Tugas Bab 4 Ak Manajemen

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN KE 4

KONSEP VARIABLE COSTING, ABSORPTION COSTING, DAN LAPORAN


SEGMEN

OLEH :

ANGGOTA KELOMPOK 7

1. KADEK YOGI ARI PRASETIYA (1807311001) (02)


2. I PUTU AGUS KRISNA WIDIADNYANA (1807311013) (13)
3. MADE BENDESA YOGISWARA (1807311016) (15)

PROGRAM DIPLOMA III AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
KONSEP VARIABLE COSTING, ABSORPTION COSTING, DAN LAPORAN
SEGMEN

PEMBAHASAN

A. Variable Costing dan Absorption Costing


Dalam akuntansi biaya untuk pegumpulan data harga pokok secara umum dikenal
pengumpulan semua biaya produksi untuk selanjutnya diperhitungkan sebagai harga
pokok produk tanpa mempertimbangkan factor perilakunya. Dalam pendekatan ini semua
biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead
diperhitungkan sebagai harga pokok produk tanpa memperhatikan perilakunya. Dalam
akuntansi manajemen pendekatan ini disebut pendekatan Absorption Costing. Karena
menyerap semua elemen biaya produksi sebagai komponen harga pokok produknya, maka
metode ini juga disebut absorption costing.
Pendekatan absorption costing biasa juga disebut sebagai pendekatan tradisional
menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya diorganisir dan disajikan berdasarkan
fungsi-fungsi produksi, administrasi dan penjualan. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari
pendekatan ini banyak digunakan untuk kebutuhan pihak luar. Untuk penggunaan internal
manajemen harga pokok produk dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan variable
costing. Dalam metode ini biaya yang diperitungkan sebagai harga pokok produk adalah
biaya produksi variable yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead variable.
Pendekatan variable costing atau juga dikenal sebagai contribution approach
merupakan suatu format laporan biaya berdasarkan perilaku biaya. Pendekatan ini dikenal
sebagai pendekatan biaya langsung (direct approach) karena biaya variable yang menjadi
harga pokok dalam perhitungannya terdiri dari biaya-biaya langsung. Laporan laba rugi
yang dihasilkan pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak
internal perusahaan.

B. Perhitungan Harga Pokok Produk


Dalam pendekatan absorption costing semua unsur baiya produksi menjadi
elemen harga pokok produk. Dalam pendekatan variable costing semua unsur biaya
produksi hanyalah biaya-biaya produksi variable yang diperhitungkan sebagai elemen
harga pokok produk.
Dalam arus biaya absorption costing elemen baiay periodic hanya terdiri dari
baiya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok produknya terdiri dari biaya
overhead tetap, biaya overhead variable serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung.
Dalam arus biaya variable costing elemen biaya periodik terdiri dari biaya overhead tetap
ditambah biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok produknya hanya terdiri
dari komponen biaya overhead variable serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung,
tidak termasuk baiya overhead tetap.

1
Contoh :
Konsistensi dengan praga tersebut, misalkan PT ZAI memproduksidan menjual 5.000 unit
produkX per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur baiya
produksi, pemasaran, dan administrative tahun 2000:
Biaya variable per unit:
Bahan langsung......................................................... Rp 1.500
Tenaga kerja langsung ……………………………..Rp 3.000
Overhead pabrik ……………………………………Rp 750
Penjualan, administrasi …………………………….Rp 2.250
Biaya-biaya tetap per tahun:
Overhead pabrik …………………………………….Rp 22.500.000
Penjualan, administrasi …………………..….………Rp 7.500.000
Total biaya tetap …………………………………….Rp 30.000.000

Berdasarkan data di atas perhitungan harga pokok per unit produk menurut variable
costing dan ful costingdapat dibedakan sebagai berikut:
Absorption Variabel
Costing Costing
Bahan langsung…………………………………… Rp 1.500 Rp 1.500
Tenaga kerja langsung…………………………….. Rp 3.000 Rp 3.000
Overhead pabrik variable………………………..… 750 750
Total biaya produksi variable …………………….. Rp 5.250 Rp 5.250
Overhead pabrik tetap ( Rp 22.500.000/5.000 unit) 4.500 -
Harga pokok per unit produk ……………………… Rp 9.750 Rp 5.250

Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa harga pokok per unit produk
menurut absorption costing Rp 9.750 lebih besar disbanding hasil perhitungan menurut
variable costing Rp 5.250. Perbedaan tersebut disebabkan dalam absorption costing turut
diperhitungkan biaya-biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp 4.500 per unit. Sementara
dalam pendekatan variable costing biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen
harga pokok produk.
Untuk metode absorption costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga
pokok tersebut akan ditempatkan sebagai pengurangan atas total penjualan sebagai elemen
beban pokok penjualan dalam menghitung laba bruto. Dalam metode variable
costing perhitungan tersebut masuk dalam komponen biaya variable sebagai pengurang
dari total penjualan dalam perhitungan marjin kontibusi.

