hasil penelitian di Semarang tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi kejadian
tersebut di daerah perkotaan cukup tinggi yaitu 16%, hal ini menunjukkan tidak
berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh di negara-negara maju lainnya
(Suryadi, 2004). Dengan demikian terlihat bahwa prevalensi terjadinya demensia
baik di Indonesia maupun di kawasan Internasional juga cukup besar dan salah
satu penyebab munculnya gejala demensia pada lansia dapat diakibatkan dari
penyakit vaskuler.
Aliran darah ke otak mengalami gangguan akibat adanya kerusakan pada area
otak saat seseorang mengalami stroke. Hal ini akan mempengaruhi fungsi
neurologis yang berpusat di otak, mulai dari kognitif, memori, bahasa, bahkan
motorik dapat terganggu tergantung area mana yang banyak mengalami kerusakan
(Stanley & Beare, 2007). Walaupun tidak semua orang yang mengalami stroke
juga mengalami gejala demensia, namun risiko munculnya gejala demensia juga
besar pada penderita post stroke. Munculnya gejala demensia berbeda-beda pada
tiap tahapannya (Stanley &Beare, 2007; Ebelsor, 2005). Pada tahap awal, lansia
mulai mengalami hilangnya memori terbaru yang menyebabkan kesulitan dalam
menerima informasi baru dan disorientasi tempat serta waktu.
Universitas Indonesia
4
Gejala semakin diperburuk dengan adanya gangguan memori saat ini dan masa
lalu. Selain itu gejala apraksia, agnosia, afasia, diorientasi semakin buruk, terjadi
gangguan siklus tidur, mulai terjadi inkontinensia, mulai depresi dan gelisah, serta
kemungkinan halusinasi muncul pada tahap pertengahan demensia (Stanley
&Beare, 2007; Ebelsor, 2005; Hoffman & Platt, 2001). Di tahap akhir, gejala
demensia jika tidak diatasi akan semakin memperparah perubahan perilaku dan
kerusakan intelektual lansia mulai dari kemampuan kognitif, daya inget dan
memori jangka panjang dan pendek, kesulitan berkomunikasi, penurunan
kemampuan perawatan diri, nafsu makan menurun, gangguan siklus tidur semakin
parah, inkontinensia usus dan kandung kemih mulai terjadi, bahkan gangguan
mobilisasi pada lansia(Stanley &Beare, 2007; Ebelsor, 2005). Gejala yang muncul
pada setiap tahapan demensia, sedikit banyak mempengaruhi aktivitas lansia
sehari-hari.
Berdasarkan dari gejala yang muncul di setiap tahapannya, jika demensia tidak
ditangani sejak awal maka masalah yang dapat muncul antara lain kerusakan
memori, gangguan mobilisasi, peningkatan risiko jatuh, gangguan tidur, gangguan
nutrisi, dan juga masalah perawatan diri lansia (Stanley &Beare). Risiko
munculnya masalah-masalah tersebut akan membuat lansia sangat ketergantungan
dengan orang lain dan cenderung menarik diri karena tidak dapat melakukan
aktivitasnya dengan maksimal (Hoffman & Platt, 2001). Oleh karena itu, perlu
dilakukannya identifikasi awal dan penanganan segera untuk mengatasi demensia.
Teridentifikasinya gejala demensia pada tahap awal dapat mencegah
memburuknya kerusakan yang ada sehingga meningkatkan kualitas hidup lansia
menjadi lebih baik dan memiliki kemampuan yang maksimal.
Penggunaan strategi adaptif selain terapi obat yang diberikan juga sangat
diperlukan oleh penderita demensia. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif lansia salah satunya dengan stimulasi
kognitif. Stimulasi kognitif merupakan intervensi yang dilakukan kepada lansia
dengan demensia melalui kegiatan yang menyenangkan dan menstimulasi
kemampuan berpikir, berkonsentrasi dan juga melatih memori (Thomason, 2012).
Universitas Indonesia
5
Karakterstik masyarakat perkotaan yang sangat dinamis menjadi salah satu faktor
tersisihkannya kelompok lansia. Kesibukan dan ketidakmampuan keluarga secara
Universitas Indonesia
6
Peran serta perawat seharusnya akan semakin baik dalam pemberian intervensi
ketika dapat memberikan arahan terkait gejala umum demensia kepada caregiver
sehingga intervensi yang dilakukan dapat bersinergis dan lebih efektif (Ebelsor,
2005; Potter & Perry, 2005). Dengan demikian terlihat peran perawat sebagai
educator sekaligus pemberi pelayanan secara langsung yang dijalankan saat
melakukan asuhan keperawatan bagi lansia demensia dengan kerusakan memori.
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
43 Universitas Indonesia
10
molekul sel dari sistem saraf dan sistem endokrin (Stanley &Beare, 2007). Para
ahli menyatakan bahwa penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan
dalam sekresi hormon tertentu dan memiliki dampak pada reaksi yang diatur oleh
sistem saraf. Salah satu area neurologis yang mengalami gangguan secara
universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses, dan bereaksi pada perintah. Oleh karena itu, lansia sering diidentikan
dengan perilaku yang mulai lambat, tidak kooperatif, dan berespon lambat.
Kehilangan dan penyusutan neuron dengan potensial 10% biasanya terjadi pada
usia 80 tahun keatas (Stanley & Beare, 2007). Distribusi neuron kolinergik,
norepinefrin, dan dopamine yang tidak seimbang dikompensasi oleh hilangnya
sel-sel, mengakibatkan penurunan intelektual. Peningkatan kadar monoamine
oksidase dan serotonin disertai dengan menurunnya norepinefrin dihubungkan
dengan depresi yang dialami oleh lansia. Penurunan dopamine dan beberapa
enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis
fungsional. Secara fungsional, terjadi perlambatan pada aktivitas gerak motorik
lansia. Hal ini dipengaruhi pula oleh melemahnya reflek tendon yang
Universitas Indonesia
11
Hasil statistik penduduk 2010 menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami lansia
mencakup 17,6% gangguan melihat, 12,8% mendengar, 12,5% berjalan, 9,3%
konsentrasi, dan 7,3% mengurus diri sendiri(BPS, 2011). Faktor lingkungan dan
gaya hidup selama masa muda sangat berpengaruh pada perkembangan kesehatan
lansia. Lansia yang memiliki kebiasaan merokok, tidak mengontrol pola makan,
memiliki tingkat stres yang tinggi tanpa diimbangin dengan koping yang
maladaptif dapat meningkatkan risiko munculnya masalah kesehatan. Faktor-
faktor tersebut tidak hanya beresiko pada lansia di pedesaan namun juga di
perkotaan. Lingkungan perkotaan yang sudah mulai banyak polusi, mobilitasnya
tinggi, dan ruang gerak terbatas untuk berolahraga menjadikan lansia memiliki
risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan.
