1
mempunyai zat anti normal dalam plasmanya. Bila zat anti A (golongan darah B) + antigen A
(golongan darah A) akan terjadi aglutinasi (penggumpalan). Demikian pula dengan golongan
darah B yang mempunyai antigen B bila dicampur dengan golongan darah A yang
mempunyai antigen A akan terjadi aglutinasi. Karena konsep aglutinasi inilah maka terkadang
kode genetic untuk golongan darah ABO disingkat sebagai I A, IB, dan IO (I merupakan
singkatan dari isoaglutinasi). Golongan darah O disebut donor universal karena dapat
diberikan kepada semua macam golongan darah, sedangkan golongan darah AB merupakan
resipien universal karena dapat menerima semua macam tipe golongan darah.
Sekarang telah diketahui adanya empat subgolongan darah A, yaitu A1, A2, A3, dan
A4. Dengan demikian terdapat pula empat sub alel golongan darah A, yaitu A1 s/d A4.
Dominansi dari alel-alel tersebut adalah A1 > A2 > A3 >A4.
GOLONGAN RHESUS
Golongan Rhesus ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener pada tahun 1940. Eritrosit
kera (Maccaca rhesus) bila disuntikkan pada kelinci akan timbul anti-Rhesus. Anti Rhesus
tersebut akan mengaglutinasikan eritrosit semua kera Rhesus maupun eritrosit manusia, yang
berarti pada manusia ditemukan antigen yang mirip antigen Rhesus.
Pada sekitar 85% orang kulit putih juga terjadi penggumpalan eritrosit bila dilakukan
pemeriksaan dengan anti-Rhesus. Keadaan ini disebut dengan Rhesus positif, yang berarti
mereka mempunyai antigen Rhesus, sedangkan yang tidak menunjukkan reaksi aglutinasi
disebut Rhesus negatif, mereka tidak mempunyai antigen Rhesus. Hampir 100% penduduk
Asia bergolongan Rhesus positif. Menurut Fischer, ada tiga pseudo alel yang terangkai amat
berdekatan sehingga disebut sebagai complete linkage (gen C, D, dan E). Gen D dominan
menyebabkan Rhesus positif. Menurut Landsteiner, hanya dikenal genotip RR/Rr untuk
Rhesus positif, sedangkan untuk Rhesus negatif genotipnya rr.
Bila perkawinan seorang wanita Rhesus negatif (rr) dengan seorang laki-laki Rhesus
positif (RR/Rr) dan janinnya Rhesus positif, maka akan muncul suatu kelainan yang disebut
eritroblastosis fetalis. Hal ini dapat terjadi karena masuknya eritrosit anak yang mempunyai
antigen Rhesus ke dalam sirkulasi darah ibu lewat plasenta atau pada waktu lahir sehingga ibu
akan membuat zat anti-Rhesusnya yang termasuk dalam kelompok IgG sehingga mampu
melewati sawar darah plasenta. Zat anti yang terbentuk tersebut akan kembali ke dalam tubuh
janin sehingga akan terjadi reaksi dengan antigen Rhesus yang terdapat pada eritrosit anak dan
menimbulkan hemolisis serta aglutinasi. Keadaan ini merangsang fetus untuk membentuk sel-
sel darah merah baru sehingga banyak sel darah merah muda/eritroblas dalam darahnya, maka
kelainan ini disebut eritroblastosis fetalis. Pembentukan zat anti-Rhesus akan semakin
meningkat pada kehamilan anak-anak berikutnya sehingga penyakit yang ditimbulkannya
juga semakin berat sampai timbul kematian pada janinnya. Untuk mencegah terjadinya
eritroblastosis fetalis, dilakukan post-natal imunoprofilaksis sejak tahun 1970. Dengan
tindakan ini, insiden terjadinya berhasil ditekan dari 14% menjadi 1-2%. Dengan
diperkenalkannya ante-natal imunoprofilaksis, kejadiannya dapat ditekan lebih lanjut menjadi
0,1% (Gandhi et. al, 2018). Saat ini, eritroblastosis fetalis sudah dapat dicegah dengan
penyuntikan imunoglobulin anti-Rhesus ke dalam sirkulasi ibu yang siap merusak eritrosit
fetus yang masuk ke dalam darah ibu.
Pemeriksaan golongan darah ini merupakan contoh dari reaksi aglutinasi. Reaksi
aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah berlangsung antara antibodi yang digunakan
untuk pemeriksaan dengan antigen pada permukaan eritrosit. Reaksi aglutinasi kadang tidak
langsung tervisualisasi, namun dalam pemeriksaan ini aglutinasi mudah divisualisasi
disebabkan sel eritrosit berperan dalam pembentukan Lattice dan memperbesar aglutinasi
sehingga mudah diamati.
Prosedur Pemeriksaan
1. Pengambilan darah
a. Lokasi pengambilan darah: ujung jari tangan kanan/kiri.
b. Masukan lancet 26G ke dalam pen lancet.
c. Atur kedalaman lancet dengan memutar skala yang ada pada pen lancet.
d. Usapkan kapas beralkohol pada salah satu ujung jari tangan kanan/kiri.
e. Tusukkan pen lancet ke ujung jari.
2. Pemeriksaan dengan cara slide
a. Pada kartu golongan darah yang telah berisi identitas, teteskan 1 tetes serum anti-
A di kolom “anti: A”, 1 tetes serum anti-B di kolom “anti: B”, 1 tetes serum anti-
AB di kolom “anti: AB”, dan 1 tetes serum anti-D (anti Rhesus) di kolom “anti:
Rh”.
b. Pada masing-masing serum teteskan 1 tetes darah yang akan diperiksa, campurkan
dengan cara menggoyangkan ke depan dan ke belakang, sambil diamati adanya
gumpalan (aglutinasi) berupa titik-titik halus seperti pasir yang akan terjadi.
c. Pengamatan dilakukan dalam waktu 2 menit setelah percampuran serum dan
darah yang akan diperiksa.
d. Kesalahan dapat terjadi dalam pembacaan secara kasat mata karena gumpalan
yang terjadi bisa sangat halus dan tidak terlihat, pastikan secara mikroskopik.
Intepretasi Hasil
Lancet disposable
DAFTAR PUSTAKA
1. Westhoff CM, Storry JL, Shaz BH, Human Blood Groups Antigens and Antibodies in
Hoffman R, Benz EJ, Silberstein LE, et. al. (eds). Hematology: Basic Principles and
Practice, 7th Ed (2018), Elsevier, Philadelphia, pp 1687-1701 (downloadable from
Clinical Key).
2. Aoyagi K, Ashihara Y, Kasahara Y. Immunoassays and Immunochemistry in McPherson
MA, Pincus MR, (eds). Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods, 23rd ed (2017), Elsevier, St. Louis, pp 862-889 (downloadable from Clinical
Key).
3. Gandhi MJ, Strong DM, Whitaker BI, Petrisli E. A brief overview of clinical significance
of blood group antibodies. Immunohematology. 2018 Jan; 33(1):4-6.