Askep Gerontik
Askep Gerontik
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya
berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan
seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,
serta sistem organ. Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem endokrin khususnya penyakit diabetes mellitus. Perubahan
tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010). Usia harapan hidup lansia di Indonesia
semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat.
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia >65 tahun,
8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada panti lansia (Steele, 2008).
Laporan statistik dari International Diabetik Federation menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar
230 juta orang pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang tiap
tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan akan mencapai 350 juta orang pada
tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan
Indonesia (Tandra, 2007).
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64 tahun, yang terdiri
4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan 24.420 DMTTI
(Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2. Sedangkan usia >65 tahun terdapat
11.212 kasus DM, yang terdiri 3.820 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe
1 dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2 (Profil
Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung
insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia. Meningkatnya
prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di
negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan pendapatan
perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit degeneratif.
Berkaitan dengan data tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui tentang pengelolaan
keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan gerontik untuk “Asuhan Keperawatan
Gerontik Gangguan Sistem Endokrin Dengan Diabetes Mellitus Pada Ny.n Di Ruang Rawat
Inap Lantai II B ruang Teratai 2 RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam “
Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kperawatan pada lansia secara profesional dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
b. Tujuan khusus
Setelah melakukan kunjungan rumah keluarga lansia mahasiswa dapat :
1. Melakukan pengkajian keperawatan keluarga gerontik pada Ny.N dengan diabetes
mellitus.
2. Menganalisa masalah kesehatan keluarga Ny.N dengan diabetes mellitus.
3. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan kebutuhan keluarga Ny.N dengan
diabetes mellitus.
4. Melakukan tindakan keperawatan dalam pencegahan, penyembuhan dan pemulihan
berdasarkan masalah yang dialami keluarga Ny.N dengan diabetes mellitus.
5. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan pada keluarga Ny.N
dengan diabetes mellitus.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.6. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan makanan yang
terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk
mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin (Stanley, Mickey, 2006).
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Berjalan atau berenang, dua
aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sanga baik untuk para pemula.
2. Pencegahan sekunder
a. Penapisan
Kadar gula darah harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari penapisan, tetapi
hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat dianggap sebagai suatu
kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif dan
merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah puasa dan
harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM (Stanley,
Mickey, 2006).
b. Nutrisi
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil
kesempatan untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum nutrisi
yang baik. Perawat dapat mengajarkan klien tentang membaca label untuk menghindari
asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber makanan rendah kolesterol, dan
memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka (Stanley, Mickey, 2006).
c. Olahraga
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi. Walaupun berenang dan berjalan
cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang sangat baik untuk lansia dengan NIDDM,
tipe aktivitas lainnya juga sama-sama bermanfaat. Khususnya, aerobik yang
menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM harus melakukan
latihan minimal satu kali setiap 3 hari (Stanley, Mickey, 2006).
d. Pengobatan
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula darah dan
gejala-gejala, terapi agens oral dan insulin akan diperlukan untuk menambah suplai dari
tubuh (Stanley, Mickey, 2006).
1.3.Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.
1.4.Sosial ekonomi
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.
1.5.Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya
pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
2. Aspek psikososial
a. Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan
koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
b. Isolasi social berhubungan dengan perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan
sejahtera, perubahan status mental.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra tubuh dan fungsi seksual.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
e. Resiko kesendirian.
(NANDA, 2006)
3. Aspek spiritual
Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang
lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural
(NANDA, 2006).
Intervensi keperawatan (NANDA, 2006)
No
Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
Aspek fisik atau biologis
1. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen
nutrisi : kurang dari Setelah dilakukan intervensi ketidakteraturan makan
kebutuhan tubuh keperawatan selama 3x24 (eating disorder
berhubungan dengan jam pasien diharapkan management)
tidak mampu dalam mampu: 1. Kolaborasi dengan
memasukkan, 1. Asupan nutrisi tidak anggota tim kesehatan
memasukan, mencerna, bermasalah untuk memuat
mengabsorbsi makanan 2. Asupan makanan dan perencanaan
karena factor biologi. cairan tidak perawatan jika sesuai.
bermasalah 2. Diskusikan dengan
3. Energy tdak tim dan pasien untuk
bermasalah membuat target berat
4. Berat badan ideal badann, jika berat
badan pasien tdak
sesuia dengan usia
dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan
ahli gizi untuk
menentukan asupan
kalori setiap hari
supaya mencapai dan
atau mempertahankan
berat badan sesuai
target.
4. Ajarkan dan kuatkan
konsep nutrisi yang
baik pada pasien
5. Kembangkan
hubungan suportif
dengna pasien.
6. Dorong pasien untuk
memonitor diri sendiri
terhadap asupan
makanan dan
kenaikan atau
pemeliharaan berat
badan.
7. Gunakan teknik
modifikasi tingkah
laku untuk
meningkatkan berat
badan dan untuk
menimimalkan berat
badan.
8. Berikan pujian atas
peningkatan berat
badan dan tingkah
laku yang mendukung
peningkatan berat
badan.
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Tetapkan pola
insomnia dalam waktu jam pasien diharapkan kegiatan dan tidur
lama, terbangun lebih dapat memperbaiki pola pasien.
awal atau terlambat tidurnya dengan kriteria : 2. Monitor pola tidur
bangun dan penurunan 1. Mengatur jumlah jam pasien dan jumlah
kemampuan fungsi yng tidurnya jam tidurnya.
ditandai dengan penuaan 2. Tidur secara rutin 3. Jelaskan pentingnya
perubahan pola tidur dan 3. Miningkatkan pola tidur selama sakit dan
cemas. tidur stress fisik.
4. Meningkatkan kualitas 4. Bantu pasien untuk
tidur menghilangkan situasi
5. Tidak ada gangguan stress sebelum jam
tidur tidurnya.
3. Inkontinensia urin Setelah dilakukan intervensi Perawatan inkontinensia
fungsional berhubungan keperawatan selama 3x24 urin
dengan keterbatasan jam diharapkan pasien 1. Monitor eliminasi
neuromuskular yang mampu : urin.
ditandai dengan waktu 1. Kontinensia urin 2. Bantu klien
yang diperlukan ke toilet 2. Merespon dengan mengembangkan
melebihi waktu untuk cepat keinginan buang sensasi keinginan
menahan pengosongan air kecil (BAK) BAK.
bladder dan tidak mampu 3. Mampu mencapai 3. Modifikasi baju dan
mengontrol pengosongan. toilet dan lingkungan untuk
mengeluarkan urin memudahkan klien ke
secara tepat waktu toilet.
4. Mengosongkan bladder 4. Instruksikan pasien
dengan lengkap untuk mengonsumsi
5. Mampu memprediksi air minum sebanyak
pengeluaran urin 1500 cc/hari.
4. Gangguan proses berpikir Setelah dilakukan intervensi Latihan daya ingat
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Diskusi dengan pasien
kemunduran atau jam pasien diharapkan dan keluarga beberapa
kerusakan memori dapat meningkatkan daya masalah ingatan.
sekunder. ingat dengan kriteria : 2. Rangsang ingatan
1. Mengingat dengan dengan mengulang
segera informasi yang pemikiran pasien
tepat kemarin dengan
2. Mengingat inormasi cepat.
yang baru saja 3. Mengenangkan
disampaikan tentang pengalaman
3. Mengingat informasi di masalalu dengan
yang sudah lalu pasien.