Hadis Masa Pra Kodifikasi
Hadis Masa Pra Kodifikasi
Oleh : Kelompok V
Hasniati 18.2200.020
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan menyelesaikan penyusunan tugas Ulumul
Hadis tentang “sejarah hadis masa pra kodifikasi”.
Tugas mata kuliah Ulumul Hadis tentang sejarah hadis masa pra kodifikasi
dalam karya ilmiah ini kami buat agar dapat memenuhi salah satu tugas pada
matakuliah Ulumul Hadis pada semester dua. Tujuan lain dari penyusunan tugas ini
adalah agar pembaca dapat memahami dan mengetahui tentang Ulumul Hadis dalam
karya ilmiah sebagaimana yang tertulis dalam makalah ini.
Materi ini kami sajikan dengan bahasa yang sederhana dan menggunakan
bahasa pada umumnya agar dapat dipahami oleh pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini mungkin terdapat banyak kekurangam. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata kami mengucapkan teria kasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu pedoman hidup umat islam dimana kedudukan
hadis disini adalah sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah al-quran.
Didalam ilmu hadis inipun terdapat pula sejarah dan perkembangan hadis pada masa
pra kodifikasi, keberadaan hadis sebgai salah satu sumber hukum dalam islam
memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks.
Dalam sejarahnya hadis mengalami perkembangan yang agak lambat dan
bertahap di bandingkan dengan al-quran. Hal ini terjadi karena pada masa itu
penulisan hadis secara umum sangat dilarang. Larangan tersebut berdasarkan
kekhawatiran Nabi akan tercampurnya Nash al-Quran dengan Hadis. Larangan
tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi’in besar. Bahkan, khalifah Umar bin
khattab sangat menentang penulisan hadis, begitu juga dengan khalifah yang lain.
Periodesasi penulisan dan pembukuan hadis secara resmi dimulai pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin abdul azis (abad II hijriyah).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan hadis pada masa Nabi SAW.?
2. Bagaimana perkembangan hadis pada masa sahabat?
3. Jelaskan perkembangan hadis pada masa Tabi’in?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui perkembangan sejarah hadis pada masa Nabi SAW.
2. Untuk mengetahui perkembangan sejarah hadis pada masa sahabat
3. Untuk mengetahui perkembangan sejarah hadis pada masa tabi’in
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Hadis pada Masa Nabi
Membicarakan hadis pada masa Rasulullah SAW berarti membicarakan hadis
pada awal kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada Rasulullah SAW
sebagai sumber hadis. Rasulullah SAW membina umat Islam selama 23 tahun. Masa
ini merupakan kurung waktu turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya hadis.1Pada
periode ini sejarah hadis disebut Ashr al-Wahyi wa at-Takwin (masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat Islam.2 pada masa inilah, hadis kemudian lahir yang
berupa sabda Nabi, perbuatan Nabi, dan ketetapan Nabi yang fungsinya adalah untuk
menerangkan al-Quran serta menegakkan Syariat Islam dalam kehidupan masyarakat.
1. Cara Rasul SAW menyampaikan hadis
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa
lainnya. Umat islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis dari
Rasul SAW sebagai sumber hadis. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada
jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuannya.3
Allah menurunkan al-quran dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai
utusannya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisahkan, dan apa yang
disampaikannya juga merupakan wahyu. Allah berfirman dalam menggambarkan
kondisi utusannya tersebut.
1
Muhammad Ali AL-Shobuni, Al-Tibyan Fi ‘Ulumil qur’an (MadinaH: Daru Al-Shobuni, 2003),
h. 29.
2
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka setia, 2011), h. 34.
3
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet.VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 71.
5
4
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet. VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 72.
6
orang saja, bahkan hanya satu orang, seperti hadis-hadis yang ditulis oleh
Abdullah ibn Amr ibn Al’Ash.
Untuk hal-hal yang sensitive, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga
dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut hubungan suami istri),
ia sampaikan melalui istri-istriya. Begitu juga sikap para sahabat, jika ada
hal-hal yang berkaitan dengan soal di atas, karena segan bertanya kepada
Rasulu SAW, seringkali ditanyakan melalui istri-istrinya.
c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada’
dan futuh Makkah.
5
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet. VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 74.
7
“janganlah kalian tulis apa saja dariku selain al-Quran. Barang siapa telah
menulis dariku selain al-Quran, hendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang
6
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet. VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 75.
8
diterima dariku, ini tidak mengapa. Barang siap berdusta atas namaku dengan
sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. (HR. Muslim)
Maka segala hadis yang diterima dari Rasulullah SAW oleh para sahabat
diingatnya secara sungguh-sungguh dan hati-hati. Mereka sangat khwatir dengan
ancaman Rasul SAW untuk tidak terjadi kekeliruan tentang apa yang diterimanya.
