Tugas Bab 4 Ak Manajemen
Tugas Bab 4 Ak Manajemen
Tugas Bab 4 Ak Manajemen
OLEH :
ANGGOTA KELOMPOK 7
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KONSEP VARIABLE COSTING, ABSORPTION COSTING, DAN LAPORAN
SEGMEN
PEMBAHASAN
1
Contoh :
Konsistensi dengan praga tersebut, misalkan PT ZAI memproduksidan menjual 5.000 unit
produkX per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur baiya
produksi, pemasaran, dan administrative tahun 2000:
Biaya variable per unit:
Bahan langsung......................................................... Rp 1.500
Tenaga kerja langsung ……………………………..Rp 3.000
Overhead pabrik ……………………………………Rp 750
Penjualan, administrasi …………………………….Rp 2.250
Biaya-biaya tetap per tahun:
Overhead pabrik …………………………………….Rp 22.500.000
Penjualan, administrasi …………………..….………Rp 7.500.000
Total biaya tetap …………………………………….Rp 30.000.000
Berdasarkan data di atas perhitungan harga pokok per unit produk menurut variable
costing dan ful costingdapat dibedakan sebagai berikut:
Absorption Variabel
Costing Costing
Bahan langsung…………………………………… Rp 1.500 Rp 1.500
Tenaga kerja langsung…………………………….. Rp 3.000 Rp 3.000
Overhead pabrik variable………………………..… 750 750
Total biaya produksi variable …………………….. Rp 5.250 Rp 5.250
Overhead pabrik tetap ( Rp 22.500.000/5.000 unit) 4.500 -
Harga pokok per unit produk ……………………… Rp 9.750 Rp 5.250
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa harga pokok per unit produk
menurut absorption costing Rp 9.750 lebih besar disbanding hasil perhitungan menurut
variable costing Rp 5.250. Perbedaan tersebut disebabkan dalam absorption costing turut
diperhitungkan biaya-biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp 4.500 per unit. Sementara
dalam pendekatan variable costing biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen
harga pokok produk.
Untuk metode absorption costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga
pokok tersebut akan ditempatkan sebagai pengurangan atas total penjualan sebagai elemen
beban pokok penjualan dalam menghitung laba bruto. Dalam metode variable
costing perhitungan tersebut masuk dalam komponen biaya variable sebagai pengurang
dari total penjualan dalam perhitungan marjin kontibusi.
2
dalamnya dikeluarkandari akun persediaan dan di bebankan terhadap pendapatan sebagai
bagian dai beban pokok penjulan.
Dengan menggunakan data dari contoh di atas, perbandingan laporan laba rugi
pendekatan absorption costing dan pendekatan konstribusi dapat dilihat dari table di
bawah ini.kedua pendekatan tersebut Nampak menghasilkan labausaha yang sama karena
tidak terdapat factor penangguhan biaya. Yang berbeda dari antara dua laporan tersebut
hanyalah jumlah pada setiap elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai
dengan kebutuhan dalam masing-masing pendekatan penyususnan laba-rugi.