Universitas Indonesia
12
Perubahan konsep struktur keluarga yang ada di masyarakat perkotaan dari yang
awalnya extended family menjadi nuclear family juga mempengaruhi
berkurangnya peran serta keluarga dalam merawat kelompok lansia (Peplau &
Perlman dalam Najjah, 2009). Selain itu, kurang maksimalnya perhatian dan
pelayanan yang dapat diberikan keluarga karena faktor kesibukan dan tingginya
tingkat aktivitas masyarakat perkotaan menjadi faktor pendukung semakin
banyaknya lansia yang memilih untuk tinggal di panti werdha. Oleh karena itu, di
daerah perkotaan mulai muncul pilihan tempat lain bagi lansia selain bersama
keluarganya yaitu panti werdha. Adanya panti werdha tidak terlepas dari adanya
peningkatan usia harapan hidup dan pelayanan kesehatan khususnya di daerah
perkotaan.
Panti werdha merupakan salah satu alternatif tempat tinggal bagi kelompok lansia
untuk menghabiskan masa tuanya khususnya di daerah perkotaan. Berdasarkan
teori mengenai alternatif tempat tinggal bagi lansia, panti werdha secara fisik
termasuk residential care. Residential care merupakan sebuah bangunan tempat
tinggal bersama, berupa asrama yang di dalamnya terdapat staf medis untuk
menjaga dan membantu lansia agar tetap dapat melakukan aktifitas sehari-hari
(Parker, 1988).
Pilihan panti werdha sebagai tempat tinggal lansia di masa tuanya menimbulkan
pro dan kontra tersendiri bagi sebagian masyarakat. Sebagian masyarakat yang
berpandangan bahwa diakhir usianya tempat yang paling ideal untuk lansia yaitu
berada di tengah keluarga dan panti werdha dinilai sebagai tempat mengisihkan
Universitas Indonesia
13
2.2 Demensia
2.2.1. Definisi Demensia
Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan gejala
penyakit yang menyebabkan penurunan secara progresif dari kemampuan dan
fungsi kognitif seseorang (Commonwealth of Australia, 2006). Demensia juga
dapat didefinisikan sebagai kondisi yang menggambarkan adanya kerusakan
kognitif global ang biasanya bersifat progresif dan mempengaruh aktivitas
kehidupan sehari-hari (Stanley &Beare, 2007; Hoffman & Platt, 2001). Kondisi
ini digambarkan secara luas mulai dari kehilangan memori, kemampuan
intelejensi, orientasi, kemampuan berhubungan sosial, dan berpengaruh juga pada
reaksi emosional. Gejala tersebut juga mempengaruhi perubahan fisik, sosial, dan
emosional dari baik dari kehidupan penderita demensia sendiri maupun keluarga
dan kerabat sekitar. Demensia bukanlah bagian dari proses penuaan secara
normal. Munculnya gejala demensia dapat disebabkan oleh beberapa faktor
penyakit pemicu.
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Gejala yang khas muncul pada penderita demensia tahap akhir yaitu mulai
terjadinya hiperoral dan gerakan tangan lebih aktif (Stanley &Beare, 2007).
Gangguan kognitif juga bertambah parah serta mulai mempengaruhi kerusakan
komunikasi verbal. Selain itu, penderita mengalami ketidakmampuan untuk
mengenali keluarga dan teman-temannya, melakukan perawatan diri secara
mandiri, dan penurunan imunitas yang menyebabkan meningkatnya risiko infeksi.
Aktivitas penderita demensia pada tahap akhir semakin terbatas karena gangguan
mobilisasi akibat hilangnya kemampuan untuk berjalan dan kaku otot.
Universitas Indonesia
16
diakibatkan oleh adanya kerusakan pada pusat serebral yang bertanggung jawab
untuk memproses stimulasi (Stanley & Beare, 2007). Adanya beban sensoris yang
berlebihan dapat diakibatkan oleh penurunan kemampuan klien untuk menanggapi
rangsangan dan merespon sesuatu. Oleh karena itu, lansia cenderung banyak yang
mengalami ketidakmampuan untuk menyimpan informasi baru.
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
televisi, atau bercerita mengenai satu tema. Kegiatan ini sebaiknya dijadikan
sebuah kebiasaan dengan tujuan agar otak tidak beristirahat secara terus menerus.
Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bagian ini akan menjelaskan mengenai hasil asuhan keperawatan lansia dengan
kerusakan memori yang terjadi pada salah satu Nenek NA di Wisma Bungur
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti. Pemaparan mengenai hasil
pengkajian diperoleh secara objektif dari data primer berupa keterangan werdha
yang bersangkutan, caregiver yang merawat, dan petugas kesehatan di sasana.
Selain itu, penulis juga mendapatkan data sekunder dari dokumentasi status
kesehatan werdha yang ada di klinik Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya
Bhakti. Laporan yang dipaparkan pada bab ini merujuk pada hasil proses
keperawatan mulai dari analisa data, rencana intervensi, implementasi dan
evaluasi yang didapatkan selama 7 minggu praktik.
