Anda di halaman 1dari 2

REVIEW FILM TJOKROAMINOTO

Kisah dimulai dengan Tjokro kecil yang melihat penderitaan pekerja-


pekerja perkebunan kapas yang dianiaya oleh mandor-mandor Belanda.
Kegelisahan Tjokro terhadap keadaan juga diperlihatkannya di sekolah, dimana
dia berani berdebat dengan guru Belanda totok. Sementara itu narasi-narasi
agama Islam yang kuat tentang “hijrah” pada akhirnya berperan membentuk
karakter dan kesadaran Tjokro terhadap posisi pribumi terhadap kolonial. Dan
ketika beranjak dewasa, Tjokro pun mulai bertindak.

Era dimana Tjokroaminoto tumbuh besar adalah era fajar baru dimana
politik etis Kolonial mulai melahirkan elit-elit pribumi yang “tercerahkan”.
Tjokro adalah salah satunya. Selain itu, gagasan baru tentang nasionalisme dan
pan-islamisme mulai bertumbuh di Hindia. Tjokro yang sedari awal sudah
melihat potensi Islam Nusantara sebagai pemersatu lalu “hijrah” ke Surabaya.
Di sanalah semua kisah perjuangan bermula. Dari bertemu Haji Samanhudi
pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI), mengumpulkan pengikut, mengubah
“Sarekat Dagang Islam” menjadi “Sarekat Islam (SI)”, mengganti blangkon
dengan peci, hingga bersama pengikutnnya menentukan arah perjuangan.

Judul “Guru Bangsa” sendiri bisa dijabarkan secara harafiah. Rumah


Tjokro bersama istrinya di Gang Paneleh Surabaya seolah menjadi inkubator
bagi calon-calon tokoh perjuangan bangsa kedepan. Mulai dari Agus Salim
muda, Semaoen, Dharsono, Musso, hingga Kusno (Soekarno) yang
masih culun namun antusias. Gagasan-gagasan baru selain pan-islamisme-nya
Tjokro juga mulai berbenih. Terinspirasi dari Revolusi Bolshevik Russia,
Semaoen dan kawan-kawan mencoba mengubah arah SI menjadi lebih
revolusioner dan radikal. Sejarah mencatatnya sebagai “SI Merah” yang
berfokus pada perjuangan kelas-kelas pekerja pribumi yang tertindas untuk
merebut haknya.

Film Guru Bangsa Tjokroaminoto yang berlatar zaman penjajahan,


membahas spesifik tentang Tjokro yang terlahir dari kaum bangsawan Jawa
dengan latar belakang Islam yang kuat. Dia berjuang bersama Haji Samanhudi
untuk mengubah Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Dilema, suka,
dan duka tergambar dari sosok personal Tjokro yang diperankan oleh Reza
Rahadian.

Dalam kepemimpinannya, Tjokro berhasil mengajak rakyat kecil, yang


sebelumnya tidak memiliki akses ke dunia politik, kini dapat berpartisipasi
melalui Sarekat Islam. Film ini juga menggambarkan kehidupan Tjokro dengan
istri dan anak-anaknya. Bagaimana ketika sang istri, Soeharsikin (Putri
Ayudya), selalu mendampingi Tjokro dalam suka dan duka hingga akhir
hayatnya. Selain itu, diceritakan bagaimana Tjokroaminoto tumbuh menjadi
guru dari para pemimpin pergerakkan seperti Soekarno, Semaoen, Alimin, dan
Musso.

Dengan durasi yang cukup lama, mungkin film ini terkesan dipanjangkan
dan agak membosankan bagi sebagian penonton. Tapi hal itu terasa wajar saja
karena ada banyak tokoh-tokoh penting yang ditampilkan yang berhubungan
dengan perjuangan Tjokoroaminoto. Karena itulah, beliau disebut sebagai Guru
Bangsa sesuai dengan judul filmnya. Secara visual dan artistiks, Guru Bangsa:
Tjokroaminoto sangat menarik. Kita benar-benar seperti dibawa kembali ke
masa lalu. Detil properti diperhatikan dengan sangat baik dan digarap dengan
serius. Para pemain juga tampil bagus sesuai dengan porsi mereka masing-
masing.

Anda mungkin juga menyukai