Anda di halaman 1dari 27

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018

BAB VII
PENGENDALIAN KUALITAS

7.1. Landasan Teori


Landasan teori merupakan sebuah teori-teori yang dipilih untuk
memberikan landasan yang kuat. Berikut ini adalah landasan teori dari
pengendalian kualitas.

7.1.1 Definisi Kualitas


kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen,
sedangkan menurut Crosby mempersepsikan, kualitas sebagai nihil cacat,
kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan (Yamit, 2005).
Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada
situasi. Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan
kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use). Produk
dikatakan berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan
bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas adalah barang atau jasa yang
dapat menaikkan status pemakai. Ada juga yang mengatakan barang atau jasa
yang memberikan manfaat pada pemakai (measure of utility and usefulness).
Kualitas barang atau jasa dapat berkenaan dengan keandalan, ketahanan, waktu
yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya, individualitasnya, atau
kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Uraian di atas menunjukkan bahwa
pengertian kualitas dapat berbeda-beda pada setiap orang pada waktu khusus
dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), keandalan
(reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya
dapat diukur (Juran, 1988). Ditinjau dari sudut pandang produsen, kualitas dapat
diartikan sebagai kesesuaian dengan spesifikasinya 10 (Juran,1962).
Pengertian kualitas suatu produk adalah “Keadaan fisik, fungsi, dan sifat
suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen
dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan.(Suyadi
Prawirosentono 2007)

VII-1
VII-2

Kualitas tidak bisa dipandang sebagai suatu ukuran yang sempit, yaitu
kualitas produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pengertian tersebut
diatas, dimana kualitas tidak hanya kualitas produk saja akan tetapi sangat
kompleks karena melibatkan seluruh aspek dalam organisasi serta diluar
organisasi. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, namun dari beberapa definisi kualitas menurut para ahli di atas terdapat
beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut (M.N Nasution,
2005).
1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap
merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa
mendatang).

7.1.2 Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan
mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga
proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian
kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang
sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki
kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan
sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai. Adapun pengertian
pengendalian menurut para ahli adalah sebagai berikut.
pengendalian dan pengawasan adalah: “Kegiatan yang dilakukan untuk
menjamin agar kepastian produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan
apa yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan
tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai.” (Sofjan
Assauri 1998),

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-3

pengendalian adalah “Kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktivitas


dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah sesuai dengan yang
direncanakan.” (Vincent Gasperz (2005).
Selanjutnya, pengertian pengendalian kualitas dalam arti menyeluruh
adalah sebagai berikut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian kualitas adalah suatu teknik ataupun tindakan yang terencana yang
dilakukan untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas suatu
produk maupun jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat
memenuhi kepuasan konsumen.

7.1.3 Tujuan Pengendalian Kualitas


Adapun tujuan dari pengendalian kualitas menurut (Sofjan Assauri 1998).
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan
kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas
yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah
mungkin.
Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan dari pengendalian produksi,
karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi.
Pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan
yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan
produksi yang dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang atau jasa 14 yang
dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi diusahakan diminimumkan.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-4

Pengendalian kualitas juga menjamin barang atau jasa yang dihasilkan


dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya pada pengendalian produksi, dengan
demikian antara pengendalian produksi dan pengendalian kualitas erat kaitannya
dalam pembuatan barang.

7.1.4 Faktor-faktor Pengendalian Kualitas


Berdasarkan literature lain menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah sebagai
berikut(Douglas C.Montgomery (2001).
a. Kemampuan proses
Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemempuan
proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-
batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
b. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau
dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin
dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan
dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi yang telah
disebutkan diatas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.
c. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk
yang ada dibawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang
diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar
yang dapat diterima.
d. Biaya kualitas
Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam
menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang
positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.
1) Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
2) Biaya Deteksi / Penilaian ( Detection / Appraisal Cost )
3) Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-5

4) Biaya Kegagalan Eksternal (Eksternal Failure Cost)

7.1.5 Alat Bantu Dalam Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas secara statistik mempunyai 7 (tujuh) alat statistik
utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas
(Heizer dan Render 2006), antara lain.
1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan
penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah
barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang
dihasilkannya. Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk
mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui
area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan
mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak. Pelaksanaannya
dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu
produk yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai
dasar untuk mengadakan analisis masalah kualitas. Adapun manfaat
dipergunakannya check sheet yaitu sebagai alat untuk:
a. Mempermudah pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana
suatu masalah terjadi.
b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi.
c. Menyusun data secara otomatis sehingga lebih mudah untuk dikumpulkan.
d. Memisahkan antara opini dan fakta.
2. Diagram Sebar (Scatter Diagram)
Scatter Diagram atau disebut juga dengan peta korelasi adalah grafik yang
menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua
variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi
proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar (scatter diagram)
merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menguji
bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis
hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tida ada

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-6

hubungan. Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram sebar dapat berupa
karakteristik kuat dan faktor yang mempengaruhinya.
3. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan berguna
untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan
mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat
melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai
akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat pada panah-panah yang
berbentuk tulang ikan. Diagram sebab-akibat ini pertama kali dikembangkan
pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Dr. Kaoru
Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk
menganalisa sumbersumber potensial dari penyimpangan proses.
Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam:
a. Bahan Baku (Material).
b. Mesin (Machine).
c. Tenaga Kerja (Man).
d. Metode (Method).
e. Lingkungan (Environment).
Adapun kegunaan dari diagram sebab-akibat adalah:
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.
b. Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki
peningkatan kualitas.
c. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
d. Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
e. Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk
dengan keluhan konsumen.
f. Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang akan
dilaksanakan.
g. Merencanakan tindakan perbaikan.
Adapun langkah-langkah dalam membuat diagram sebab akibat adalah sebagai
berikut:

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-7

a. Mengidentifikasi masalah utama.


b. Menempatkan masalah utama tersebut disebelah kanan diagram.
c. Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakkannya pada diagram utama.
d. Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakkannya pada penyebab
mayor.
e. Diagram telah selesai, kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan
penyebab sesungguhnya.
4. Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan digunakan
pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah grafik balok dan grafik
baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap
keseluruhan. Dengan memakai diagram pareto, dapat terlihat masalah mana
yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah.
Fungsi diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah
utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil.
5. Diagram Alir/ Diagram Proses (Process Flow Chart)
Diagram alir secara grafis menunjukkan sebuah proses atau sistem dengan
menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup
sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami
sebuah proses atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses.
6. Histogram
Histogram adalah suat alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam
proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang
diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal dengan
distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristik-karakteristik dari
data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas.
7. Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor
dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses berada dalam pengendalian
kualitas secara statistika atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan
menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan adanya perubahan

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-8

data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan


meskipun penyimpanan itu akan terlihat pada peta kendali. Manfaat dari peta
kendali adalah untuk:
a. Memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada di dalam
batas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
b. Memantau proses produksi secara terus menerus agar tetap stabil.
c. Menentukan kemampuan proses (capability process).
d. Mengevaluasi performance pelaksanaan dan kebijaksanaan pelaksanaan
proses produksi.
e. Membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk sebelum
dipasarkan.
Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya
penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali:
a. Upper Control Limit (UCL)/ batas kendali atas, merupakan garis batas atas
untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan.
b. Central Line (CL)/ garis pusat atau tengah, merupakan garis yang
melambangkan tidak adanya penyimpangan dari karakteristik sampel.
c. Lower Control Limit (LCL)/ batas kendali bawah, merupakan garis batas
bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel.
Out of Control adalah suatu kondisi dimana karakteristik produk tidak
sesuai dengan spesifikasi perusahaan ataupun keinginan pelanggan dan
posisinya pada peta kontrol berada di luar kendali. Tipe-tipe out of control
meliputi:
a. Aturan satu titik
Terdapat satu titik data yang berada di luar batas kendali, baik yang berada
diluar UCL maupun LCL, maka data tersebut out of control.
b. Aturan tiga titik
Terdapat tiga titik data yang berurutan dan dua diantaranya berada didaerah
A, baik yang berada di daerah UCL maupun LCL, maka satu dari data
tersebut out of control, yakni data yang berada paling jauh dari central
control limits.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-9

c. Aturan lima titik


Terdapat lima titik data yang berurutan dan empat diantaranya berada di
daerah B, baik yang berada di daerah UCL maupun LCL, maka satu dari
data tersebut out of control, yakni data yang berada paling jauh dari central
control limits.
d. Aturan delapan
Titik Terdapat delapan titik data yang berurutan dan berada berurutan di
daerah C dan di daerah UCL maka satu data tersebut out of control, yakni
data yang berada paling jauh dari central control limits.
Peta kontrol berdasarkan jenis data yang digunakan dapat dibedakan
menjadi dua, yakni:
a. Peta Kontrol Variabel, terdiri dari:
a) Peta untuk rata-rata (x-bar chart).
b) Peta untuk rentang (R chart).
c) Peta untuk standar deviasi (S chart).
b. Peta Kontrol Atribut, terdiri dari:
a) Peta p, yaitu peta kontrol untuk mengamati proporsi atau perbandingan
antara produk yang cacat dengan total produksi, contohnya: go-no go,
baik-buruk, bagus-jelek.
b) Peta c, yaitu peta kontrol untuk mengamati jumlah kecacatan per total
produksi.
c) Peta u, yaitu peta kontrol untuk mengamati jumlah kecacatan per unit
produksi.

7.2 Hasil dan Pembahasan


Hasil dan pembahasan dalam pengendalian kualitas terdiri dari data
kecacatan produk, pengukuran kecacatan produk dan analisis akar permasalahan
cacat tertinggi. Berikut ini adalah hasil dan pembahasan dari pengendalian
kualitas.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-10

7.2.1 Data Kecacatan Produk


Kecacatan produk adalah suatu ketidak sesuaian dimana suatu produk
yang dihasilkan tersebut tidak sessuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Kualitas adalah keseluruhan karakteristik produk di mana produk dan jasa dalam
pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. PT Mitra
Moro adalah perusahaan yang memproduksi rak makeup, dalam proses produksi
pasti membutuhkan data jadwal induk produksi guna membantu proses produksi
berlangsung. Data jadwal induk produksi dapat dilihat pada Tabel 7.1 dibawah ini.

Tabel 7.1 Jadwal Induk Produksi


Jadwal Produksi (unit)
Dengan Tanpa Total
Periode Warna Warna (Unit)
1 4746 8739 13485
2 4748 8755 13503
3 4760 8803 13563
4 4762 8819 13581
5 4758 8816 13574
6 4766 8829 13595
7 4771 8842 13613
8 4766 8836 13602
9 4775 8849 13624
10 4777 8857 13634
11 4779 8868 13647
12 4781 8874 13655
Total Produksi Selama 1 Tahun 163076
Rata-rata Jumlah Produksi Per Bulan 13590

Berdasarkan Tabel 7.1 diatas dapat diketahui informasi yaitu, terdapat 12


periode dan Jadwal Induk Produksi dengan warna dan tanpa warna yang
kemudian di jumlahkan seperti pada periode 1 JIP dengan warna yaitu sebesar
4746 dijumlahkan dengan JIP tanpa warna yaitu sebesar 8739 sehingga
mendapatkan hasil total untuk periode 1 sebesar 13485, untuk tabel seterusnya
menggunakan cara yang sama dengan contoj pada periode 1. Tabel diatas juga
memberikan informasi mengenai total produksi selama 1 tahun atau 12 bulan
yaitu sebesar 163076 dan nilai rata-rata jumlah produk per bulan didapat dari 5%

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-11

rata-rata jumlah produksi yaitu sebesar 13590. Data pengamatan jumlah produksi
dan jumlah cacat dapat dilihat pada Tabel 7.2 dibawah ini.

Tabel 7.2 Pengamatan Jumlah Produksi dan Jumlah Cacat

Berdasarkan Tabel 7.2 diatas dapat diketahui jumlah produksi dan jumlah
cacat dengan jumlah pengamatan sebanyak 30 pengamatan. Pada pengamatan ke-
1 diketahui jumlah produksi sebesar 453 unit dengan jumlah cacat sebesar 23 unit.
Pengamatan ke-2 dengan jumlah produksi sebesar 451 unit dengan jumlah cacat
sebesar 55 unit. Tabel-tabel selanjutnya dapat dilihat pada tabel diatas, dalam tabel
pengamatan jumlah produksi dan jumlah cacat terdapat total nilai dari jumlah
produksi per (unit) dimana memiliki nilai sebesar 13590 dan total pada jumlah
cacat per (unit) memiliki nilai sebesar 680.Berdasarkan pengamatan tersebut maka
didapatkan data kecacatan produk yang dapat digunakan dalam menyusun
checksheet. Checksheet merupakan alat bantu untuk memudahkan proses
pengumpulan data. Checksheet data kecacatan produk dapat dilihat pada Tabel 7.3
dibawah ini.

Tabel 7.3 Checksheet


Check Sheet

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-12

Produk : Rak makeup Tgl/Bln/Thn : 30 / 04/ 2018


Tahap Produksi : ALL Pemeriksa : Rahmad
Permasalahan : Seksi Pemeriksaan : QC
- Kayu Retak No. Perusahaan : 21202988
- Kayu Lapuk No. Pemesanan : 2002
- Kayu Patah Diperiksa : Roby Purba
- Kayu Gompal
- Sekat Miring

No. Permasalahan Turus Frekuensi

1. Kayu Retak
125

2. Kayu Lapuk
114

3. Kayu patah
132

4. Gompal
164

5. Sekat Miring
145

Σ= 680

Berdasarkan Tabel 7.3 diatas adalah tabel checksheet dimana terdapat


bagian kepala tabel yang berisi informasi mengenai nama produk, tahap produksi,
permasalahan, tanggal bulan dan tahun pengamatan, pemeriksa, seksi pemeriksa,
no perusahaan, no, pemesanan, dandiperiksa, produk yang diamati dalam tabel
diatas yaitu rak makeup. Terdapat lima permasalahan yaitu kayu retak, kayu
lapuk, kayu patah, kayu gompal, dan sekat miring. Tanggal/bulan/tahun berarti
tanggal pembuatan checksheet tersebut yaitu pada tanggal 20 bulan 4 (April) dan

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-13

tahun 2018. Pemeriksa yaitu Rahmad. Seksi QC yang berarti bagian yang sedang
memeriksa adalah bagian QC atau pengendalian kualitas. Terdapat juga nomor
perusahaan dan nomor pemesanan yaitu 21202988. Bagian isi pada peta tersebut
memberikan informasi berupa terdapat lima permasalahan beserta turus dan
frekuensinya. Permasalahan pertama yaitu kayu retak dengan frekuensi 125, kayu
lapuk dengan frekuensi 114, kayu patah dengan frekuensi 132, kayu gompal
dengan frekuensi 164, dan sekat miring dengan frekuensi 145. Kecacatan
dominan terdapat pada kayu gompal dengan nilai frekuensi sebesar 164 dan total
frekuensi dari kelima permasalahan tersebut adalah sebesar 680 sesuai dengan
perhitungan total produk cacat selama 1 tahun.

7.2.2 Pengukuran Kecacatan Produk


Pengukuran Kecacatan Produk berdasarkan data kecacatan produk rak
makeup yang telah diperoleh PT Mitra Moro. Pengukuran kecacatan produk
menggunakan diagram pareto dan peta kendali. Tabel 7.4 menunjukkan data jenis
kecacatan produk.

Tabel 7.4 Data Pengamatan Jenis Kecacatan Produk

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-14

Tabel 7.4 pengamatan jenis kecacatan produk memberi informasi berupa


jumlah cacat setiap produksi, jumlah jenis cacat setiap produksi dan banyaknya
cacat setiap jenis cacat pada suatu periode produksi. Berdasarkan tabel diatas
dapat diketahui terdapat lima jenis cacat yang dialami yaitu kayu retak, kayu
patah, kayu lapuk, kayu gompal dan rak makeuptidak merekat. Banyaknya
kecacatan berupa kayu gompal terjadi sebanyak 164 kali pada saat produksi.
Banyaknya kecacatan berupa kayu retak terjadi sebanyak 125 kali pada saat
produksi. Banyaknya kecacatan berupa kayu lapuk terjadi sebanyak 114 kali pada
saat produksi. Banyaknya kecacatan berupa kayu patah terjadi sebanyak 132 kali
pada saat produksi. Banyaknya kecacatan berupa sekat miring terjadi sebanyak
145 kali pada saat produksi dan jumlah keseluruhan kecacatan sebesar 680 dalam
30 kali pengamatan.
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak ditunjukkan

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-15

oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri
dan seterusnya sampai pada masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh
grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan di sisi paling kanan.
Berikut merupakan tabel 7.5 yaitu rangkuman jumlah cacat yang terjadi pada
proses produksi.
Tabel 7.5 Rangkuman Jumlah Cacat

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat lima jenis cacat,
yaitu kayu gompal, sekat miring , kayu patah, kayu retak dan kayu lapuk.
Dominan Kecacatan produk rak makeup yang terjadi adalah kecacatan berupa
kayu gompal dengan jumlah 164 unit. Berikut merupakan tabel kumulatif
kecacatan, dimana kumulatif kecacatan tahapan yang diperlukan didalam
pembuatan diagram pareto untuk mengetahui kecacatan apa yang memiliki
persentase tinggi, dibawah adalah tabel 7.6 yaitu kumulatif kecacatan.
Tabel 7.6 Kumulatif Kecacatan
31
Tabel 7.6 kumulatif kecacatan menunjukan berupa jumlah cacat, kumulatif
cacat, persentase kecacatan (%), dan persentase kumulatif (%). Contoh
perhitungan berdasarkan Tabel 7.6 Persentase kecacatan rak makeup adalah
sebagai berikut.

 Kumulatif Cacat baris ke-1 = 164

 Kumulatif Cacat baris ke-2 = Jumlah cacat baris 1+ jumlah cacat baris 2
= 164 + 145
= 309
 Persentase Kecacatan baris ke -1 = 164/ 680
= 24,11%

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-16

 Persentase Kecacatan baris ke-2 = 145/ 680


= 21,32%
 Persentase Kumulatif baris ke-1 = 24,11%
 Persentase Kumulatif baris ke-2 = persen kecacatan 1 + persen kecacatan 2
= 24,11% + 21,32%
= 45,43%
 Persentase Kumulatif Kecacatan baris ke-2 = % kecacatan 1 + % kecacatan 2
= 80,16 % + 8,43 %
= 88,59 %
Berdasarkan perhitungan diatas, data kumulatif cacat pada baris pertama
adalah 164, pada kumulatif cacat baris ke-2 diperoleh dari jumlah cacat pertama
ditambah dengan kumulatif cacat kedua, diperoleh nilai sebesar 309. Nilai pada
tabel presentase kecacatan baris pertama diperoleh nilai sebesar 24,11% dan pada
baris ke-2 sebesar 21,32%. Persentase kumulatif pada baris ke-1 diperoleh sebesar
24,11%, pada persentase kumulatif baris ke-2 diperoleh dari persentase kecacatan
pada baris ke-1 ditambah dengan persentase kecacatan baris ke-2, didapatkan hasil
sebesar 45,43%.

Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah


berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak ditunjukkan
oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri
dan seterusnya sampai pada masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh
grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan di sisi paling kanan.
Berikut merupakan Gambar 7.1 Menunjukan diagram pareto dari jenis kecacatan
hasil produksi rak makeup pada PT. Mitra Moro.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-17

Gambar 7.1 Diagram Pareto


Berdasarkan Gambar 7.1 Diagram Pareto dapat dilihat bahwa jumlah cacat
pada hasil produksi rak makeup yaitu 5 jenis kecacatan meliputi kayu gompal,
sekat miring , kayu patah, kayu retak dan kayu lapuk. Jumlah cacat terbesar
adalah kayu gompal sebesar 164 unit. Persentase kumulatif kecacatan dari
permukaan kayu bergelombang sebesar 24,11%. Jumlah cacat terkecil yaitu hasil
rak makeuptidak merekat sebesar 114 unit. Prinsip pareto 80/20 menunjukan
bahwa 20% jenis masalah (kecacatan) berpengaruh terhadap 80% output atau
proses produksi kolom cacat menunjukan jumlah unit yang cacat berdasarkan
banyaknya produk yang dihasilkan. Analisis kecacatan dominan di (80%) adalah
kayu gompal. Artinya jenis cacat tersebut harus diprioritaskan untuk diperbaiki
atau perlu tindakan lanjut jenis kecacatannya dibandingkan jenis kecacatan
lainnya.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-18

Selanjutnya adalah pembuatan tabel perhitungan proporsi peta kendali P,


berikut merupakan Tabel 7.7 yang menunjukkan hasil perhitungan proporsi peta
kendali P pada produksi rak makeup.

Tabel 7.7 Perhitungan Proporsi Peta Kendali P

Hasil perhitungan proporsi peta kendali P pada table 7.7 menunjukan hasil
perhitungan proporsi untuk digunakan pada peta kendali P yang diperoleh dari
proses produksi rak makeup. Perhitungan batas kendali yang dilakukan meliputi
n , P , BKA dan BKB sebagai berikut.
Perhitungan rata-rata produksi per hari (n)
 n = Total jumlah produksi / Tolat Pengamatan
= 13590/ 30
= 453
Perhitungan Nilai Garis Tengah atau nilai rata-rata proporsi (p)
 Garis Tengah CL/(p) = Total jumlah cacat / Tolat jmlah produksi
= 680 / 13590
= 0,0500
Perhitungan Nilai Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah
BKA = P + 3 √P(1-P) BKB = P – 3 √P (1 – P)

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-19

n n
= 0,0500+ 3√0,0500 (1-0,0500) = 0,0500- 3 √0,0500 (1-0,0500)
453 453

= 0,0500 + 0,0307 = 0,0500 – 0,0307

= 0,0807 = 0,0193

Perhitungan Nilai Proporsi

 Proporsi kecacatan pengamatan ke-1 p = = 23 / 453 = 0,0507

 Proporsi kecacatan pengamatan ke-2 p = = 55 / 415 = 0,1214

 Proporsi kecacatan pengamatan ke-3 p = = 21/ 456 = 0,046

Setelah dilakukan perhitungan batas kendali maka selanjutnya adalah


pembuatan peta kontrol p dari perhitungan proporsi peta kendali p produk rak
makeup dengan memasukkan data kecacatan dan juga nilai BKA dan BKB.
Gambar 7.2 menunjukkan peta kendali p.

Gambar 7.2 Peta Kendali P

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-20

Gambar 7.2 Peta Kontrol P menunjukkan bahwa batas kontrol pada peta P
terdiri dari 2 dengan garis tengah (CL) yang memiliki nilai sebesar 0,0500. Batas
pada peta P terdiri dari Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah
(BKB). Berdasarkan gambar di atas menunjukkan hasil batas kontrol atas yang
didapat dari hasil perhitungan sebesar 0,0807 yang memiliki arti bahwa untuk
batas atas tidak boleh melewati ukuran sebesar 0,0807 dan batas kontrol bawah
sebesar 0,0193 yang memiliki arti bahwa untuk batas bawah tidak boleh melewati
ukuran sebesar 0,0193. Pada peta kontrol P menunjukkan beberapa titik sebaran
grafik yang keluar dari batas atas sehingga diperlukan perbaikan terhadap peta
kontrol tersebut. Perbaikan dilakukan dengan cara menghilangkan atau
mengeliminasi titik-titik yang keluar dari batas. Berdasarkan Pengamatan ke-2
menunjukkan bahwa data tersebut berada di luar batas kontrol, dikarenakan data
ke-2 memiliki perbedaan jauh pada nilai proporsi pada data ke 1 sampai ke 30.
Data ke-2 menunjukan data tersebut keluar dari batas kontrol atas atau BKA,
penyebab data keluar dari batas control disebabkan oleh faktor seperti, manusia,
mesin, metode, material dan lingkungan.
Berdasarkan perhitungan batas kendali tersebut, maka selanjutnya
dilakukan perhitungan revisi dengan menghilangkan data yang keluar dari batas
kendali, yaitu data ke-2. Berikut merupakan Tabel 7.8 yang menunjukan tabel
perhitungan proposi peta kendali P revisi.
Tabel 7.8 Perhitungan Proporsi Peta Kendali P Revisi

Berdasarkan tabel 7.8 dapat diketahui bahwa periode yang digunakan dari
30 menjadi 29 setelah menghilangkan atau mengeliminasi period ke-2. Jumlah

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-21

cacat yang awalnya 680 menjadi 625 setelah periode ke-2 dihilangkan yang
awalnya mempunyai jumlah kecacatan sebanyak 55 unit. Jumlah produksi yang
awalnya 13590 unit berubah menjadi 13139 setelah period ke-2 dihilangkan. Hasil
perhitungan proporsi peta kendali P revisi pada table 7.8 menunjukan hasil
perhitungan proporsi untuk digunakan pada peta kendali P revisi yang diperoleh
dari proses produksi rak makeup. Perhitungan batas kendali yang dilakukan
meliputi n , P , BKA dan BKB untuk peta kendali p revisi sebagai berikut.
Perhitungan rata-rata produksi per hari (n)
n , P , BKA dan BKB sebagai berikut.
Perhitungan rata-rata produksi per hari (n)
 n = Total jumlah produksi / Tolat Pengamatan

= 13139/ 29
= 453,068
Perhitungan Nilai Garis Tengah atau nilai rata-rata proporsi (p)
 Garis Tengah CL/(p) = Total jumlah cacat / Tolat jmlah produksi
= 625 / 13139
= 0,0475
Perhitungan Nilai Batas Kendali Atas dan Batas Kendali Bawah
BKA = P + 3 √P(1-P) BKB = P – 3 √P (1 – P)
n n
= 0,0475+ 3√0,0475 (1-0,0475) = 0,0475- 3 √0,0475 (1-0,0475)
453,068 453,068

= 0,0475+ 0,00029 = 0,0475 – 0,00029

= 0,04779 = 0,04721

Perhitungan Nilai Proporsi

 Proporsi kecacatan pengamatan ke-1 p = = 23 / 453 = 0,0507

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-22

 Proporsi kecacatan pengamatan ke-2 p = = 21 / 456 = 0,046

 Proporsi kecacatan pengamatan ke-3 p = = 18/ 452 = 0,0398

Setelah dilakukan perhitungan batas kendali maka selanjutnya adalah


pembuatan peta kontrol p revisi dari perhitungan proporsi peta kendali p revisi
produk rak makeup dengan memasukkan data kecacatan dan juga nilai BKA dan
BKB. Gambar 7.3 menunjukkan peta kendali p revisi.

Gambar 7.3 Peta Kendali P Revisi


Berdasarkan Gambar 7.3 Peta Kontrol P Revisi dapat diketahui bahwa
garis tengah (CL) pada nilai peta control setelah direvisi berubah, dari 0,0500
menjadi sebesar 0,0475 yang memiliki arti bahwa rata-rata dari kecacatan produk
rak makeup yang diperoleh berdasarkan pengukuran sebesar 0,0475 dengan hasil
batas kontrol atas (BKA) yang didapat dari hasil perhitungan peta kontrol setelah
direvisi sebesar 0,04779 nilai tersebut memiliki arti bahwa untuk batas atas tidak
boleh melewati ukuran sebesar 0,04779, dan batas kontrol bawah (BKB) yang
memiliki nilai sebesar 0,04721 artinya bahwa untuk batas bawah tidak boleh
melewati ukuran sebesar 0,04721. Semua data yang ada berada di dalam batas
kendali, tidak ada data ekstrim yang keluar dari batas kendali atas maupun bawah,
artinya semua data dalam keadaan seragam dan proses dapat dikontrol dengan
menggunakan peta p-bar.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-23

7.2.3 Analisis Akar Permasalahan Cacat Tertinggi


Akar permasalahan cacat tertinggi dapat diselesaikan dengan
menggunakan fishbone diagram serta dapat membuat usulan perbaikan setelah
mengetahui akar permasalahan tersebut. Berikut merupakan analisis akar
permasalahan cacat tertinggi pada produk rak makeup beserta usulan perbaikan
dengan menggunakan 5W+1H.
Diagram sebab akibat adalah suatu alat bantu untuk menemukan
kemungkinan penyebab akar suatu masalah dan membantu dalam memahami
keselahan mekanisme yang terlibat. Pembuatan diagram sebab akibat, dilakukan
diskusi dan brainstorming untuk mencari penyebab potensial dari gangguan.
Penyebab gangguan berasal dari metode, material, tenaga kerja ataupun dari
mesin. Berikut adalah fishbone diagram dari dari salah satu jenis cacat pada
produk rak makeup.

Gambar 7.4 Diagram Sebab Akibat

Berdasarkan Gambar 7.4 Diagram Sebab Akibat diketahui bahwa pada PT.
Mitra Moro jenis kecacatan permukaan kayu retak pada produk rak makeup
disebabkan oleh lima faktor yaitu mesin, manisia, metode, lingkungan, dan
material. Permasalahan yang paling dominan dari jenis cacat ialah kecacatan kayu
gompal. Permasalahan dalam mesin dikarenakan kurang efektifnya mesin pada
saat proses produksi. Selanjutnya dalam permasalahan manusia dikarenakan
tenaga kerja kurang mematuhi standar SOP yang ada di pabrik. Permasalahan
dalam material dikarenakan karena kualitas kayu kurang baik. Permasalahan
dalam lingkungan dikarenakan kurangnya pencahayaan. Permasalahan dalam
metode dikarenakan metode pengerjaan yang dipakai tidak berjalan efektif.

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-24

Tabel analisis 5W + 1H adalah salah satu alat untuk pengendalian kualitas


dari suatu produk. Berikut adalah tabel 5W + 1H dari jenis kecacatan tertinggi
produk rak makeup.

Tabel 7.9 Diagram Analisis 5W+1H


Penyebab
5W + 1H
Kegagalan
What Perawatan mesin yang kurang
Why Agar mesin dapat bekerja dengan optimal
Where Didalam area penghalusan
When Pada saat jadwal perawatan
Kurang efektif Who Bagian produksi/ Maintanance
Agar berkomunikasi dengan bagian service agar
sesuai jadwal dan tepat waktu
How

5W + 1H
Melakukan training kepada operator agar
What
berkerja sesuai dengan SOP
Agar operator mengoprasikan mesin sesuai
Why
dengan SOP yang ada
Kurang mematuhi Where Area Penghalusan
SOP Sebelum operator melakukan proses
When
penghalusan
Who Operator pada mesin penghalusan
How Melakukan training
5W + 1H
Melakukan pelatihan kepada pekerja agar
What
berkerja sesuai dengan SOP
Agar pekerja melaksanakan pekerjaan sesuai
Why
metode prosedur
Metode pengerjaan Where Disetiap bagian pengerjaan
tidak efektif Sebelum pekerjaan sesuai metode pengerjaan
When
sesuai pada prosedur yang benar
Who Semua bagian pekerja pada perusaahaan
Melakukan pelatiahan pada setiap pekerja agar
How
bekerja dengan maksimal
5W + 1H
What Mengganti pencahayaan di area penghalusan
Agar masalah pencahayaan tidak mengganggu
Why
kerja operator
Kurang Where Area produksi
pencahayaan When sebelum proses produksi
Who Maintanance atau bagian produksi
Membeli dan mengganti lampu untuk
How
pencahayaan di proses produksi

