PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan yang terlambat sering digunakan untuk menggambarkan anak-
anak dibawah umur 5 tahun dengan menunjukkan keterlambatan secara signifikan
dalam menunjukkan kemampuan ketrampilan motorik kasar dan halus, kemampuan
berbicara dan bahasa, fungsi kognisi, sosial, ketrampilan pribadi, dan kemampuan
untuk melakukan kegiatan sehari-hari
Istilah retardasi mental sering di sinonimkan dengan perkembangan yang
terlambat, tetapi juga harus divalidasi dengan intellegence test (tes IQ). Retardasi
mental mempengaruhi sekitar 1 sampai 2 persen dari populasi umum. Penyebab
gangguan retardasi mental yang berat, dapat diidentifikasi pada 60 hingga 70 persen
dari kasus dan kebanyakan berhubungan dengan kelainan genetik yang mengubah
perkembangan dan fungsi otak, sehingga menimbulkan penyimpangan pada fungsi
kognitif, tingkah laku, dan fisik. Hanya 50% orang dengan sindrom rett memliki
harapan hidup hingga usia 50 tahun. Gangguan retardasi mental yang sering ditemui
antara lain fragile x, sindrom rett, dan sindrom prader-wili. Sindrom rett sejauh ini
hanya dilaporkan terjadi pada anak perempuan, yang telah dirinci dasar onsetnya,
perjalanan penyakitnya, serta pola gejalanya. Secara khas ditemukan bahwa di
samping suatu pola perkembangan awal yang normal atau mendekati normal terdapat
suatu kehilangan ketrampilan gerakan tangan yang telah didapat, sebagian atau
menyeluruh dan kemampuan berbicara, bersamaan dengan terdapatnya kemunduran/
perlambatan pertumbuhan kepala, yang biasanya terjadi sekitar usia 7 sampai 24
bulan.2 Gejala yang khas adalah, gerakan tangan seperti memeras sesuatu yang
strereotipik, hiperventilasi, serta hilangnya kemampuan untuk gerakan tangan yang
bertujuan. Perkembangan fungsi sosialisasi dan bermain terhenti pada usia 2 atau 3
tahun pertama, tetapi perhatian sosial cendrung untuk tetap dipertahankan. Pada usia
menengah anak terdapat ataksia tubuh, apraksia, disertai skoliosis atau kifoskoliosis,
dan kadang terdapat koreoatetosis. Selalu terjadi suatu dampak gangguan jiwa yang
berat, pertama berkembang pada masa kanak awal atau menengah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Sindrom Rett?
2. Apa tanda dan gejala Sindrom Rett?
3. Apa faktor predisposisi Sindrom Rett?
4. Bagaimana etiologi Sindrom Rett?
5. Bagaimana penatalaksanaan Sindrom Rett?
1.3 Tujuan
1. Mampu memahami definisi Sindrom Rett
2. Mampu menyebutkan tanda dan gejala Sindrom Rett
3. Mampu menyebutkan faktor predisposisi Sindrom Rett
4. Mampu menjelaskan etiologi Sindrom Rett
5. Mampu menyebutkan penatalaksanaan Sindrom Rett
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Kebanyakan anak dengan sindrom rett memiliki mutasi gen pada kromos X.
kegunaan dari gen ini atau bagaimana mutasi menyebabkan sindrom rett, belum jelas
diketahui. Namun, diyakini bahwa gen tunggal tersebut dapat mempengaruhi banyak
gen lain yang terlibat dalam perkembangan. Meskipun sindrom rett tampaknya faktro
genetik, namun gen yang rusak hampir tidak pernah diturunkan dari orang tua.
Sebaliknya ini adalh mutasi yang terjadi di DNA anak perempuan itu sendiri. Belum
ada faktor risiko sindrom rett yang telah diintifikasi, selain terjadi pada anak
perempuan. Belum ada diketahui metode pencegahan sindrom rett. Ketika anak laki-
laki mengembangkan mutasi sindrom rett, mereka segera meninggal setelah lahir. Hal
ini karena anak laki-laki hanya memiliki satu kromosom X (sedangkan anak
perempuan memiliki 2 kromosom X), sehingga penyakit ini lebh serius dan cepat
fatal.
2.3 Klasifikasi
Berikut kondisi yang dapat diklasifikasikan ke dalam gangguan perkembangan
pervasif menurut ICD-10 (International Classification of Diseases, WHO 1993)
maupun menurut DSM-IV (American Psychiatric Association, 1994):
a. Autisme masa kanak (Childhood Autism)
b. Gangguan Perkembangan Pervasif Yang Tak Tergolongkan (GPP-YTT) atau
Pervasif Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
c. Sindroma Rett (Retts Syndrome)
d. Gangguan disintegratif masa kanak (Childhood Disintegrative Disorder)
e. Sindroma Asperger (Aspergers Syndrome) (Nurdiansyah, 2011)
Menurut Veskariyanti 2008, ada beberapa klasifikasi autisme diantaranya :
a. Aloof
Anak dengan autisme tipe ini senantiasa berusaha menarik diri dengan kontak
social dan cenderung untuk menyendiri di pojok
b. Passive
Anak dengan autisme tipe ini tidak berusaha mengadakan kontak social melainkan
hanya menerima saja
c. Active but Od
Sedangkan pada tipe ini anak melakukan pendekatan namun hanya bersifat
repetitive dan aneh
2.4 Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf
terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus
selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh
bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar
dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin
cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari
lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan
akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi
yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh
berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupakan zat kimia otak untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors
ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik
terjadi kondisi growth without guidance sehingga bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel Purkinyediduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak
secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel
Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye
dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik,
gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan
terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi,
proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan
reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam
fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar
yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak
hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan
menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak
menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak
pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik
dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan
gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon
tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau
mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam,
aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi,
serta ko kain.
2.7 Komplikasi
Kebanyakan penderita Sindrom Rett tetap dapat mencapai usia dewasa. Komplikasi
yang dapat timbul akibat Sindrom Rett antara lain:
a. Gangguan tidur
b. Gangguan makan
c. Masalah tulang dan sendi
d. Gangguan perilaku dan kecemasan
e. Gangguan pencernaan, seperti sembelit dan sakit maag
f. Kecemasan berlebih.
g. Gangguan perilaku dalam kehidupan sosial.
h. Masalah sendi dan otot.
I. Masalah pencernaan yang terus-menerus, bahkan mengalami asam lambung/GERD.
j.Kurang nutrisi karena kesulitan makan.
k. Gangguan pola tidur.
L. Usia yang makin pendek.