Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Ekologi

DEKOMPOSISI

NAMA : FITRI FEBRIASTUTI


NIM : G011191330
KELAS : EKOLOGI H
KELOMPOK : 14
ASISTEN : 1. REMI WIDANA PUTRI
2. MUHAMMAD SUYUDI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kompos merupakan dekomposisi bahan-organik atau proses perombakan
senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan
mikroorganisme. Kompos adalah salah satu penutup tanah dan akar serta korektor
tanah alami yang terbaik. Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur tanah, tekstur
tanah, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air. Kompos dapat
mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan
air, selain itu kompos dapat berfungsi untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman.
Hal ini karena kompos mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang
menjaga tanah dalam kondisi sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi
tersebut menghasilkan nitrogen dan fosfor secara alami (Isroi, 2008).
Penggunaan kompos sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan
produktivitas dan kesuburan tanah ramah lingkungan serta mampu mengatasi
kelangkaan pupuk anorganik yang mahal. Ada banyak jenis kompos, salah satunya
adalah kompos TKS (tandan kosong sawit). Kompos TKS merupakan salah satu
produk Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang dikembangkan dari teknologi
pengomposan dengan bahan baku limbah kelapa sawit. Kompos ini hanya dilakukan
uji pemberiannya pada tanaman kelapa sawit, maupun hortikultura (Darmoko, 2006).
Proses dekomposisi serasah merupakan proses perubahan bahan organik yang
berasal dari hewan atau tumbuhan, baik secara fisik maupun kimia menjadi senyawa
anorganik sederhana oleh mikroorganisme tanah. Kecepatan proses dekomposisi
tergantung pada kondisi lingkungan, jenis tanaman, komposisi bahan kimia tanaman
dan umur tegakan. Manfaat yang dapat dihasilkan berupa nutrisi untuk pertumbuhan
tanaman secara normal dan tergantung dari jenis tanamannya (Rikky, 2007).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakan praktikum dekomposisi untuk
mengetahui proses dan tingkat dekomposisi daun dari berbagai jenis vegetasi pohon
yang berbeda-beda.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum dekomposisi adalah untuk mengetahui proses dan tingkat
dekomposisi daun dari beberapa macam vegetasi pohon yang akan diamati, dan juga
untuk mengetahui perbandigan berat dari vegetasi tersebut.
Kegunaan praktikum dekomposisi diharapkan dapat memberikan pemahaman
tentang proses dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi
bahan tanaman.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Dekomposisi Secara Umum


Dekomposisi adalah proses penguraian bahan organik yang berasal dari binatang
dan tumbuhan secara fisik dan kimia, menjadi senyawa-senyawa anorganik
sederhana yang dilakukan oleh berbagai mikroorganisme tanah (bakteri, fungi,
actinomycetes, dan lain-lain, yang memberikan hasil berupa hara mineral yang
dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan sebagai sumber nutrisi. Atau poses
yang dialami bahan organik yaitu perombakan dan penghancuran bahan organik
menjadi partikel – partikel yang kecil (Sutedjo, 2010).
Definisi yang lain mengatakan bahwa dekomposisi adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan dipengaruhi oleh keberadaan dekomposer, baik dalam
jumlah maupun diversitasnya. Sedangkan keberadaan dekomposer sendiri sangat
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
dekomposisi antara lain oksigen, bahan organik dan bakteri sebagai agen utama
dalam proses dekomposisi (Sunarto, 2004).
Dekomposisi bahan organik atau pengomposan merupakan penguraian dan
pemanfaatan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik
dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa
merugikan lingkungan. Ada beberapa definisi yang dikemukakan tentang
dekomposisi, antara lain dekomposisi didefinisikan sebagai penghancuran bahan
organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi (Indriani, 2000).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi
Menurut Dita (2007), proses dekomposisi dapat berjalan lancar bila kondisi
lingkungan terkontrol. Kondisi yang perlu dijaga adalah kadar air, aerasi, dan suhu.
1. Kadar air
Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang
dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan bila lebih dari 60%
akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air dapat diukur dengan cara yang
mudah, yaitu dengan meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan
yang terasa basah bila diremas, tetapi air tidak menetes.
2. Aerasi
Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam tumpukan.
Apabila kekurangan oksigen proses dekomposisi tidak dapat berjalan. Agar tidak
kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimal seminggu sekali.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration, yaitu menghembuskan
udara memakai kompresor. Bisa juga dengan efek cerobong, yaitu memasukkan
udara melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan
pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan.
3. Suhu
Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 60° C selama tiga minggu. Pada
suhu tersebut, selain bakteri bekerja secara optimal, akan terjadi penurunan C/N
ratio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma.
2.3 Proses Deekomposisi
Proses dekomposisi sangat berperan dalam perngolahan serasah yang dihasilkan
di alam. Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang
disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), ataupun
kombinasi dari keduanya, kematian, serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh
iklim. Proses dekomposisi dalam keadaan alamiahnya yang berlangsung cukup lama
dapat kita percepat melalui beberapa tindakan khusus tanpa harus merusak ekologi
yang sudah ada (Sunarto, 2004).
Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi atau
pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai
(scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan herbivora terhadap
tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi
serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil (Sunarto, 2004).
Proses fisika dilanjutkan dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang
melakukan penghancuran secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik hasil
proses fragmentasi. Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi
bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui
mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan
molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan
dan hewan yang telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan
digunakan oleh dekomposer (Sunarto, 2004).
2.4 Peran Dekomposisi Bagi Tanah dan Tanaman
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan
bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah,
yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan
pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat
tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada
taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi
berstruktur remah yang relatif lebih ringan (Sulistiyanto, 2005).
Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat
menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian
pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah bertambah
akibat terbentuknya agregat (Sulistiyanto, 2005).
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar,
hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Sekitar
setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Ia merupakan
sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi bagi
sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik
sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran
dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri (Sulistiyanto, 2005).
Bahan organik ini merupakan sumber nutrien inorganik bagi tanaman. Jadi
tingkat pertumbuhan tanaman untuk periode yang lama sebanding dengan suplai
nutrien organik dan inorganik. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan langsung
utama bahan organik adalah untuk menyuplai nutrien bagi tanaman. Penambahan
bahan organik kedalam tanah akan menambahkan unsur hara baik makro maupun
mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga pemupukan dengan pupuk
anorganik yang biasa dilakukan oleh para petani dapat dikurangi kuantitasnya karena
tumbuhan sudah mendapatkan unsur-unsur hara dari bahan organik yang
ditambahkan kedalam tanah tersebut. Efisiensi nutrisi tanaman meningkat apabila
pememukaan tanah dilindungi dengan bahan organik (Sulistiyanto, 2005).
2.5 Rumus Perhitungan Laju Dekomposisi
Menurut (Sulistiyanto, 2005), laju dekomposisi sampah organik dihitung dengan
rumus William dan Gray sebagai berikut :