43 Universitas Indonesia
21
riwayat hipertensi sejak tahun 1990 dan pernah berobat jalan penyakit liver pada
tahun 1950 di RS Persahabatan. Saat ini sejak mengalami stroke yang kedua
Nenek NA mengalami kesulitan mengingat memori jangka panjang dan pendek
serta kesulitan berkomunikasi. Ektremitas kanan baik atas maupun bawah pada
awal stroke yang kedua mengalami kelemahan namun 4 bulan terakhir sejak di
terapi menurut keterangan caregiver sudah banyak perubahan terutama dalam
mobilisasi dan berkomunikasi. Berdasarkan data pada status awal masuk diketahui
bahwa orang tuanya meninggal karena sakit, namun dirinya tidak mengetahui
penyakitnya apa lebih pada karena usianya sudah tua. Adik bungsu dan suaminya
juga memiliki riwayat dan meninggal karena stroke. Selama ini Nenek NA tidak
menganut keyakinan tentang kesehatan tertentu dan memilih untuk berobat ke
dokter dan pergi ke RS atau pelayanan kesehatan lain.
3.1.3. Aktifitas
Pola makan sehari-hari biasanya 3x dengan porsi ½ - ¾ yang disediakan oleh
orang dapur untuk werdha. Nenek NA biasanya tidak makan nasi terlalu banyak
dan hanya menghabiskan lauk, sayur, dan buahnya saja jika sesuai selera.
Biasanya untuk sarapan pagi dirinya jarang makan nasi hanya minum susu atau
makan kue. Nenek NA mampu makan sendiri namun masih dalam pengawasan
caregiver dan biasanya di kamar tidak ikut bergabung di ruang makan. Nenek NA
biasanya minum 1 gelas susu tiap pagi ± 250 cc. Air putih kurang lebih 6 gelas
ukuran ± 250 cc selama satu hari. Namun itu juga tidak rutin tergantung selera,
kadang minumnya sedikit.
Nenek NA biasanya sudah tidur dari pukul 20.00 WIB namun tidak langsung
terlelap biasanya masih sambil nonton TV dan bangun sekitar pukul 04.30. Pada
siang hari biasanya dirinya tidur sekitar pukul 12.30 setelah makan siang atau jika
sedang lelah setelah ikut kegiatan sekitar pukul 11.00 namun itu tidak rutin. Lama
tidur siang kurang lebih 1-2 jam. Nenek NA mengaku tidak ada keluhan untuk
tidurnya dan merasa tidur malamnya cukup. Pola BAB Nenek NA teratur setiap
pagi saat mandi dan tidak ada keluhan, konstipasi (-), diare(-). BAK >7x dalam
sehari, lebih banyak BAK pada malam hari.
Universitas Indonesia
22
Aktifitas harian Nenek NA selama di sasana antara lain senam, pengajian jika
sedang merasa tidak lelah dan kegiatan yang biasanya diadakan oleh mahasiswa
praktik. Kegiatan tersebut menjadi hiburan tersendiri bagi dirinya. Jika tidak
keluar kamar Nenek NA biasanya lebih banyak berbaring di tempat tidur,
menonton TV atau membaca buku novel bahasa Belanda yang beliau miliki.
Nenek NA beragama Islam namun sejak sakit dirinya mengaku jarang shalat
karena lupa cara shalat seperti berwudhu dan melakukan gerakan shalat.
Sebelumnya Nenek NA masih suka shalat di mushala namun jika sudah tidak kuat
dirinya memilih shalat di kamar.
Universitas Indonesia
23
Kondisi fisik bagian leher juga tidak ada pembesaran kelenjar, reflek menelan
masih baik, tidak tampak lesi. Pemeriksaan bagian thorax juga mendapatkan hasil
pengembangan dada baik, simetris, suara nafas normal, tidak ada suara ronchi,
wheezing, crackles, dan suara jantung terdengar normal bunyi jantung I-II. Pada
bagian perut telihat buncit, lemas, dan tidak tampak lesi. Keadaan ekstremitas
pada bagian kanan agak terganggu pasca serangan stroke kedua. Kelemahan
terlihat saat Nenek NA berusaha memegang sesuatu atau mengepalkan tangan
namun telapak tangan kanan agak kaku dan sakit jika dipaksakan menggenggam.
Selain itu dirinya juga mengatakan lemah dan tidak kuat jika bertumpu pada kaki
kanan. Hasil pengkajian kekuatan otot didapatkan 4443 4444
4443 4444
Nenek NA berjalan dengan langkah lambat, berpegangan pada benda atau dinding
saat berada di kamar dan sekitarnya namun jika pergi keluar wisma biasanya
dibantu caregiver menggunakan kursi roda. Hasil pengkajian Fall Morse Scale
didapatkan jumlah total 55 dengan interpretasi risiko jatuh tinggi. Selain itu,
berdasarkan hasil pemeriksaan Berg Balance Test didapatkan hasil bahwa Nenek
NA memiliki risiko jatuh sedang dan membutuhkan alat bantu jalan seperti
walker, tongkat, dan kruk. Selama tinggal di wisma dirinya mengatakan pernah
Universitas Indonesia
24
dua kali jatuh yaitu ketika ingin ke kamar mandi dan di depan pintu masuk
kamarnya namun itu sudah lama terjadinya.
Saat berinteraksi Nenek NA sering mengatakan dirinya banyak lupa dan merasa
bodoh karena tidak mampu mengingat nama ataupun mengenali benda-benda
yang ada disekitar. Nenek NA tampak sulit berkonsentrasi, berusaha mengingat
keras objek atau pengalaman masa lalu, kadang sulit menyebutkan kalimat dengan
teratur dan tampak terbata-bata. Selain itu, Nenek NA tidak mampu mengingat
nama diri sendiri, orang terdekat, hari, tanggal, bulan dan tahun serta kesulitan
untuk mengulang kembali informasi yang telah diberikan. Perlu adanya
pengulangan 4-5x untuk menyebutkan satu objek dan mengalami kesulitan untuk
menyebutkan susunan lebih dari dua angka. Hasil dari pemeriksaan kemampuan
kognitif melalui Mini Mental State Examination memiliki total skor 4 dengan
interpretasi mengalami gangguan kognitif. Pemeriksaan tingkat depresi melalui
Geriatric Depresion Scale juga dilakukan dan memiliki total skor 10 dengan
interpretasi depresi ringan.
