Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP KEADILAN SOSIAL SEBAGAI HUKUM

THE PRINCIPLE OF SOCIAL JUSTICE AS THE LAW

Brian Amy Prastyo


Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Email : brian@masber.com
Naskah diterima : 14/08/2013; direvisi : 07/09/2013; disetujui : 17/10/2013

Abstract
The term of “social justice” has mentioned explicitly in Pancasila. As the nation philosophical
base, every Indonesian citizen may interpret the meaning of this term. Interpretation of every
citizen may be various caused by each personal have their own way of thinking. This article
offered a picture of how the “social justice” term could be interpret in 4 points of view, that are;
Indonesianist, liberalist, Islamic and post modernist point of view. Furthermore this article will
shows basic similarity among four ideas above concerning “social justice” so that we could see
the harmony among them in interpreting “social justice” term. In the end will be described how
“social justice” term embraced as a principle and normatively functioned. That is as a guidance
to state rights and obligations which in certain situation could hold stronger power than a valid
regulation.
Keywords: Justice Theory, Legal Positivism, Pancasila, Social Justice, Basic Right.
Abstrak:
Istilah ‘Keadilan Sosial’ disebutkan secara eksplisit di dalam Pancasila. Sebagai dasar filosofi
kenegaraan, setiap warganegara Indonesia dapat menginterpretasikan makna dari istilah
tersebut. Interpretasi tiap-tiap warganegara dapat berbeda-beda, karena tiap orang dapat
menganut aliran pemikiran yang berbeda. Artikel ini memberikan gambaran bagaimana
istilah ‘keadilan sosial’ tersebut dapat diinterpretasikan dari empat sudut pandang, yaitu
sudut pandang Indonesianis, liberalis, islamis, dan posmodernis. Selanjutnya dalam artikel
ini akan ditunjukkan apa saja persamaan mendasar dari keempat gagasan tentang ‘keadilan
sosial’ tersebut, sehingga akan tampak adanya suatu harmonisasi dari keempatnya dalam
menginterpretasikan istilah ‘keadilan sosial’. Kemudian terakhir akan dipaparkan bagaimana
istilah ‘keadilan sosial’ tersebut dipandang sebagai suatu prinsip dan difungsikan secara
normatif, yaitu sebagai pedoman untuk menetapkan hak dan dan kewajiban, yang dalam
situasi tertentu, kedudukannya dapat lebih kuat daripada aturan yang sudah ditetapkan
sebagai perundang-undangan.
Kata Kunci: Teori Keadilan, Positivisme Hukum, Pancasila, Keadilan Sosial, Hak
Dasar
PENDAHULUAN 1 gan digunakannya kata ‘adil’ sebanyak dua
kali dalam rumusan Pancasila yang meru-
Konsep keadilan mendapat perhatian
pakan Dasar Negara Republik Indonesia.
yang besar oleh para pendiri bangsa Indo­
Namun penyelenggaraan Negara Republik
nesia, yang diantaranya ditunjukkan den-
Indonesia ini mungkin sudah jauh dari sub-
stansi Pancasila lagi, sehingga bahkan Bung
1
Artikel ini sebelumnya berjudul “Gagasan Soekarno,
Rawls, Qutb, dan Habermas tentang Keadilan Sosial” dan Hatta pada tahun 1975 secara terbuka per-
telah dipresentasikan pada Konferensi Asosiasi Filsafat
Hukum Indonesia di Universitas Airlangga, Surabaya,
27 Agustus 2013.

IUS 415 Kajian Hukum dan Keadilan


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

nah bertanya: “Masihkah Republik Indone- Pancasila.5 Oleh karena itu, para akademisi
sia berdasar Pancasila?”2 hukum perlu menulis untuk menjelaskan
kepada masyarakat interpretasinya m ­e­
Pancasila, sebagaimana dinyatakan oleh
ngenai keterkaitan Pancasila dengan
Soekarno, adalah bagian dari philosofische
aneka aturan hukum lain yang lebih ­spe­
grondslag dari Negara Republik Indonesia
sifik yang menjadi bidang keahliannya.
ini. Philosofische grondslag tersebut adalah
Dengan demikian, kajian hukum mengenai
“pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-
Pancasila akan selalu relevan dan kegunaan
dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalam-
dari kajian tersebut tidak hanya secara
nya untuk di atasnya didirikan gedung Indo-
filosofis atau teoritis, tetapi juga secara
nesia Merdeka yang kekal dan abadi.”3 Pada
praktis untuk penyelesaian aneka sengketa
saat Bung Karno merumuskan Pancasila
hukum.
tersebut, Ronald Dworkin masih berumur
14 tahun dan sudah pasti belum melahir- Dalam ranah ilmu hukum, perhatian
kan karya akademis apapun di bidang ilmu yang besar diberikan terhadap pembahasan
hukum. Padahal Pancasila dapat menjadi mengenai pengertian-pengertian hukum.
contoh konkrit dari pandangan Dworkin Beranjak dari pemikiran tersebut, awalnya
mengenai hukum. saya tertarik untuk mengulas pengertian
dari kata “adil”, dengan alasan kata tersebut
Sebagaimana telah banyak dikenal dalam
muncul dua kali di dalam teks Pancasila dan
khazanah teori hukum, definisi mengenai
kata tersebut merupakan salah satu konsep
hukum yang dikemukakan Dworkin
inti dalam khazanah ilmu hukum. Namun
merupakan kritik terhadap pandangan
karena tinjauan mengenai hal tersebut me-
H.L.A Hart mengenai hukum. Hart, pemikir
merlukan pembahasan yang panjang, dalam
hukum yang sering dianggap beraliran neo-
kesempatan ini saya putuskan untuk mem-
positivis, berpandangan bahwa hukum
persempit lingkupnya.
haruslah berbentuk aturan-aturan, baik
yang berasal dari Negara maupun dari Artikel ini hanya membahas frase
masyarakat. Tetapi, Dworkin tidak setuju ‘keadilan sosial’ yang disebutkan dalam
dengan Hart. Menurut Dworkin, hukum sila kelima Pancasila, dari pemikiran
tidak hanya berbentuk “aturan” tetapi empat orang tokoh dunia. Bung Karno di­
juga meliputi prinsip-prinsip, kebijakan- pilih, sebab beliau lah yang mengkonsep
kebijakan, atau jenis standar lain yang Pancasila. John Rawls dipilih, karena
pada dasarnya bukanlah sejenis aturan.4 mengemukakan konsep keadilan sosial
Pancasila adalah salah satu contoh kongkrit dari perspektif seorang liberal. Sayyid
dari hukum menurut pandangan Dworkin Qutb dipilih, karena menulis karya ilmiah
tersebut. Pancasila tidak dirumuskan secara mengenai konsep keadilan sosial dalam
normatif, sehingga saat membaca teks perspektif Islam. Jurgen Habermas dipilih,
Pancasila, siapapun tidak dapat langsung karena mengemukakan konsep keadilan
mengetahui perbuatan normatif apa yang sosial dalam perspektif post-modernisme.
dibolehkan, dilarang, atau diwajibkan oleh Dengan membandingkan keempat konsep
tersebut, saya akan memaparkan bagaimana
2
Detiknews, Reaktualisasi Pancasila Sebaiknya Dim-
ulai Dari Pimpinan Bangsa, 4 Mei 2011, diakses dari: prinsip keadilan sosial sebagai hukum
http://news.detik.com/read/2011/06/04/150200/1653
094/10/reaktualisasi-Pancasila-sebaiknya-dimulai-dari-
pimpinan-bangsa?nd992203605 5
Bung Karno menyadari benar hal tersebut, sehing-
3
Pidato Bung Karno dalam sidang BPUPK tanggal ga menamakan kelima prinsip dasar bernegara tersebut
1 Juni 1945. sebagai Panca Sila dan bukan Panca Dharma. Lihat se-
4
R.M DWORKIN, Is Law a System of Rules?, dalam lengkapnya dalam pidato Bung Karno tanggal 1 Juni
.M DWORKIN (ed), The Philosophy of Law, New York: 1945 pada sidang di Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan
Oxford University, 1977, hlm. 43 Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan).