𝑊𝑜 − 𝑤1
𝑅=
𝑇

Keterangan :
R = Laju dekomposisi (kg/waktu);
Wo = Berat awal limbah (kg)
W1 = Berat akhir limbah (kg) dan
T = Waktu dekomposisi
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat Dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan bertempat di Teaching Farm Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin Makassar. pada hari Jumat, tanggal 13 September 2019
pukul 16:00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan adalah cangkul, sekop, cutter, oven, timbangan dan alat
tulis menulis.
Bahan-bahan yang digunakan adalah 3 jenis daun vegetasi pohon yaitu Daun
Durian basah dan Kering, Daun Pepaya Basah dan Kering, dan Daun Pisang Basah
dan Kering, polybag (30x40) cm, kompos, kantong plastik gula, label dan tanah,
3.3 Metode Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Siapkan polybag berisi tanah ½ bagian, Isilah polybag dengan media tanam berupa
tanah dan kompos (2:1).
2. Siapkan 3 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3. Cacah dan timbang, kemudian masukkan ke dalam kantong plastik yang telah
dilubangi, masing-masing 2 kantong.
4. Perhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum di cacah.
5. Masukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan tanah
hingga penuh.
6. Setelah 1 bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan
kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian
timbang beratnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7. Setelah 2 bulan, ambillah kantong kedua pada setiap polybag perhatikan kembali
sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang
beratnya.
8. Komponen yang diamati yaitu laju dekomposisi
DAFTAR PUSTAKA

Darmoko dan Sutarta, 2006. Laju Dekompsisi dan Pelepasan Hara dari Serasah
Pada Dua Sub-Tipe Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah.
Universitas Palangka Raya.

Dita, F.L. 2007. Pendugaan Laju Dekomposisi Serasah Daun Shorea Belangeran,
Burck and Hopea Bancana Von Slooten di Hutan Penelitian Dramaga,
Bogor, Jawa Barat, Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Indriani, H. Y. 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya Jakarta,


Jakarta.

Isroi. 2008. Kajian Beberapa Dekomposer Terhadap Kecepatan Dekomposisi


Sampah Rumah Tangga. Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang. Vol.
14 No. 2: 79-89, 2008.
Rikky 2007. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Bandung : Setia Purna Inves.
Sulistiyanto, 2005. Laju Dekomposisi dan Pelepasa Hara dari Serasah pada Sub-
Tipe Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen
Hutan Tropika Pertanian Bogor. Bogor
Sunarto. 2004. Peranan Dekomposisi Produksi pada Ekosistem Laut.

Sutedjo, MM., A.G. Kartasapoetra dan Sastroajmodjo. 2010. Mikrobiologi Tanah.


Rineksa Cipta, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai