Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH FARMAKOLOGI SISTEM SARAF, PENCERNAAN DAN

PERNAFASAN
OBAT ANTI ASAMA GOLONGAN ANTIKOLINERGIK

Disusun oleh :
Kelompok 2 ( Dua )
1. Shafira Anggia Dini (F1G018001)
2. Diana Sri Handayani (F1G018011)
3. Nadila Azani (F1G018018)
4. Alya Nuha Mufida (F1G018021)
5. Ridho Kurnia (F1G018034)
Dosen pengampu : Dian Handayani,S.Farm.,M.Farm.,Apt

PRODI S1 FARMASI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2019

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karnia-Nya
lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat Antiasma Golongan
Antikolinergik” ini. Dalam hal ini banyak sekali kesalahn serta kekurangan dalam makalah
ini. Kami selaku penulis makalah ini mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat banyak
kesalahan baik redaksi yang kami tulis maupun kesalahan dalam isi makalah ini yang tidak
sesuai. Kami harap makalah ini dapat menjadi bahan acuan untuk para pembaca agar bisa
lebih membantu dan bisa berbagi pengetahuan lewat makalah ini.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Bengkulu, April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di
Indonesia. Insidensi, prevalensi dan keparahan asma semuanya meningkat, dengan asma pada
usia anak-anak menjadi lebih sering dijumpai, estimasi mengenai hal ini bervariasi karena
angka insidennya akan meningkat, tetapi selama lima belas tahun anngka tahunan yang
tercatat menunjukkan kasus baru telah meningkat sebanyak 70%. Saat ini asma tercatat
sebagai penyakit kronik tersering pada anak-anak, dengan estimasi prevalensi antara 8-14%
(Francis, 2008).
Asma merupakan penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran nafas yang
reversible. Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi dan
sesak nafas. Penyempitan saluran napas ini dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan
bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi secara mendadak, sehingga
menimbulkan kesulitan bernapas akut (Sudoyo, 2009).
Adapun faktor penyebab asma kekambuhan asma adalah latihan berlebih atau alergi
terhadap binatang berbulu, debu, jamur, polusi, asap rokok, infeksi virus, asap, parfum, jenis
makanan tertentu ( terutama zat yang ditambahkan kedalam makanan ) dan perubahan cepat
suhu ruangan (Astuti, 2010). Kekambuhan penyakit asma bronkial dapat diatasi dengan
melakukan pencegahan dengan Penghindaran terhadap makanan-makanan yang mempunyai
tingkat alergi tinggi. Orang tua terutama ibu dianjurkan tidak merokok untuk mencegah
infeksi saluran napas. Tindakan pencegahan pada anak yang telah terkena, misalnya dengan
menghindarkan factor pencetus, alergen makanan, bahan yang dihirup, bahan iritan, infeksi
virus/bacterial, hindari latihan fisik berat, perubahan cuaca dan emosi sebagai factor
pencetus. Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi serangan asma (Fadhli, 2010). Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan membahas tentang obat antiasma. Obat anti asam terdiri
dari beberapa golongan, golongan antiasma yang akan kami bahas adalah golongan
antikolinergik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu obat golongan antikolinergik?
2. Apa saja obat-obat yang termasuk golongan anti kolinergik?
3. Bagaimana farmakokinetika dari obat anti kolinergik?
4. Bagimana farmakodinamik dari obat anti kolinegrik?
5. Bagaimana efek samping dari masing-masing obat antikolinergik?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian obat golongan antikolinergik
2. Menjelaskan apa saja obat-obat golongan anti kolinergik
3. Menjelaskan bagaimana farmakokinetika dari obat anti kolinergik
4. Menjelaskan bagaimana farmakodinamik dari obat anti kolinergik
5. Menjelaskan efek samping dari masing-masing obat
BAB II
ISI

2.1 Pengertian anti kolinergik


Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimlasi saraf parasimpatis dengan
melepaskan neuro hormon asetilkolin. Obat golongan ini menghambat golongan reseptor
muskarinik sehingga efeknya berlawanan dengan obat antikolinergik bai,berkerja langsung
ataupun tidak langsung. Antikolinergik digunakan untuk menstimulasi peristaltis,
meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi
dengan mengurangi lendir dan menegurkan otot-otot saluran napas. Antikolinergik saat ini
digunakan secara luas pada pengobatan penyakit-penyakit obstruksi saluran napas, dan
merupakan bronkodilator pilihan untuk pengobatan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Antikolinergik atau parasimpatolitika melawan khasiat asetilkolin dengan jalan
menghambat terutama reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer. Kebanyakan
antikolinergik tidak bekerja seletif bagi lima subtype-M, berefek banyak terhadap organ
tubuh yaitu mata, kelenjar eksokrin, paru-paru, jantung, saluran kemih, saluran lambung-
usus, dan SSP.
Reseptor yang bekerja pada antikolinergik ialah reseptor nikotinik dan muskarinik
serta berbagai subtipenya. Reseptor nikotinik yang terdapat di ganglia otonom, adrenal
medula dan SSP disebut Reseptor Nikotinik Neuronal (NN ), sedangkan reseptor nikotinik
yang terdapat di sambungan saraf-otot disebut Reseptor Nikotinik Otot (NM = nicotinic
muscle). Semua reseptor nikonik berhubungan langsung dengan kanal kation, aktivasinya
menyebabkan peningkatan permeabilitas Na+ dan K + sehingga terjadi depolarisasi, yakni
EPP pada otot rangka ( yang menimbulkan potensial aksi otot dan kontraksi otot rangka) dan
EPSP pada ganglia ( yang menimbulkan potensial aksi neuron pascaganglion dan sekresi
epinefrin dan NE dari medula adrenal).
Reseptor muskarinik ada 5 subtipe, yakni M1 di ganglia dan berbagai kelenjar, M2 di
jantung dan M3 di otot polos dan kelenjar. Reseptor M2 dan M3 menstimulasi fosfolipase C
melalui protein G dan menyebabkan peningkatan kadar Ca++ intrasel sehingga terjadi
kontraksi otot polos dan sekresi kelenjar. Reseptor M4 mirip dengan M2 , sedangkan M5
mirip dengan M1, kedua reseptor ini bulem deketahui fungsi sebenarnya.
Penggunaan antikolinergik sebagai bronkodilator sebenarnya telah dikenal sejak awal
abad 19, walaupun bagaimana cara kerjanya belum diketahui. Pada tahun 1833, Geiger dan
Hess berhasil mengisolasi bahan aktif alkaloid atropine (daturine) yang berasal dari daun
tumbuhan Datura stramonium.

