Anda di halaman 1dari 19

LABORATORIUM PENGOLAHAN AIR DAN

LIMBAH INDUSTRI
SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2019/2020

MODUL : Lumpur Aktif Konvensional


DOSEN PEMBIMBING : Ir. Endang Kusumawati, MT

Praktikum : 05 September 2019


Penyerahan Laporan : 16 September 2019

Oleh :
Kelompok : VII (Tujuh)
Nama : M. Akhid Maulana Akbar (171411053)
M. Nur Missuari (171411054)
M. Rizky Pradhana (171411055)
Kelas : 3B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi dan
mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan oksigen
yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Pada waktu yang
sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga mikroorganisme baru dapat
bertumbuh. Proses pengolahan secara biologi yang paling sering digunakan adalah proses
pengolahan dengan menggunakan metode lumpur aktif.
Pengolahan limbah dengan lumpur aktif merupakan proses biologis menggunakan
mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam
limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi yang dilengkapi bak
sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari air limbah yang telah terolah.
Kualitas effluent tergantung pada karakter mikroorganisme pembentuk lumpur aktif,
antara lain sifat pengendapannya dan kondisi bak sedimentasi.
Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung
senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat
dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya seperti
cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman tanaman, general cleaning, fish
pond car wash, dan kebutuhan air yang lainnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur
ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi
kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air.

1.2 Tujuan Percobaan

a. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif


dan konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung
selama seminggu.
b. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid
(MLVSS) yang mewakili kandungan mikroorganisme dalam lumpur
aktif.
c. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi
air limbah dalam lumpur aktif.
d. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen
(%) kandungan bahan organik yang didekomposisi selama seminggu
oleh mikroorganisme dalam lumpur aktif terhadap bahan organik
mula-mula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses lumpur aktif (activated sludge) pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik
yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru.
Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan.

Sistem Lumpur Aktif


Di dalam limbah yang mengandung bahan organik terdapat zat-zat yang merupakan
makanan dan kebutuhan-kebutuhan lain bagi mikroorganisme yang akan digunakan dalam
proses lumpur aktif. Proses lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah
secara biologi, dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau tangki
aerasi. Padatan biologis aktif akan mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara
biologis, yang di akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan. Istilah lumpur
aktif diterapkan baik pada proses maupun padatan biologis di dalam unit pengolahan.
Proses lumpur aktif terdiri dari dua tangki (gambar 1), yaitu :
 Tangki aerasi, di dalam bak ini terjadi reaksi penguraian zat organik oleh
mikroorganisme dengan bantuan oksigen terlarut.
 Bak pemisah (Clarifier): yaitu tempat lumpur aktif dipisahkan dari cairan untuk
dikembalikan ke tangki aerasi, kelebihannya dibuang.

Gambar 1. Proses Lumpur Aktif


Deskripsi Proses Lumpur Aktif

Aliran umpan air limbah bercampur dengan aliran lumpur aktif yang dikembalikan
sebelum masuk rektor. Campuran lumpur aktif dan air limbah membentuk suatu campuran
yang disebut cairan tercampur (mixed liquor). Memasuki aerator, lumpur aktif dengan cepat
memanfaatkan zat organik dalam limbah untuk mendegradasinya.
Gambar 1 : KegiatanKondisi
dan alat proses sistem aerobik diperoleh dengan memberikan oksigen ke tangki aerasi.
lingkungan
lumpur aktif
Pemberian oksigen dapat dilakukan dengan penyebaran udara tekan, aerasi permukaan secara
mekanik, atau injeksi oksigen murni. Aerasi dengan difusi udara tekan atau aerasi mekanik
mempunyai dua fungsi, yaitu pemberi udara dan pencampur agar terjadi kontak yang
sempurna antara lumpur aktif dan senyawa organik di dalam limbah.
Pada tangki pengendapan (clarifier), padatan lumpur aktif mengendap dan terpisah
dengan cairan sebagai effluent. Sebagian lumpur aktif dari dasar tangki pengendap
dipompakan kembali ke reaktor dan dicampur dengan umpan yang masuk, sebagian lagi
dibuang.
Dalam reactor mikroorganisme mendegradasi bahan-bahan organik dengan persamaan
stoikiometri pada reaksi di bawah ini (Metcalf dan Eddy,1991):

