A. Pengertian Supervisi
Supervisi secara etimologi berasal dari kata super dan visi yang mengandung arti melihat dan
meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap
aktifitas, kreativitas, dan kinerja bawahan. Terdapat beberapa istilah yang hampir sama dengan
supervisi, bahkan dalam pelaksanaannya istilah-istilah tersebut sering digunakan secara
bergantian. Istilah-istilah tersebut antara lain: pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi.
Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat bagaimana
kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan.
Inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang perlu
diperbaiki dalam suatu pekerjaan. Istilah “supervisi” baru muncul kurang lebih dua dasawarsa
terakhir ini. Dahulu istilah yang banyak di gunakan di sekolah adalah “pengawasan”, “penilikan”
atau “pemeriksaan”. Kegiatan supervisi melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di
sekolah sebagai fungsi terakhir, yaitu penilaian semua kegiatan dalam pencapaian tujuan.
Dahulu kegiatan pengawasan ini juga disebut dengan istilah “inspeksi” karena memang
tujuannya demikian, yaitu mengawasi, mencari kekurangan atau kesalahan orang-orang dalam
melaksanakan pekerjaanya.
Keempat istilah yang telah disebutkan, yaitu pengawasan, penilikan, pemeriksaan dan
inspeksi, maknanya hampir sama, tetapi hanya tekananya saja yang berbeda. “Pengawasan”
mengandung arti “melakukan pengamatan agar pekerjaan yang dilakukan tidak menyimpang
dari apa yang telah di tentukan. “Penilikan” hampir sama dengan “pemerikasaan”, yaitu melihat
suatu kegiatan agar di ketahui sejauh mana kegiatan yang di periksa tersebut telah mencapai
tujuan. “Inspeksi” mengandung arti pemeriksaan, melihat untuk mengetahui adanya kekurangan
dan kesalahan.
Dengan penggunaan istilah-istilah tersebut, maka pelakunya di beri nama “pengawas”,
“penilik”, atau “inspektor”, dan tidak pernah ada sebutan “pemeriksa”.
“Supervisi” merupakan istilah baru yang menunjuk pada suatu pekerjaan pengawasan tetapi
sifatnya lebih “human, manusiawi”. Di dalam kegiatan supervisi, pelaksana bukan mencari-cari
kesalahan atau kekurangan, tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinaan, agara pekerjaan
yang di supervisi diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya!), untuk dapat
diberi tahu bagaimana cara meningkatkannya.
Pembinaan ini di lakukan lebih baik jika mengikutsertakan orang yang dibina yaitu
membicarakan bersama kekurangannya, (kalau yang di supervisi sudah cukup dewasa, maka ia
diminta untuk mencoba untuk melakukan pengamatan terhadap dirinya sendiri, apa kekurangan
dari yang dilakukan), dilanjutkan dengan membicarakan bersama bagaimana mengatasi
kekurangan tersebut. Supervisi ini penting sekali di dalam kegiatan sekolah karena kegiatan
sekolah merupakan kegiatan penting dan mengikuti prinsip-prinsip administrasi mengarah
kepada pencapaian tujuan, yaitu pembentukan manusia sebagai pribadi dan sebagai individu.
Supervisi adalah segala bantuan dari pemimpin sekolah, yang bertujuan kepada perkembangan-
perkembangan kepimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-
tujuan pendidikan. Ia beruapa dorongan,bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan
keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan
pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran
dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase
seluruh proses pengajaran,dan sebagainya. Dengan kata lain: Supervisi adalah suatu aktivitas
pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Pengembangan model supervisi yang di dasarkan atas teori dan praktek untuk meningkatkan
mutu pengajaran tersebut dilandasi oleh beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Yang dapat meningkatkan kualitas pengajaran tidak ada orang lain kecuali guru-guru itu
sendiri.
2. Guru-guru semestinya diberi kebebasan untuk meningkatkan kualitas mengajar mereka
sendiri sesuai dengan keunikannya.
3. Setiap perubahan di dalam tingkah laku mengajar memerlukan dorongan atau dukungan
social sebagai stimulasi professional dan intelektual.
4. Dengan pola supervisi yang tradisional nampaknya kualitas pengajaran sukar dicapai
peningkatannya.
5. Peningkatan kualitas pengajaran nampaknya akan lebih tinggi keberhasilannya apabila
digunakan pendekatan yang tidak mencekam, dengan situasi yang menyenangkan, santai,
yaitu dengan perlakuan yang bersifat kekeluargaan. Peningkatan dalam situasi kebapakan,
bukan sebagai atasan, akan mencapai hasil lebih efektif.
Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor
pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977,
temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para
pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap
provinsi.
Jadi, Supervisi adalah kegiatan pengawasan yang sifatnya lebih human, manusiawi. Yaitu
kegiatan yang bukan mencari-cari kesalahan tetapi kegiatan yang lebih banyak mengandung
unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui
kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu
diperbaiki. Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yangg masih
negatif untuk diupayakan menjadi positif, dan melihat mana yang sudah positif untuk
ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya.
Secara umum tujuan supervisi adalah mengembangkan dan mencapai proses belajar
mengajar yang relevan, dan efektif melalui peningkatan kemampuan guru. Penyusunan program
pengajaran dan penyampaian pengajaran pada siswa.
Secara khusus bertujuan untuk mengahsilkan berbagai program kurikuler, antara lain:
1. Program pengajaran, yang meliputi susunan tujuan instruksional dan tujuan instruksional
khusus, susunan materi dan kegiatan pembelajaran, alat dan saran penunjang pembelajaran,
cara penyampaian dan instrument pengukuran dan penilaian.
2. Pembinaan kemampuan professional guru secara berencana, efektif dan terus menerus, yang
diselenggarakan dalam bentuk pertemuan secara berkala, bahan bacaan dan penataran dan
sebagainya.
3. Program khusus yang berguna untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi:
1. Supervisi Akademik
Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang
berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam
proses mempelajari sesuat
2. Supervisi Administrasi
Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai
pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran.
3. Supervisi Lembaga
Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada di sekolah. Supervisi
ini dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara
keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain.
C. Fungsi Supervisi
Supervisi memiliki fungsi, sebagai berikut:
2. Pembinaan dan peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar dan
pengelolaan sekolah secara umum.
D. Tipe-tipe Supervisi
1. Tipe Inspeksi
Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis,
mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang
bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti
dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang
diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.
3. Tipe Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang
diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan
pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan
untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat
untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai
mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi
mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.
4. Tipe Training dan Guidance
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu
guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan
dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu
mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.
5. Tipe Demokratis
Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang
khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi
didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan
kemampuan dan keahlian masing-masing.
E. Pola Supervisi
Kegiatan supervisi dititik beratkan pada perbaikan mutu kegiatan belajar-mengajar di kelas,
namun kesuksesan pekerjaannya secara tidak langsung sangat berhubungan dengan lingkungan
sekolah. Perlu difahami dan diyakini bahwa tujuan kegiatan supervisi bukanlah individu guru yang
disupervisi, tetapi meningkatkan efektivitas pengajaran untuk lebih jauh berakibat pada peningkatan
hasil belajar murid. Jadi yang dituju bukan murid, bukan guru, tetapi lingkungan belajar.
Supervisi adalah suatu bentuk tindakan terhadap guru yang sedang dalam proses interaksi dengan
murid. Dengan demikian supervisi adalah suatu bentuk “interverensi”. Kegiatan supervisi masuk ke
dalam jalinan interaksi guru dengan murid di dalam kegiatan belajar-mengajar.
Agar interverisnya dapat berjalan dengan efektif maka kegiatan supervisi tersebut harus dilakukan
melalui tahp-tahap diagnosis seperti tahap-tahp yang dilalui dalam proses pemecahan masalahpada
umunya.
1. Identifikasi masalah yaitu mengidentifikasi celah antara keadaan yang sekarang ada
dengan keadaan yang diharapkan.
1. Teknik perseorangan
2) pebedaan fungsi
a. Inspeksi merupakan suatu jabatan (position) dalam suatu jawatan
b. Supervisi merupakan suatu fungsi (funcition) untuk membina perbaikan suatu situasi
3) Perbedaan prinsip
a. Inpeksi dilaksanakan berdasarkan prinsip otokrasi atau pengawas
b. Supersvisi dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi yang dijiwai oleh fasafah pancasila
2) Masalah praktis
a. Masalah-maslah kepemimpinan (leadership)
b. Masalah-masalah proses kelompok (group proses)
c. Masalah-masalah hubungan insani (human relation)
d. Masalah-masalah administrasi personal
e. Masalah-masalah penilaian (evaluation)
1) Berpedomankan prinsip
Yaitu prinsip pendidikan dan prinsip-prinsip supervisi pendidikan, baik yang fundamental maupun
yang praktis.
2) Bekerja sistematis
a. Mengumpulkan data yang merupakan masalah.
b. Mengumpulkan sebab.
c. Memilih dan mengkalsifikasikan sebab-sebab yang dapat dianggap berlaku pada sebuah persolan.
d. Mampertimbangkan dan membandingkan sebab.
e. Manyimpulkan dan meninjau segala kemungkinan yang dapat meniadakan sebab timbulnya
masalah.
f. Menyusun tahap-tahap penyelesaian data.
3) Berkepribadian
Kepribadian yang telah terintegrasi yan sanggup mengambil keputusan dengan penuh rasa tanggung
jawab,akan lebih memudahkan dan mengefektifkan pemecahan-pemecahan masalah hidup.
Program supervisi harus realistik dan dapat dilaksanakan sehingga benar-benar membantu
mempertinggi kinerja guru. Program supervisi yang baik menurut Oteng Sutisna (1983:39-40)
mencangkup keseluruhan proses pembelajaran yang membangun lingkungan belajar mengajar yang
kondusif, di dalamnya mencangkup maksud dan tujuan, pengembangan kurikulum, metode
mengajar, evaluasi, pengembangan pengalaman belajar murid yang direncanakan baik dalam intra
maupun ekstrakurikuler.
Program supervisi berprinsip kepada proses pembinaan guru yang menyediakan motivasi
yang kaya bagi pertumbuhan kemampuan profesionalnya dalam mengajar. Ia menjadi bagian
integral dalam usaha peningkatan mutu sekolah, mendapat dukungan semua pihak disertai dana dan
fasilitasnya, bukan sebuah kegiatan suplemen atau tambahan.
Djam’an Satori juga menyatakan bahwa program supervisi yang baik berisi kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru dalam hal :
8.kemampuan membimbing dan melayani murid yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Dari penjabaran sebelumnya tampaklah bahwa tampaklah bahwa program sepervisi yang
baik itu lebih menitik beratkan kepada membentuk keprofesionalan seorang guru dalam proses
pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan dan menciptakan generasi yang
berkualitas.
Tenaga supervisi yang telah lama berjalan di Indonesia :
1.Kepala sekolah terhadap para guru
2.pemilik sekolah terhadap kepala sekolah dan para guru.
3.kepala seksi di tingkat kabupaten atau kota terhadap pemilik dan kepala sekolah.
4.kepala bidang pendidikan dasar/pendidikan guru kepada kepala seksi pemilik TK/SD/SLB
5.kepala bidang pendidikan menengah umum kepada kepala sekolah menengah pertama dan
menengah umum.
Pembinaan sinonim dari pemberdayaan,yaitu suatu usaha untuk mempertinggi kecakapan guru
dalam pengembangan profesinya. Oleh sebab itu, kemampuan mengajar guru perlu memperoleh
pembinaan supaya mereka memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan tuntunan zaman. Masa
kini, guru dituntut lebih kritis dan layanan aktif dalam menjalankan tugasnya , pembinaan terhadap
mereka menjadikan guru bukan sekedar pelaksana teknis, melainkan seorang petugas profesional
yang mengerti dan memahami bagaimana seharusnya memberi layanan belajar kepada peserta
didiknya.
1.kunjungan kelas.
(mempersiapan staf pengajar, pertemuan sebelum mengajar, kunjungan observasi, pertemuan
setelah kunjungan).
2.observasi.
3.pertemuan individual.
4.kunjungan sekolah.
6.perpustakaan profesional.
c. struktur waktu
- hari minggu,bulan, atau tahun dan berapa lama masing-masing program berakhir.
d. lingkungan fisik
- peraturan
- tata ruang.
- temperatur
- tingkat kebisingan
e. strategi pembelajaran
- kegiatan pembelajaran
- tingkat partisipasi yang di isyaratkan
- ketersediaan dan penggunaan materi pendukung.
Karena itu beberapa pakar supervisi menegaskan pentingnya observasi dan pertemuan bahkan
dikatakan: sangat sentral, inti, atau tulang punggung dari proses supervisi. Keberhasilan proses
supervisi di sekolah tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah, karena ialah yang
dianggap sebagai pemimpin pengajaran di sekolahnya.
Keberhasilanya melembagakan observasi dan pertemuan dalam proses supervisi menunjukkan pula
kualitas personal dan kemampuan professional, karena untuk mewujudkan pula kualitas personal
dan kemampuan professional,
karena untuk mewujudkanya diperlukan pula kemampuan membangun hubungan dengan
seluruh staf sekolahnya. Kemampuan mengaktualisasikanya itu menunjukkan pula kemampuan
kepemimpinan sejati, karena ia mampu memadukan untuk saling melengkapkan pola karakteristik
personalnya dengan tujuan dan karakteristik para guru sebagai bawahanya, seperti dalam Stogdill
yang dikutip oleh Mantja.
Kindsvatter dan Wilen (1981) menjelaskan, bahwa observasi dan pertemuan supervisi pada
hakekatnya dapat menyebabkan berbagai bentuk kecemasan atau ketakutan terhadap guru. Kepala
sekolah hendaknya mampu menembangkan keterampilan yang memungkinkanya memahami
kecemasan-kecemasan semacam itu, dan selanjutnya, meredamnya atau menguranginya. Jika ia
mengabaikanaya, maka hasil positif pertemuan supervisi sulit dicapai. Disinilah letak perlunya
komunikasi interpersonal selama pertemuan supervisi yang diharapkan dapat memberikan dampak
perbaikan pengajaran, baik yang segera dapat diamati, maupun untuk penampilan yang akan
datang.
Penelitian yang berkaitan dengan observasi dan pertemuan supervisi sangat terbatas,
walaupun sebagai teknik supervisi telah dikenal secara luas dan dipandang mapu memberikan
bantuan positif terhadap guru guna meningkatkan kualitas performansi di kelas. Begitu juga halnya
dengan kajian ataupun penelitian tentang persepsi dan sikap guru terhadap supervisi, terutama
observasi dan pertemuan.
Oliva (1984) dalam Mantja melaporkan, bahwa George C. Kyte dapat dipandang sebagai
pelopor penelitian observasi dan pertemuan supevisi dengan diciptakanya instrument supervisi dan
perte-muan, yang diterbitkan antara tahun 1920 dan 1930. penelitianya itu menyimpulkan, bahw
pengajaran dapat dimodifikasi secara positif melalui wawancara supervisi yang terencana dengan
baik. Terutama sekali, apabila ada hal-hal yang sangat spesifik atau problema-problema khusus,
maka hal semacam itu dapat diseleaikan melalui diskusi anatara supervisor dan guru. Dengan
melihat manfaat pertemuan sesudah pengamatan supervisi, Mars dan kawan-kawan (1978),
sepakat jika pertemuan supervisi yang sifatnya individual itu menjadi salah satu teknik yang
dapat dikembangkan oleh supervisor untuk meningkatkan pengajaran guru. Penelitian yang
berkaitan dengan pengamatan dan perte-muan supervisi seperti itu dikerjakan juga oleh Lovell dan
Phelps (1979). Mereka melaporkan, bahwa kepala sekolahlah yang paling banyak melakukan
observasi dan pertemuan sesudah observasi itu. Sangat sedikit respon guru terhadap pertanyaan:
Apakah mereka dilibatkan dalam observasi atau pertemuan dengan supervisor.
Guru yang dilibatkan dalam penelitian pada umumnya merasa, bahwa pertemuan tidak
menguntungkan, sebaliknya, kepala sekolah memberikan respon yang positif dan mengakui adanya
keefektifan pertemuan semacam itu. Sebenarnya para guru menyatakan, bahwa pertemuan dan
observasi yang lebih sering sangat dibutuhkan, namun sebaliknya, kepala sekolah merasa bahw
layanan yang berkategori: cukup, telah mereka kerjakan.
Pertemuan supervisi dari titik tolak persepsi guru terhadap perilaku kepemimpinan kepala
sekolah selama dilaksanakanya pertemuan supervisi, mereka menemukan bahw guru yang
dilibatkan dalam pertemuan memberikan kesimpulan yang menyatakan keefektifan prosedur
pertemuan yang didasarkan atas persepsi mereka terhadap perilaku kepemimpinan kepala sekolah.
Dengan melihat hubungan terhadap perilaku supervisi kepala sekolah dalam bidang penilaian
pengajaran dan pengajaranya dan persepsi mereka terhadap pertemuan supervisi,
Blackboum (!983) dalam Mantja, melakukan penelitian di sekolah-sekolah di Mississippi.
Untuk penelitian itu ia melibatkan sejumalah guru sekolah dasar dan sekolah menengah. Variable
ras, umur, jenis kelamin, pengalaamn pengajar, tingkat kelas yang diajar, dan ijsah terakhir guru juga
diperlihatkan untuk menetapkan apakah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap persesi-
persepsi ini. Dari sejumlah variable itu hanya variable tingkat kelas yang diajar saja yang ditemukan
memiliki hubungan yang signifikan. Blackboum menyimpulkan, bahwa guru yang bersikap positif
terha-dap pertemuan observasi yang sifatnya evaluarif, kadang-kadang merasakan perilaku kepala
sekolah dasar memiliki persepsi yang lebih positif terhadap pertemuan yang sifatnya evaluatif, jika
dibandingkan dengan para guru sekolah mengengah.
Mereka menyimpulkan bahwa guru kulit putih, guru yang lebih berpengalaman, dan guru
tua memiliki persepsi yang lebih positif terhadap pertemuan supervisi, jika diabndingkan dengan
para guru kulit hitam, guru yang kuarng berpengalaman, dan guru muda. Pertemuan itu
menampakkan kecenderungan yang searah dengan penemuan yang dikemukakan oleh Rossicone
(1985), Ngugi (1985) dan Calhoun (1985) dalam menemukan hubungan antara variable ras, usia,
jenis kelamin dan pengalaman mengajar dan variable pendekatan supervisi yang lebih disukai guru.
PILIHAN BERGANDA
1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah menyebutkan bahwa dimensi kompetensi supervisi meliputi ....
2. Dalam supervisi akademik, kemampuan guru yang disasarkan dalam supervisi meliputi ....
3. Kepala sekolah yang melakukan supervisi dengan maksud untuk mengawasi kinerja guru dan
menganggap guru sebagai bawahannya adalah bukan seorang supervisor yang baik karena .... a.
perilaku supervisi yang dilakukan kurang manusiawi b. perilaku supervisi yang dilakukan tidak
kooperatif c. perilaku supervisi yang dilakukan tidak sesuai dengan fakta d. perilaku supervisi
yang dilakukan menyalahi ketentuan
4. Supervisi yang dirancang sebagai pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap
calon guru yang sedang berpraktik mengajar untuk membantu calon guru memodifikasi pola-pola
pengajaran yang tidak atau kurang efektif adalah ....
a. supervisi akademik
b. supervisi klinis
c. supervisi pengajaran
b. memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai
dengan perkembangan zaman
b. tujuan dilaksanakannya kegiatan pertemuan antara orangtua murid/ masyarakat dengan pihak
sekolah
13. Di bawah ini adalah usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka
pembinaan tenaga administrasi sekolah, kecuali
c. memberi kesempatan tenaga administrasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi
d. mengirim tenaga administrasi untuk mengikuti diklat-diklat yang berkaitan dengan bidang
pekerjaannya
a. Pembinaan dan peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar dan pengelolaan
sekolah secara umum.
b. Pembinaan kepemimpinan kepala sekolah guna meningkatkan tanggung jawab untuk meniptakan
hubungan yang harmonis sesama guru dan tenaga lainnya
c. Pengawasan
b. pebedaan fungsi
c. perbedaan pengertian
d. perbedaan prinsip
DAFTAR PUSTAKA
Soemanto Wasty,Drs., Sotopo Hendyat,Drs., Pembinaan dan Pengembangan
kurikulum, PT.Bumi Aksara, Jakarta, 1993