Oleh :
Nama : Regina Mega Karomah
NIM : B1A017048
Rombongan : IIA
Kelompok :5
Asisten : Angellina
A. Latar Belakang
Koleksi spesimen merupakan aset ilmiah yang penting sebagai bahan penelitian
keanekaragaman fauna baik taraf nasional maupun taraf internasional. Kode
Internasional Zoological Nomenclature (ICZN) merekomendasikan penunjukan
spesimen tunggal sebagai holotipe untuk deskripsi spesies atau subspesies baru yang
diterbitkan setelah 1999, spesimen yang diawetkan tidak pernah wajib. Balitbang
Zoologi merupakan lembaga yang terdapat di Indonesia, bertugas membina koleksi
fauna Indonesia selengkap-lengkapnya yang dapat digunakan sebagai koleksi referensi
takson, baik sebarannya, stadium pertumbuhan maupun ekosistemnya. Kegiatan
pengelolaan yang dapat dilakukan adalah proses pengawetan, perawatan, perekaman
data, pengawasan dalam penggunaan spesimen ilmiah (Patrick et al., 2017).
Koleksi spesimen bermanfaat sebagai Pembuatan awetan spesimen diperlukan
untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang
baru. Koleksi spesimen juga bermanfaat sebagai kumpulan hewan yang diperlukan
dalam rangka suatu penelitian, untuk dijadikan referensi, atau untuk komunikasi antar
para ahli atau antar lembaga. Secara umum koleksi spesimen meliputi pengumpulan
berbagai jenis hewan, penyimpanan dalam media pengawet, identifikasi dan pencatatan
informasi yang berhubungan dengan koleksi serta pemberian label (Hayati, 2011).
Pembuatan koleksi spesimen di LIPI, biasanya hewan-hewan yag didapat berasal
dari hasil eksplorasi, ekspedisi. Koleksi spesimen biasanya disimpan dalam museum
sebagai referensi maupun penelitian. Museum merupakan lembaga penyimpanan,
perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda bukti material manusia serta alam dan
lingkungan guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya
bangsa (perpem No 19/1995). Berdasarkan definisi dari International Council of
Museums atau ICOM, museum merupakan institusi permanen, nirlaba, melayani
kebutuhan publik dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengkoleksian,
mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada
masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan (Ani et al., 2017).
B. Tujuan
Gambar II.1. Koleksi Spesimen Insectarium Gambar II.2. Koleksi Spesimen rangka
Gambar II.4. Koleksi Spesimen Basah Gambar II.5. Koleksi Spesimen Kering
Terdapat dua macam tipe koleksi spesimen, yaitu koleksi basah dan koleksi
kering. Koleksi basah adalah koleksi yang disimpan dalam larutan pengawet ethanol
70%, sedangkan koleksi kering berupa tulang dan kulit yang diawetkan dengan bahan
kimia formalin atau boraks. Menurut Yayuk et al., (2010) pengawetan hewan dapat
dilakukan dengan cara-cara pengawetan tulang (rangka), pembuatan preparat tulang
dilakukan dengan terlebih dahulu membedah dan menguliti spesimen hingga bersih dari
kulitnya. Kemudian dilakukan perebusan selama 30 menit hingga 2 jam agar
memudahkan pemisahan otot dari rangka, lalu didinginkan secara alami. Selanjutnya
dibersihkan otot atau daging yang masih menempel pada rangka dengan hati-hati sampai
bersih, lalu dibersihkan dan direndam dalam pemutih agar tulangnya putih bersih.
Terakhir, ditata rapi, diberi label, dan diidentifikasi. Pengawetan basah, Pembuatannya
terbilang cukup sederhana prosesnya. Pengawetan basah merupakan pengawetan dalam
jangka waktu yang lama menggunakan alkohol 70% yang sesuai ukuran atau lebih besar
ukurannya dari hewan tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan untuk alas
hewan agar tetap kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan kertas
kedap air.
Pengawetan insekta (insektarium), Menurut Afifah et al., (2014) insektarium
adalah awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol 96% dan formalin 5% yang
dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran. Herbarium dan insektarium sebelum
digunakan penelitian terlebih dahulu telah divalidasi oleh pakar media, sehingga
diketahui layak atau tidak digunakan dalam penelitian. Pengawetan kering (taksidermi),
Taksidermi adalah salah satu teknik pengawetan untuk mumifikasi selama berabad-abad.
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Dilakukan fiksasi dalam dengan formalin agar tidak busuk, formalin diposisikan
sesuai alur tubuh.
Dilakukan penyemprotan alkohol 70% pada fiksasi luar, setelah itu dibalut
dengan tissue, agar tubuh tidak kaku. (bertujuan untuk mengawetkan komponen
sel dan jaingan) fiksasi maksimal 2 x 24 jam.
Dimasukan kedalam botol spesimen yang telah diisi alkohol 70% dan formalin
4%
Dilakukan labeling
Dijemur/dioven
Dilabeling
Kapas dimasukan kedalam ruang ruang yang tersisa, kemudian jahit kembali
Dimasukan dalam killing bottle yang telah diberi kapas dengan klorofom dan
diseat dengan kardus/karton berlubang.
Serangga yang telah mati dikeluarkan sebelum kaku. Jika abdomen besar
disuntik menggunakan alkohol agar tidak busuk
Sayap serangga sebelah kiri dijepit menggunakan kertas kalkir, jika serangga
memiliki sayap penutup, sayap penutup dibuka.
Setelah serangga dipreservasi, copot semua jarum hingga tersisa bagian thorax
Afifah, N., Sudarmin & Widianti, T. 2014. Efektivitas Penggunaan Herbarium Dan
Insektarium Pada Tema Klasifikasi Makhluk Hidup Sebagai Suplemen Media
Pembelajaran IPA Terpadu Kelas VII Mts. Unnes Science Education Journal,
3(2), pp. 494-501.
Ani, W., Janianton, D., Chafid, F., Sudarmadji, 2017. Upaya Mewujudkan Peran
Edukasi Melalui Budaya Berfikir Di Museum Biologi Yogyakarta. Jurnal
Khasanah Ilmu, 8(2), 81-89.
Hawkswoth, D. L., 2010. Terms Used In Bionomenclature: The Naming Of Organisms
(And Plant Communities). Copenhagen. Cambridge: Global Biodiversity
Information Facility.
Hayati, 2011. Buku Praktikum Vertebrata. Jakarta : Erlangga.
Patrick, O. W., Charlie, J. G., Wilson, R. L. & Lucienne, W., 2017. On Specimen
Killing In The Era Of Conservation Crisis – A Quantitative Case For
Modernizing Taxonomy And Biodiversity Inventories. PLoS ONE, 12(9), pp. 1-
16.
Yayuk, S., Hartini, U. & Sartiami, E. 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi, Kurasi dan
Manajemen Data. Bandung: Angkasa Duta.