Keadaan lingkungan kamar Nenek NA tampak agak sempit pada jalan menuju
tempat tidur dari pintu masuk. Hal ini karena terdapat sofa panjang yang letaknya
sebaris dengan meja sudut dan meja televisi di depan pintu masuk. Peletakan
barang disekitar meja rias juga menambah kesan penuhnya barang di kamar.
Kondisi demikian meningkatkan resiko jatuh pada Nenek NA apalagi dengan cara
berjalan yang berpegangan ke dinding atau barang sekitar kamar cukup
menyulitkan dirinya saat ke kamar mandi. Posisi tempat tidur tidak terlalu tinggi
dari lantai, terdapat banyak lampu yang berfungsi dengan baik, lantai keramik dan
cahaya matahari juga masuk ke dalam kamar sejak pagi sampai sore. Terdapat
jendela yang dapat dibuka sehingga sirkulasi udara di kamar baik.
Universitas Indonesia
25
Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa risiko jatuh memiliki tujuan umum
yaitu tidak terjadinya kasus jatuh pada Nenek NA. Adapun tujuan khusus yang
ditetapkan dalam rencana tindakan ini antara lain dapat dipertahankan
kemampuan mobilitas fisik dan kekuatan otot secara optimal, terealisasinya
tindakan pencegahan jatuh standar, dan tidak ada frekuensi jatuh ketika berpindah
tempat ataupun dari tempat tidur. Fokus intervensi keperawatan yang dilakukan
Universitas Indonesia
26
3.3 Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan memori
mengacu pada rencana keperawatan yang telah disusun. Selama tujuh minggu
berinteraksi, mahasiswa selalu mencoba menciptakan suasana tenang dengan
meminimalkan suara dan hal-hal yang dapat mendistraksi seperti televisi. Hal ini
bertujuan untuk memfokuskan dan meningkatkan konsentrasi Nenek NA. Saat
berkomunikasi, mahasiswa tetap mempertahankan sikap komunikasi terapeutik
seperti saling berhadapan dan berbicara dengan menatap wajah secara kontinu
1x45 menit, 6 hari dalam satu minggu. Komunikasi terapeutik selalu dijaga
selama berinteraksi agar Nenek NA merasa mendapatkan perhatian dan merasa
dihargai. Selain itu selama tujuh minggu setiap berinteraksi, pemberikan umpan
balik positif selalu dilakukan agar memotivasi Nenek NA untuk mengeksplorasi
kemampuannya.
Latihan orientasi dilakukan 1x30 menit 3-6 hari dalam seminggu selama enam
minggu mulai dari orientasi orang sekitar, waktu, maupun tempat. Mahasiswa
selalu memperkenalkan nama setiap memulai interaksi dan memanggil Nenek NA
dengan namanya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan orientasi Nenek NA
Universitas Indonesia
27
tentang dirinya dan orang yang ada disekitarnya. Mahasiswa mengingatkan hari,
tanggal, bulan dan tahun setiap berinteraksi menggunakan media kalender lembar
balik untuk meningkatkan orientasi waktu. Mahasiswa selalu mengulang
informasi mengenai hari tanggal bulan dan tahun 4-5 kali setiap informasi baru.
Kalender dituliskan dengan huruf yang cukup besar dan menggunakan tinta yang
lebih terang agar dapat dibaca. Kalender diletakkan pada meja sebelah tempat
tidur Nenek NA agar mudah dijangkau dan dilihat.
Universitas Indonesia
28
Keseluruhan implementasi yang telah dilakukan mengarah pada tujuan umum dari
rencana keperawatan yaitu mengatasi kerusakan memori. Tujuan umum tersebut
memiliki indikator khusus yang ingin dicapai antara lain mampu mengenal diri
sendiri, orang disekitarnya, hari, tanggal, bulan, tahun, dan tempat saat ini berada.
Selain itu, juga diharapkan mampu dapat meningkatkan ingatan terhadap
informasi dan peristiwa yang baru terjadi serta dapat menceritakan kembali
memori masa lalu. Peningkatan kemampuan untuk mengenal dan menyebutkan
kembali objek yang ada disekitarnya serta melakukan aktivitasnya secara optimal
sesuai kemampuan juga menjadi tujuan khusus yang ingin dicapai.
3.4 Evaluasi
Hasil implementasi terkait masalah kerusakan memori didapatkan dari
perkembangan respon klien selama enam minggu pertemuan. Latihan orientasi
telah dilakukan sebanyak 3-6 kali dalam seminggu selama enam minggu mulai
dari orientasi orang sekitar, waktu, maupun tempat. Diketahui hasil perkembangan
kemampuan orientasi Nenek NA untuk mengenal dan menyebutkan nama dirinya
sendiri mulai terlihat pada minggu ketiga dan keempat. Pada pertemuan diawal
Nenek NA selalu mengatakan lupa siapa namanya namun di minggu ketiga
setelah diulang beberapa kali mulai bisa mengingat dan menyebutkan secara
spontan walaupun masih butuh waktu untuk konsentrasi mengingat di awal. Pada
minggu keempat dan seterusnya Nenek NAampu menyebutkan namanya setiap
berkenalan saat interaksi.
Universitas Indonesia
29
mengingat hari, tanggal, bulan dan tahun secara spontan dan masih perlu dibantu
untuk membaca kalender lembar balik yang dibuat oleh mahasiswa. Penyebutan
nama hari yang terbalik-balik dan kesulitan untuk membaca susunan lebih dari
dua angka seperti pada tahun masih terjadi. Orientasi tempat dirinya saat ini
berada juga sudah baik sejak minggu ketiga. klien mampu menyebutkan kamar
dan wisma tempat dirinya tinggal.