C. Laporan Laba Rugi


Karena absorption costing memperlakukan biaya overhead tetap pabriksebagai
harga pokok produk,porsibiaya overhead tetap pabrik dibebankan kepda tiap unit pada saat
produksi.bila unit produksi tidak terjual sampai akhir periode ,biaya overhead tetappabrik
akan melekatpada tiap unit produk akan melekat padatiap persediaan dandi tangguhkan
pembebanannya kepada periode npenjualan produk tersebut.pada saat unit-unit produk ini
terjual pada periode berikutnya,biaya-biaya overhead tetappabrik yang melekatdi

2
dalamnya dikeluarkandari akun persediaan dan di bebankan terhadap pendapatan sebagai
bagian dai beban pokok penjulan.
Dengan menggunakan data dari contoh di atas, perbandingan laporan laba rugi
pendekatan absorption costing dan pendekatan konstribusi dapat dilihat dari table di
bawah ini.kedua pendekatan tersebut Nampak menghasilkan labausaha yang sama karena
tidak terdapat factor penangguhan biaya. Yang berbeda dari antara dua laporan tersebut
hanyalah jumlah pada setiap elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai
dengan kebutuhan dalam masing-masing pendekatan penyususnan laba-rugi.
Sebagai ilustrasi dengan mengadopsi data penjualan dan biaya PT ZAI di atas
selanjutnya dapat di buat perbandingan laporan laba-rugi absorption costing dan variable
costing seperti berikut ini. Apabila dari data di atas terdapat biaya yang di tangguhkan
yang melekat dalam persediaan akhir,misalnya 500 unit dari total produksi 5.500 unit
makaperbandingan laba-rugi absorption costing dan variable costing di sajikan sebagai
berikut

ABSORPTION COSTING VARIABLE COSTING


Penjualan Rp 93.750 Penjualan Rp 93.750
Beban pokok penjualan 48.750 Biaya-biaya variable 37.500
Laba bruto Rp 45.000 margin konstribusi Rp 56.250
Beban penjualan adm dan
umum 18.750 biaya-biaya tetap 30.000
Laba bersih Rp 26.250 laba bersih Rp 26.250

Terdiri dari :
Biaya produksi :
Bahan langsung (5000 unit x 1.500) Rp 7.500.000
Tenaga kerja langsung (5000 unit x Rp3000) 15.000.000
Overhead pabrik variabel (5000 unit x 750) 3.750.000
Total biaya produksi variable Rp 26.250.000

Overhead pabrik tetap 22.500.000


Total biaya produksi Rp 48.750.000
Barang siap dijual Rp 48.750.000
Persediaan akhir barang jadi 0
Beban pokok penjualan Rp 48.750.000

Terdiri dari :
Biaya penjualan, adm tetap Rp 7.500.000
Penjualan,adm variable 5000 x 2.250 11.250.000
Total Rp 18.750.000

Terdiri dari :
Bahan langsung 5000 x Rp1.500 Rp 7.500.000
Tenaga kerja langsung 5000 x Rp 3000 15.000.000

3
Overhead pabrik variable 5000 x Rp 750 3,750.000
penjualan, adm variable 5000 x 2.250 11.250.00
Total biaya-biaya variable Rp 37.500.000

ABSORPTION COSTING
Penjualan Rp 93.750.000
Beban pokok penjualan :
Pesediaan awal Rp 0
Harga pokok produksi 51.737.000

Persediaan siap di jual Rp 51.737.000


Persediaan akhir 4.670.455
Beban pokok penjualan (b) 46.705.545
Laba bruto c (a-b) Rp 47.045.455