Sebagai ilustrasi dengan mengadopsi data penjualan dan biaya PT ZAI di atas
selanjutnya dapat di buat perbandingan laporan laba-rugi absorption costing dan variable
costing seperti berikut ini. Apabila dari data di atas terdapat biaya yang di tangguhkan
yang melekat dalam persediaan akhir,misalnya 500 unit dari total produksi 5.500 unit
makaperbandingan laba-rugi absorption costing dan variable costing di sajikan sebagai
berikut
Terdiri dari :
Biaya produksi :
Bahan langsung (5000 unit x 1.500) Rp 7.500.000
Tenaga kerja langsung (5000 unit x Rp3000) 15.000.000
Overhead pabrik variabel (5000 unit x 750) 3.750.000
Total biaya produksi variable Rp 26.250.000
Terdiri dari :
Biaya penjualan, adm tetap Rp 7.500.000
Penjualan,adm variable 5000 x 2.250 11.250.000
Total Rp 18.750.000
Terdiri dari :
Bahan langsung 5000 x Rp1.500 Rp 7.500.000
Tenaga kerja langsung 5000 x Rp 3000 15.000.000
3
Overhead pabrik variable 5000 x Rp 750 3,750.000
penjualan, adm variable 5000 x 2.250 11.250.00
Total biaya-biaya variable Rp 37.500.000
ABSORPTION COSTING
Penjualan Rp 93.750.000
Beban pokok penjualan :
Pesediaan awal Rp 0
Harga pokok produksi 51.737.000
Beban usaha :
Beban adm, umum dan penjualan 18.750.000
Laba usaha Rp 28.295.455
VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750.000
Biaya variable
Persediaan awal Rp 0
Harga pokok produksi variabel 28.875.000
Persediaan siap dijual Rp 28.875.000
Persediaan akhir 2.625.000
Beban pokok penjualan variable 26.250.000
Biaya penjualan dan adm 11.250.000
Total biaya variable Rp 37.500.000
Marjin konstribusi c (a-b) 56.250.000
Biaya tetap;
Biaya produksi, penjualan dan adm tetap 30.000.000
Laba usaha Rp 26.250.000
4
Tenaga kerja langsung (500 unit x Rp 3000) 1.500.000
Overhead pabrik variable (5.500 unit x Rp 750) 375.000
Total persediaan akhir- variable costing Rp 2.625.000
Overhead pabrik tetap (500 x Rp 22.500.000/5.500) 2.045.455
Total persediaan akhir – absorption costing Rp. 4.670.000
Beberapa hal yang harus di perhatikan dari perbedaan laba-rugi dalam metode
absorption costing dan variable costing adalah;
a. Dalam metode absorption costing,dapat terjadi penundaan sebagaian biaya overhead
pabrik tetap pada periode berjalan ke peride berikutnya bila semua produksi tidak
terjual pada periode yang sama.
b. Dalam metode variable costing,seluruh biaya tetap overhead pabrik telah di
perlakukan sebagai beban pada periode berjalan
c. Jumlah persediaan akhir dalam metode variabel costing lebih rendah dari metode
absorption costing,alasannya adalah dalam variabel costing hanya biaya produksi
variable yang dapat diperhitungkan sebagai biaya produksi.
d. Laporan laba-rugi absorption costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya
variable
e. Untuk pelaksanaan manajemen pada berbagai segemen organisasi pendekatan
variable costing sangat baik dalam perhitungan harga pokok per unit di banding
dengan pendekatan absorpsi dalam laporan laba-rugi karena di buat
berdasarkan konsep pengelompokan biaya menurut prilakunya
Dalam pendekatan variable costing laba bersih tidak di pengaruhi oleh perubahan
produksi sementara menurut absoption costing laba bersih di pengaruhi oleh perubahan
dalam produksi.
5
D. Pengukuran Kinerja Dengan Absorption Costing
Dibanding variable costing, penetapan harga pokok dengan menggunakan
pendekatan absorpsi tidak cukup memadai bagi perusahaan bila digunakan sebagai alat
pengukuran kinerja. Metode ini tidak memberikan indikator hubungan biaya dengan obyek
yang dibiayai secara rinci. Oleh karna itu dalam pendekatan ini kenaikan-kenaikan biaya
pada bagian-bagian organisasi tidak dapat segera diketahui penyebabnya sehingga
menyulitkan pengendalian.
Absorption costing memungkinkan para manajer meningkatkan laba usahanya
dalam jangka pendek dengan menaikkan skedul produksi. Sebagai variasi dalam skedul
produksi manajemen dapat menaikkan biaya penyelenggaraan bisnis tanpa diikuti oleh
kenaikkan penjualan. Pengaruh yang tidak diinginkan dalam peningkatan produksi yang
mungkin cukup besar dapat terjadi pada akhir periode akuntansi dimana biaya dapat
meningkat karena beberapa alasan; misalnya:
a. Manajer pabrik dapat menggeser produksi kepada order yang menyerap jumlah
overhead yang lebih tinggi.
b. Manajer pabrik dapat menerima order tertentu untuk meningkatkan produksinya
dengan menggunakan mesin yang tidak efisien sekalipun terdapat mesin lain yang
sejenis dan lebih baik dalam perusahaan untuk menangani order tersebut.
c. Untuk mencapai kenaikkan produksi, seorang manajer dapat menunda pemeliharaan
sampai melewati periode sekarang. Efek negatifnya, sekalipun hasil usaha sekarang
meningkat, tetapi karena peningkatan reparasi dan peralatan yang kurang
menguntungkan pada masa yang akan datang maka mungkin laba akan menurun.
E. Pelaporan Tersegmentasi
Untuk menghasilkan laporan tersegmentasi, sebuah organisasi bisnis harus terlebih
dahulu dibagi dalam segmen-segmen. Segmen ini dapat berupa bagian atau aktivitas dalam
sebuah organisasi yang selanjutnya untuk segmen ini para manajer kemudian
mengumpulkan data biaya, pendapatan, dan laba. Untuk keperluan manajerial data tersebut
dapat disusun menjadi laporan yang tersegmentasi. Laporan tersegmentasi ini dapat berupa
laporan laba rugi atau laporan lain dalam suatu organisasi yang di dalam laporan tersebut
data dirinci menurut lini produk, divisi, wilayah, atau segmen organisasi sejenis lainnya.
Laporan yang disegmentasikan dapat berupa :
a. Laporan divisi-divisi untuk manajer divisi. Dalam sebuah perusahaan manufaktur
biasanya terdapat divisi-divisi produk bisnis, produk consumer, dan lain sebagainya.
b. Laporan tentang lini produk utama, atau menurut aktivitas.
c. Laporan penjualan menurut saluran, wilayah, dan lain sebagainya.
Dua pedoman umum yang dapat diikuti dalam pembebanan biaya terhadap segmen
adalah bahwa biaya dapat dikelompokkan berdasarkan :
a. Pola perilaku biaya sehingga semua biaya dikelompokkan sebagai biaya variabel dan
biaya tetap. Penyajian biaya berdasarkan karakteristik ini digunakan untuk
menghitung marjin kontribusi. Informasi yang dihasilkan bermanfaat dalam
6
mengevaluasi pentingnya keberadaan suatu produk sebagai segmen dalam
menghasilkan laba.
b. Dapat atau tidaknya suatu biaya secara langsung ditelusuri hubungannya dengan
segmen dimana biaya tersebut terjadi. Penyajian biaya menurut karakteristik ini
dimaksudkan untuk melihat keterkaitan suatu biaya dengan segmen yang dihitung
laba ruginya. Dalam kenyataannya terdapat biaya-biaya tetap yang terjadi karena
adanya suatu segmen bisnis sehingga penutupan suatu segmen misalnya, dapat
menyebabkan hilangnya sekelompok biaya tertentu.
Agar penyajian laporan tersegmentasi lebih informative maka laporan laba rugi
sebaiknya disiapkan dengan menggunakan pendekatan variable costing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Beban pokok penjualannya hanya terdiri dari biaya-biaya produksi variabel.
b. Biaya variabel dan biaya tetap disajikan dalam bagian yang berbeda, dan
c. Kemudian dihitung marjin kontribusi yang berupa selisih penjualan dengan biaya-
biaya variabel.
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Kalakundo, Inc., memiliki divisi pakaian jadi dan
bahan makanan. Divisi pakaian jadi terdiri dari produk pakaian pria dan pakaian wanita.
Pakaian pria dijual melalui jalur pengecer dan penjualan via katalog. Peraga 4.6
menunjukkan laporan laba rugi PT Kalakundo yang tersegmentasi atas divisi, jenis produk,
dan saluran penjualan.