Setelah 2 kali kegiatan bermain puzzle dilakukan, hampir 70% puzzle dapat
tersusun dengan benar walaupun masih perlu dibimbing mahasiswa dan namun
saat kedua kalinya klien dapat 100% menyusun sendiri. Kesulitan untuk
mengenali nama-nama benda yang ada di buku cerita bergambar masih terjadi
setelah dilakukannya intervensi selama 6 kali pertemuan. Nenek NA mampu
menyebutkan 60% gambar dari 3 halaman buku bergambar dengan benar dan
selebihnya dapat menyebutkan dengan bimbingan mahasiswa. Nenek NA mulai
mengatakan kegiatan yang telah dilakukannya hari ini. Nenek NA dapat
menceritakan satu kesimpulan film yang ditonton dengan tepat dari 2 kegitaan
menonton yang dilakukan pada minggu keenam. Mulai minggu ke enam dan
Universitas Indonesia
30
seterusnya klien mulai tampak mau keluar dan duduk di teras menikmati tanaman
yanga ada di taman depan kamarnya. Nenek NA juga mengatakan mau mulai
mencoba untuk bicara dengan orang lain untuk membantu mengingat dan berlatih
bicara.
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti dimiliki dan dikelola oleh Yayasan
RIA Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan
diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya
Bhakti merupakan institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan
khusus kepada generasi lanjut usia. Pelayanan yang ada di Sasana Tresna Werdha
Yayasan Karya Bhakti bagi para lansia untuk menjaga kualitas hidup meliputi
pelayanan kesehatan berupa konsultasi ahli, asuhan keperawatan, fisioterapi,
farmasi, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan kegawatdaruratan; pelayanan
sosial berupa pembinaan mental spiritual sesuai keyakinan, senam, seni tradisional
(angklung), bernyanyi, kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam,
berkebun, dan kegitan bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi.
43 Universitas Indonesia
32
Selain itu, di sasana tresna werdha ini lansia dapat memanfaatkan hobi yang dapat
dilakukan dan ada rekreasi bersama; pelayanan harian lanjut usia melalui
pemeriksaan kesehatan harian berupa pemeriksaan tanda-tanda vital; pelayanan
individu dan pelayanan kelompok sesuai kebutuhan lansia
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti memiliki slogan sebagai hunian
pilihan lanjut usia masa kini. Dengan slogan tersebut, Sasana Tresna Werdha
Yayasan Karya Bhakti berharap para lansia yang ada di sana menyadari bahwa
menjadi tua patut disyukuri dan bahagia di hari tua merupakan pilihan hati.
Dengan demikian, tidak ada kesan menyesal, keterpaksaan, ataupun merasa
terkucilkan untuk lansia yang berada di sana. Oleh karena itu, terdapat beberapa
persyaratan bagi lansia yang ingin menetap di Sasana Tresna Werdha Yayasan
Karya Bhakti. Adapun syaratnya antara lain: berusia di atas 60 tahun, sehat
jasmani maupun rohani, mandiri, ingin tinggal di sasana atas keinginan sendiri,
memiliki penanggung jawab keluarga, dan yang terpenting adalah tidak ada
paksaan.
Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti dilengkapi oleh sarana dan
prasarana, antara lain fasilitas hunian, klinik werdha, fasilitas penunjang
kesehatan lansia, dan fasilitas lain yang mendukung. Fasilitas hunian meliputi
wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, Wisma Bungur kapasitas 25 kamar, Wisma
Cempaka kapasitas 26 kamar, dan Wisma Dahlia kapasitas 8 kamar. Fasilitas
klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma kapasitas 3 kamar VIP, bangsal
rawat inap 15 tempat tidur, pelayanan 24 jam. Fasilitas penunjang pelayanan
lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Mawar, Wisma Kamboja, dan Wisma
Kenanga. Fasilitas lain pendukung bagi kehidupan lansia antara lain dapur, ruang
cuci, ruang serba guna, perpustakaan, pendopo, ruang pemeriksaan kesehatan.
Universitas Indonesia
33
Kebiasaan merokok, pola makan yang tidak sehat dan stres yang tinggi juga
meningkatkan risiko masalah kesehatan bagi lansia. Hal tersebut diperkuat dengan
hasil penelitian bahwa gaya hidup yang tidak sehat menjadi faktor risiko utama
dari berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit stroke. Final Report dari
pemerintah Australia pada tahun 2005 (Hartati & Widayanti, 2010) mengatakan
bahwa penyakit stroke merupakan salah satu faktor risiko besar terjadinya
demensia dengan kerusakan memori. Penurunan fisik pada lansia yang mengalami
penyakit stroke dapat mengakibatkan defisit fungsional pada sistem neurologis
yang berhubungan dengan kerusakan memori, kemampuan bahasa, kognitif, dan
motoriknya.
Kondisi ini sama dengan yang dialami oleh salah satu werdha di Wisma Bungur
STW Yayasan Karya Bakhti yaitu Nenek NA. Sejak mengalami serangan stroke
yang kedua pada tahun lalu, Nenek NA mengalami gangguan fungsi kognitif dan
memori yang mengakibatkan kesulitan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi
dengan orang lain. Walaupun tidak semua lansia yang mengalami stroke akan
mengalami demensia namun risiko munculnya gejala demensia meningkat pada
penderita post stroke (Stanley & Beare, 2007).
Universitas Indonesia
34
sampai sore hari Nenek NA dibantu oleh seorang caregiver yang bertugas mulai
pukul 07.00 – 17.00. Saat ini, Nenek NA sudah dapat melakukan aktivitas
pemenuhan kebutuhan dasarnya sendiri seperti makan, mandi, eliminasi ataupun
berpakaian walaupun masih tetap dalam pengawasan caregiver selama pagi
sampai sore.
Hasil evaluasi yang dilihat selama tujuh minggu, adanya peningkatan komunikasi
Nenek NA seperti kemauan untuk duduk di teras kamar dan berbicara dengan
orang yang ada di wisma, semakin aktif berbicara setiap mahasiswa mengunjungi
kamarnya, namun untuk komunikasi dengan caregiver masih jarang. Perubahan
konsep struktur keluarga yang ada di masyarakat perkotaan dari yang awalnya
extended family menjadi nuclear family juga mempengaruhi berkurangnya peran
serta keluarga dalam merawat kelompok lansia (Peplau & Perlman dalam Najjah,
2009). Beberapa minggu terakhir, nenek juga sering mengeluhkan rindu dengan
keluarga namun karena dirinya tidak bisa berbuat apa-apa dirinya diam saja.
Kebutuhan akan support system yang memadai baik dari keluarga maupun dari
lingkungan tempat tinggalnya saat ini untuk dapat meningkatkan kemampuan
kognitif dan memorinya dirasakan masih kurang. Adanya peran caregiver selama
ini dirasakan hanya sebagai pemberi layanan kebutuhan dasar sehingga lansia
masih merasa kurang diperhatikan. Pada beberapa minggu implementasi,
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
bata dan terbalik-balik sehingga tidak mampu membaca dengan kalimat yang
tepat.
Penderita demensia pada tahap awal juga mulai mengalami perasaan bingung
setiap berada pada kondisi dan lingkungan baru. Keadaan tersebut dapat menjadi
stressor tersendiri bagi penderita demensia dan meningkatkan tingkat depresinya.
Dengan kondisi demikian, penderita demensia lebih banyak memilih untuk
menarik diri dari lingkungannya (Hoffman & Platt, 2001). Sejak mengalami
kesulitan untuk mengingat, Nenek NA jarang berkomunikasi dengan orang lain.
Pada awal-awal interaksi, Nenek NA selalu mengatakan dirinya bodoh dan tidak
bisa bicara. Oleh karena itu, dirinya sering merasa takut untuk memulai
komunikasi karena khawatir orang lain tidak mengerti apa yang dia maksud.
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
Bagian lain dari reality orientation yang dilakukan oleh mahasiswa yaitu
penggunaan media kalender lembar balik untuk meningkatkan orientasi waktu.
Selama tujuh minggu melakukan intervensi ini, kemampuan Nenek NA dalam
orientasi waktu memang masih mengalami kesulitan terutama untuk mengingat
tanggal dan tahun. Kesulitan yang dialami oleh Nenek NA selain berkaitan
dengan faktor usia dan proses penuaan yang terjadi pada sistem neurologis lansia
secara normal. Kehilangan dan penyusutan neuron dengan potensial 10% biasanya
terjadi pada usia 80 tahun keatas. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan
dopamine yang tidak seimbang dikompensasi oleh hilangnya sel-sel,
mengakibatkan penurunan intelektual (Stanley & Beare, 2007). Selain itu,
gangguan kognitif yang terjadi akibat demensia menyebabkan lambatnya proses
berpikir dan respon lansia untuk membaca angka yang banyak, termasuk
kemampuan berhitung. Oleh karena itu, penderita demensia akan merasa kesulitan
dalam hal angka-angka yang terlalu banyak.
Penggunaan media seperti foto-foto keluarga dan kegiatan yang pernah Nenek NA
ikuti menjadi salah satu penatalaksanaan reminiscence therapy untuk
meningkatkan memorinya. Dengan cara tersebut, mahasiswa mencoba memotivasi
Nenek NA untuk bercerita mengenai orang ataupun kejadian apa yang pernah
dialaiminya berdasarkan foto yang ada. Memori untuk kejadian masa lalu pada
umumnya lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat daripada informasi
yang masih baru. Hal ini berkaitan pula dengan deprivasi sensori yang diakibatkan
oleh adanya kerusakan pada pusat serebral yang bertanggung jawab untuk
memproses stimulasi (Stanley & Beare, 2007). Hal ini sesuai dengan
perkembangan kemampuan daya ingat Nenek NA selama tujuh minggu terlihat
Universitas Indonesia
39
masih kurang baik seperti ketidakmampuan untuk menye butkan kegiatan apa saja
yang dilakukan hari ini atau mengulang gerakan senam yang baru saja diikutin.
Keterbatasannya tenaga kesehatan yang ada di panti dan peran serta keluarga
menjadi salah satu faktor kurang maksimalnya support system yang mendukung
peningkatan memori pada Nenek NA. Adanya caregiver sering dirasakan oleh
Nenek NA hanya sebatas pemberi pelayanan kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu,
Nenek NA merasa kurang memiliki teman yang bisa diajak bercerita ataupun
melakukan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kemampuan berpikirnya.
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil dari proses pengkajian pada salah satu lansia di wisma Bungur STW
Yayasan Karya Bhakti yaitu teridentifikasinya gejala kerusakan memori pada
tahap awal. Gejala kerusakan memori yang terjadi ditandai antara lain dengan
penurunan daya ingat masa lampau, mudah lupa dengan informasi baru, kesulitan
dengan aktivitas berkaitan dengan angka yang berlebihan, disorientasi orang dan
waktu, anomia, agnosia, mudah gelisah dan membatasi komunikasi dengan orang
lain karena merasa malu dan bodoh akibat banyak lupa. Penurunan kondisi tubuh
akibat penuaan disertai dengan masalah kognitif yang dialami lansia demensia
menyebabkan masalah kerusakan memori, risiko jatuh dan hambatan mobilitas
fisik. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan perawat mencoba menyusun
rencana tindakan keperawatan yang memiliki tujuan umum untuk mengatasi
masalah kerusakan memori meliputi kemampuan orientasi, daya ingat, kognitif,
dan konsentrasi yang dialami lansia.
Fokus rencana intervensi yang akan dilakukan untuk masalah kerusakan memori
mengarah pada tindakan stimulasi kognitif termasuk latihan orientasi. Latihan
orientasi diberikan sebanyak 3-6 kali dalam seminggu selama enam minggu mulai
dari orientasi orang sekitar, waktu, maupun tempat. Diketahui hasil evaluasi
orientasi yaitu lansia mampu mengenal dan menyebutkan nama dirinya sendiri
pada minggu ketiga dan keempat. Pada minggu kelima, lansia mampu
menyebutkan nama perawat, caregiver, dan adik perempuannya dengan dibantu
walaupun tidak secara spontan dan perlu waktu untuk konsentrasi mengingat.
Untuk orientasi waktu, perawat menggunakan media kalender lembar balik dan
hasil evaluasi yang didapat adalah orientasi waktu masih belum baik hingga akhir
minggu ketujuh. Penyebutan nama hari yang terbalik-balik dan kesulitan untuk
membaca susunan lebih dari dua angka seperti pada tahun masih terjadi. Orientasi
tempat dirinya saat ini berada juga sudah baik sejak minggu ketiga.