Beban usaha :
Beban adm, umum dan penjualan 18.750.000
Laba usaha Rp 28.295.455

VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750.000
Biaya variable
Persediaan awal Rp 0
Harga pokok produksi variabel 28.875.000
Persediaan siap dijual Rp 28.875.000
Persediaan akhir 2.625.000
Beban pokok penjualan variable 26.250.000
Biaya penjualan dan adm 11.250.000
Total biaya variable Rp 37.500.000
Marjin konstribusi c (a-b) 56.250.000
Biaya tetap;
Biaya produksi, penjualan dan adm tetap 30.000.000
Laba usaha Rp 26.250.000

Perhitungan untuk Variable Costing dan Absorption Costing:


Biaya produksi:
Bahan langsung (5000 unit x Rp 1.500) Rp 8.250.000
Tenaga kerja langsung (500 unit x Rp 3000) 16.500.000
Overhead pabrik variable (5.500 unit x Rp 750) 4.125.000
Total biaya produksi - variable costing Rp 28.275.000
Overhead pabrik tetap 22.500.000
Total biaya produksi –absorption costing Rp. 51.375.000
Persediaan akhir barang jadi:
Bahan langsung (5000 unit x Rp 1.500) Rp 750.000

4
Tenaga kerja langsung (500 unit x Rp 3000) 1.500.000
Overhead pabrik variable (5.500 unit x Rp 750) 375.000
Total persediaan akhir- variable costing Rp 2.625.000
Overhead pabrik tetap (500 x Rp 22.500.000/5.500) 2.045.455
Total persediaan akhir – absorption costing Rp. 4.670.000

Biaya usaha – absorption costing:


Biaya penjualan,adm tetap 7.500.000
Biaya penjualan,adm variable 5.000 x Rp 2.250 11.250.000
Total Rp 18.750.000

Pengaruh produksi terhadap laba


Hubungan antara Pengaruh Terhadap Hubungan antara Laba Bersih
produksi dan Persediaan Variable dan Absorption Costing
penjualan dalam satu
periode
Produksi = penjualan Persediaan tidak berubah Laba bersih absorption costing =
laba bersih variabel costing
Produksi > penjualan Persediaan bertambah Laba bersih absorption costing >
laba bersih variabel costing
Produksi < penjualan Persediaan menurun Laba bersih absorption costing <
laba bersih variabel costing

Beberapa hal yang harus di perhatikan dari perbedaan laba-rugi dalam metode
absorption costing dan variable costing adalah;
a. Dalam metode absorption costing,dapat terjadi penundaan sebagaian biaya overhead
pabrik tetap pada periode berjalan ke peride berikutnya bila semua produksi tidak
terjual pada periode yang sama.
b. Dalam metode variable costing,seluruh biaya tetap overhead pabrik telah di
perlakukan sebagai beban pada periode berjalan
c. Jumlah persediaan akhir dalam metode variabel costing lebih rendah dari metode
absorption costing,alasannya adalah dalam variabel costing hanya biaya produksi
variable yang dapat diperhitungkan sebagai biaya produksi.
d. Laporan laba-rugi absorption costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya
variable
e. Untuk pelaksanaan manajemen pada berbagai segemen organisasi pendekatan
variable costing sangat baik dalam perhitungan harga pokok per unit di banding
dengan pendekatan absorpsi dalam laporan laba-rugi karena di buat
berdasarkan konsep pengelompokan biaya menurut prilakunya

Dalam pendekatan variable costing laba bersih tidak di pengaruhi oleh perubahan
produksi sementara menurut absoption costing laba bersih di pengaruhi oleh perubahan
dalam produksi.

5
D. Pengukuran Kinerja Dengan Absorption Costing
Dibanding variable costing, penetapan harga pokok dengan menggunakan
pendekatan absorpsi tidak cukup memadai bagi perusahaan bila digunakan sebagai alat
pengukuran kinerja. Metode ini tidak memberikan indikator hubungan biaya dengan obyek
yang dibiayai secara rinci. Oleh karna itu dalam pendekatan ini kenaikan-kenaikan biaya
pada bagian-bagian organisasi tidak dapat segera diketahui penyebabnya sehingga
menyulitkan pengendalian.
Absorption costing memungkinkan para manajer meningkatkan laba usahanya
dalam jangka pendek dengan menaikkan skedul produksi. Sebagai variasi dalam skedul
produksi manajemen dapat menaikkan biaya penyelenggaraan bisnis tanpa diikuti oleh
kenaikkan penjualan. Pengaruh yang tidak diinginkan dalam peningkatan produksi yang
mungkin cukup besar dapat terjadi pada akhir periode akuntansi dimana biaya dapat
meningkat karena beberapa alasan; misalnya:
a. Manajer pabrik dapat menggeser produksi kepada order yang menyerap jumlah
overhead yang lebih tinggi.
b. Manajer pabrik dapat menerima order tertentu untuk meningkatkan produksinya
dengan menggunakan mesin yang tidak efisien sekalipun terdapat mesin lain yang
sejenis dan lebih baik dalam perusahaan untuk menangani order tersebut.
c. Untuk mencapai kenaikkan produksi, seorang manajer dapat menunda pemeliharaan
sampai melewati periode sekarang. Efek negatifnya, sekalipun hasil usaha sekarang
meningkat, tetapi karena peningkatan reparasi dan peralatan yang kurang
menguntungkan pada masa yang akan datang maka mungkin laba akan menurun.

E. Pelaporan Tersegmentasi
Untuk menghasilkan laporan tersegmentasi, sebuah organisasi bisnis harus terlebih
dahulu dibagi dalam segmen-segmen. Segmen ini dapat berupa bagian atau aktivitas dalam
sebuah organisasi yang selanjutnya untuk segmen ini para manajer kemudian
mengumpulkan data biaya, pendapatan, dan laba. Untuk keperluan manajerial data tersebut
dapat disusun menjadi laporan yang tersegmentasi. Laporan tersegmentasi ini dapat berupa
laporan laba rugi atau laporan lain dalam suatu organisasi yang di dalam laporan tersebut
data dirinci menurut lini produk, divisi, wilayah, atau segmen organisasi sejenis lainnya.
Laporan yang disegmentasikan dapat berupa :
a. Laporan divisi-divisi untuk manajer divisi. Dalam sebuah perusahaan manufaktur
biasanya terdapat divisi-divisi produk bisnis, produk consumer, dan lain sebagainya.
b. Laporan tentang lini produk utama, atau menurut aktivitas.
c. Laporan penjualan menurut saluran, wilayah, dan lain sebagainya.

Dua pedoman umum yang dapat diikuti dalam pembebanan biaya terhadap segmen
adalah bahwa biaya dapat dikelompokkan berdasarkan :
a. Pola perilaku biaya sehingga semua biaya dikelompokkan sebagai biaya variabel dan
biaya tetap. Penyajian biaya berdasarkan karakteristik ini digunakan untuk
menghitung marjin kontribusi. Informasi yang dihasilkan bermanfaat dalam

6
mengevaluasi pentingnya keberadaan suatu produk sebagai segmen dalam
menghasilkan laba.
b. Dapat atau tidaknya suatu biaya secara langsung ditelusuri hubungannya dengan
segmen dimana biaya tersebut terjadi. Penyajian biaya menurut karakteristik ini
dimaksudkan untuk melihat keterkaitan suatu biaya dengan segmen yang dihitung
laba ruginya. Dalam kenyataannya terdapat biaya-biaya tetap yang terjadi karena
adanya suatu segmen bisnis sehingga penutupan suatu segmen misalnya, dapat
menyebabkan hilangnya sekelompok biaya tertentu.

Agar penyajian laporan tersegmentasi lebih informative maka laporan laba rugi
sebaiknya disiapkan dengan menggunakan pendekatan variable costing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Beban pokok penjualannya hanya terdiri dari biaya-biaya produksi variabel.
b. Biaya variabel dan biaya tetap disajikan dalam bagian yang berbeda, dan
c. Kemudian dihitung marjin kontribusi yang berupa selisih penjualan dengan biaya-
biaya variabel.