b. Menulis hadis
Pada masa Rasulullah SAW sedikit sekali sahabat yang bisa menulis
sehingga yang menjadi andalan mereka dalam menerima hadis adalah dengan
menghafal. Menurut Abd Al-Nashr, Allah telah memberikan keistimewaan
kepada para sahabat kekuatan daya ingat dan kemampuan menghafal. Mereka
dapat meriwayatkan al-Quran, hadis, dan syair dengan baik. Seakan mereka
membaca dari sebuah buku.7
DI balik larangan Rasul SAW. Seperti pada hadis Abu Sa’id Al-Khudri
di atas, ternyata ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan
melakukan penulisan terhadap hadis dan memiliki catatan-catatannya,8 ialah:
1) Abdullah ibn Amr Al-‘Ash. Ia memiliki catatan hadis yang menurut
pengakuannya dibenarkan oleh Rasul SAW, sehingga diberinya nama al-
sahifah al-shadiqah. Menurut suatu riwayat diceritakan, bahwa orang-
orang Quraiys mengeritik sikap Abdullah ibn Amr, karena sikapnya yang
selalu menulis apa yang datang dari Rasul SAW. Mereka berkata:
“Engkau tuliskan apa saja yang datang dari Rasul padahal Rasul itu
manusia, yang bisa saja bicara dalam keadaan marah”. Kritikan ini
disampaikannya kepada Rasul SAW, dan Rasul menjawabnya dengan
mengatakan:
)ا ُ ْكتُبْ فَ َوالا ِذ ى نَ ْفسِى بِ َي ِد ِه َما َي ْخ ُر ُج ِم ْنهُ ا َ اَّل ْال َح ُّق (رواه البخارى
“Tulislah! Demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada yang
keluar daripadanya kecuali yang benar”. (HR. Bukhari)
7
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), h. 35.
8
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet. VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 76.
9
9
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet. VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 77-78.
10
Luthfi Maulana. “Periodesasi Perkembangan Studi Hadis (Dari Tradisi Lisan/Tulisan Hingga
berbasis Digital)”. (Esensia. Vol. 17 No. 1, Pekalongan, 2016). h. 113.
11
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka setia, 2011), h. 34.
12
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-kaedah Keshahehan Sanad Hadits (Jakarta: Bulan Bintang,
1995), h. 41.
11
itu dengan pertimbangan yang matang Abu Bakar as- Shiddiq memilih
mengurungkan niatnya untuk membukukan Hadits.
13
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet-VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 79-80.
12
14
Munzier Suparta, Ulumul Hadis (Cet. VII, Jakarta: Rajawali pers, 2011), h. 80-81.
15
Ibid., h. 83-85.
13
a. Periwayatan lafzhi
Periwayatan lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau
matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW. Ini hanya bisa
dilakukan apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW.
Kebanyakan sahabat menempuh periwayatan hadis melalui jalan ini.
Mereka berusaha agar periwayatan hadis sesuai dengan redaksi Rasul
SAW bukan menurut redaksi mereka. Di antara para sahabat yang paling
keras mengharuskan periwayatan hadis dengan jalan lafzhi adalah Ibnu
Umar.
b. Periwayatan maknawi
Di anatara para sahabat lainnya ada yang berpendapat, bahwa dalam
keadaan darurat, karena tidak hafal persis seperti yang diwurudkan Rasul
SAW, boleh meriwayatkan hadis secara maknawi. Periwayatan maknawi
artinya periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama dengan yang
didenganya dari Rasul SAW, akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga
secara utuh, sesuai dengan yang dimaksud oleh Rasul SAW tanpa ada
perubahan sedikitpun. Meskipun demikian, para sahabat melakukannya
dengan sangat hati-hati. Ibnu Mas’ud misalnya, ketika ia meriwayatkan
hadis istilah-istilah tertentu yang digunakannya untuk menguatkan
penukilannya, seperti dengan kata: qala Rasul SAW hakadza (Rasul
SAW telah bersabda begini), atau nahwan atau qala Rasul SAW qariban
min hadza.
Tercatat pada masa sahabat ini ada 6 (enam) orang diantara para sahabat
yang tergolong banyak meriwayatkan Hadits diantaranya:16
1. Abu Hurairah sebanyak 5.374 hadits.
2. Abdullah bin Umar bin Al-Khathab sebanyak 2.635.
3. Anas bin Malik sebanyak 2.286 buah hadits.
16
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2011), h. 49.
14
17
Ibid., h. 25
18
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis (Cet. I, Malang: UIN Malang, 2008), h. 25.
15
19
Ibid.,h. 26-27.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah hadis pra kodifikasi ini terbagi menjadi beberapa bagian, untuk lebih
mudah memahaminya, kami akan meringkasnya menjadi uraian berikut ini:
1. Dalam periode Nabi Muhammad SAW, beliau dalam menyampaikan hadis
diberbagai tempat diantaranya di berbagai majlis-majlis, masjid, rumah beliau,
pasar (ketika dalam perjalanan), ceramah dan pidato di tempat-tempat terbuka.
Pada waktu itu penulisan hadis masih sangat terbatas disamping Rasul SAW
sendiri juga melarangnya. Ketika itu para sahabat masih mengandalkan
hafalan, namun ada juga yang menulisnya akan tetapi diperuntukan untuk
dirinya sendiri dan tidak untuk disebarkan kepada orang lain.
2. Dalam priode sahabat, belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun
hadis dalam suatu kitab, seperti halnya al-Quran. Hal ini disebabkan agar
tidak memalingkan perhatian atau kekhusuan mereka (umat Islam) dalam
mempelajari al-Quran. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak
menerima hadis dari Rasul SAW sudah tersebar-sebar ke berbagai daerah
kekuasaan Islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina
masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan
mengumpulkan mereka secara lengkap. Pertimbangan lainnya, bahwa soal
membukukan hadis, dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan
pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz, dan kesahihannya.
3. Pada periode tabi’in juga belum dilakukan pembukuan dan penulisan secara
resmi. Penulisan hadis secara resmi baru dilakukan pada generasi tabi ‘-tabi’in
(abad ke-2 H) walaupun pada akhir abad ke-1 H instruksi penghimpunan
hadis sudah di instruksikan oleh Khalifah Umar bi Abdul Aziz.
16
17
Solahudin , M.Agus dan Agus Suyadi. 2011. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka setia.
Vbnn un
u
18