Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya
berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan
seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,
serta sistem organ. Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem endokrin khususnya penyakit diabetes mellitus. Perubahan
tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010). Usia harapan hidup lansia di Indonesia
semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat.
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia >65 tahun,
8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada panti lansia (Steele, 2008).
Laporan statistik dari International Diabetik Federation menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar
230 juta orang pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang tiap
tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan akan mencapai 350 juta orang pada
tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan
Indonesia (Tandra, 2007).
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64 tahun, yang terdiri
4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan 24.420 DMTTI
(Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2. Sedangkan usia >65 tahun terdapat
11.212 kasus DM, yang terdiri 3.820 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe
1 dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2 (Profil
Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung
insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia. Meningkatnya
prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di
negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan pendapatan
perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit degeneratif.
Berkaitan dengan data tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui tentang pengelolaan
keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan gerontik untuk “Asuhan Keperawatan
Gerontik Gangguan Sistem Endokrin Dengan Diabetes Mellitus Pada Ny.n Di Ruang Rawat
Inap Lantai II B ruang Teratai 2 RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam “
Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kperawatan pada lansia secara profesional dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.

b. Tujuan khusus
Setelah melakukan kunjungan rumah keluarga lansia mahasiswa dapat :
1. Melakukan pengkajian keperawatan keluarga gerontik pada Ny.N dengan diabetes
mellitus.
2. Menganalisa masalah kesehatan keluarga Ny.N dengan diabetes mellitus.
3. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan kebutuhan keluarga Ny.N dengan
diabetes mellitus.
4. Melakukan tindakan keperawatan dalam pencegahan, penyembuhan dan pemulihan
berdasarkan masalah yang dialami keluarga Ny.N dengan diabetes mellitus.
5. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan pada keluarga Ny.N
dengan diabetes mellitus.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep medis lansia


2.1.1. Definisi lansia
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur
tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).

2.1.2. Penyebab terjadinya penuaan pada lansia


Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses penuaan. Pada
dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor
eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang menurun kadarnya, proses
glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor
eksternal adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah,
paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stres dan penyebab sosial lain seperti
kemiskinan. Kedua faktor ini saling terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab
proses penuaan (Uchil Nissa, 2014).

2.1.3. Perubahan lansia pada sistem endokrin


Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa yang
normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya
olahraga, dan penuaan. Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari
jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic thyrotoxicosis”.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat
proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah glukosa darah puasa
140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah kadar
glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini adalah
pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan waktu
paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap
stabil.

2.1.4. Patofisiologi penyakit diabetes akibat penuaan


Diabetes mellitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan berbagai sistem
fisiologi, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa.” Fungsi vaskular, renal,
neurologis dan penglihatan pada orang yang mengalami diabetes dapat terganggu dengan proses
penyakit ini, walaupun perubahan-perubahan ini terjadi pada jaringan yang tidak memerlukan
insulin untuk berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami diabetes,
walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi bila seseorang tidak mampu
untuk memproduksi insulin endigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe
diabetes ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda. Diabetes mellitus tidak tergantung
insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)) atau diabetes tipe II, adalah bentuk
yang paling sering pada penyakit ini. Antara 85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe
NIDDM, yang lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan
untuk memproduksi insulin (Stanley, Mickey, 2006).
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman serius
terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama, komplikasi kronis yang dialami dalam
hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih
menambah beban pada sistem tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan. Kedua,
sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes yang dapat
mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan dehidras, yang
terjadi lebih sering di antara lansia (Stanley, Mickey, 2006).

2.1.5. Karakteristik penyakit diabetes mellitus pada lansia


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang
diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya (American Diabetes Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare,
2008).
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan
karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2
merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus diabetes) yang umumnya mempunyai
latar belakang kelainan diawali dengan resistensi insulin (American Council on Exercise, 2001;
Smeltzer&Bare, 2008). DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi
karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas,
poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Bare, 2008).

2.1.6. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan makanan yang
terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk
mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin (Stanley, Mickey, 2006).
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Berjalan atau berenang, dua
aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sanga baik untuk para pemula.
2. Pencegahan sekunder
a. Penapisan
Kadar gula darah harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari penapisan, tetapi
hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat dianggap sebagai suatu
kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif dan
merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah puasa dan
harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM (Stanley,
Mickey, 2006).

b. Nutrisi
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil
kesempatan untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum nutrisi
yang baik. Perawat dapat mengajarkan klien tentang membaca label untuk menghindari
asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber makanan rendah kolesterol, dan
memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka (Stanley, Mickey, 2006).

c. Olahraga
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi. Walaupun berenang dan berjalan
cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang sangat baik untuk lansia dengan NIDDM,
tipe aktivitas lainnya juga sama-sama bermanfaat. Khususnya, aerobik yang
menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM harus melakukan
latihan minimal satu kali setiap 3 hari (Stanley, Mickey, 2006).

d. Pengobatan
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula darah dan
gejala-gejala, terapi agens oral dan insulin akan diperlukan untuk menambah suplai dari
tubuh (Stanley, Mickey, 2006).

2.2.Konsep keperawatan gerontik


2.2.1. Pengkajian
Tujuan :
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.
2. Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.
4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Meliputi aspek gerontik:


1. Fisik
1.1.Wawancara
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
1.2.Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi untuk
mengetahui perubahan sistem tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu : Head to toe.

1.3.Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.

1.4.Sosial ekonomi
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
c. Dengan siapa dia tinggal.
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.

1.5.Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya.
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya
pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa.
d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

2.2.2. Diagnosa keperawatan


1. Aspek fisik atau biologis
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena
factor biologi.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih
awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
c. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang
ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan
pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
d. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori
sekunder.
e. Seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
f. Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan
neuromular.
g. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
h. Risiko kerusakan integritas kulit.
i. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
(NANDA, 2006)

2. Aspek psikososial
a. Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan
koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
b. Isolasi social berhubungan dengan perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan
sejahtera, perubahan status mental.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra tubuh dan fungsi seksual.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
e. Resiko kesendirian.
(NANDA, 2006)

3. Aspek spiritual
Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang
lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural
(NANDA, 2006).
Intervensi keperawatan (NANDA, 2006)
No
Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
Aspek fisik atau biologis
1. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen
nutrisi : kurang dari Setelah dilakukan intervensi ketidakteraturan makan
kebutuhan tubuh keperawatan selama 3x24 (eating disorder
berhubungan dengan jam pasien diharapkan management)
tidak mampu dalam mampu: 1. Kolaborasi dengan
memasukkan, 1. Asupan nutrisi tidak anggota tim kesehatan
memasukan, mencerna, bermasalah untuk memuat
mengabsorbsi makanan 2. Asupan makanan dan perencanaan
karena factor biologi. cairan tidak perawatan jika sesuai.
bermasalah 2. Diskusikan dengan
3. Energy tdak tim dan pasien untuk
bermasalah membuat target berat
4. Berat badan ideal badann, jika berat
badan pasien tdak
sesuia dengan usia
dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan
ahli gizi untuk
menentukan asupan
kalori setiap hari
supaya mencapai dan
atau mempertahankan
berat badan sesuai
target.
4. Ajarkan dan kuatkan
konsep nutrisi yang
baik pada pasien
5. Kembangkan
hubungan suportif
dengna pasien.
6. Dorong pasien untuk
memonitor diri sendiri
terhadap asupan
makanan dan
kenaikan atau
pemeliharaan berat
badan.
7. Gunakan teknik
modifikasi tingkah
laku untuk
meningkatkan berat
badan dan untuk
menimimalkan berat
badan.
8. Berikan pujian atas
peningkatan berat
badan dan tingkah
laku yang mendukung
peningkatan berat
badan.
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Tetapkan pola
insomnia dalam waktu jam pasien diharapkan kegiatan dan tidur
lama, terbangun lebih dapat memperbaiki pola pasien.
awal atau terlambat tidurnya dengan kriteria : 2. Monitor pola tidur
bangun dan penurunan 1. Mengatur jumlah jam pasien dan jumlah
kemampuan fungsi yng tidurnya jam tidurnya.
ditandai dengan penuaan 2. Tidur secara rutin 3. Jelaskan pentingnya
perubahan pola tidur dan 3. Miningkatkan pola tidur selama sakit dan
cemas. tidur stress fisik.
4. Meningkatkan kualitas 4. Bantu pasien untuk
tidur menghilangkan situasi
5. Tidak ada gangguan stress sebelum jam
tidur tidurnya.
3. Inkontinensia urin Setelah dilakukan intervensi Perawatan inkontinensia
fungsional berhubungan keperawatan selama 3x24 urin
dengan keterbatasan jam diharapkan pasien 1. Monitor eliminasi
neuromuskular yang mampu : urin.
ditandai dengan waktu 1. Kontinensia urin 2. Bantu klien
yang diperlukan ke toilet 2. Merespon dengan mengembangkan
melebihi waktu untuk cepat keinginan buang sensasi keinginan
menahan pengosongan air kecil (BAK) BAK.
bladder dan tidak mampu 3. Mampu mencapai 3. Modifikasi baju dan
mengontrol pengosongan. toilet dan lingkungan untuk
mengeluarkan urin memudahkan klien ke
secara tepat waktu toilet.
4. Mengosongkan bladder 4. Instruksikan pasien
dengan lengkap untuk mengonsumsi
5. Mampu memprediksi air minum sebanyak
pengeluaran urin 1500 cc/hari.
4. Gangguan proses berpikir Setelah dilakukan intervensi Latihan daya ingat
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Diskusi dengan pasien
kemunduran atau jam pasien diharapkan dan keluarga beberapa
kerusakan memori dapat meningkatkan daya masalah ingatan.
sekunder. ingat dengan kriteria : 2. Rangsang ingatan
1. Mengingat dengan dengan mengulang
segera informasi yang pemikiran pasien
tepat kemarin dengan
2. Mengingat inormasi cepat.
yang baru saja 3. Mengenangkan
disampaikan tentang pengalaman
3. Mengingat informasi di masalalu dengan
yang sudah lalu pasien.

5. Seksual berhubungan Fungsi seksual Konseling seksual


dengan perubahan 1. Mengekspresikan 1. Bantu pasien untuk
struktur tubuh/fungsi kenyamanan mengekspresikan
yang ditandai dengan 2. Mengekspresikan perubahan fungsi
perubahan dalam kepercayaan diri tubuh termasuk organ
mencapai kepuasan seksual seiring
seksual. dengan bertambahnya
usia.
2. Diskusikan beberapa
pilihan agar dicapai
kenyamanan.
6. Kelemahan mobilitas Level mobilitas (mobility Latihan dengan terapi
fisik berhubungan dengan level) gerakan (exercise
kerusakan Setelah dilakukan intervensi therapy ambulation)
musculoskeletal dan keperawatan selama 2x24 1. Kosultasi kepada
neuromular. jam diharapkan pasien pemberi terapi fisik
dapat : mengenai rencana
1. Memposisikan gerakan yang sesuai
penampilan tubuh dengan kebutuhan.
2. Ambulasi : berjalan 2. Dorong untuk
3. Menggerakan otot bergerak secara bebas
4. Menyambung namun masih dalam
gerakan/mengkolabora batas yang aman.
sikan gerakan 3. Gunakan alat bantu
untuk bergerak, jika
tidak kuat untuk
berdiri (mudah
goyah/tidak kokoh).

7. Kelelahan berhubungan Activity tolerance Energy management


dengan kondisi fisik Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor intake nutrisi
kurang. keperawatan selama 2x24 untuk memastikan
jam diharapkan pasien sumber energi yang
dapat: adekuat.
1. Memonitor usaha 2. Tentukan
bernapas dalam respon keterbatasan fisik
aktivitas pasien.
2. Melaporkan aktivitas 3. Tentukan penyebab
harian kelelahan.
3. Memonitor ECG dalam 4. Bantu pasien untuk
batas normal jadwal istirahat.
4. Memonitor warna kulit
8. Risiko kerusakan Kontrol risiko (risk control) Penjagaan terhadap kulit
integritas kulit Setelah dilakukan intervensi (skin surveillance)
keperawatan selama 2x24 1. Monitor area kulit
jam diharapkan pasien yang terlihat
dapat : kemerahan dan
1. Kontrol perubahan adanya kerusakan.
status kesehatan 2. Monitor kulit yang
2. Gunakan support sering mendapat
system pribadi untuk tekanan dan gesekan.
mengontrol risiko 3. Monitor warna kulit.
3. Mengenal perubahan 4. Monitor suhu kulit.
status kesehatan 5. Periksa pakaian, jika
4. Monitor factor risiko pakaian terlihat terlalu
yang berasal dari ketat.
lingkungan
9. Kerusakan memori Orientasi kognitif Pelatihan memori
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi (memory training)
gangguan neurologis. keperawatan selama 2x24 1. Stimulasi memory
jam diharapkan pasien dengan mengulangi
dapat : pembicaraan secara
1. Mengenal diri sendiri jelas di akhir
2. Mengenal orang atau pertemuan dengan
hal penting pasien.
3. Mengenal tempatnya 2. Mengenang
sekarang pengalaman masa lalu
4. Mengenal hari, bulan, dengan pasien.
dan tahun dengan 3. Menyediakan gambar
benar untuk mengenal
ingatannya kembali.
4. Monitor perilaku
pasien selama terapi.
Aspek psikososial
1. Koping tidak efektif Koping (coping) Koping enhancement
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 1. Dorong aktifitas
percaya diri tidak adekuat keperawatan selama 3x24 social dan komunitas
dalam kemampuan jam pasien secara konsisten 2. Dorong pasien untuk
koping, dukungan social diharapkan mampu : mengembangkan
tidak adekuat yang 1. Mengidentifikasi pola hubungan.
dibentuk dari koping efektif 3. Dorong berhubungan
karakteristik atau 2. Mengedentifikasi pola dengan seseorang
hubungan. koping yang tidak yang memiliki tujuan
efektif dan ketertarikan yang
3. Melaporkan penurunan sama.
stress 4. Dukung pasein untuk
4. Memverbalkan control menguunakan
perasaan mekanisme
5. Memodifikasi gaya pertahanan yang
hidup yang dibutuhkan sesuai.
6. Beradaptasi dengan 5. Kenalkan pasien
perubahan kepada seseorang
perkembangan yang mempunyai latar
7. Menggunakan belakang pengalaman
dukungan social yang yang sama.
tersedia
8. Melaporkan
peningkatan
kenyamanan psikologis
2. Isolasi social Lingkungan keluarga : Keterlibatan keluarga
berhubungan dengan internal (family (family involvement)
perubhaan penampilan environment: interna) 1. Mengidentifikasikan
fisik, peubahan keadaan Setelah dilakukan intervensi kemampuan anggota
sejahtera, perubahan keperawatan selama 3x24 keluarga untuk
status mental. jam pasien secara konsisten terlibat dalam
diharapkan mampu : perawatan pasien.
1. Berpatisipasi dalam 2. Menentukan sumber
aktifitas bersama fisik, psikososial dan
2. Berpatisipasi dalam pendidikan pemberi
tradisi keluarga pelayanan kesehatan
3. Menerima kunjungan yang utama.
dari teman dan anggota 3. Mengidentifkasi
keluarga besar deficit perawatan diri
4. Memberikan dukungan pasien.
satu sama lain 4. Menentukan tinggat
5. Mengekspresikan ketergantungan pasien
perasaan dan masalah terhadap keluarganya
kepada yang lain. yang sesuai dengan
6. Mendorong anggota umur atau
keluarga untuk tidak penyakitnya.
ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam
rekreasi dan acara
aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah
3. Gangguan harga diri Setelah dilakukan tindakan Peningkatan harga diri
berhubungan dengan intervensi keperawatan 1. Kuatkan rasa percaya
ketergantungan, selama 2x24 jam pasien diri terhadap
perubahan peran, diharapkan akan bisa kemampuan pasien
perubahan citra tubuh dan memperbaiki konsep diri mengndalikan situasi.
fungsi seksual. dengan criteria : 2. Menguatkan tenaga
1. Mengidentifikasi pola pribadi dalam
koping terdahulu yang mengenal dirinya.
efektif dan pada saat 3. Bantu pasien untuk
ini tidak mungkin lagi memeriksa kembali
digunakan akibat persepsi negative
penyakit dan tentang dirinya.
penanganan
(pemakaian alkohol
dan obat-obatan;
penggunaan tenaga
yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan
perubahan hidup yang
diperlukan
3. Mencari konseling
profesional, jika perlu,
untuk menghadapi
perubahan akibat
penyakitnya
4. Melaporkan kepuasan
dengan metode
ekspresi seksual
4. Cemas berhubungan Anxiety control Anxiety reduction
dengan perubahan dalam Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pasien untuk
status peran, status keperawatan selama 2x24 menidentifikasi
kesehatan, pola interaksi, jam diharapkan pasien situasi percepatan
fungsi peran, lingkungan, dapat: cemas.
status ekonomi. 1. Memonitor intensitas 2. Dampingi pasien
cemas untuk
2. Melaporkan tidur yang mempromosikan
adekuat kenyamanan dan
3. Mengontrol respon mengurangi
cemas ketakutan.
4. Merencanakan strategi 3. Identifikasi ketika
koping dalam situasi perubahan level
stress cemas.
4. Instuksikan pasien
dalam teknik
relaksasi.
5. Resiko kesendirian Family Coping Family support
Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pekembangan
keperawatan selama 2x24 harapan yang realistis.
jam diharapkan pasien 2. Identifikasi alami
dapat: dukungan spiritual
1. Mendemontrasikan bagi keluarga.
fleksibelitas peran 3. Berikan kepercayaan
2. Mengatur masalah dalam hubungan
3. Menggunakan strategi dengan keluarga.
pengurangan stress 4. Dengarkan untuk
4. Menghadapi masalah berhubungan dengan
keluarga, perasan dan
pertanyaan.
6. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Bantu pasien untuk
perubahan dan jam pasien diharapkan mendiskusikan
ketergantungan fisik meningkatkan citra perubahan karena
(ketidakseimbangan tubuhnya dengan criteria : penyakit atau
mobilitas) serta 1. Merasa puas dengan pembedahan.
psikologis yang penampilan tubuhnya 2. Memutuskan apakah
disebabkan penyakit atau 2. Merasa puas dengan perubahan fisik yang
terapi. fungsi anggota baru saja diterima
badannya dapat masuk dalam
3. Mendiskripsikan citra tubuh pasien.
bagian tubuh tambahan 3. Memudahkan
hubungan dengan
individu lain yang
mempunyai penyakit
yang sama.
Aspek spiritual
1. Distress spiritual Pengharapan (hope) Penanaman harapan
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi (hope instillation)
peubahan hidup, keperawatan selama 3x24 1. Mengkaji pasian atau
kematian atau sekarat diri jam pasien secara luas keluarga untuk
atau orang lain, cemas, diharapkan mampu : mengidentifikasi area
mengasingkan diri, 1. Mengekspresikan pengharapan dalam
kesendirian atau orientasi masa depan hidup.
pengasingan social, yang positif 2. Melibatkan pasien
kurang sosiokultural. 2. Mengekspresikan arti secara aktif dalam
kehidupan perawatan diri.
3. Mengekspresikan rasa 3. Mengajarkan keluarga
optimis tentang aspek positif
4. Mengekspresikan pengharapan.
perasaan untuk
mengontrol diri sendiri
5. Mengekspresikan
kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa
percaya pada diri
sendiri dan orang lain

Anda mungkin juga menyukai