Anda di halaman 1dari 17

Spina Bifida Myelomeningocele pada Bayi

Johanes Mayolus, Prahasta Listiyaning, Andi Akhmad, Florence Clarissa


Benyamin, Alexander Felix, Nur Latifah Kurnia, Elena Silvia Tara, Rizty Rizki
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email : elena.2014fk177@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Penyakit kelainan pada bayi banyak ditemukan di berbagai negara dengan kasus
yang berbeda-beda. Spina bifida merupakan salah satu kelainan fisik pada bayi
yang dapat menyebabkan komplikasi yang serius bila tidak tertangani dengan
baik. Spina bifida sendiri dibagi menjadi 5 macam secara garis besar. Spina Bifida
ensefalokel, okulta, closed neural tube defect, meningocele, dan
myelomeningocele. Pada kasus ini diagnosis yang diambil adalah anak tersebut
mengalami spina bifida myelomeningocele. Spina bifida tipe ini adalah kasus
yang paling sering ditemui untuk spina bifida. Spina bifida sendiri terjadi karena
kekurangan asupan asam folat pada saat trimester pertama kehamilan sehingga
proses penutupan neural tube pada bayi yang seharusnya terjadi pada umur janin
26-28 hari kehamilan tidak terjadi dengan sempurna dan menimbulkan defect
yang berlanjut hingga usia dewasa. Hal ini dapat dideteksi dini dengan melakukan
usg rutin dalam ante natal care yang seharusnya dilakukan setiap ibu hamil
dengan rutin. Selain itu spina bifida juga dapat disebabkan oleh karna genetic dan
juga lingkungan.

Kata kunci : Spina bifida myelomeningocele, spina bifida okulta, spina bifida
meningocele.

Abstract
Disorder in infants found in many countries with different cases. Spina bifida is
one of the physical abnormalities in babies can cause serious complications if not

1
handled properly. Spina bifida is divided into 5 different outline. Spina Bifida
encephalocele, occulta, closed neural tube defects, meningocele, and
myelomeningocele. In this case the diagnosis is taken from the child experiencing
myelomeningocele spina bifida. Spina bifida is the type most frequently
encountered cases of spina bifida. Spina bifida itself occurred because of lack of
intake of folic acid during the first trimester of pregnancy so that the process of
neural tube closure in infants is supposed to happen at the age of 26-18 days of
pregnancy the fetus is not the case perfectly and cause defects which continue into
adulthood. It can be detected early by performing a routine ultrasound in
antenatal care should be done every pregnant woman with routine. In addition
spina bifida also can be caused by genetic and also because the environment.

Keywords: Spina bifida myelomeningocele, spina bifida occulta, spina bifida


meningocele.

Pendahuluan
Spina bifida atau celah pada tulang belakang karena ada ruas-ruas tulang
belakang yang gagal menyatu sejak proses awal kehamilan. Tak tertutupnya
secara sempurna tabung saraf embrionik, lazim disebut cacat pembuluh saraf
(neural tube defect/NTD) Penyakit spina bifida atau sering dikenal sebagai
sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada
bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah pada tulang
belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa bagian dari vertebra
gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat
berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum
jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula
spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat
penting dalam sistem saraf manusia. Jika medula spinalis mengalami gangguan,
sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga akan terpengaruh
dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja
organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya belum

2
berfungsi secara maksimal.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara
langsung (auto anamnesis) atau tidak langsung (allo anamnesis) untuk membantu
mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Teknik anamnesis
yang dipadukan dengan teknik komunikasi dan empati akan membuka saluran
komunikasi dan kepercayaan antar dokter dan pasien. Sehingga pasien akan lebih
patuh dalam mengonsumsi obat dan melakukan anjuran dokter.
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetric dan ginekolog
(khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis sistem dan
anamnesis pribadi (meliputi sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, dll). Pasien
dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut kesehatannya, termasuk obat
obatan dan aktivitas sehari-harinya. Riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan
kesehatan bayi saat lahir bila pasien bayi maupun balita.
Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis tidak secara langsung
kepada bayi dari pasien (alloanamnesis), serta dilakukan anamnesis mengenai
kondisi kehamilan pasien dan pasca melahirkan.
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah adanya gejala dan tanda serupa dengan
tumor medulla spinalis dan defisit neurologis. Keluhan adanya lipoma
pada lumbosakral merupakan tanda penting dari spina bifida.

2. Riwayat penyakit saat ini


Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan
motorik (paralisis motorik anggota gerak bawah) dan sensorik pada
ekstremitas inferior dan/atau gangguan kandung kemih dan sfringter
lambung. Keluhan adanyadeformitas kaki unilateral dan kelemahan otot
kaki merupakan cacat yang tersering. Kaki kecil dapat terjadi ulkus trofik
dan pes kavus. Keadaan ini dapat disertai defisit sensorik, terutama pada

3
distribusi L3 dan S1. Keluhan gangguan sfringter kandung kemih
ditemukan pada 25% bayi dengan keterlibatan neurologis, menimbulkan
inkontinensia urine, kemih menetes, dan infeksi saluran kemih rekuren.
Biasanya disertai pula dengan kelemahan sfringter ani dan gangguan
sensorik daerah perianal. Gangguan neurologis dapat berangsur-angsur
memburuk, terutama selama pertumbuhan massa remaja.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat pertumbuhan
dan perkembangan anak, riwayat pernahkah mengalami meningomielokel
sebelumnya, riwayat infeksi ruang subarakhnoid (terkadang juga
meningitis kronis atau rekuren), riwayat tumor medulla spinalis,
poliomyelitis, cacat perkembangan tulang belakang, seperti
diastematomielia dan deformitas kaki.
4. Pengkajian psikososial
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang
tua) untuk menilai respons terhadap penyakit yang diderita dan perubahan
peran dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua
yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal.
5. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan dari klien.

a. Keadaan umum
Pada keadaan spina bifida umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS < 15)
terutama jika sudah terjadi defisit neurologis luas dan terjadi perubahan pada

4
tanda-tanda vital.
b. B1 (Breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas yang berat.
Pada beberapa keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini didapatkan tidak ada
kelainan.
c. B 2 (Blood)
Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit
kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.
Hipotensi menunjukan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal
dari suatu syok.
d. B3 (Brain)
Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan
pengaruh peningkatan tekanan intrakarnial. Pengkajian B3(Brain) merupakan
peemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system
lainnya.
e. B4 (Bladder)
Pada spina bifida tahap lanjut, klien mungkin mengalami inkontinensia urine
karena konfusi dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfringter urinarius
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan katerisasi
intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan
kerusakann neurologis luas.
f. B5 (Bowel)
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
g. B6 (Bone)
Adanya deformitas pada kaki merupkan salah satu tanda penting spina bifida.
Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan ekstremitas bawah. Integritas
kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk

5
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis spastis dan
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat

6. Pemeriksaan diagnostik
Rontgen tulang belakang untuk mengidentifikasi adanya defek pada tulang
belakang, biasanya terjadi pada arkus posterior vertebra pada garis tengah
tulang yang besarnya bervariasi. Adanya spinal dyspropism atau pelebaran
tulang belakang merupakan tanda khas radiologi pada lumbal (perkin,
1999).

Berdasarkan kasus yang diperoleh, seorang anak laki berusia 5


bulan dibawa oleh ibunya dengan keluhan timbul benjolan di
punggungnya. Keluhan ini muncul sejak lahir, namun saat itu ibu menolak
untuk dilakukan operasi pada anaknya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran compos mentis. Aktivitas motorik: sudah bisa mengangkat
kepala, mengoceh dan tertawa, tetapi belum dapat tengkurap karena
adanya kelemahan pada kedua tungkainya, dan ditemukan adanya tumor di
daerah lumbal berukuran diameter 6 cm.2

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat
temuan-temuan dalam anamnesis.
Dari pemeriksaan fisik pasien didapatkan tumor di daerah lumbal dari lahir
diameter 4 cm, usia 5 bulan menjadi 6 cm. Bayi lahir cukup bulan, dengan BB
2450 gram, Apgar (10), persalinan normal dibantu dokter. Compos Mentis,
kelemahan aktivitas motorik pada kedua tungkai, dapat mengangkat kepala,
mengoceh dan tertawa. Tidak dapat tengkurap, terdapat paraparesis inferior tipe
flaccid, Nerves cranial normal, sensibilitas kedua tungkai terganggu, reflek
fisiologis tungkai terganggu, reflek patologis tidak ada.

6
Riwayat Kehamilan : Ibu epilepsi sejak remaja, minum obat anti epilepsi
rutin. ANC jarang dilakukan, bulan ke-5 ditemukan kadar AFP tinggi, pada USG
ditemukan kelainan Spina Bifida.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Diagnosa dini spina bifida bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
prenatal. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang
disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida,
sindrom dan kelainan bawaan lainnya. Triple screen merupakan tes yang terdiri
atas pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP), USG tulang belakang janin, dan
amniosentesis. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan
memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif
palsu yang karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan
bayi dengan spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan
ketuban). Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
a. X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
b. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
luas dan lokasi kelainan
Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan adalah : MRI Lumbal.3

Manifestasi Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir
2. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

7
4. Penurunan sensasi
5. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
6. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
7. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
8. Lekukan pada daerah sakrum.

Pada Spina Bifida okulta dapat asimtomatik/berkaitan dengan


pertumbuhan rambut disepanjang spina, lekukan digaris tegah, biasanya diarea
lumbosacral, abnormalitas gaya berjalan/kaki, kontrol/kandung kemih yang
buruk. Pada Spina bifida Meningocele dapat asimtomatik/berkaitan dengan
tonjolan mirip kantong pada meninges dan css dari punggung, club foot,
gangguan gaya berjalan dan inkontinensia kadung kemih. Pada Spina bifida
Mielomeningocele berkaitan dengan tonjolan meninges, css dan medulla spinalis,
defisit neurologis setinggi dan dibawah tempat pajanan.
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit,
dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi semuanya tergantung pada
bagian medulla spinalis yang terkena.
1. Kelainan motoris, sensoris, refleks, dan sfingter dapat terjadi dengan derajat
keparahan yang bervariasi.
2. Paralisis flaksid pada tungkai ; hilangnya sensasi dan refleks.
3. Hidrosefalus
4. Skoliosis
5. Fungsi kandung kemih dan usus bervariasi dari normal sampai tidak efektif.

Differential Diagnosis dan Working Diagnostic


Ada tiga jenis spina bifida lazim ditemui di Indonesia dari lima jenis spina
bifida. Ada spina bifida occulta, meningocele dan myelomeningocele.
A. Spina bifida occulta
"occulta" berarti tersembunyi, dan cacat yang tidak terlihat. Spina
bifida occulta jarang dihubungkan dengan komplikasi atau gejala.
Spina bifida occulta biasanya ditemukan secara tidak sengaja ketika

8
orang memiliki x-ray atau MRI untuk beberapa alasan lain. Para
prevalensi dari occulta tidak diketahui, tetapi mungkin adalah jenis
yang paling umum dari spina bifida.
B. Meningocele
Membran yang sumsum tulang belakang memperbesar mungkin,
menciptakan benjolan atau yang mengelilingi kista . Jika saluran
tulang belakang sumbing, atau terpecah dua belah , kista dapat
berkembang dan muncul ke permukaan. Dalam kasus tersebut, karena
kista tidak menyertakan tulang belakang, kabel tidak terkena. Kista
bervariasi dalam ukuran, tetapi dapat hampir selalu diangkat operasi
jika diperlukan, tanpa meninggalkan cacat permanen. Jenis ini adalah
jenis yang tidak umum dari spina bifida.

C. Spina bifida cystica (myelomeningocele):


Ini adalah kompleks dan bentuk yang paling parah dari spina
bifida. Spina bifida cystica biasanya melibatkan neurologis masalah yang
bisa sangat serius atau bahkan fatal. Satu bagian dari sumsum tulang
belakang dan saraf yang berasal dari kabel ini adalah terbuka dan terlihat
di bagian luar tubuh. Atau, jika ada kista, membungkus bagian dari kabel
dan saraf. Ini adalah spina bifida yang menjadi working diagnostic dalam
kasus ini. 4

Etiologi
Resiko melahirkan anak dengan spina biffida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Penonjolan
dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis
dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya
tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan
vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan yang dapat ditemukan

9
pada penderita antaranya adalah, hidrosefalus, siringomiella, dan dislokasi
pinggul.5

Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena
tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Beberapa Hipotesis
terjadinya spina bifida antara lain :
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu.
2. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru terbentuk sehingga
menyebabkan ruptur permukaan tuba neural.
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk.6

Epidemiologi
Di Amerika Serikat tercatat sekitar 5 per 10.000 kelahiran dengan cacat
pembuluh saraf (NTD) seperti spina bifida, encephalocele, dan pertumbuhan otak
tak sempurna (anencephaly). Di Indonesia diperkirakan tingkat NTD seperti spina
bifida cukup tinggi, yaitu 15 per 10.000 kelahiran (Kompas, 14/9/2007). Spina
bifida kira-kira muncul pada 2-3 dari 1000 kelahiran, tetapi bila satu anak telah
terinfeksi maka resiko untuk anak yang lain menderita spina bifida sepuluh kali
lebih besar. Spina bifida ditemukan juga pada ras hispanik dan beberapa kulit
putih di Eropa, dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika.
95 % bayi yang lahir dengan spina bifida tidak memiliki riwayat keluarga yang
sama. Bagaimanapun juga, jika seorang ibu memiliki bayi yang menderita spina
bifida , maka resiko hal ini terulang lagi pada kehamilan berikutnya akan
meningkat. Spina bifida tipe okulta terjadi pada 10 – 15 % dari populasi.
Sedangkan spina bifida tipe cystica terjadi pada 1 : 1000 kehamilan. Terjadi lebih
banyak pada wanita daripada pria (3 : 2) dan insidennya meningkat pada orang
China.7

Komplikasi

10
Komplikasi paing sering ditemui adalah Hidrosefalus. Hidrosefalus dapat
terjadi pada meningokel atau mielomeningokel. Infeksi urinarius sangat lazim
pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme campuran lazim ditemukan
bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale
medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang
dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi
charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau coxae yang
tak nyeri. Hidrocefalus karena malformasi Arnold-chiari lazim ditemukan.
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.8

Penatalaksanaan Medika Mentosa dan Non-Medika Mentosa


1. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS
pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit
diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah
meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :
a. Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran
kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b. Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.

11
c. Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran
feces.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan pra-bedah
1) Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril
yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi
kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan syaraf yang
terpapar menjadi kering.
2) Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa
pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan
panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
3) Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter
anal akan dilakukan oleh fisioterapist.
4) Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
b. Pasca bedah
1) Perawatan pasca bedah neonatus umum
2) Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah
pembedahan.
3) Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan
negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2 atau 3 hari pasca
bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut luka kemungkinan
akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur, hingga jahitan diangkat 10 –
12 hari setelah pembedahan.
4) Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif
yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan
bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan dan
pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
5) Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot

12
dasar panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .
6) Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali
seminggu. Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah
penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi
perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.

3. Terapeutik
Penatalaksanaan anak yang menderita spina bifida menuntut pendekatan
multidisplin yang melibatkan spesialis neurologi, bedah saraf, pediatric, urologi,
ortopedik, rehabilitasi, dan terapi fisik, juga asuhan keperawatan intensif di
berbagai area spesialisasi. Upaya kolaboratif dari spesialis ini difokuskan pada :
1) Spina bifida dan masalah yang terkait dengan defek hidrosephalus,
paralisis, deformitas ortopedik dan abnormalitas kemih kelamin.
2) Masalah yang mungkin didapat yang terkait atau bukan; seperti
meningitis, hipoksia, dan perdarahan
3) Abnormalitas lain seperti malformasi jantung atau gastrointestinal.