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-25

5W + 1H
What Memilih pemasok kayu dengan kualitas baik
Agar perusahaan menggunakan kayu dengan
Why
kualitas baik
Kualitas Where Gudang bahan baku
Kayu kurang baik Sebelum kayu dikirim oleh supplier/ sebelum
When
produksi
Who pemasok kayu
How Mengganti supplier/ pemasok kayu

Berdasarkan Tabel 7.9 diatas, analisis 5W+1H terhadap kecacatan tertinggi


pembuatan rak makeup terdiri 5 faktor yaitu, faktor mesin, manisia, metode,
lingkungan, dan material. Analisis 5W+1H teridiri dari penyataan What, Where,
When, Who, Why, dan How, tujuannya adalah untuk mempermudah proses
analisa permasalahan yang akan dilakukan. Baris pertama pada Tabel 7.9 terdapat
penyebab kegagalan oleh faktor mesin, dapat diketahui tindakan yang harus
dilakukan pada penyebab kegagalan mesin ialah Perawatan mesin yang kurang.
Tujuan agar mesin dapat bekerja dengan optimal. Waktu dilakukannya pada saat
didalam area penghalusan, pada saat jadwal perawatan dan dilakukan oleh bagian
produksi agar berkomunikasi dengan bagian service agar sesuai jadwal dan tepat
waktu.
Faktor penyebab kegalalan yang kedua ialah manusia, tindakan yang
harus dilakukan pada penyebab kegagalan faktor mesin kinerja mesin yang kurang
maksimal dengan melakukan training kepada operator agar berkerja sesuai
dengan kebijakan yang benar pada penggunaan mesin yang tersedia. Tujuan agar
operator mengoprasikan mesin sesuai dengan SOP yang ada, temapat di area
pengoperasian mesin, dan saat waktu sebelum operator melakukan proses pada
penggunaan mesin yang tersedia. Orang yang bertanggung jawab untuk
melakukan peningkatan ketelitian material adalah kepala depertemen produksi
dan cara untuk melakukan peningkatan tersebut adalah dengan melakukan
training pada setiap operator.
Faktor penyebab kegalalan yang ketiga ialah manusia, tindakan yang harus
dilakukan pada penyebab kegagalan operator kurang terampil dalam perakitan
dengan menyediakan SOP pada masing masing pengoperasian terutama pada

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-26

proses perakitan. Tujuan agar operator bekerja dalam penggunaan mesin


penghalusan sesuai dengan prosedur, temapat di area perakitan, dan saat waktu
sebelum proses perakitan berlangsung. Orang yang bertanggung jawab untuk
melakukan peningkatan ketelitian material adalah kepala depertemen produksi
dan cara untuk melakukan peningkatan tersebut adalah dengan operator harus
mematuhi prosedur yang sudah ada.
Faktor penyebab kegalalan yang keempat ialah lingkungan, tindakan yang
harus dilakukan pada penyebab kegagalan pada kurang pencahayaan di stasiun
perakitan dengan Mengganti pencahayaan di area perakitan. Tujuan agar masalah
pencahayaan tidak mengganggu kerja operator, temapat di area perakitan, dan saat
waktu sebelum proses perakitan berlangsung. Orang yang bertanggung jawab
untuk melakukan peningkatan ketelitian material adalah kepala depertemen
produksi dan cara untuk melakukan peningkatan tersebut adalah dengan membeli
dan mengganti lampu untuk pencahayaan di proses produksi.
Faktor penyebab kegalalan yang kelima ialah metode, tindakan yang harus
dilakukan pada penyebab Metode Pengerjaan Tidak Efektif dengan melakukan
pelatihan kepada pekerja agar berkerja sesuai dengan SOP. Tujuan agar pekerja
melaksanakan pekerjaan sesuai metode prosedur, temapat disetiap bagian
pengerjaan, dan saat waktu sebelum pekerjaan sesuai metode pengerjaan sesuai
pada prosedur yang benar. Orang yang bertanggung jawab untuk melakukan
peningkatan ketelitian material adalah semua depertemen dan cara untuk
melakukan pelatiahan pada setiap pekerja agar bekerja dengan maksimal

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018


VII-27

Praktikum Perancangan Teknik Industri 3 ATA 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai