Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu upaya membina dan membangun generasi muda yang tangguh diantaranya adalah melalui

pendidikan, baik yang diberikan dalam lingkungan keluarga, melalui pendidikan formal di sekolah, maupun

pendidikan dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus

ditentukan oleh adanya pelaksanaan kurikulum sekolah itu. Keberhasilan sumber daya manusia dalam segi

pendidikan sangat dipengaruhi oleh adanya pemahaman seluruh personal di sekolah itu dalam melaksanakan

kurikulum.

Kurikulum pendidikan yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang

mana seluruh komponen bangsa ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk selalu

melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.

Di dalam proses pengendalian mutu pendidikan, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting

karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu

diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pendekatan kurikulum ?


2. Apa saja pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI ?

. BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI

Kurikulum merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan

memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan

pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan

jenjang masing masing satuan pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa

pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
undang Undang Dasar 1945.[1]

Kurikulum informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung berhubungan

dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum

formal. Kurikulum formal mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya ini

akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum itu? Pengembangan kurikulum
adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih
baik.[2]

Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti

langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. [3]

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses

tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih

sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut
pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. [4]

Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi

perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek

akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis

kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih

berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada

pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi
sosial.[5]
1. Pendekatan Berdasarkan Teori Kurikulum

Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam

pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan

teknologis/kompetensi; dan pendekatan rekontruksi sosial.[6]

a. Pendekatan Subjek Akademis

Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-

ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam

menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para

ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk

masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama,

analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara

menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan
untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.[7]

Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah

muamalah, dan tarih sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran

PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan

dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa
mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu

saja.

Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau keperibadian hidup manusia, dalam arti bagaimna system

norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia

dengan manusia (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan keperibadian hidup manusia dalam menjalani

kehidupan (politik, ekonomi, social, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan dan

lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sedangkan tarikh (sejarah-kebudayaan) Islam merupakan

perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa kemasa dalam usaha bersyari’ah, beribadah dan

bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan system kehidupan yang dilandasi oleh akidah

Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan berdasarkan sistematis

disiplin ilmu misalnya, untuk aspek keimanan atau mata pelajaran akidah menggunakan sistematisasi ilmu

tauhid, aspek/mata pelajaran Alquran menggunakan sistematis ilmu Alquran atau ilmu tafsir, akhlak

menggunakan sistematis ilmu akhlak, ibadah/syariah/muamalah menggunakan sistematis ilmu fiqih, dan

tarikh/sejarah menggunakan sistematis ilmu sejarah (kebudayaan) Islam. Masing-masing aspek/mata pelajaran

memiliki karakteristik tersendiri yang dapat membangun disiplin ilmu lebih lanjut bagi para peserta didik yang

memiliki minat dibidangnya. Namun demikian, dalam pembinaannya harus memperhatikan dalam aspek/mata

pelajaran yang satu dengan yang lainnya.


b. Pendekatan Humanistis

Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia".

Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat
manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan[8]

Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini

berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama

kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik

dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.

2. Menghormati individu peserta didik.


3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat

Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan

maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan

prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat

intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain :

1. Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu

kemampuan dan pengetahuan.

2. Kesadaran dan kepentingan.

3. Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.

Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:

1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.

2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik.

3. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

4. Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.


c. Pendekatan Teknologis

Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang

dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan

strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis

kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis

Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran

PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan

shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya. Pembelajaran dikatakan

menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah

belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin

mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa,

agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari

rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien.

Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia

terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun

produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak

selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis. Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut

perencanaan dan proses bisa dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang
keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan teknologis tidak bisa digunakan,

karena evaluasi ini sulit untuk diukur.

Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum PAI. Sebagaiman tertuang

dalam kurikulum Standar kompetensi:

1. Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.

2. Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.

3. Hasil belajar:

a) Mampu menjelaskan tatacara wudlu

b) Mampu menghafal niat wudlu.

c) Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.

d) Mampu mempraktikan wudlu

d. Pendekatan Rekrontruksi Sosial

Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik

perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai

permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi

di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran

pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama.

Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat

menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.

Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:

1. Survey kritis terhadap suatu masyarakat.

2. Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.

3. Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.

4. Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.

5. Berbagai pertimbangan perubahan politik.


6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.[9]

Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut,

yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial

mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan
pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan. [10]

2. Pendekatan Kurikulum Berdasarkan Cakupan Pengembangannya

Para Pengembang telah menemukan beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Berikut ini

adalah pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para pengembang. Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam
bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan

kurikulum, yaitu :
a. Pendekatan Berorientasi pada Tujuan

Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi

sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:

1. Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.

2. Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis

kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.

3. Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang

dicapai.

4. Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-
perbaikan yang diperlukan. [11]

b. Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan

Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:

1. Pendekatan pola Subject Matter Curriculum

Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah,

ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain).

2. Pendekatan pola Correlated Curriculum

Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang

sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.

Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:

a. Pendekatan Struktur: Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.

b. Pendekatan Fungsional: Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pendekatan tempat atau daerah: Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.

3. Pendekatan pola Integrated Curriculum

Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon;

sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan

sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.


c. Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)

Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada

masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis

pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya

yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas
itu.[12]

Dilihat dari cakupan Pengembangannya Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua

pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu :

a. Pendekatan Top Down

Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem

komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff

mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun

kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang

sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan

kira-kira sebagai berikut:

Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Langkah

kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang

telah disusun oleh tim pengarah. Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau

kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan

atau direvisi. Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk
mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu. [13]

b. Pendekatan Grass Roots

Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu

disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan

kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak

digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas

mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).

Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan

pendekatan grass roots ini.

Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang

berlaku. Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya

dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji

sumber informasi lain. Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai

kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat

mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan

perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam

pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat. Keenam, membuat dan

menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk
dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan

oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
3. Pendekatan Kurikulum Berdasarkan Aspek Perencanaan

Dilihat dari aspek perencanaannya, menurut Zainal Arifin ada beberapa pendekatan yang dapat

digunakan dalam pengembangan kurikulum. Menurut penulis, pendekatan yang dikemukakan oleh Zainal Arifin

sudah merangkum pendapat para ahli lainnya, yaitu:

1. Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)

Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai

yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua

ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-ciri pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan

sistematik, sasaran penilaian lebiih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri

(regenerative capability)

Prosedur menggunakan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus

dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat kompetensi yang

harap dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi

atau suatu pelajaran (jika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya

yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f) mengembangkan

perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.

Bukti penguasaan kompetensi tidak cukup dengan kemampuan lisan saja, melainkan harus diperagakan

dalam bentuk pelaksanaan perbuatan yang nyata dan konkret. Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga

hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut.

Pertama, sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga

tingkat untuk kerjapelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Kedua, kriteria penilaian adalah persyaratan

minimal pelaksanaan tugas-tugas. kriteria ini dijabarkan langsung dari hakikat dan tuntutan tugas yang dapat

dikerjakan peserta didik, bukan dari prestasi rata-rata kelompok atau dari patokan mutlak yang tidak

jelas rujukannya. Ketiga, sasaran utama adalah penguasaan kemampuan dan bukan pada cara atau waktu

pencapaiannya.

Pada pengembangan kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai

penguasaan kemampuannya atas bahan yang dapat disajikan bahkan sebelum bahan tersebut dikerjakan. Ciri

pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengolahan informasi balikan

secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme

untuk memperbaiki diri baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.


Dalam pembentukan kompetensi perlu diusahakan untuk melibatkan peserta didik seoptimal mungkin,

dengan memberikan kesempatan dan mengikutsertakan mereka untuk turut ambil bagian dalam proses
pembelajaran.[14]
2. Pendekatan Sistem (System Approach)

Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, berinterelasi

dan interdependensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sistem ada yang sederhana

sehingga dapat ditetapkan terlebih dahulu, tetapi ada juga yang kompleks sehingga belum dapat ditetapkan.

Pendekatan sistem digunakan juga sebagai suatu sistem berfikir, bahkan sistem pendekatan ini
dikembangkan dalam upaya pembaharuan pendidikan. [15] Inti pendekatan sistem yang berupa proses adalah

merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, dan evaluasi. Misalnya,

model Instructional Development Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University Consortium on
Instructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah-langkah sebagai berikut.[16]

a. Merumuskan masalah, yang meliputi:

1) Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah

2) Menganalisis latar; ciri-ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber

3) Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab, dan penjadwalan.

b. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi:

1) Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara;

2) Menentukan strategi: pendekatan, metode, media, dan sumber belajar;

3) Membuat prototype: bahan-bahan, pembelajaran, dan bahan-bahan evaluasi.

c. Melaksanakan evaluasi, yang meliputi:

1) Uji coba prototype: melakukan uji coba, mengumpulkan data dan evaluasi
2) Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode, dan teknik evaluasi.
3) Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarificatioa Approach)

Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri

berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan

yang berlaku.