a. Masa bayi
Perawatan awal bayi baru lahir meliputi pencegahan infeksi, pengkajian
neurologik, termasuk observasi anomali yang berhubungan dan menangani
dampak anomali terhadap keluarga. Meskipun meningokel diperbaiki lebih dini,
khususnya jika ada bahaya ruptur, filosofi mengenai penutupan kulit pada
meningomielokel bermacam-macam. Sebagian besar ahli percaya bahwa
penutupan dini, dalam waktu 24 sampai 72 jam, memberikan hasil yang lebih
baik. Penutupan dini, lebih sesuai dilakukan pada 12 sampai 18 jam pertama,
tidak hanya mencegah infeksi lokal dan trauma pada jaringan yang terpajan, tetapi
juga menghindari peregangan akar-akar saraf karena pembesaran sakus meningeal
selama jam-jam pertama setelah kelahiran sehingga mencegah kerusakan motorik
lebih lanjut.
Masalah yang timbul dikaji dan ditangani dengan tindakan bedah dan tindakan
suportif yang tepat. Prosedur pirau menghilangkan hidrosefalus progresif atau

13
iminen. Intervensi bedah untuk malformasi chiari (herniasi otak ke arah bawah ke
dalam batang otak) atau untuk tethered cord (jaringan parut yang menempel
medula spinalis) diindikasikan hanya bila anak simtomatik.
Teknik bedah yang semakin baik tidak menimbulkan ketunaan fisik yang besar,
defek spinal atau infeksi saluran kemih kronis dan infeksi paru yamg
mempengaruhi kualitas hidup anak-anak ini. Hal yang memperberat masalah fisik
adalah efek gangguan ini terhadap kehidupan dan keuangan keluarga, termasuk
perlunya pelayanan sekolah dan rumah sakit khusus.

b. Pertimbangan ortopedik
Menurut banyak dokter ortopedi, masalah muskuluskeletal yang akan
mempengaruhi lokomosi harus dievaluasi dini dan pengobatan, bila diindikasikan,
tidak boleh ditunda-tunda. Pengkajian neurologik akan menentukan derajat
neurosegmental dari lesi, pengenalan spastisitas dan paralisis progresif,
kemungkinan adanya deformitas, dan harapan fungsional. Penatalaksanaan
ortoperdik meliputi pencegahan kontraktur sendi, koreksi deformitas, pencegahan
kerusakan kulit dan mendapatkan fungsi lokomosi yang baik. Status deficit
neurologik tetap menjadi factor yang paling penting dalam menentukan
kemampuan fungsional anak yang fundamental.
Berbagai alat tersedia untuk membantu mobilitas anak yang mengalami lesi
medulla spinalis, termasuk korset yang ringan; alat bantu berjalan khusus dan
kursi roda yang dibuat sesuai kebutuhan. Prosedur korektif, bila diindikasikan,
paling baik dimulai pada usia muda sehingga perkembangan anak secara
bermakna tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan anak kelompok usianya.
Apabila ekstremitas bawah memiliki sedikit harapan untuk berfungsi kembali,
pembedahan jarang direkomendasikan, kecuali prosedur ini dapat memperbaiki
posisi pasien di kursi roda dan meningkatkan fungsi aktivitas hidup sehari-hari
dan mobilitas.

c. Penatalaksanaan fungsi kemih-kelamin


Spina bifida merupakan salah satu penyebab disfungsi kandung kemih

14
neuropatik (neurogenik) yang paling umum ditemui pada anak-anak, pada bayi
tujuan pengobatannya adalah mempertahankan fungsi ginjal sedangkan pada
anak-anak tujuannya adalah mempertahankan fungsi ginjal dan mencapai
pengeluaran urine yang optimum. Inkontinensia urine yang kronik sering kali
memperberat masalah yang muncul akibat disfungsi kandung kemih. Selain itu,
disfungsi kandung kemih neuropatik menyebabkan anak cenderung menderita
distress sistem perkemihan (infeksi, ureterohidronefrosis, dan refluks
vesikoureteral). Karakteristik disfungsi kandung kemih pada anak bermacam-
macam sesuai dengan derajat lesi dan pengaruh pertumbuhan serta perkembangan
tulang pada tulang belakang. Karena itu, pemeriksaan urodinamik selama masa
bayi dan masa anak-anak awal sangat penting karena fungsi kandung kemih
berubah. Hidrosefalus berpotensi mempengaruhi fungsi kandung kemih,
meskipun pengaruh spinal lebih dominan.

Pengobatan terhadap masalah ginjal meliputi :


1) Perawatan urologik berkala dengan pengobatan infekshi yang tepat dan
saksama
2) Macam-macam pengosongan kandung kemih berkala seperti katerisasi
intermiten yang bersih (clean intermittent catheterization, CIC), diajarkan dan
dilakukan oleh orang tua dan katerisasi mandiri diajarkan kepada anak.
3) Obat-obat untuk memperbaiki daya tampung kandung kemih dan kontinensia,
seperti oksipotinin klorida (Ditropan), propantelin (Pro-Banthine) dan tolterodin
(Detrol)
4) Prosedur bedah seperti vesikostomi (stoma yang dibuat di dinding abdomen
untuk drainase urine) dan enterositoplasti augmentasi (meningkatkan kapasitas
kandung kemih dan menurunkan tekanan kandung kemih yang tinggi)
Anak dengan mielodisplasia jarang mengalami disfungsi kandung kemih yang
berat yang menganggu fungsi ginjal atau menghasilkan inkontinensia urine yang
sangat melemahkan dan sulit diobati dengan cara lain Diversi urine, khususnya
dengan menggunakan kandung kemih kontinensia baru yang dibuat dari usus atau
lambung, mungkin diperlukan. Bila memungkinan, kandung kemih baru ini

15
dirancang dengan cara tertentu yang memungkinkan kontinensi dan CIC
digunakan untuk mengevakuasi urine secara berkala.9

Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya spina bifida pada bayi, seorang yang
mengandung pada trimester pertama harus mengkonsumsi makanan bernutrisi
secara bervariasi, termasuk makanan yang mengandung asam folat seperti sereal,
produk dari padi, sayuran hijau daun, buah jeruk dan kacang-kacangan.
Disarankan untuk memulai kehamilan pada berat badan yang normal atau sehat
(tidak terlalu kurus atauterlalu gemuk), tidak minum alkohol sebelum dan selama
kehamilan, jangan gunakan obat-obatan, kecuali obat anjuran dari dokter yang
mengetahui bahwa ibu sedang hamil, perawatan antenatal/pra persalinan teratur
pada dokter spesialis kebidanan dan kandungan.10

Kesimpulan
Spina bifida disebabkan oleh genetik, lingkungan dan juga nutrisi yang
kurang pada kehamilan yang menyebabkan tidak tertutup dengan baik neural
plate. Sebaiknya pada awal kehamilan, mengkonsumsi asam folat dalam jumlah
yang dianjurkan dan rutin menjalani ante natal care ke dokter spesialis untuk
deteksi dini sehinga mengurangi kemungkinan komplikasi.

16
Daftar Pustaka
1. FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Vol.1. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. H. 25-7.
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku
saku. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70.
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Vol.2. Jakarta:
EGC;2005.h.1068-72.
4. Ozek MM, Cinalli G,Maixner WJ. Spina bifida management and outcome.
Italia: Springer; 2008. h. 43-67.
5. FKUI. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2008.h.189-91.
6. Elizabet J. Corwin. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2005. h.98.
7. Satyanegara. Ilmu bedah syaraf. Jakarta: Gramedia; 2010. h.89-0.
8. Sadler. Embriologi kedokteran. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2010. h.116-0.
9. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden. Keperawatan pediatric. Edisi ke-3.
Jakarta:EGC;2006.h130-8.
10. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IGBF. Pengantar kuliah obstetri.
Jakarta: EGC; 2007. h.190-4.

17

Anda mungkin juga menyukai