416 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

dasar di Indonesia dapat difungsikan secara Hukum Dasar Negara Indonesia yang
normatif, yaitu sebagai pedoman untuk terbentuk dalam suatu susunan negara
menetapkan hak dan dan kewajiban, yang Republik Indonesia, yang berkedaulatan
dalam situasi tertentu, kedudukannya dapat Rakyat, dengan berdasar kepada: ke-Tu-
lebih kuat daripada aturan yang sudah han-an, dengan kewajiban menjalankan
ditetapkan sebagai perundang-undangan. syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil
PEMBAHASAN dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-
1. Lahirnya Pancasila kebijaksanaan dalam permusyawaratan-
Pada tanggal 28 Mei sampai 1 Juni perwakilan, ser­ta dengan mewujudkan
1945 suatu lembaga yang bernama Badan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
­Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.”7
(BPUPK) mengadakan persidangan. L ­ ebih Pasca sidang kedua BPUPK tersebut
kurang 40 (empat puluh) orang tokoh dibentuklah Panitia Perancang Undang-
berpidato dalam forum tersebut, namun Undang Dasar yang berisi tiga kepanitiaan.
sayang­nya arsip naskah pidato atau notu- Panitia pertama bertugas menyusun Hu-
lensi persidangan yang ada tidak memuat kum Dasar, panitia kedua bertugas meny-
secara lengkap seluruh pidato yang disam- usun aturan untuk bidang Keuangan dan
paikan di forum tersebut. Dari keseluruhan Perekonomian, dan panitia ketiga bertugas
pidato dalam persidangan tersebut, pidato menyusun aturan untuk bidang Pembelaan.
yang disampaikan oleh Bung Karno lah Bung Karno ditetapkan sebagai ketua dalam
yang paling istimewa. Ananda B. Kusuma, panitia Hukum Dasar. Dalam rapat panitia
yang menyusun buku Lahirnya Undang- Hukum Dasar tanggal 11 Juli 1945, 2 (dua)
Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa orang peserta rapat yaitu Latuharhary dan
setelah pidato Bung Karno tersebut, Ketua Djajadiningrat berkeberatan dengan adan-
BPUPK, Dr. Radjiman, memutuskan un- ya kalimat “dengan kewajiban menjalankan
tuk membentuk Panitia Kecil dengan tugas syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
menyusun rumusan tentang Dasar Negara Dalam Rapat Besar tanggal 13 Juli 1945, ada
Indonesia dan pidato Bung Karno tersebut 2 (dua) orang lagi yang berkeberatan den-
dijadikan sebagai bahan utamanya.6 Panitia gan redaksional tersebut, yaitu Sanoesi dan
Kecil yang dipimpin oleh Bung Karno me- Hadikoesoemo. Namun Bung Karno bersik-
nyelesaikan tugasnya menyusun rumusan eras menolak keberatan-keberatan tersebut
Dasar Negara pada tanggal 22 Juni 1945, karena beralasan bahwa redaksional ter­
yang disebut oleh Muhammad Yamin seb- sebut adalah hasil kompromi antara golon-
agai Jakarta Charter (Piagam Jakarta) dan gan kebangsaan dan golongan Islam; dan
oleh Soekiman disebut Gentlement Agree- beliau khawatir apabila hasil kompromi itu
ment. Bung Karno kemudian menyampai- diubah, maka akan timbul lagi perselisihan
kan rumusan tersebut di hadapan sidang antara kedua belah pihak, yang mana akan
kedua BPUPK pada tanggal 10 Juli 1945, menghambat terwujudnya kemerdekaan
yang diantaranya mengandung kalimat se- Indonesia.8
bagai berikut:
Moezakir lah yang pada rapat tanggal
“[m]aka disusunlah kemerdekaan ke- 15 Juli 1945 kemudian mengusulkan agar
bangsaan Indonesia itu dalam suatu kata-kata yang “menyebut-nyebut Allah
6
A.B KUSUMA, Lahirnya Undang-Undang Dasar
1945, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Univer- 7
KUSUMA, Lahirnya, hlm. 214.
sitas Indonesia, 2009, hlm. 167. 8
KUSUMA, Lahirnya, hlm. 329.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 417


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

atau agama Islam” dicoret saja dari pem- perubahan fundamental terhadap hasil
bukaan dan Pasal-Pasal di dalam Undang- pekerjaan di BPUPK.
Undang Dasar.9 Hadikoesoemo lah yang
Dalam sidang PPKI tersebut, kalimat
pertama-tama menyetujui usulan Moezakir
“dengan kewajiban menjalankan syariat
tersebut, sedangkan Bung Karno tidak me-
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus
nyetujuinya. Bung Karno kemudian dapat
dari pembukaan Undang-Undang Dasar,
membujuk golongan kebangsaan untuk
syarat bahwa Presiden harus beragama Is-
menerima r­umusan yang mencantumkan
lam dihapus dari Pasal di dalam Undang-
kata-kata ­Islam di dalam pembukaan dan di
Undang Dasar, dan bukan rumusan pembu-
dalam Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar.
kaan yang disepakati di sidang BPUKI yang
Akhirnya, sampai BPUPK selesai bersidang
dipakai, melainkan rumusan Dasar ­Negara
dan melaporkan hasilnya kepada penguasa
tanggal 22 Juni 1945 yang dibuat oleh
Jepang di Jakarta (Gunseikan Kakka) pada
­Panitia Kecil yang diketuai Bung Karno lah
tanggal 18 Juli 1945, kata Islam masih ter-
yang dipakai sebagai pembukaan Undang-
cantum pada bagian pembukaan dan Pasal-
Undang Dasar dengan beberapa perubahan
Pasal Undang-Undang Dasar yang diusul-
redaksional. Dengan putusan dalam sidang
kan oleh BPUPK, tetapi rumusan Dasar
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 itulah, maka
Negara tanggal 22 Juni 1945 yang dihasil-
sampai saat ini bunyi dari rumusan Dasar
kan oleh Panitia Kecil yang dipimpin oleh
Negara Republik Indonesia, yang secara
Bung Karno telah digantikan dengan rumu-
yuridis merupakan Pembukaan Undang-
san lain yang merupakan hasil dinamika
Undang Dasar Negara Indonesia 1945
dalam sidang-sidang di rapat besar BPUPK.10
adalah sebagai berikut:
Setelah proklamasi kemerdekaan
“[m]aka disusunlah kemerdekaan ke-
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
bangsaan itu dalam suatu Hukum Dasar
dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Negara Indonesia yang terbentuk dalam
Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Bung
suatu susunan negara Republik Indone-
Karno; sementara Dr. Radjiman yang
sia, yang berkedaulatan Rakyat, den-
sebelumnya menjadi ketua BPUPK, hanya
gan berdasar kepada: keTuhanan yang
menjadi anggota saja. Ada perubahan
Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan
suasana sidang yang sangat ekstrem antara
yang adil dan beradab, persatuan Indo-
era BPUPK dengan era PPKI. Pada era
nesia, dan kerakyatan yang dipimpin
BPUPK pengambilan keputusan seringkali
oleh hikmat-kebijaksanaan dalam per-
tidak bisa berlangsung secara cepat, karena
musyawaratan-perwakilan, serta dengan
selain banyaknya jumlah tokoh yang harus
mewujudkan sesuatu keadilan sosial bagi
didengar pendapatnya, kedudukan Bung
seluruh rakyat Indonesia.” 11
Karno juga belum dominan pada saat itu,
karena Bung Karno bukanlah pimpinan 2. Keadilan Sosial Menurut Bung Karno
tertinggi di BPUPK. Sebaliknya pada
era PPKI, Bung Karno menjadi sangat Istilah ‘keadilan sosial’ muncul untuk
dominan karena menjadi pimpinan PPKI, pertama kalinya dalam pidato Bung Karno
sekaligus sebagai proklamator kemerdekaan di hadapan sidang BPUPK tanggal 1 Juni
Indonesia. Dampaknya, sidang pertama 1945. Dengan mencermati isi pidato nya,
PPKI yang diadakan pada tanggal 18 maka yang dimaksud oleh Bung Karno den-
Agustus 1945 dapat mengambil keputusan gan istilah ‘keadilan sosial’ tersebut pastilah
dengan sangat cepat, padahal ada beberapa terkait dengan prinsip kesejahteraan dan
Bung Karno pun secara eksplisit menyebut-
9
KUSUMA, Lahirnya, hlm. 422.
10
KUSUMA, Lahirnya, hlm. 462. 11
KUSUMA, Lahirnya, hlm. 469-475.