Ciri-ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran guru

kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru sedikit memberikan informasi dan lebih banyak mendengarkan

penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sering menggunakan metode tanya jawab, (d) tidak banyak kritik

dan destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f)

menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, sehingga struktur

kegiatan dapat dipahami oleh peserta didik, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk
bekerja dan bertanggung jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan, (j) adanya

keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi

bukan berfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta didik

menemukan sistem nilainya sendiri.

Secara umum, tujuan klarifikasi nilai adalah untuk (a) mengembangkan hubungan pribadi di antara

peserta didik secara lebih baik yang mungkin di antara mereka terjadi konflik nilai atau untuk mengambil

keputusan pada masa mendatang, dan (b) melengkapi kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan jasmani maupun

kebutuhan rohani. Secara khusus, tujuan dan kegunaan pendekatan klarifikasi nilai adalah (a) mengukur dan

mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, (b) menyadarkan peserta didik tentang nilai-nilai

yang dimiliki, baik tingkat maupun sifat. Jika nilai yang dimiliki peserta didik sifatnya negative, maka tugas

guru adalah meluruskan atau mengarahkannya menjadi sifat yang positif, (c) menanamkan nilai kepada peserta

didik melalui contoh nyata atau keteladanan dan cara-cara yang rasional, yang dapat diterima peserta didik

sebagai milik pribadinya, (d) melatih dan membina peserta didik tentang bagaimana cara menilai, menerima,
dan mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum.[17]

5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)

Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai

masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan

atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara

penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk

memperlajari masalah dan keinginan dari guru tersebut, pengembang kurikulum perlu melakukan penelitian

yang tidak bersifat evaluatif melainkan bersifat stimulatif dan mendorong guru untuk memberikan informasi

yang objektif semata-mata demi kepentingan pengembangan kurikulum yang lebih baik. Melalui pendekatan ini,

guru merasa sangat dihargai karena pendapat atau saran mereka didengar bahkan dijadikan pertimbangan dalam

pengembangan kurikulum. Pengembang kurikulum harus duduk bersama guru untuk membahas silabus yang

berlaku dan mencari alternatif pemecahannya.


6. Pendekatan Terpadu

Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna dan berstruktur.

Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melinkan suatu totalitas yang berada dan berfungsi

dalam suatu struktur tertentu. Dalam organisasi kurikulum dikenal dengan kurikulum terpadu dengan sistem

penyampaian melalui pembelajaran unit.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum


lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Berdasarkan teori kurikulum, Ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum,
yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan
pendekatan konstruksi sosial.
Berdasarkan cakupan pengembangannya, lamdasan pengembangan kurikulum terdiri dari 5 yaitu
: yaitu pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan
pendekatan akuntabilitas. pendekatan top down (administrative/dari atas ke bawah) dan
pendekatan grass roots (dari bawah ke atas).
Berdasarkan Aspek Perencanaannya, pendekatan pengembangan kurikulum terdiri dari pendekatan
kompetensi (competency Approach), pendekatan sistem ( system Approach), pendekatan klarifikasi nilai, (value
clarification Approach), pendekatan comprehensive Approach), pendekatan yang berpusat pada masalah (
problem- centered Approach), dan pendekatan terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

Subandijah, 1986, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, Grafindo.

Idi, Abdullah, 2007 Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media.

Sanjaya, Wina, 2010, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta, Kencana.

Noeng, Muhadjir, 2000, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku
Sosial Kreatif, Yogyakarta, Rake Sarasin.

Depdikbud.Kurikulum 1978.1979.

Muhaimin, 2010, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Nasution. 1993, Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Arifin Zainal, 2011, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya.

Hamalik oemar, 2007, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja


Rosdakarya.

E mulyasa, 2009, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, PT Bumi aksara

Anda mungkin juga menyukai