43 Universitas Indonesia
41
5.2 Saran
Support system petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan kerusakan memori
sebaiknya ditingkatkan melalui pemberian perhatian dengan adanya waktu rutin
kunjungan dari petugas kesehatan di sasana misalnya 2 kali dalam seminggu.
Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengobservasi kemampuan kognitif
lansia seperti mendampingi lansia bercerita ataupun melatih pengenalan benda
dan objek lainnya sehingga dapat menstimulasi kemampuan konsentasi dan
berpikir. Peran serta caregiver juga dapat dimaksimalkan selain memberikan
pelayanan kebutuhan dasar juga dapat memberikan semangat kepada lansia untuk
tetap aktif berpartisipasi dan bersosialisasi dengan melibatkan lansia di setiap
kegiatan.
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Stanley &Beare, (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC.
Suryadi. (2004). Hubungan antara Tingkat Gangguan Kognitif dengan Stadium
Retinopati Diabetikum pada Diabetes Mellitus Tipe 2. Tesis Magister Ilmu
Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Thomason, C. (2012). Benefit of cognitive stimulation for people with dementia.
Nursing Time, National Institute for Health andClinical Excellence, Volume
108, No.45, Journal ProQuest.
Tuppen, J. (2012). Benefit stimulation group of dementia. Journal Mental Health
Nursing, Vol.24, 10.
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/438.bpkp&sa=U&ei=VBnJUcnoLe6
GigKIy4C4Bw&ved=0CAcQFjAA&sig2=t_Fhw7kkrA8CAEAEp5YftQ&u
sg=AFQjCNGAhr6ir24pqG9U93FTgvr0NIHaYQ. Diunduh tanggal 28 Mei
2013
U.S. Census Bureau, International Data Base. (2009). Population of older person.
http://census.gov/2009census/. Diunduh tanggal 28 Mei 2013.
WHO. (2013). Definition of an older or elderly person.
http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/. Diunduh tanggal
28 Mei 2013
Wijayanti. ( 2008). Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia terhadap Kondisi Sosial
Lansia di RW 03 Rt 05 Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Candisari. Jurnal
Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Volume 7 No. 1.
Wilkinson, J. M & Ahern, N. R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan:
diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC ; alih bahasa, Esti
Wahyuningsih. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Lampiran 1
Universitas Indonesia
Data Diagnosa Keperawatan
- Klien mengatakan pernah jatuh saat ingin ke kamar mandi namun sudah lama
- Klien mengatakan kadang karena kaki kanan sudah tidak kuat terlalu lama bertumpu sehingga teras oleng
saat terlalu lama berdiri
- Klien mengatakan saat ingin ke kamar mandi atau pindah tempat dari tempat tidur klien tidak di bantu alat
bantu jalan
Obyektif
- Klien mengatakan agak lemah dan tidak kuat bertumpu pada ektremitas kanan bawah
- Klien mengatakan telapak tangannya yang kanan agak kaku dan tidak dapat mengepal secara maksimal
Universitas Indonesia
Data Diagnosa Keperawatan
Obyektif
- Kekuatan otot
4333 4444
4333 4444
Universitas Indonesia
PRIORITAS MASALAH
No Diagnosa
1 Kerusakan Memori
2 Risiko Jatuh
Universitas Indonesia
Lampiran 2
Universitas Indonesia
sehari-hari secara besar, kalender yang
optimal sesuai mempunyai lembar
kemampuan perhari dengan tulisan
besar
Kenang kembali masa Memberikan stimulasi
lalu klien kognitif
Implementasikan Memberikan stimulasi
teknik memori yang kognitif
tepat, seperti
imajinasi visual,
peralatan yang
membantu ingatan,
membuat daftar,
menggunaka label,
atau melatih ulang
informasi
Berikan gambar Memberikan stimulasi
pengingat memori kognitif
Universitas Indonesia
(misal: foto)
Berikan pujian jika Meningkatkan
klien dapat menjawab perilaku positif dan
dengan benar mendorong
keterlibatan terapi
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Diagnosa Tujuan
Intervensi Rasional
Keperawatan Umum Khusus
Risiko jatuh Setelah dilakukan Mempertahankan Pantau keadaan umum dan TTV Mengetahui keadaan klien
tindakan mobilitas fisik pada Observasi kekuatan otot lansia Mengetahui rentang kekuatan otot
keperawatan tingkat yang optimal. lansia
selama 7 minggu, Mempertahankan atau Pantau kemampuan lansia untuk Mengobservasi faktor yang dapat
tidak terjadi jatuh meningkatkan berpartisipasi dalam kegiatan/latihan. meningkatkan risiko jatuh.
kekuatan otot secara Memberikan semangat kepada
optimal Motivasi lansia untuk berpartisipasi pada lansia untuk melakukan kegiatan
Melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan Untuk mencegah kelelahan dan
pencegahan jatuh lansia. mempertahankan kekuatan otot
standar Anjurkan lansia untuk melakukan periode dan sendi.
Tidak ada frekuensi istirahat diantara aktivitas atau kegiatan Mempertahankan/meningkatkan
jatuh ketika berpindah Latih lansia untuk ROM aktif asistif fungsi sendi, kekuatan otot dan
tempat stamina umum
Universitas Indonesia
Tidak ada frekuensi Meningkatkan kekuatan otot dan
jatuh dari tempat tidur Motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan mobilitas fisik.