418 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

kan bahwa istilah tersebut sama maknanya hasil perekonomian hanya dinikmati
dengan istilah Demokrasi Ekonomi (eko- oleh kaum kapitalis tersebut, sedangkan
nomische democratie). Gagasan Bung Karno rakyat yang bekerja untuk mendatangkan
mengenai ‘keadilan sosial’ adalah kese- profit untuk tuan kapitalisnya tidak akan
jahteraan bersama yang sebaik-baiknya un- menikmatinya dan tetap akan miskin
tuk seluruh rakyat Indonesia melalui suatu serta serba berkekurangan. Dengan
kesetaraan atau persamaan dalam berbagai kemerdekaan Indonesia, Bung Karno
bidang perekonomian. Selengkapnya Bung menghendaki Negara Indonesia yang
Karno menyatakan sebagai berikut: dibangun di atas dasar keadilan sosial
tersebut dapat mewujudkan kondisi di
“Kalau kita mencari demokrasi, henda-
mana “semua rakyat sejahtera, yang semua
knya bukan demokrasi barat, tetapi per-
orang cukup makan, cukup pakaian, hidup
musyawaratan yang memberi hidup,
dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh
yakni politiek-ecomische democratie yang
Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-
mampu mendatangkan kesejahteraan
pangan kepadanya.”13
sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bi-
cara tentang hal ini. Apakah yang dimak- 3. Keadilan Sosial Menurut John Rawls
sud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud
Dalam bukunya yang berjudul A Theory
dengan faham Ratu Adil, ialah sociale
of Justice yang pertama kali terbit pada
recht- vaadigheid. Rakyat ingin sejahtera.
tahun 1971 kemudian direvisi pada tahun
Rakyat yang tadinya merasa dirinya
1999, Rawls menegaskan bahwa keadilan
kurang makan kurang pakaian, men-
adalah nilai yang paling utama dalam suatu
ciptakan dunia-baru yang di dalamnya
pranata sosial dan bahwa hukum serta
ada keadilan di bawah pimpinan Ratu
pranata sosial lain walaupun sedemikian
Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita
efisien dan amat tertib haruslah direformasi
memang betul-betul mengerti, mengin-
atau dihilangkan apabila mereka tidak
gat mencinta rakyat Indonesia, marilah
adil.14 Masyarakat dalam pandangan
kita terima prinsip hal sociale rechtvaar-
Rawls memiliki aturan-aturan dalam ber­
digheid ini, yaitu bukan saja persamaan
sikap tindak yang mengikat anggotanya
politik, saudara-saudara, tetapi pun di
dan diasumsikan bahwa aturan-aturan
atas lapangan ekonomi kita harus menga-
tersebut didesain untuk mendatangkan
dakan persamaan, artinya kesejahteraan
kebaikan bagi masyarakat itu sendiri.
bersama yang sebaik-baiknya. Saudara-
Namun demikian, oleh karena individu
saudara, badan permusyawaratan yang
pada dasarnya bersifat egois, cenderung
kita akan buat, hendaknya bukan badan
menginginkan lebih banyak untuk dirinya
permusyawaratan politieke democratie
daripada untuk orang lain, maka kehidupan
saja, tetapi badan yang bersama dengan
bermasyarakat tidak dapat lepas dari
masyarakat dapat mewujudkan dua prin-
konflik kepentingan antar individu. Untuk
sip: politieke rechtvaardigheid dan sociale
mengatasi konflik kepentingan tersebut dan
rechtvaardigheid.”12
mewujudkan tujuan hidup bermasyarakat
Prinsip ‘keadilan sosial’ ini penting (social ends), Rawls berpendapat perlu
untuk dijadikan sebagai Dasar Negara, adanya serangkaian prinsip yang disebutnya
karena Bung Karno tidak ingin kaum prinsip keadilan sosial, yang memberikan
kapitalis merajalela di Indonesia. Besar cara untuk menentukan hak dan kewajiban
kemungkinan Bung Karno berpikir bahwa dasar apa saja dari tiap individu dalam
jika kaum kapitalis merajalela, maka KUSUMA, Lahirnya, hlm. 162.
13

J. RAWLS, A Theory of Justice, Massachusets:


14
12
KUSUMA, Lahirnya, hlm. 162. Harvard University, 1999, hlm. 3.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 419