Dari laporan tersebut dapat dilihat beberapa karakteristik sebagai berikut :
a. Laporan di atas memperlihatkan tiga level segmen dalam sebuah organisasi bisnis.
Divisi pakaian jadi terdiri dari bagian-bagian pakaian pria dan pakaian wanita sebagai
dua segmen yang lebih kecil. Penjualan pada segmen lini pakaian pria dilakukan
melalui jalur toko pengecer dan penjualan via katalog. Dua jalur penjualan ini
kemudian dianggap sebagai segmen yang lebih kecil lagi. Jenis segmen ini dalam
penerapannya dapat bervariasi pada masing-masing organisasi bisnis tergantung pada
prioritas pentingnya informasi bagi manajemen.
b. Pentingnya laporan laba rugi dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontribusi.
c. Biaya tetap segmen (Traceable fixed cost) ditempatkan sesudah marjin kontribusi
untuk melihat kemampuan segmen membelanjai biaya tetapnya sesudah mendanai
beban pokok penjualan variabelnya.
d. Bagian dari marjin suatu segmen dapat menjadi biaya tetap umum dari segmen-
segmen yang lebih kecil. Sebagai contoh dapat dilihat marjin segmen pakaian
pria Rp 45.000 setelah dipisahkan kedalam segmen-segmen yang lebih kecil ternyata
dari jumlah tersebut Rp 10.000 di antaranya merupakan biaya tetap umum bagi
segmen penjualan eceran dan penjualan via catalog.
7
PT KALAKUNDO, Inc. Laporan Laba Rugi Tersegmentasi Bulan Januari 1999
DIVISI SEBAGI SEGMEN SEGMEN
Total Pakaian Jadi Bahan Makanan
Pakaian Rp 750.000 Rp 300.000 Rp 450.000
Biaya variabel 345.000 120.000 225.000
Marjin kontribusi 405.000 180.000 225.000
Biaya tetap segmen 255.000 120.000 135.000
Marjin segmen 150.000 Rp 60.000 Rp 90.000
Biaya tetap bersama 127.500
Laba bersih Rp 22.500
e. Marjin segmen merupakan hasil pengurangan traceable fixed cost dari marjin kontribusi.
Informasi ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan tiap segmen menutup biaya tetap
pada segmen yang bersangkutan.
f. Dari laporan tersebut juga dapat dilihat kemampuan tiap segmen menyumbangkan laba
usaha kepada organisasi secara keseluruhan. PT Kalakundo secara keseluruhan
memperoleh marjin segmen Rp 150.000. Tetapi setelah laporan disajikan ke dalam
segmen-segmen ternyata bahwa dari marjin Rp 150.000 tersebut di dalamnya terdapat
marjin segmen penjualan via catalog yang negative Rp 120.000. Hal ini menunjukkan
bahwa secara keseluruha PT Kalakundo mendapat laba dari segmen lain untuk membiayai
kerugiannya. Dengan demikian laporan tersegmentasi dapat menunjukkan secara jelas
potensi pendapatan dan biaya, serta titik-titik kritis yang terdapat dalam tiap segmen.
8
DAFTAR PUSTAKA
Hanson, Don R, Maryanne and M. Mowen 2008. Management Accounting: 8th edition
Thomson Suth – Western, Singapore
L. M. Samryn. 2000. Akuntansi Manajerial. Jakarta : Raja Grafindo
Nurcahyani, Yulia. 2017. Variable Costing
http://yulianurcahyaniblogpress.blogspot.com/2017/04/makalah-akuntansi-manajemen-
variabel.html (Diakses Selasa, 10 Oktober 2019 pukul 14.35)
Thomas, Gen Norman. 2016. Variable dan Full Costing
http://solusiakun.blogspot.com (Diakses Selasa, 10 Oktober 2019 pukul 14.59)