Sebagai ilustrasi, misalkan PT Kalakundo, Inc., memiliki divisi pakaian jadi dan
bahan makanan. Divisi pakaian jadi terdiri dari produk pakaian pria dan pakaian wanita.
Pakaian pria dijual melalui jalur pengecer dan penjualan via katalog. Peraga 4.6
menunjukkan laporan laba rugi PT Kalakundo yang tersegmentasi atas divisi, jenis produk,
dan saluran penjualan.
Dari laporan tersebut dapat dilihat beberapa karakteristik sebagai berikut :
a. Laporan di atas memperlihatkan tiga level segmen dalam sebuah organisasi bisnis.
Divisi pakaian jadi terdiri dari bagian-bagian pakaian pria dan pakaian wanita sebagai
dua segmen yang lebih kecil. Penjualan pada segmen lini pakaian pria dilakukan
melalui jalur toko pengecer dan penjualan via katalog. Dua jalur penjualan ini
kemudian dianggap sebagai segmen yang lebih kecil lagi. Jenis segmen ini dalam
penerapannya dapat bervariasi pada masing-masing organisasi bisnis tergantung pada
prioritas pentingnya informasi bagi manajemen.
b. Pentingnya laporan laba rugi dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontribusi.
c. Biaya tetap segmen (Traceable fixed cost) ditempatkan sesudah marjin kontribusi
untuk melihat kemampuan segmen membelanjai biaya tetapnya sesudah mendanai
beban pokok penjualan variabelnya.
d. Bagian dari marjin suatu segmen dapat menjadi biaya tetap umum dari segmen-
segmen yang lebih kecil. Sebagai contoh dapat dilihat marjin segmen pakaian
pria Rp 45.000 setelah dipisahkan kedalam segmen-segmen yang lebih kecil ternyata
dari jumlah tersebut Rp 10.000 di antaranya merupakan biaya tetap umum bagi
segmen penjualan eceran dan penjualan via catalog.

7
PT KALAKUNDO, Inc. Laporan Laba Rugi Tersegmentasi Bulan Januari 1999
DIVISI SEBAGI SEGMEN SEGMEN
Total Pakaian Jadi Bahan Makanan
Pakaian Rp 750.000 Rp 300.000 Rp 450.000
Biaya variabel 345.000 120.000 225.000
Marjin kontribusi 405.000 180.000 225.000
Biaya tetap segmen 255.000 120.000 135.000
Marjin segmen 150.000 Rp 60.000 Rp 90.000
Biaya tetap bersama 127.500
Laba bersih Rp 22.500

JENIS PRODUK Divisi SEGMEN


SEBAGAI SEGMEN Pakaian Jadi Pakaian Pria Pakaian Wanita
Penjualan Rp 300.000 Rp 187.500 Rp 112.500
Biaya variable 120.000 82.500 37.500
Marjin kontribusi 180.000 105.000 75.000
Biaya tetap segmen 110.000 60.000 50.000
Marjin segmen 70.000 45.000 25.000
Biaya tetap bersama 10.000
Laba bersih Rp 60.000

SALURAN PENJUALAN SEGMEN


SEBAGAI SEGMEN Pakaian Pria Eceran Katalog
Penjualan Rp 187.500 Rp 150.000 Rp 37.500
Biaya variabel 82.500 55.500 27.000
Majin kontribusi 105.000 94.500 10.500
Biaya tetap bersama 50.000 27.500 22.500
Marjin segmen 55.000 Rp 67.000 Rp (12.000)
Biaya tetap bersama 10.000
Laba bersih Rp 45.000

e. Marjin segmen merupakan hasil pengurangan traceable fixed cost dari marjin kontribusi.
Informasi ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan tiap segmen menutup biaya tetap
pada segmen yang bersangkutan.
f. Dari laporan tersebut juga dapat dilihat kemampuan tiap segmen menyumbangkan laba
usaha kepada organisasi secara keseluruhan. PT Kalakundo secara keseluruhan
memperoleh marjin segmen Rp 150.000. Tetapi setelah laporan disajikan ke dalam
segmen-segmen ternyata bahwa dari marjin Rp 150.000 tersebut di dalamnya terdapat
marjin segmen penjualan via catalog yang negative Rp 120.000. Hal ini menunjukkan
bahwa secara keseluruha PT Kalakundo mendapat laba dari segmen lain untuk membiayai
kerugiannya. Dengan demikian laporan tersegmentasi dapat menunjukkan secara jelas
potensi pendapatan dan biaya, serta titik-titik kritis yang terdapat dalam tiap segmen.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hanson, Don R, Maryanne and M. Mowen 2008. Management Accounting: 8th edition
Thomson Suth – Western, Singapore
L. M. Samryn. 2000. Akuntansi Manajerial. Jakarta : Raja Grafindo
Nurcahyani, Yulia. 2017. Variable Costing
http://yulianurcahyaniblogpress.blogspot.com/2017/04/makalah-akuntansi-manajemen-
variabel.html (Diakses Selasa, 10 Oktober 2019 pukul 14.35)
Thomas, Gen Norman. 2016. Variable dan Full Costing
http://solusiakun.blogspot.com (Diakses Selasa, 10 Oktober 2019 pukul 14.59)

Anda mungkin juga menyukai