senam panti sesuai dengan kemampuan Untuk mempertahankan
lansia. lingkungan yang aman
Orientasikan lingkungan dan beri
peringatan pada tempat-tempat berbahaya
Atur tata letak barang yang mudah Memudahkan klien untuk
dijangkau oleh klien menjangkau benda yang
dibutuhkan
Anjurkan klien menggunakan alas kaki Menurunkan risiko jatuh
yang tidak licin
Bantu klien saat ambulasi Keterbatasan fisik yang dimiliki
terkadang menghambat klien
dalam melakukan aktivitas sehari-
hari
Kolaborasi dengan pihak panti dalam Memfasilitasi lingkungan yang
memodifikasi lingkungan klien aman bagi klien
Kolaborasi pemberian medikasi untuk Menjaga kekuatan tulang
menunjang kekuatan tulang
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Universitas Indonesia
dan otot yang dialami klien penyebab kekakuan pada sendi dan
Diskusikan bersama residen otot yang dialami
mengenai perawatan yang
dilakukan untuk mengurangi Mengetahui sejauh mana usaha
nyeri sendi residen menyelesaikan masalah
Ajarkan pasien dan pantau
penggunaan alat bantu mobilitas
misalnya tongkat, walker, kruk Mendukung alat mobilitas yang tepat
atau kursi roda
Ajarkan dan bantu pasien dalam
proses berpindah misalnya dari Mengajarkan pasien menggunakan
tempat tidur ke kursi postur tubuh dan mekanika tubuh
Ubah pasien yang imobilisa si yang benar
minimal setiap dua jam
Mencegah terjadinya penekanan
Berikan penguatan positif pada kulit dan mencegah terjadinya
dekubitus
Bantu pasien menggunakan alas Meningkatkan motivasi dan harga
kaki anti selip yang mendukung diri pasien
Universitas Indonesia
untuk berjalan Mencegah terjadinya cedera jatuh
Ajarkan dan latih dalam latihan saat ambulasi
ROM aktif atau pasif
Meningkatkan pengetahuan residen
dalam mmpertahankan dan
meningkatkan kekuatan dan
Motivasi residen memprak ketahanan otot serta meningkatkan
tekkan latihan ROM yang telah sirkulasi
diajarkan bersama-sama Meningkatkan dan mempertahankan
kekuatan otot dan sendi serta
meningkatkan sirkulasi secara
Motivasi residen melakukan berkelompok
latihan ROM tiap pagi setelah
bangun tidur dan sore hari Meningkatkan dan mempertahankan
sebelu mandi kekuatan otot dan sendi serta
meningkatkan sirkulasi secara
Dokumentasikan tingkat mandiri
kekuatan otot residen
Melihat perkembangan sebelum dan
Universitas Indonesia
Konsultasikan ke ahli terapi sesudah dilakukan intervensi
fisik dan okupasi
Berikan analgesik sebelum Sumber untuk mengembangkan
memulai latihan fisik perencanaan aktivitas pasien
Membantu mengurangi nyeri
sebelum melakukan mobilitas
Universitas Indonesia
Lampiran 5
Petunjuk penilaian:
Setelah semua poin mulai dari orientasi – bahasa dilakukan sesuai kemampuan lansia,
jumlahkan semua nilai yang ada di kotak skor.
Jika skor total < 23, maka lansia di katagorikan memiliki gangguan kognitif
Jika skor total 23-30, maka lansia di katagorikan normal
C. Pengkajian Tingkat Kemandirian (Indeks Katz)
Petunjuk penilaian:
Jumlahkan seluruh skor yang didapat dari penilaian masing-masing aktivitas:
Jika skor total 6, maka lansia dikatagorikan memiliki kemandirian penuh
Jika skor total 4: maka lansia dikatagorikan memiliki gangguan fungsional sebagian
(kemandirian sebagian)
Jika skor total 0-2: maka lansia dikatagorikan memiliki gangguan fungsional berat
(ketergantungan tinggi)
D. Fall Morse Scale (FMS)
Pengkajian Resiko Jatuh
Total Nilai 55
Petunjuk Penilaian:
Jumlahkan seluruh nilai dari pertanyaan 1- 6
Jika total nilai 0-24, maka lansia tidak memiliki risiko jatuh
Jika total nilai 25-50, maka lansia memiliki risiko jatuh rendah
Jika total nilai ≥51, maka lansia memiliki risiko jatuh tinggi
E. BERG BALANCE TEST (BBT)
Tes Keseimbangan BERG bagi lansia
Petunjuk penilaian:
- Berikan perintah kepada lansia untuk mengikuti instruksi yang ada mulai dari gerakan 1-14
- Perhatikan kemampuan lansia, lakukan instruksi sesuai kemampuan lansia.
- Berikan tanda (v) pada salah satu nilai 0 – 4 sesuai hasil observasi kemampuan lansia
mengikuti instruksi
- Jumlahkan keseluruhan total nilai dari tiap gerakan
Jika hasil total nilai 0-20, maka lansia memiliki risiko jatuh tinggi dan perlu
menggunakan alat antu jalan berupa kursi roda
Jika hasil total nilai 21-40, maka lansia memiliki risiko jatuh sedang dan perlu
menggunakan alat bantu jalan seperti tongkat, kruk dan walker
Jika hasil total nilai 41-56, maka lansia memiliki risiko jatuh rendah dan tidak
memerlukan alat bantu
4. Berdiri ke duduk
Instruksi: silahkan duduk
( ) 4 duduk dengan aman dengan pengguanaan minimal tangan
( v ) 3 duduk menggunakan bantuan tangan
( ) 2 menggunakan bantuan bagian belakan kaki untuk turun
( ) 1 duduk mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari berdiri ke duduk
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk duduk
5. Berpindah
Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien untuk berpindah ke kursi yang memiliki
penyagga tangan kemudian ke arah kursi yang tidak memiliki penyangga tangan
( ) 4 mampu berpindah dengan sedikit penggunaan tangan
( v ) 3 mampu berpindah dengan bantuan tangan
( ) 2 mampu berpindah dengan isyarat verbal atau pengawasan
( ) 1 membutuhkan seseorang untuk membantu
( ) 0 membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi
10. Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika berdiri
Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri. Lakukan kembali ke arah kanan
( ) 4 melihat ke belakang dari kedua sisi
( ) 3 melihat ke belakang hanya dari satu sisi
( v ) 2 hanya mampu melihat ke samping tetapi dapat menjaga keseimbangan
( ) 1 membutuhkan pengawasan ketika menengok
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah ketidakseimbangan atau terjatuh
Total Skor:_____39_____