Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. Judul Praktikum
Proses Penyempurnaan Kain Keras pada Kain/Bahan Poliester, Poliester-Rayon,
Poliester-Katun dan Katun/Kapas dengan Menggunakan Resin Kain Keras “Kasesol
TS”.
1. Kutikula yang berfungsi untuk melindungi serat dari oksidasi atmosfir dan
komponen ultraviolet.
2. Dinding primer yang biasa disebut miofibril yang merupakan lapisan yang tersusun
sebagai lapisan benang – benang halus.
1
3. Dinding sekunder merupakan lapisan yang terdiri dari fibril – fibril yang bergabung
membentuk spiral yang mengelilingi sumbu serat. fibril – fibril ini arah puntirannya
berubah – ubah dengan selang tertentu sepanjang sumbu serat yaitu sebagian
kearah S dan disambung oleh fibril yang kearah Z..
4. Lumen merupakan lubang ditengah serat yang ukurannya sesuai dengan
kedewasaan serat. lumen berisi cairan protoplasma yang akan menguap pada saat
buah terbuka, sehingga ukuran lumen mengecil dan mengkerut membentuk seperti
ginjal.
Struktur kimia kapas merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi
molekul-molekul anhidro glukosa yang dihubungkan dengan jembatan oksigen
CH CH2OH H OH CH2OH
OH
O O H O O
H H H
OH H OH H H
OH H (S) (S)
(S) (S) H (S) OH H
H OH H
O H O O H
H O H
CH2OH H OH CH2OH H OH
Dari gambar terlihat pada masing-masing unit glukosa terdapat tiga gugus
hidroksil,satu gugus hidroksil primer dan dua gugus hidroksil sekunder. Gugus-gugus
ini yang memegang peranan penting dalam proses pencelupan dan penyempurnaan.
Serat Poliester
Pada praktikum kali ini digunakan bahan kain dari campuran antara serat poliester
dan kapas. Cara pencampurannya sendiri sepertinya dilakukan pada saat proses
pemintalan benangnya. Karena sifat keduanya yang saling mendukung, seperti
kekuatan maupun pegangannya, kedua jenis serat ini sering dicampurkan untuk dapat
menutupi sifat-sifat yang kurang baik bila kain terdiri dari satu jenis serat saja.
Poliester dibuat dari reaksi antara senyawa asam tereftalat dengan etilena glikol.
Berikut ini skema pembuatan serat tersebut :
Gambar 3.2
Struktur molekul serat poliester
2
(P. Soeprijono S.Teks, dkk, Serat Serat Tekstil, ITT, Bandung, 1974)
Skema diatas memperlihatkan pembuatannya yang menggunakan asam tereftalat
sebagai bahan baku yang membuat sifat poliester memiliki titik didih yang lebih tinggi.
Sedangkan penggunaan etilena glikol, dapat membentuk ester menjadi lebih kuat
karena suhu reaksi yang lebih tinggi. Proses polimerisasi asam tereftalat dan etilena
glikol ini dilakukan dalam kondisi suhu tinggi dan hampa udara. Serat poliester ini
memiliki kristalinitas yang tinggi dan tidak memiliki gugus yang aktif sehingga sangat
sukar ditembus oleh molekul yang berukuran besar atau tidak bereaksi dengan zat
warna anion maupun kation.
Struktur fisika serat poliester ini pada penampang melintangnya berbentuk bulat.
Bentuk seperti ini memberikan pantulan cahaya yang diberikan lebih sempurna dan
membuat warna terlihat lebih brilian (mengkilap). Sifat elastisitasnya sangat baik
seperti serat termoplastik lainnya, sehingga dalam keadaan normal, kain dari poliester
memiliki ketahanan kusut yang sangat baik. Karena titik lelehnya yang sangat tinggi,
maka kain dari serat poliester ini pun cukup tahan terhadap sinar matahari langsung,
dan tidak mudah menguning bila disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Serat Rayon
Rayon viskosa adalah serat selulosa diregenerasi sehingga strukturnya sama
dengan serat selulosa yang lain, kecuali derajat polimerisasinya lebih rendah karena
terjadinya degradasi rantai polimer selama pembuatan seratnya.
Sebagai bahan dasar adalah kayu yang dimurnikan dan dengan natrium hidroksida
dirubah menjadi selulosa alkali. Kemudian dengan karbon disulfida dirubah menjadi
natrium selulosa xantat dan selanjutnya dilarutkan di dalam larutan natrium hidroksida
encer. Larutan ini kemudian diperam dan akhirnya dipintal dengan cara pemintalan
basah menggunakan larutan asam.
Sifat-sifat serat rayon viskosa :
1. Kekuatan dan mulur. Kekuatan serat rayon viskosa kira-kira 2,6 gram per denier
dalam keadaan kering dan kekuatan basahnya kira-kira 1,4 gram per denier.
Mulurnya kira-kira 15 % dalam keadaan kering dan 25 % dalam keadaan basah.
2. Moisture. Moisture regain serat rayon viskosa dalam kondisi standar ialah 12-13 %.
3. Elastisitas. Elastisitasnya jelek. Apabila dalam pertenunan benagnya mendapat
suatu tarikan mendadak kemungkinan benangnya tetap mulur dan tidak mudah
kembali lagi.
4. Berat jenis. Berat jenisnya adalah 1,52.
5. Sifat listrik. Dalam keadaan kering rayon viskosa merupakan isolator listrik yang
baik tetapi uap air yang diserap oleh rayon akan mengurangi daya isolasinya.
3
6. Sinar. Dalam penyinaran kekuatannya berkurang.
7. Panas. Rayon viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu
lama menyebabkan rayon berubah menjadi kuning.
8. Sifat kimia. Rayon viskosa lebih cepat rusak oleh asam dibandingkan dengan kapas
terutama dalam keadaan panas. Pengerjaan dengan asam encer dingin dalam
waktu singkat biasanya tidak berpengaruh, tetapi suhu tinggi akan merusak serat
rayon viskosa. Rayon viskosa tahan pelarut-pelarut untuk pencucian kering.
9. Sifat biologi. Jamur akan menyebabkan rayon viskosa berkurang kekuatannya serta
berwarna.
10. Morfologi. Bentuk memanjang serat rayon viskosa seperti silinder bergaris dan
penampang lintangnya bergerigi
4
pada kapas. Dengan cara tersebut serat kapas telah menjadi kaku dan tahan
pencucian, akan tetapi proses seperti ini berbahaya dan juga harus dikontrol dengan
cermat kondisi waktu, suhu dan konsentrasi asamnya.
Kekakuan yang dihasilkan dengan penggelatinan pada permukaan serat membuat
serat kapas mudah dicuci pada air dingin karena kain tersebut akan lemas, dan pada
pengeringan menjadi keras kembali. Kekakuan tersebut diperoleh dengan menutup
permukaan serat kapas dengan cara pelapisan. Sejak lapisan tersebut bergabung
dengan serat kapas dan melekat sehingga menghasilkan efek kaku dan tidak berubah
pada pencucian berulang.
5
IV. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses penyempurnaan kain keras adalah
sebagai berikut :
No. Alat No. Bahan
1. Timbangan 1. Kain Poliester
2. Ember kecil 2. Kain Poliester-Rayon
3. Gelas ukur 100 ml 3. Kain Poliester-Katun
4. Pengaduk 4. Kain Katun/Kapas
5. Mesin Pad 5. Kasesol TS ( resin kain keras )
6. Mesin stenter 6. Arcofix ( resin anti kusut )
7. Nampan plastik 7. Katalis ( MgCl2 )/Dekatalis
8. Gelas Piala -
9. Gelas Ukur -
V. Resep
Resep yang digunakan dalam proses penyempurnaan kain keras adalah sebagai
berikut : ( dalam hal ini saya menggunakan konsentrasi 50 g/L )
1. Resin kain keras ( Kasesol TS ) : 20 g/L – 50 g/L
2. Resin anti kusut ( Arcofix ) : 20 g/L
3. Katalis ( MgCl2 )/Dekatalis : 20% dari resin anti kusut ( 4 g/L )
4. WPU : 70%
5. Dry : 100°C » 1 menit
6. Cure : 150°C » 2 menit
6
VI. Perhitungan Resep
Berikut adalah perhitungan resep dalam proses penyempurnaan kain keras :
1. Jumlah larutan yang dibutuhkan : 200 ml ( untuk 4 kain )
50 𝑔𝑟𝑎𝑚
2. Resin kain keras ( Kasesol TS ) : x 200 ml = 10 gram
1000 𝑚𝑙
20 𝑔𝑟𝑎𝑚
3. Resin anti kusut ( Arcofix ) : x 200 ml = 4 gram
1000 𝑚𝑙
20
4. Katalis ( MgCl2 ) : x 20 g/L = 4 g/L
100
4 𝑔𝑟𝑎𝑚
: x 200 ml = 0,8 gram
1000 𝑚𝑙
Pembuatan
Larutan & bahan
Persiapan alat Perhitungan larutan
dimasukkan ke
dan bahan resep penyempurnaan
nampan
kain keras
Padding
WPU 70 %
O
Drying 100 C curing
1 menit Dry
1500C, 2 menit
Perendaman
7
X. Langkah Kerja
1. Menghitung dan menimbang resep.
2. Menambahkan resin kain keras ( Kasesol TS ) ke dalam air dingin sambil di aduk
untuk mencegah penggumpalan.
3. Menambahkan resin anti kusut ( Arcofix ) dan Dekatalis ke dalam larutan sambil di
aduk untuk mencegah penggumpalan.
4. Memindahkan larutan penyempurnaan kain keras ke baki plastic/nampan plastic.
5. Merendam kain pada larutan penyempurnaan kain keras hingga seluruh bagiannya
terbasahi
6. Memeras kain pada mesin padder dengan WPU 70 %.
7. Melakukan pre drying dengan suhu 100°C selama 1 menit.
8. Melakukan curing dengan suhu 150°C selama 2 menit.
9. Melakukan evaluasi kain keras dengan uji kekakuan
8
XIII. Diskusi
Pada praktikum ini bertujuan untuk menghasilkan kain yang bersifat keras atau
kaku. Pada proses penyempurnaan kain keras ini terdapat beberapa hal yang akan
dibahas menyangkut proses penyempurnaan kain keras dan hasilnya. Hal-hal yang
akan dibahas disini antara lain jenis resin kain keras yang digunakan dan pengaruh
perbedaan konsentrasi resin kain keras yang digunakan untuk mendapatkan kondisi
optimal dalam prosesnya. Selain itu, jenis bahan yang akan disempurnakan dengan
resin kain keras juga akan mempengaruhi hasil sifat pegangan kainnya. Pada proses
penyempurnaan ini digunakan resin Kasesol TS yang merupakan jenis Polivinil asetat.
Resin ini akan mengisi pori-pori serat pada saat proses curing sehingga hasil
penyempurnaan memberikan pegangan yang kaku pada kain.
Pada proses penyempurnaan kain keras ini dilakukan padding sebanyak dua kali.
Proses selanjutnya adalah pre drying pada suhu 1000C selama 1 menit. Selanjutnya
dilakukan proses curing pada suhu 1500C selama 2 menit dengan tujuan untuk
membentuk ikatan silang antara resin kain keras dengan serat sehingga resin dapat
berpolimerisasi masuk kedalam serat menghasilkan polimer yang kaku dan keras.
Pada prinsipnya penyempurnaan kain keras akan menghasilkan nilai Bending Modulus
(BM) atau nilai kekakuan yang tinggi pada serat dengan semakin banyaknya
konsentrasi resin yang digunakan. Semakin lama waktu curingnya juga menyebabkan
kekakuan kain semakin baik pula. Hal ini terjadi karena pada saat proses curing terjadi
ikatan silang antara resin dengan serat lebih banyak (polimerisasi lebih banyak
sehingga lebih keras/kaku kainnya) sehingga semakin lama waktu curing akan
menghasilkan kain dengan kekakuan yang baik pula.
Pemberian resin memberikan sifat kaku/keras pada kain contoh uji. Hasil ini
terlihat pada tabel pengujian ketika nilai kekakuan kain blanko/tidak diresin lebih kecil
dibandingkan kain yang diresin. Pemberian resin untuk penyempurnaan kain keras ini
sifatnya akan melapisi permukaan kain dengan berikatan silang dengan serat kain.
Sifat kaku/keras pada kain yang diresin disebabkan karena terjadinya ikatan silang
(self-cross linking) dan pengisian bagian-bagian amorf (bagian yang longgar) pada
serat. Hal ini menyebabkan rantai-rantai molekul serat lebih terikat satu sama lain
sehingga serat menjadi lebih kaku/keras. Adanya susunan serat yang demikian ini
mengurangai kecenderungan susunan-susunan serat untuk saling menggelincir
apabila diserat tekanan atau lipatan sehingga diperoleh kekakuan kain. Pengisian
gugusan amorf yang menaikan kekakuan disuatu pihak menyebabkan sukarnya rantai-
rantai molekul terorientasi.
Hasil pengujian kekakuan tersebut dapat diketahui bahwa bending length
berbanding lurus dengan nilai kekakuan artinya semakin besar nilai bending length
9
maka semakin besar pula nilai kekakuannya dan sebaliknya dalam artian semakin
banyak konsentrasi resin yang digunakan maka kekakuan kain juga akan meningkat
dan makin keras.
Penggunaan resin Kasesol TS pada semua jenis kain. Secara keseluruhan nilai
kekakuan semakin tinggi dengan semakin besarnya konsentrasi resin yang digunakan.
Namun, beberapa data pengujian menunjukkan hasil yang lain. Misalnya saja pada
kain T/R dengan konsentrasi Kasesol TS 40 g/L. Nilai kekakuan lebih rendah
dibanding pada penggunaan resin 30 g/L dan sama halnya pada kain T/C Keadaan ini
bisa saja terjadi karena reaksi polimerisasi resin dengan serat tidak sempurna.
Sehingga pada penggunaan Kasesol TS dengan konsentrasi 30 g/L memiliki keadaan
optimal untuk nilai kekakuan yang baik dan penggunaan resin dengan konsentrasi 40
g/L tidak optimal untuk memberikan sifat kekakuan pada kain.
XIV. Kesimpulan.
Secara keseluruhan nilai bending modulus/kekakuan semakin besar dengan semakin
banyaknya konsentrasi resin yang digunakan.
10
Daftar Pustaka
1. P. Soeprijono, dkk. 1974. Serat Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknlogi Tekstil.
2. S. Hendrodyantopo, dkk. 1998. Teknologi Penyempurnaan. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
3. Susyami. N.M., dkk. Bahan Ajar Praktek Teknologi Penyempurnaan Kimia.
Bandung: Sekolah Tinggi Tenologi Tekstil.
4. Diktat Teknologi Penyempurnaan. Bandung: Institut Teknologi Tekstil Bandung
11