Nutrisi yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah dalam lumpur aktif
konvensioanal diberikan sesuai dengan perbandingan BOD:N:P = 100:5:1. Glukosa
digunakan sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen, KH2PO4 sebagai sumber
phospor. Dalam percobaan ini nutrisi yang diberikan bagi mikroba berupa limbah air sintetis.
Hal ini dimaksudkan agar penentuan efisiensi pengolahan limbah dalam lumpur
aktif konvensional dapat dihitung dengan lebih akurat.
Rasio kuantitas nutrisi yang ditambahkan ke dalam mixed liquor terhadap kuantitas
mikroba tersuspensi digunakan sebagai ukuran sehat tidaknya pertumbuhan mikroba tersebut.
Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk sistem lumpur aktif konvensional
berkisar antara 0,2 – 0,5 kg BOD/hari//kg MLVSS. Jika rasio F/M terlalu besar maka akan
terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filamen yang menyebabkan lumpur aktif sulit
mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka akan terbentuk busa yang brasal dari pertumbuhan
bakteri yang berbentuk busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan parameter kunci yang
menjadi acuankeberhasilan pengoprasian sistem lumpur aktif.

Penetapan COD (Chemical Oxygent Demand)


COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi
K2Cr2O7digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Penetapan MLVSS
Konsentrasi biomassa atau organisma dinyatakan dalam mg/L VSS (Volatile
Suspended Solid). Prinsip pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu analisa berdasarkan
penimbanganberat dan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan dan penimbangan.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
1. Peralatan Lumpur Aktif Konvensional 1. Glukosa
2. Labu Erlenmeyer 250 ml 2 buah 2. KNO3
3. Corong Gelas 2 buah 3. KH2PO4
4. Cawan Porselin 2 buah 4. HgSO4
5. Desikator 1 buah 5. H2SO4
6. Neraca Analitis 1 buah 6. K2Cr2O7
7. Oven 1 buah 7. FAS
8. Furnace 1 buah 8. Indikator ferroin
9. Hach COD Digester 1 buah 9. Kertas Saring
10. Tabung Hach 3 buah

3.2 Prosedur Kerja


 Penentuan kandungan organik (COD) dari sampel

Melakukan pengenceran
sampel 20 kali (masing- Memasukkan 2,5 mL Menambahkan 3,5 mL
masing dari reaktor sampel ke dalam tabung pereaksi Kromat dan 1,5
diambil 2,5 mL sehingga Hach mL pereaksi H2SO4
menjadi 50 mL)

Memasukkan tabung
Mentitrasi dengan larutan
Mengeluarkan tabung Hach pada Hach COD
Ferro Amonium (FAS)
Hach dari Digester dan Digester dan
0,204 N dengan indikator
biarkan dingin memanaskannya pada
ferroin sebanyak 3 tetes
suhu 150°C selama 2 jam

Melakukan pekerjaan
Menghentikan titrasi jika diatas untuk aquadest
terjadi perubahan warna sebagai blanko
dari hijau menjadi coklat
 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

Memanaskan cawan pijar selama 1 jam


dalam Furnace pada T = 600oC dan kertas
saring selama 1 jam dalam Oven pada T =
105oC

Mendinginkan cawan pijar dan kertas saring


menggunakan desikator

Menimbang cawan pijar (a gram) dan kertas


saring (b gram) sampai didapat berat yang
konstan

Menyaring 40 mL air limbah sampel


menggunakan kertas saring yang sudah
diketahui beratnya

Memasukkan kertas saring berisi endapan


ke dalam cawan pijar dan memanaskannya
dalam Oven pada T = 105oC selama 1 jam

Menimbang cawan pijar yang berisi kertas


saring dan endapan sampai didapat berat
konstan (c gram)

Memasukkan cawan pijar yang berisi kertas


saring dan endapan ke dalam Furnace pada
suhu 600 oC selama 2 jam

Menimbang sampai didapat berat konstan


(d gram)
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Keadaan Sampel


 pH awal sampel :7
 pH akhir sampel :7
 DO awal sampel : 6,75 mg/L
 DO akhir sampel : 7,3 mg/L
 T inffluen : 25 oC

4.2 Penentuan Kandungan COD


Jenis Volume FAS yang digunakan (ml) secara Duplo
Larutan Tabung 1 Tabung 2 Rata-Rata
Blanko 2,5 2,4 2,45
Sampel 2,2 1,9 2,05

 a (volume FAS untuk blanko) = 2,45 mL


 b (volume FAS untuk sampel influen) = 2,05 mL
 c (normalitas FAS) = 0,1 N
 d (berat equivalen Oksigen) =8
 p (pengenceran) = 20 kali
 Volume sampel = 2,5 mL

4.3 Penentuan Kandungan MLVSS

Volume sampel = 40 ml

Berat (gram)
Cawan pijar (a) 35,1058
Kertas saring (b) 1,1599
Cawan pijar + kertas saring + endapan yang
37,1174
dipanaskan dalam Oven (c)
Cawan pijar + kertas saring + endapan yang
35,1171
dipanaskan dalam Oven kemudian Furnace (d)
4.4 Penentuan Konsentrasi Nutrisi bagi Mikroorganisme

Zat Jumlah yang Dibutuhkan (gram)


Glukosa (C6H12O6) 4,69
KNO3 1,69
KH2PO4 0,21

4.5 Perhitungan
a. Menentukan COD Dari sampel
( a−b ) x c x 1000 x d x p
COD awal =
volume sampel
(2,45−2,05 ) mL x 0,1 N x 1000 x 8 x 20
= 2,5 mL
= 2560 mg O2/L
COD akhir = 2115,36 mg O2/L

b. Menentukan kandungan MLVSS

( c−a )−b
TSS (Total Suspended Solid) = volume sampel
X 10 6

(37,1174 −35,1058 )−1,1599


= X 10 6
40

= 21292 mg/L

( c−d ) −b
VSS (Volatile Suspended Solid) = volume sampel
x 106

(37,1174−35,1171 )−1,1599
= 40
X 106

= 21010 mg/L
FSS (Fixed Suspended Solid) = TSS – VSS
= 21292 – 21010
= 282 mg/L

c. Menentukan efisiensi pengolahan

COD awal−COD akhir


ɳ= x 100 %
COD awal
2560 mg O2 /L−2115,36 mg O2/ L
ɳ= x 100 % = 17,369%
2560 mgO 2/ L

d. Data Penentuan Komposisi nutrisi mikroba


 Komposisi nutrisi mikroba yang digunakan :
Misal : nutrisi 500 mg BOD/Liter
Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1
Volume tangki lumpur aktif = 10 L
Reaksi : C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O

= 500 mg BOD/Liter x 10 liter


= 5000 mg
= 5 gram
Kebutuhan Nutrisi yang Harus Ditambahkan :
mg 180 mg/mmol 1 1 mg
Kebutuhan Glukosa = 500 × × ×10 L×
L 32 mg/mmol 6 1000 gram
= 4,688 gram

101 mg/mmol 5
Kebutuhan KNO3 = 4,688 gram× ×
14 mg/mmol 100

= 1,691 gram

136 mg/mmol 1
Kebutuhan KH2PO4 = 4,688 gram× ×
31 mg/mmol 100

= 0,21 gram

BAB VI

PEMBAHASAN

a. M. Akhid Maulana Akbar (171411053)


b. M. Nur Missuari (171411054)
Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan
proses biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-
bahan organik yang terkandung dalam limbah cair (William, 1999). Lumpur aktif
termasuk dalam pengolahan limbah secara aerob dengan pertumbuhan mikroba secara
tersuspensi. Dalam lumpur aktif, parameter yang diuji yaitu kandungan COD dan
MLVSS. Selain itu, pengukuran pH dan temperatur dari sampel dilakukan karena
untuk mendegradasi bahan organik berlangsung baik pada kondisi lingkungan yang
mendukung, yaitu pada pH 6,5 – 8,5 dan temperatur 25 – 35 oC.
Menurut Pohan (2008), prinsip dasar proses pengolahan secara lumpur aktif
yaitu pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana dengan
memanfaatkan populasi mikroorganisme aerobik yang mampu merombak senyawa
kompleks menjadi gas CO2, H2O, dan mikroorganisme baru (molekul sederhana).
Secara sederhana, prinsip pengolahan ini yaitu dengan memanfaatkan kerja dari
mikroorganisme yang terkandung untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang
terdapat dalam air limbah. Pada proses pengolahan limbah dengan metode lumpur
aktif, perlu diperhatikan adanya oksigen sebagai sumber oksigen untuk
mikroorganisme menghasilkan energi dari mendekomposisi bahan organik.
Flok yang terbentuk merupakan koloni bakteri yang tumbuh dalam lumpur
aktif. Terbentuknya flok berbanding lurus dengan jumlah bakteri yang ada, artinya
dengan terbentuknya flok yang banyak maka bakteri yang terbentuk juga akan
banyak. Tentu sangat membantu dalam proses pengolahan limbah menjadi lebih
optimal.
1. Penentuan Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dari Sampel
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang digunakan
untuk mendegradasi bahan organik pada limbah. Tujuan dari pengukuran nilai
COD adalah untuk mengetahui banyak oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme
untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel. Untuk mengetahui jumlah
oksigen yang terpakai, maka sisa K2Cr2O7 digunakan dalam larutan sampel. Selain
itu, K2Cr2O7 berperan mengoksidasi bahan organik pada suhu tinggi. Berdasarkan
praktikum, nilai COD pada sampel dengan 20 kali pengenceran sebelum
penambahan nutrisi yaitu 2560 mg O 2/L. Nilai COD masih dikategorikan tinggi
sehingga perlu proses dekomposisi bahan organik untuk menurunkan kandungan
organiknya. Sedangkan nilai COD setelah proses (setelah penambahan nutrisi)
selama 7 hari yaitu 2115,36 mg O2/L. Nilai COD setelah proses lebih rendah
dibanding nilai COD sebelum proses, namun masih tergolong tinggi. Hal ini
menunjukkan adanya penurunan kandungan organik pada sampel dengan bantuan
mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik, tetapi penurunannya tidak
terlalu drastis akibat pemberian nutrisi tidak seimbang dengan oksigen yang
disuplai. Pemberian nutrisi untuk mikroorganisme tidak seharusnya diberi setiap
hari, karena pemberian nutrisi harus seimbang dengan kebutuhan oksigen dari
mikroorganisme sehingga mikroorganisme dapat mendegradasi bahan organik
dengan optimal.
Efisiensi penurunan kandungan organik dari praktikum ini yaitu 17,369%.
Sedangkan berdasarkan literatur, pengolahan limbah dengan lumpur aktif
menurunkan konsentrasi COD >85% (Lestari, 2003). Bila dibandingkan dengan
literatur, hasil praktikum kurang optimum untuk menurunkan COD dalam sampel
air limbah. Karena pengolahan limbah dengan lumpur aktif (secara aerob)
digunakan untuk menguraikan limbah dengan kandungan COD <2000 mg O 2/L
dengan suplai oksigen selama 24 jam sehari, sedangkan dalam praktikum ini nilai
COD >2000 mg O2/L. Dan hasil akhir dari praktikum ini tidak memenuhi syarat
untuk kualitas air bersih, karena masih lebih besar dibanding dengan standar
kualitas air bersih dimana batas COD adalah 100 mg O 2/L (Peraturan Meteri
Kesehatan RI. 416/Menkes/Per/IX/1990).
2. Kandungan MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)
Tujuan dari pengukuran nilain MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended
Solid) adalah untuk mengetahui kandungan padatan tersuspensi yang mudah
menguap. Nilai MLVSS sama dengan nilai VSS, dimana VSS adalah jumlah
bahan organik yang mudah teruapkan dan jumlahnya mewakili jumlah
mikroorganisme yang ada dalam air sampel.
Nilai TSS yang diperoleh dari hasil praktikum yaitu 21292 mg/L. Berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003, nilai TSS untuk baku
mutu air domestik yaitu 100 mg/L. Dari hasil praktikum, diperoleh nilai VSS
sebesar 21010 mg/L. Sehingga air sampel yang digunakan perlu proses lebih
lanjut, seperti filtrasi. Nilai VSS diperoleh dari berat yang dipanaskan pada oven
dengan berat padatan yang tersaring yang dipanaskan pada furnace, sehingga
dapat diketahui berat yang teruapkan dimana berat ini menunjukan banyaknya
mikroorganisme yang ada pada sampel. Artinya, banyak kandungan organik yang
akan didekomposisi oleh mikroorganisme pada pengolahan dengan lumpur aktif.
Sehingga, dengan nilai VSS yang tinggi maka butuh banyak mikroba untuk
mendekomposisi bahan organik pada air sampel. Sedangkan untuk nilai FSS
(padatan tersuspensi yang tidak menguap) yaitu 232 mg/L.
3. Konsentrasi Nutrisi Untuk Mikroorganisme
Seperti mikroorganisme umumnya, mikroorganisme dalam lumpur aktif perlu
sumber nutrisi seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, dll. Semua nutrisi yang
dibutuhkan tersebut dapat diperoleh dari limbah cair (Buchari dkk., 2001).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat membentuk gumpalan massa yang dapat
dipertahankan dalam suspensi bila lumpur aktif diaduk. Nutrisi yang diberi
berguna sebagai sumber makanan untuk mikroorganisme. Dan nutrisi yang diberi
juga harus sesuai kebutuhan mikroorganismenya, tidak boleh kurang atau lebih
karena dapat menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap akibat pertumbuhan
mikroorganisme yang cepat.
Nutrisi yang diberi yaitu C (dari glukosa), N (dari KNO3), dan P (dari
KH2PO4). Sumber karbon diperoleh dari glukosa yang merupakan sumber utama
dalam pembentukan sel baru karena terdapat berbagai senyawa organik
didalamnya, seperti asam amino, lemak, gula, dan CO 2. Untuk sumber N dari
senyawa KNO3, berfungsi sebagai pembangun sel baru. Sedangkan penambahan
KH2PO4 (sumber P) berfungsi penyumbang 3 – 5% massa dalam sel kering.
Perhitungan didasarkan pada perbandingan BOD:N:P = 100:5:1, karena dengan
komposisi nutrien tersebut mikroorganisme dapat tumbuh. Nutrisi yang
dibutuhkan dalam praktikum ini yaitu 500 mg BOD/L dalam volume tangki
lumpur aktif 10 liter. Dalam menentukan komposisi nutrisi digunakan reaksi
oksidasi sebagai berikut:
C6H12O6 + 6H2O + 6O2  6CO2 + 6H2O
Dari hasil perhitungan, komposisi nutrisi yang digunakan dalam praktikum ini
yaitu C6H12O6 4,688 gram, KNO3 1,691 gram, dan KH2PO4 0,21 gram.

Sedangkan untuk pengukuran DO awal pada air sampel yaitu 6,75 mg/L dan
pada hari kelima yaitu 7,3 mg/L, dimana oksigen terlarut pada sampel termasuk besar
untuk pengolahan air dengan lumpur aktif. Batas DO untuk lumpur aktif yaitu 1 – 4
mg/L. Nilai DO lebih besar dari batas DO untuk lumpur aktif disebabkan jumlah
oksigen yang lebih besar dibanding jumlah mikroba. Nilai DO yang diukur pada hari
kelima meningkat dari nilai DO sebelumnya, karena dari hasil proses akan terjadi
aerasi yang mengalirkan O2 ke dalam air sampel sehingga menghasilkan oksigen yang
larut dalam sampel. Menurut teori yang dikemukakan Bischof (1993), kandungan
oksigen terlarut untuk memenuhi asupan oksigen mikroorganisme dalam lumpur aktif
paling minimum yaitu 2 mg/L.

c. M. Rizky Pradhana (171411055)


Proses pengolahan limbah dengan metoda lumpur aktif merupakan salah satu
pengolahan limbah yang memanfaatkan mikroba aerob tersuspensi untuk
mengoksidasi senyawa organik dengan menggunakan aerasi. Dilakukan aerasi untuk
mensuplai oksigen sebagai kebutuhan mikroorganisme dalam mendegradasi
kandungan bahan organik menjadi CO2, H2O, NH4, dan mikroba baru. Parameter yang
harus diperhatikan yaitu nilai COD awal, COD akhir, MLVSS, pH, DO dan suhu air
limbah.
Pada hari pertama (ke-1) pada limbah tahu diperoleh nilai pH sebesar 7
dengan suhu 25oC dan Dissolve Oxygen (DO) sebesar 6,75 mg/L. Sedangkan pada
hari terakhir pengamatan (hari ke-6) nilai pH pada limbah tahu sebesar 8,5 dengan
suhu 25,7oC dan Dissolve Oxygen (DO) sebesar 7,3 mg/L. Nilai Dissolve Oxygen
(DO) mengalami kenaikan karena aerasi dilakukan terus-menerus dari hari ke-hari
sehingga adanya penambahan kadar oksigen. Hal ini sudah sesuai dengan literatur.
Uji pengukuran COD bertujuan untuk mengetahui besarnya oksigen (mg O 2 /
L) yang dibutuhkan oleh mikroba untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat
dalam sampel limbah. Dalam penentuan COD, dilakukan dengan mengencerkan
sampel terlebih dahulu sebanyak 20 kali pengenceran. Setelah itu sampel diambil 2,5
mL untuk diuji kadar COD nya dengan ditambahkan 3,5mL H2SO4 dan 1,5 mL
K2Cr2O7 pada tabung Hach yang dipanaskan pada suhu 150oC di dalam digester
selama 1,5 jam. Kalium dikromat (K2Cr2O7) digunakan untuk mengoksidasi bahan
organik pada suhu tinggi. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan digunakan untuk menentukan
berapa oksigen yang telah terpakai, cara mengetahuinya yaitu dengan dilakukan titrasi
menggunakan fero amonium sulfat (FAS), mengikuti reaksi :
Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ → 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O
Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai COD awal (hari ke-1) sebesar 2560
mg O2/L sedangkan COD akhir (hari ke-6) sebesar 2115,36 mg O2/L sehingga
menghasilkan efisiensi sebesar 17,369 %. Hasil yang didapat telah sesuai dengan
teori, Nilai COD akhir yang lebih kecil menunjukkan bahwa jumlah mikroba aerob
untuk mendegradasi bahan organik berkurang.
Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pada air limbah dilakukan
dengan penentuan MLVSS (Mixed Liqour Volatile Suspended Solids). Nilai MLVSS
sama dengan nilai VSS (volatile suspended solid), yaitu banyaknya mikroba yang
mudah teruapkan seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll. Dari percobaan diperoleh
nilai MLVSS sebesar 21010 mg/L. Nilai ini melebihi rentang yang seharusnya,
disebabkan oleh adanya pengendapan mikroba, baik yang hidup maupun yang mati,
sehingga yang terukur adalah semua mikroba karena tidak adanya resirkulasi.
Pada praktikum dilakukan perhitungan komposisi nutrisi bagi mikoba untuk
mendegradasi bahan organik. Perbandingan BOD:N:P sebesar 100:5:1. Berdasarkan
perhitungan dari nilai perbandingan tersebut diperoleh banyaknya glukosa, KNO 3
dan KH3PO4 berturut-turut sebesar 4,688 gram ; 1,691 gram dan 0,21 gram. Fungsi
penambahan glukosa yaitu sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen
dan KH3PO4 sebagai sumber posfor.
BAB VII
KESIMPULAN

1. COD awal sampel limbah cairdengan pengenceran 20 kali sebesar 2560 mg O2/L
2. COD akhir sampel limbah cair setelah 5 hari sebesar 2115,36 mg O2/L
3. Kandungan MLVSS sebesar 21010 mg/L.
4. Kebutuhan C6H12O6 sebesar 4,688 gram , kebutuhan KNO3 sebesar 1,691 gram, dan
kebutuhan KH2PO4 sebesar 0,21 gram
5. Pengukuran efesiensi pengolahan lumpur aktif diperoleh sebesar 17,369 %.

DAFTAR PUSTAKA
Aninom, tt, “Makalah Lumpur Aktif” https://www.scribd.com/doc/110659623/ Makalah-
Lumpur-Aktif diakses pada 09 September 2019
Budiastuti, Herawati. 2011. Lumpur Aktif Konvensional. Bandung : Politeknik Negeri
Bandung.
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disporal, Reuse. McGraw-Hill
Book Company. New Delhi
Herlambang, Arie. 2009. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif.
Dalam : http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html
Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Aerob. Jurusan Teknik Kimia
Universitas Pembangunan Nasional
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Domestik
Bischof, W. 1993. Abwasser Technic. B.G. Teuber. Stuttgart
Buchari, Arka, I.W., Putra, KG.D., dan Dewi, I.G.A.K.S.P. 2001. Kimia Lingkungan. UPT
Udayana, Bali
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik.
USU. Medan

LAMPIRAN

Gambar Keterangan

Sampel yang telah ditambahkan Kalium


Bikromat dan Pereaksi Sulfat akan di titrasi
dengan larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS)
0,1 N untuk penentuan nilai COD.

Proses pembuatan nutrisi. Glukosa, KNO3,


dan KH2PO4 yang telah dihitung
kebutuhannya dilarutkan dengan
menggunakan aquades dan dimasukkan ke
tangki lumpur aktif.

Proses pengeringan sampel dengan bantuan


vakum.

Hasil titrasi sampel yang telah ditambahkan


Kalium Bikromat dan Pereaksi Sulfat akan di
titrasi dengan larutan Ferro Amonium Sulfat
(FAS) 0,1 N

Hasil pengeringan sampel yang telah


disaring.
Tabung Hach yang berisi sampel, pereaksi
kromat, dan pereaksi sulfat dipanaskan
dalam COD Digester selama 1,5 jam.

Anda mungkin juga menyukai