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

masyarakat, serta mengalokasikan keuntu­ Rawls juga memandang bahwa apabila


ngan dan beban secara tepat terhadap tiap- aturan-aturan yang berkaitan dengan pra-
tiap individu berkaitan dengan peran dan nata sosial utama di dalam masyarakat di-
tanggungjawab sosialnya. Selanjutnya Rawls gantungkan semata-mata pada prinsip utili-
juga menegaskan bahwa selain memiliki tarian, maka anggota masyarakat yang mi-
fungsi distributif tersebut, prinsip keadilan noritas akan selalu menjadi korban ketida-
sosial harus diterapkan untuk mengatasi kadilan dan hal tersebut tidak dapat ia teri-
permasalahan koordinasi, efisiensi, ma. Oleh karenanya, Rawls berpandangan
dan stabilitas yang ada di masyarakat. bahwa dalam membuat aturan-aturan yang
Selengkapnya Rawls menyatakan sebagai berkaitan dengan pranata sosial utama di
berikut: dalam masyarakat, yaitu konstitusi politik
dan aturan terkait urusan ekonomi dan so-
“A set of principles is required for choosing
sial yang mendasar (principal economic and
among the various social arrangements
social arrangements), penetapan hak dan ke-
which determine this division of
wajiban yang fundamental bagi masyarakat
advantages and for underwriting an
haruslah berlandaskan pada suatu prinsip
agreement on the proper distributive
keadilan, yang tidak dapat dikesampingkan
shares. These principles are the principles
oleh tawar-menawar politik. Rawls kemu-
of social justice: they provide a way of
dian menyebut prinsip keadilan yang digu-
assigning rights and duties in the basic
nakan untuk menyusun atau mengevaluasi
institutions of society and they define the
pendistribusian hak dan kewajiban yang
appropriate distribution of the benefits
fundamental dalam masyarakat tersebut
and burdens of social cooperation…Some
sebagai prinsip Keadilan sebagai Fairness.16
measure of agreement in conceptions of
Rawls membahasakannya sebagai berikut:
justice is, however, not the only prerequisite
for a viable human community. There are “[I]n a just society the liberties of equal
other fundamental social problems, in citizenship are taken as settled; the rights
particular those of coordination, efficiency, secured by justice are not subject to political
and stability…Now it is evident that these bargaining or to the calculus of social
three problems are connected with that of interests. The only thing that permits us to
justice. In the absence of a certain measure acquiesce in an erroneous theory is the lack
of agreement on what is just and unjust, of a better one; analogously, an injustice is
it is clearly more difficult for individuals tolerable only when it is necessary to avoid
to coordinate their plans efficiently in an even greater injustice. Being first virtues
order to insure that mutually beneficial of human activities, truth and justice are
arrangements are maintained. Distrust uncompromising…The basic structure is
and resentment corrode the ties of civility, the primary subject of justice because its
and suspicion and hostility tempt men to effects are so profound and present from
act in ways they would otherwise avoid. the start. The intuitive notion here is that
So while the distinctive role of conceptions this structure contains various social
of justice is to specify basic rights and positions and that men born into different
duties and to determine the appropriate positions have different expectations of
distributive shares, the way in which a life determined, in part, by the political
conception does this is bound to affect the system as well as by economic and social
problems of efficiency, coordination, and circumstances. In this way the institutions
stability.”15 of society favor certain starting places

15
RAWLS, A Theory, hlm. 4-6. 16
RAWLS, A Theory, hlm. 10.

420 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

over others. These are especially deep Dalam bukunya yang berjudul Social
inequalities. Not only are they pervasive, Justice in Islam yang pertama kali terbit
but they affect men’s initial chances in pada tahun 1953, Sayyid Qutb mengatakan
life; yet they cannot possibly be justified bahwa ‘keadilan sosial’ dalam Islam tidak
by an appeal to the notions of merit or hanya terkait dengan konteks ekonomi,
desert. It is these inequalities, presumably melainkan meliputi aspek moral dan
inevitable in the basic structure of any spiritual dari manusia pula. Persamaan
society, to which the principles of social dalam ekonomi berdasarkan Islam menurut
justice must in the first instance apply. Qutb adalah persamaan dalam kesempatan
These principles, then, regulate the choice untuk meningkatkan kemampuan ekonomi.
of a political constitution and the main Berikut ini pernyataan selengkapnya yang
elements of the economic and social system. dikemukakan oleh Qutb:
The justice of a social scheme depends
“Above all other things, it is a comprehen-
essentially on how fundamental rights and
sive human justice and not merely an eco-
duties are assigned and on the economic
nomic justice; that is to say, it embraces
opportunities and social conditions in the
all sides of life and all aspects of activity.
various sectors of society… This way of
It is concerned alike with perception and
regarding the principles of justice I shall
conduct, with the heart and the conscience.
call justice as fairness.”17
The values with which this justice deals
Rawls kemudian mengemukakan 2 (dua) are not only economic values, nor are they
prinsip keadilan. Prinsip pertama esensin- merely material values in general; rather
ya adalah setiap orang memiliki hak yang they are a mixture of moral and spiritual
sama untuk memperoleh kebebasan yang values together…Justice in Islam is a hu-
mendasar. Prinsip kedua yang disebutnya man equality, envisaging the adjustment
prinsip pembedaan (difference principle) es- of all values, of which the economic is but
ensinya adalah ketidaksetaraan dalam hal one. Economic equality is, to be precise,
sosial dan ekonomi masih dimungkinkan equality of opportunity, combined with
hanya jika ketidaksetaraan itu secara ber­ the freedom to develop one’s talents within
alasan memberikan manfaat untuk semua the boundaries set by the higher purposes
orang dan jika peluang untuk menduduki of life…Islam does, of course, acknowledge
jabatan atau mendapat pekerjaan terbuka a fundamental equality of all men and a
untuk semua orang. Rawls menuliskannya fundamental justice among all, but over
sebagai berikut: and above that, it leaves the door open for
achievement of preeminence through hard
“The two principles (of justice) reads as
work, just as it lays in the balance values
follows. First: each person is to have an
other than the economic.”18
equal right to the most extensive scheme
of equal basic liberties compatible with Dalam Islam, individu yang terbaik di
a similar scheme of liberties for others. hadapan Allah bukanlah yang paling kaya
­Second: social and economic inequalities secara ekonomi atau sebaliknya yang pal-
are to be arranged so that they are both ing miskin, tetapi individu yang paling ber-
(a) reasonably expected to be to everyone’s takwa lah yang terbaik di hadapan Allah.
­advantage, and (b) attached to positions Bertakwa itu sendiri artinya adalah me-
and offices open to all.” matuhi perintah-perintah Allah, menjauhi
larangan-larangan Allah, dan berbuat baik
4. Keadilan Sosial Menurut Sayyid Qutb
18
S. QUTB, Social Justice in Islam, New York: Is-
17
RAWLS, A Theory, hlm. 3-4, 6-7, 10. lamic Publications International, 1953, hlm. 45, 47, 48.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 421


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

dengan sesama manusia. Qutb mengatakan ancaman kematian, apabila menyadari


bahwa Islam tidak menghendaki pem­berian bahwa seluruh takdir hidupnya ditentukan
perhatian yang berlebihan terhadap ­faktor oleh Allah dan ia hanya hidup untuk
ekonomi, terutama uang, dalam hidup menyembah serta melayani Allah semata,
manusia. Islam juga tidak menghendaki bukan untuk mengabdi kepada makhluk
adanya ideologi berupa kesamaan dalam ciptaan Allah. Qutb mengatakannya sebagai
tingkat kemakmuran individu, sebagaima- berikut:
na dikenal dalam doktrin komunis, karena
“When the conscience is freed from the in-
di dalam ­Islam ada pengakuan terhadap
stinct of servitude to and worship of any
perbedaan hasil usaha yang diperoleh tiap
of the servants of Allah, and when it is
individu yang mengakibatkan adanya per-
filled with the knowledge that it can of it-
bedaan tingkat kemakmuran nya. Seleng-
self .gain complete access to Allah then it
kapnya Qutb mengatakan sebagai berikut:
cannot be disturbed by any feelingof fear
“Islam, then, does not demand a literal of life, or fear for livelihood, or fear for its
equality of wealth, because the distribution station…In this case there can be no cow-
of wealth depends on men’s endowments, ardice and no cowards; for life and its al-
which are not uniform…Justice must be lotted span, good and evil are in the hand
upheld also by the inclusion of all kinds of of Allah, and of no other.”20
values in the reckoning, by the freeing of
Sedangkan terkait dengan human equal-
the human mind completely from the tyr-
ity, Qutb menyatakan bahwa dalam Islam
anny of the purely economic values, and by
tiap-tiap manusia memiliki kedudukan
the relegation of these to their true and rea-
yang sama. Tidak ada ras atau individu
sonable place. Economic values must not
manusia yang lebih superior daripada ras
be given an inflated high standing, such as
atau individu manusia yang lainnya. Per­
they enjoy in those human societies which
samaan kedudukan sebagai sesama manu-
lack a certainty of true values, or which
sia tersebut di dalam Islam bersifat uni-
give to them too slight an importance; in
versal, melampaui batas-batas negara, dan
such conditions money alone becomes the
berlaku pula untuk para non muslim. Qutb
supreme and fundamental value. In Islam
mengatakannya sebagai berikut:
money is not given this value; Islam refuses
to admit that life can be reckoned in terms “When it is thus denied that one
of a mouthful of bread, the appetites of the individual can be intrinsically superior
body, or a handful of money.”19 to another, it follows that there can be no
race or people that is superior by reason
Selanjutnya Qutb menyebutkan 3 (tiga)
of its origin or its nature… This equality
fondasi utama konsep keadilan sosial
extends its compass over all mankind and
dalam Islam, yaitu kemerdekaan dalam
transcends both patriotism and religion;
berkesadaran (freedom of conscience), per­
for, since the Messenger said, “All Muslims
samaan sepenuhnya terhadap seluruh
are of one blood,” Islam grants polytheists
manusia (the complete equality of all men), dan
rights of blood equivalent to those enjoyed
masyarakat yang saling bertanggungjawab
by Believers-so long as there is a compact
(the firm mutual responsibility of society).
between them and the Muslims.”21
Terkait dengan freedom of conscience, Qutb
menyatakan bahwa manusia tidak akan Terkait dengan mutual responsibility
takut hidup dalam kemiskinan, kekurangan, in society, Qutb menyatakan bahwa dalam
penderitaan, tanpa jabatan, atau bahkan
20
QUTB, Social Justice, hlm. 57-58.
19
QUTB, Social Justice, hlm. 48-49. 21
QUTB, Social Justice, hlm. 70-71.

422 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

Islam tiap-tiap manusia diwajibkan un­ The community is also responsible for the
tuk mengendalikan hawa nafsunya dan di- care of its weak members; it must watch
wajibkan untuk menghentikan per­ buatan their welfare and guard them; it has also
jahat yang terjadi di tengah masya­ rakat. the duty of fighting in defense of those
Tanggungjawab orangtua terhadap anak whom it guards… On this foundation the
dan sebaliknya, juga diatur di dalam Islam, laws against social crimes are firmly built,
karena keluarga sebagai unit dasar pemben- because mutual help cannot exist except on
tuk masyarakat memiliki fungsi yang sangat the basis of the safety of a man’s life, prop-
vital. Masyarakat juga diwajibkan untuk sa- erty, and honor.”22
ling meningkatkan kemakmuran bersama,
5. Keadilan Sosial Menurut Jurgen ­Haber-
dengan membantu anggota masyarakat nya
mas
yang miskin atau lemah. Islam meman-
dang penting perlindungan dan tanggung­ Berbeda dengan ketiga tokoh di atas,
jawab bersama terhadap keselamatan, harta Habermas tidak menyebut secara eksplisit
kekayaan, dan kehormatan tiap individu gagasannya sebagai suatu konsep menge-
dalam masyarakat, sehingga ancaman hu- nai keadilan sosial. Namun karena gagasan
kuman yang keras diberlakukan terhadap paradigma hukum proseduralis yang dis-
tindakan yang merusak hal tersebut. Qutb ampaikannya adalah sebuah anti-tesis ter-
mengatakannya sebagai berikut : hadap teori keadilannya Rawls, dapatlah di-
katakan bahwa gagasan Habermas tersebut
“Islam lays down the principle of mutual
sesungguhnya masih dalam konteks konsep
responsibility in all its various shapes and
keadilan sosial. Beberapa kata kunci yang
forms. In it we find the responsibilities
selalu digunakan oleh Habermas adalah
which exist between a man and his own
otonomi pribadi, otonomi publik, proses de-
person, between a man and his immedi-
mokratik, dan legitimasi.
ate family, between the individual and
society, between one community and other Sebelum mengelaborasi gagasannya,
communities, and between one generation Habermas terlebih dahulu memaparkan
and the other generations that succeed it. kritiknya terhadap paradigma hukum
We have the responsibilities which a man ­liberalis dan paradigma hukum kesejahteraan
has to himself. He must restrain himself sosial yang ada. Paradigma hukum liberalis
from being carried away by his appetites, yang berintikan pada perlindungan hukum
and he must cleanse and purify these ap- yang sebesar-besarnya terhadap kebebasan
petites; he must make them follow the path individu u ­ntuk mendapatkan kesejahteraan
of righteousness and salvation and must pribadinya, yang dilakukan terutama melalui
not let them go down in degradation… The instrumen hukum kontrak dan hukum ke­
value of this responsibility within the fam- bendaan, dipandangnya memberikan oto­
ily circle is that it is the basis on which the nomi pribadi atau kebebasan bertindak
family stands and the family is the basic secara pribadi yang terlalu besar. Akibatnya,
unit on which society is built; hence there manusia yang pada dasarnya makhluk
must be a regard for its ekonomis yang egois cenderung hanya me­
mentingkan kepentingan dirinya sendiri
value. It rests on the permanent character-
dan tidak peduli dengan kesengsaraan
istics of human nature, on the emotions of
hidup yang dialami oleh manusia lain.
pity and love, and on the demands of ne-
Par­adigma liberalis membuat manusia
cessity and welfare…Every individual,
tega untuk menindas manusia lain untuk
again, is charged with the duty of putting
an end to any evildoing which he sees…
22
QUTB, Social Justice, hlm. 79-92.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 423


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

men­ dapatkan kesejahteraan pribadinya. welfare-client, kemungkinan besar kehilan-


Seorang liberalis juga cenderung untuk gan otonomi publiknya23, karena hanya
memandang segala keberhasilannya sebagai kaum elit yang berperan dalam menentukan
hasil kerja pribadinya dan memandang urusan-urusan publik, terutama berkaitan
remeh kontribusi masyarakat atau pihak dengan penyusunan perundang-undangan
di luar dirinya dalam mewujudkan ke­ yang diberlakukan terhadap mereka. Hal
berhasilannya tersebut. Paradigma lib­ tersebut menurut Habermas merupakan
er­
alis yang bertumpukan pada teori permasalahan penting, karena menurutnya,
ekonomi kapitalis, yang percaya bahwa “warganegara dapat disebut otonom secara
pasar secara natural akan selalu berproses politik hanya jika mereka dapat melihat
menuju keseimbangan, dalam realitasnya, dirinya secara bersama-sama sebagai penyu-
pasar tidak lah demikian; karena dalam sun perundang-undangan yang mana dalam
kenyataannya akan selalu ada orang-orang aturan tersebut mereka menjadi ­ subyek
yang, dengan berbagai penyebab, tidak ­hukum yang diatur” (citizens are politically
mampu untuk membeli barang-barang autonomous only if they can view themselves
kebutuhan pokok yang diperdagangkan jointly as authors of the laws to which they are
dalam pasar dan akhirnya mengalami subject as individual addressees).”24
kelaparan atau kesengsaraan. Dampak
Habermas kemudian mengusulkan para-
buruk dari paradigma liberalis tersebut
digma hukum proseduralis yang ia harap-
adalah adanya kesenjangan kesejahteraan
kan dapat memberikan atau menjamin
yang amat besar di tengah masyarakat dan
perlindungan terhadap otonomi pribadi
hampir tidak adanya peranan negara untuk
maupun otonomi publik/otonomi politik,
membantu orang miskin.
serta menjadi sarana untuk terpenuhinya
Paradigma hukum kesejahteraan sos- kesejahteraan individual sekaligus ke­
ial (social-welfare) lahir untuk mengatasi sejahteraan sosial. Namun Habermas tidak
dampak buruk paradigma liberalis tersebut. memberikan saran hak dasar apa saja yang
Dalam hal ini negara diharuskan untuk perlu ada dan bahkan ia tidak berasumsi
mengurusi kesejahteraan individu. Negara bahwa pemenuhan hak dasar harus selalu
memberikan nafkah kepada orang-orang diatur dalam suatu perundang-undangan,
yang tidak bisa bekerja agar dapat mem- tetapi ia menekankan bahwa pengaturan
peroleh makanan, negara menyediakan yang berkaitan dengan hak dari warga neg-
rumah-singgah untuk menampung orang- ara harus disusun dengan prosedur yang
orang miskin yang tidak punya tempat mana warganegara yang bersangkutan ha-
tinggal, negara menanggung biaya pengo- rus didengar pendapatnya dan ikut menen-
batan orang-orang miskin yang sakit, neg- tukan substansi aturan tersebut. Selengkap-
ara menggratiskan biaya pendidikan untuk nya Habermas mengatakan sebagai berikut:
orang-orang miskin, dan lain sebagainya.
“I would like to propose a proceduralist
Dampak buruk dari paradigma kesejahter-
understanding of law that is centered on
aan sosial adalah adanya orang-orang yang
the procedural conditions of the democrat-
menjadi sangat bergantung kepada negara,
ic process. According to this view, the legal
padahal kalau mau, mereka mampu bekerja
order is structured neither by the measure
untuk menghidupi dirinya dan keluarganya
secara layak. Dampak lainnya, orang-orang 23
Dalam istilahnya yang lain, Habermas menyebut-
penerima bantuan sosial dari negara terse- nya otonomi politik, yaitu kebebasan bertindak berkai-
tan dengan pelaksanaan urusan publik.
but, yang disebut oleh Habermas sebagai 24
J. HABERMAS, Reconciliation Through the Public
Use of Reason: Remarks on John Rawls’ Political Liberal-
ism, The Journal of Philosophy, Vol. 92, No. 3 (Mar.,
1995), h. 130.

424 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

of individual legal protection for private nya prosedur tersebut merupakan proses
autonomous market participants nor by demokratik yang menentukan legitimasi
the measure of comprehensive social secu- suatu perundang-undangan. Faktor legiti-
rity for the clients of welfare-state bureau- masi untuk Habermas sangat penting, kare-
cracies. Although it is supposed to provide na sifat positivistis dan koersif dari aturan-
or guarantee both of these, they do not form aturan hukum menurut Habermas berakar
the paradigmatic cases. In the procedur- pada faktor legitimasi tersebut. Uniknya,
alist paradigm of law, the vacant places Habermas tidak mengusulkan suatu bentuk
of the economic man or welfare-client are masyarakat yang ideal yang menjadi tujuan
occupied by a public of citizens who par- pendistribusian hak-hak dasar di dalam
ticipate in political communication in or- ­hukum, sehingga cakupan hak dasar terse-
der to articulate their wants and needs, to but menjadi dinamis mengikuti wacana
give voice to their violated interests, and, dan dialektika yang berkembang dalam
above all, to clarify and settle the contested proses demokratik penyusunan perundang-
standards and criteria according to which undangan. Habermas juga tidak membatasi
equals are treated equally and unequal- pengaturan hak-hak dasar tersebut hanya
ly…from the standpoint of effectiveness, pada satu aturan tertentu saja, yaitu kon-
this means training the administration stitusi, sehingga hak-hak dasar yang berkai-
to employ mild forms of indirect steer- tan dengan kesejahteraan individual dan
ing; from the standpoint of legitimacy, it kesejahteraan sosial/politik tersebut dapat
means linking the administration to com- dilindungi baik melalui suatu sarana aturan
municative power and immunizing it bet- hukum (rule of law) maupun melalui prin-
ter against ­illegitimate power. This path sip-prinsip26 yang berfungsi sebagai aturan
to realizing the system of rights under the hukum. Selengkapnya Habermas men-
conditions of a complex society can not gatakan sebagai berikut:
be adequately characterized in terms of a
“a system of rights that gives equal weight
specific legal form-reflexive law-that the
to both the private and the public auton-
procedural paradigm of law would privi-
omy of the citizen… should contain pre-
lege in a manner similar to the way liberal
cisely the basic rights that citizens must
and welfare paradigms once favored their
mutually grant one another if they want
corresponding legal forms – formal and
to legitimately regulate their life in com-
materialized law. Rather, the choice of the
mon by means of positive law…this para-
respective legal form must in each case re-
digm of law (the proceduralist), unlike
main bound to the original meaning of the
the liberal and social-welfare models, no
system of rights, which is to secure citizens’
longer favors a particular ideal of society,
private and public autonomy uni act: each
a particular vision of the good life, or even
legal act should at the same time be under-
a particular political option. It is ‘formal’
stood as a contribution to the politically
in the sense that it merely states the nec-
autonomous elaboration of basic rights,
essary conditions under which legal sub-
and thus as an element in an ongoing pro-
jects in their role of enfranchised citizens
cess of constitution making.”25

Habermas menekankan perlu adanya


26
Dalam suatu wawancara dengan Direktur Max
Planck Institute, Habermas menyatakan sebagai berikut:
prosedur partisipasi warganegara, teruta- “basic rights are legal principles, and in deciding hard cas-
ma yang miskin, dalam penyusunan suatu es, any constitutional court has to find out which one of the
competing rights may claim priority over the other in view
perundang-undangan, karena menurut- of the best possible description of the relevant circumstanc-
es.” Selengkapnya lihat di European Society of Interna-
25
J. HABERMAS, Paradigms of Law, Cardozo Law tional Law, Discourse Theory and International Law: An
Review, Vol. 17, 1996, hlm. 776-778. Interview with Jurgen Habermas, 2013.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 425


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

can reach an understanding with one an- esensinya adalah perintah yang dapat
other about what their problems are and diberlakukan secara memaksa dengan
how they are to be solved. The procedural ancaman sanksi-sanksi. Wujud kongkrit
paradigm is certainly connected with the dari h­ukum adalah segala aturan yang
self-referential expectation of shaping not dibuat oleh pemerintah negara. Dalam
only the self-understanding of elites who perkembangan selanjutnya, Hans Kelsen
deal with law as experts but that of all menguatkan doktrin Austin tersebut.
participants…individual private rights Didorong oleh keinginan untuk menjadikan
cannot even be adequately formulated, hukum sebagai suatu disiplin ilmu yang
let alone politically implemented, if those ilmiah, Kelsen kemudian memformulasikan
affected have not first engaged in public suatu doktrin tentang hierarkhi hukum dan
discussions to clarify which features are kemurnian hukum. Kelsen menghendaki
relevant in treating typical cases as a like pemisahan yang tegas antara hukum
or different, and then mobilized communi- dengan variabel non hukum, walaupun
cative power for the consideration of their sama-sama mengatur perilaku manusia.
newly interpreted needs. The proceduralist Sebagaimana Austin, wujud kongkrit dari
understanding of law thus privileges the hukum menurut Kelsen juga aturan-aturan
communicative presuppositions and pro- dan dibuat oleh lembaga yang berwenang.
cedural conditions of democratic opinion Oleh karena itu, dalam rumusan Kelsen,
and will-formation as the sole source of suatu hukum haruslah berasal dari hukum
legitimation.”27 pula, sesuai tingkatan hierarkhinya, dan
suatu premis moral atau logika semata
6. Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum
tidak dapat menjadikannya sebagai hukum.
Konsep keadilan sosial penting untuk Dalam perkembangan berikutnya, H.L.A
dibahas di Indonesia, karena merupakan Hart menguatkan pandangan bahwa
bagian dari hukum dasar negara Indone- hukum adalah aturan-aturan. Namun Hart
sia. Walaupun Rawls, Qutb, dan Habermas memperkenalkan doktrin rule of recog­
menyampaikan gagasannya mengenai hal nition, yang intinya menyatakan bahwa
tersebut, istilah keadilan sosial, sepanjang sesuatu kesepakatan atau keputusan,
pengetahuan saya, tidak disebutkan secara sepanjang dikenali oleh hakim, aparat
eksplisit dalam konstitusi Amerika Seri- pemerintah, dan/atau individu-individu
kat, Mesir, atau Jerman. Realitas tersebut dalam masyarakat, sebagai suatu aturan,
membawa semangat bahwa istilah keadilan maka itu adalah hukum. Dengan perspektif
sosial seharusnya dihidupkan dalam dunia tersebut, Hart memperluas pengertian
hukum di Indonesia, baik dalam fase pe- hukum, tidak hanya pada aturan-aturan
nyusunan perundang-undangan maupun yang dihasilkan oleh Negara. Pada satu
dalam penyelesaian sengketa atau peninda- sisi, doktrin Hart memberikan tambahan
kan terhadap pelanggaran hukum. Namun keleluasaan bagi hakim dalam memutus
paradigma positivistik hukum telah mem- perkara, karena hakim dapat memilih
buat Pancasila, termasuk di dalamnya sila aturan selain aturan yang dibuat negara.
mengenai keadilan sosial, menjadi tidak Tetapi di sisi lain, doktrin Hart tersebut
hidup dalam dunia hukum di Indonesia. tidak dapat sepenuhnya harmonis dengan
doktrin Kelsen mengenai hierarkhi
Salah satu pemikir utama dalam aliran hukum. Namun karena aliran positivisme
positivisme hukum adalah John Austin, cenderung mementingkan kepastian sebagai
yang berpandangan bahwa hukum pada tujuan hukum, maka aturan-aturan yang
27
J. HABERMAS, Between Facts and Norms, Massa- tidak berasal dari negara dalam realitasnya
chusetts: the MIT Press, 1996, h. 118, 445, 450.

426 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

diperlakukan lebih inferior daripada aturan- civil law, menyatakan bahwa prinsip-
aturan yang berasal dari negara. prinsip hukum dapat saja lebih kuat dari-
pada aturan-aturan yang dibuat negara,
Pancasila tidak dirumuskan sebagai suatu
yang selengkapnya ia katakan sebagai
kalimat normatif, karena tidak memuat kali-
berikut: “There are principles of law, there-
mat yang berisi suruhan, larangan, atau ke-
fore, that are weightier than any legal
bolehan dalam berperilaku. Pancasila juga
enactment, so that a law in conflict with
tidak dilengkapi dengan ancaman sanksi
them is devoid of validity. These principles
apabila tidak dilaksanakan atau dilanggar.
are known as natural law or the law of
Dengan dua karakteristiknya tersebut, dan
reason.”29
bahkan walaupun Pancasila dikenali oleh
masyarakat Indonesia sebagai bagian dari Dengan menggunakan paradigma ala
sistem hukum Indonesia, Pancasila tidak Dworkin dan Radbruch tersebut, maka Pan-
sepenuhnya dapat disebut sebagai aturan casila dalam kapasitasnya sebagai prinsip,
sebagaimana dikemukakan oleh Austin terlihat jelas sebagai hukum. Selanjutnya,
dan Hart. Konsekuensinya, Pancasila tidak dengan mengacu kepada Radbruch kemba-
memenuhi hasrat kepastian hukum dari li30, Pancasila seharusnya difungsikan untuk
aliran positivisme dan interpretasinya me- merealisasikan 3 (tiga) tujuan hukum, yang
miliki spektrum yang luas, termasuk meli- mana yang terpenting adalah ‘keadilan’, ke-
batkan variabel-variabel non hukum (sep- mudian ‘kepastian’, dan terakhir ‘keman-
erti logika dan moral), yang pada akhirnya faatan’. Dengan perspektif tersebut, maka
membuatnya sulit untuk diterima oleh para sebagai hukum, Pancasila paling sedikit
pengikut Kelsen. Akibatnya, hakim justru melahirkan dua konsekuensi normatif. Per-
lebih merasa terikat pada aturan perun- tama, tiap-tiap warganegara Indonesia yang
dang-undangan dan secara faktual Pancas- merasa diperlakukan tidak adil memiliki
ila menjadi sumber hukum yang lebih infe- hak untuk menggunakan Pancasila sebagai
rior dengan daya ikat dan keberlakuan yang dasar hukum untuk menuntut keadilan bagi
lemah. dirinya. Kedua, tiap-tiap hakim di Indonesia
memiliki kewajiban untuk memeriksa dan
Idealnya, Pancasila haruslah sungguh-
mempertimbangkan perkara yang menggu-
sungguh hidup sebagai hukum. Un-
nakan Pancasila sebagai dasar hukum dan
tuk merealisasikan hal tersebut, maka
memiliki kewenangan untuk membatalkan
langkah pertama yang perlu dilakukan
peraturan perundang-undangan yang ada
adalah meninggalkan paradigma positiv-
dan/atau menetapkan suatu putusan dan
isme mutlak dalam memandang hukum.
penetapan, dengan mendasarkan semata-
Ronald Dworkin dan Gustav Radbruch
mata pada interpretasinya terhadap sedikit-
memberikan landasan pemikiran untuk
nya salah satu sila dalam Pancasila.
melakukan hal tersebut. Dworkin, yang
berasal dari negara dengan sistem hukum Khusus terkait dengan prinsip keadilan
common law, menyatakan bahwa hukum sosial, gagasan yang dikemukakan keempat
itu tidak hanya meliputi aturan-aturan, tokoh tersebut memiliki dua kesamaan.
tetapi juga prinsip-prinsip keadilan, yang Pertama, mereka semua memandang
selengkapnya ia katakan sebagai berikut manusia sebagai makhluk ekonomis
“the law includes not just enacted rules, or
rules with pedigree, but justifying princi- 29
G. RABRUCH, Five Minutes of Legal Philosophy,
ples as well.”28 Sedangkan Radbruch, yang Oxford Journal of Legal Studies, 1945, h, 14.
30
G. RABRUCH, Statutory Lawlessness and Supra-
berasal dari negara dengan sistem hukum Statutory Law, translated by B.L. PAULSON and S.L.
PAULSON, Oxford Journal of Legal Studies, Vo. 26, No.
28
R. DWORKIN, Justice for Hedgehogs¸2011, h. 402. 1, 2006, h, 6.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 427


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

yang pada dasarnya cenderung untuk 3. Tiap-tiap manusia, baik yang miskin mau-
mementingkan kepentingan pribadinya. pun yang mampu, pasti punya kebutuhan
Mereka semua, dengan caranya masing- dasar untuk hidup sejahtera. Manusia pu-
masing, telah melihat konsekuensi nega­ nya kebutuhan untuk sehat, bertempat
tif dari sifat manusia yang egois ter­ tinggal tetap, cukup makanan, memakai
sebut. Bung Karno melihat bagaimana pakaian yang layak, dan lain sebagainya.
sengsaranya kaum bumiputera di bawah
Tiap-tiap manusia akan menjadi bagian
kekuasaan bangsa penjajah. ­Rawls melihat
dari suatu sistem pasar untuk memenuhi
bagaimana sengsaranya orang-orang yang
kebutuhan dasarnya tersebut. Tidak ada
menjadi korban penerapan paradigma
manusia yang mencukupi kebutuhan
utilitarian dalam aneka kebijakan publik di
dasarnya dengan hasil pekerjaannya send-
Amerika Serikat. Qutb melihat bagaimana
iri. Sebagian besar manusia cenderung un-
sengsaranya orang-orang yang begitu
tuk menjadi konsumen.
bergantung pada uang, sehingga melupakan
bahkan mengingkari kehidupan akhirat. 1. Produk-produk yang dikonsumsi tidak
Habermas melihat bagaimana sengsaranya memiliki kedudukan yang sama. Ada
­
orang yang tidak punya kemampuan untuk produk yang sifatnya esensial dan non
menentukan aturan yang diberlakukan ­esensial. Produk yang esensial pun dapat
untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, diklasifikasikan lagi menjadi produk
perjuangan untuk mendatangkan kesejah­ ­esensial yang elastik dan yang non elas-
teraan khususnya bagi para orang miskin, tik. Obat-obatan tertentu dapat menjadi
adalah kesamaan kedua dari gagasan contoh dari produk esensial yang non elas-
keadilan sosial dari keempat tokoh ter­ tik, karena kenaikan harga produk tidak
sebut. Beranjak dari penilaian tersebut, berdampak signifikan terhadap tingkat
maka kerangka berpikir yang dapat saya permintaan konsumen.
tawarkan bagi kalangan hakim, praktisi,
­
dan akademisi hukum dalam memaknai 2. Komersialisasi dari produk-produk esen-
konsep keadilan sosial dalam Pancasila sial mengakibatkan dinamika dalam ke­
adalah se­bagai berikut: tersediaan dan tingkat harga jual kepada
konsumen. Aturan-aturan hukum dibuat
1. Manusia memiliki banyak karakteristik, untuk itu, dengan asumsi dapat mendo-
tetapi dalam hal ini, yang terpenting adalah rong inovasi, melindungi profit dari pro-
memandang manusia sebagai makhluk dusen, dan/atau menjamin keselamatan
ekonomi yang punya kecenderungan un- konsumen.
tuk mementingkan dirinya sendiri. Dam-
pak terburuk dari sifat kodrati manusia Dilema hukum biasanya terjadi. Di satu
yang seperti itu adalah manusia rela untuk sisi, para penyedia produk esensial memi-
menindas manusia lain untuk mencapai liki hak yuridis untuk melindungi komer-
keinginannya. sialisasi produknya, termasuk meminta
bantuan negara untuk menindak para
2. Sampai kapan pun, di Indonesia pasti ada pelanggar hukum. Di sisi lain, peraturan
orang miskin. Tidak ada manusia yang perundang-undangan yang ada tidak mem-
minta dilahirkan. Ada manusia yang berikan jaminan yuridis yang memadai
secara sosial sudah miskin bahkan saat bagi orang miskin untuk dapat memperoleh
pertama kali ia dilahirkan. Ada manusia produk ­esensial; padahal mereka tidak bisa
yang secara sosial menjadi miskin karena berinteraksi secara normal di dalam pasar,
sebab-sebab lain setelah ia menjalani ke- karena mereka tidak memiliki uang untuk
hidupan. membeli produk.

428 IUS Kajian Hukum dan Keadilan


Brian Amy Prastyo | Prinsip Keadilan Sosial Sebagai Hukum...................................................................

1. Mengingat Pancasila adalah hukum dan itu, Pancasila sebagai prinsip dasar dalam
tujuan utama hukum adalah mewujudkan penyelenggaraan negara Indonesia adalah
keadilan, maka orang miskin yang merasa hukum. Untuk menghidupkan Pancasila
­
diperlakukan tidak adil karena tidak dalam dunia hukum, paradigma positivisme
dapat memperoleh produk esensial yang mutlak harus ditinggalkan. Para hakim,
sangat diperlukan untuk keberlangsungan praktisi, dan akademisi hukum harus
hidupnya,memilikihakuntukmengajukan lebih melihat Pancasila sebagai hukum,
gugatan dengan menggunakan Pancasila dengan mengingat tujuan hukum yang
sebagai dasar hukumnya. utama, yaitu mewujudkan keadilan. Dalam
konteks keadilan sosial yang disebutkan
2. Mengingat Pancasila adalah hukum dan
dalam sila kelima Pancasila, beragam
tujuan utama hukum adalah mewujudkan
teknik interprestasi dapat digunakan
keadilan, maka hakim berkewajiban
untuk menunjukkan hak dan kewajiban
untuk menginterpretasi Pancasila dengan
bagi para pihak yang terkait. Namun satu
mengelaborasi hak dan kewajiban apa
hal yang wajib menjadi posisi awal bagi
yang prinsipil dari tiap gugatan/tuntutan
semua pihak dalam melakukan interpretasi
yang diajukan kepadanya, sehingga orang
terhadap konsep keadilan sosial tersebut,
miskin dapat mengakses produk esensial,
yaitu memandang bahwa hukum adalah
khususnya yang bersifat non elastik.
sarana untuk memperjuangkan keadilan,
terutama bagi masyarakat yang miskin.
SIMPULAN
Hukum tidak hanya aturan. Hukum
mencakup pula prinsip-prinsip. Oleh karena

Daftar Pustaka
DWORKIN, R.M, Is Law a System of Rules?, dalam R.M DWORKIN
(ed), The Philosophy of Law, New York: Oxford University,
1977.
DWORKIN, R.M, Justice for Hedgehogs¸Cambridge: Belknap Press,
2011.
European Society of International Law, Discourse Theory and
International Law: An Interview with Jurgen Habermas, 2013.
HABERMAS, J, Paradigms of Law, Cardozo Law Review, Vol. 17, 1996.
HABERMAS, J, Between Facts and Norms, Massachusetts: the MIT
Press, 1996.
HABERMAS, J, Reconciliation Through the Public Use of Reason:
Remarks on John Rawls’ Political Liberalism, The Journal of
Philosophy, Vol. 92, No. 3 (Mar., 1995).
KUSUMA, A.B, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009.
QUTB, S, Social Justice in Islam, New York: Islamic Publications
International, 1953.
RABRUCH, G, Five Minutes of Legal Philosophy, Oxford Journal of
Legal Studies, 1945.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 429


Jurnal IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 415~430

RADBRUCH, G, Statutory Lawlessness and Supra-Statutory Law,


Oxford Journal of Legal Studies, 1946.
RAWLS, J, A Theory of Justice, Massachusets: Harvard University, 1999.

430 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Anda mungkin juga menyukai