2.2 Contoh Obat AntiKolinergik untuk Penyakit Asma.


1. Ipratropium bromide
Ipratropium bromide merupakan antagonis muskarinik (antikolinergik) yang
digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mencegah dan mengontrol gejala dari
sesak napas atau mengi (wheezing) yang disebabkan oleh penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), bronkhitis dan emfisema paru. Obat ini secara struktur mirip dengan
atropin tetapi memiliki tingkat keamanan yang lebih baik dan lebih efektif pada
penggunaan terapi inhalasi.
Obat ini merupakan bentuk garam bromida dari ipratropium, dimana bentuk
sintetisnya berasal dari turunan alkaloid atropin, dengan tambahan antikolinergik.
Obat ini berwujud kristal putih hingga tidak berwarna yang dapat larut di dalam air
dan metanol, namun tidak larut pada pelarut lipofilik seperti eter, kloroform, dan
fluorokarbon. Ipatropium memiliki efek antagonis terhadap asetil kolin pada saraf
parasimpatis, post ganglion, hingga effector-cell junction.

2. Tiotropium bromida
Tiotropium bromide adalah obat untuk mengontrol dan mencegah gejala yang
disebabkan oleh penyakit paru-paru yang sedang berlangsung (penyakit paru-paru
obstruktif kronis, yang meliputi bronkitis dan emfisema), misalnya suara mengi dan
sesak napas.
Obat ini bekerja dengan merelaksasi otot-otot di sekitar saluran pernapasan
sehingga membuka dan Anda dapat bernapas lebih mudah. Tiotropium termasuk
dalam kelas obat yang dikenal sebagai antikolinergik. Mengontrol gejala masalah
pernapasan dapat melancarkan aktivitas Anda sehari-hari.
Obat ini harus digunakan secara teratur agar bekerja secara efektif. Obat ini
tidak bekerja dengan cepat dan tidak boleh digunakan untuk meringankan masalah
pernapasan yang tiba-tiba. Jika mengi atau sesak napas tiba-tiba terjadi, gunakan
inhaler bantuan cepat Anda (seperti albuterol, juga disebut salbutamol di beberapa
negara) seperti yang ditentukan.

2.3 Farmakokinetika obat Antikolinergik.


Obat Antikolinergik sebagai prototipe antimuskarinik, hambatan Obat Antikolinergik
bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah
berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Obat Antikolinergik memblok asetilkoli
endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap eksogen.
Kepekaan reseptor muskarinik terhadap antimuskarinik berbeda antar organ. Pada
dosis kecil (sekitar 0,25 mg) misalnya, Obat Antikolinergik hanya menekan sekresi air
liur, mucus bronkus dan keringat serta jantung. Pada dosis yang lebih besar (0,5 - 1,0 mg)
baru terlihat dilatasi pupil, gangguan akomodasi , dan penghambatan N.vagus sehingga
menimbulkan terlihatnya takikardi.

2.4 Farmakodinamika obat Antikolinergik


Mekanisme Antikolinergik memegang peranan penting dalam mengatur tonus dan
kaliber saluran pernapasan. Sistem saraf parasimpatik kolinergik merupakan salah satu
mekanisme yang berperan atas terjadinya bronkospasme ,tonus kolinergik adalah satu-
satunya komponen yang bersifat reversibel.
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang
akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.
Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat
sistemik.
Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan
penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa
hidung.

2.5 Efek samping dari Golongan Antikolinergik.


1. Sakit punggung
2. Sakit dada
3. Bronkhitis
4. Batuk
5. Penyakit paru obstruksi kronik yang semakin parah
6. Rasa lelah berlebihan
7. Mulut kering
8. dyspepsia
9. Mual
10. Infeksi saluran pernapasan atas
11. Infeksi saluran urin.

2.6 Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama
beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan
dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

2.7 Dosis dan Cara Penggunaan

Bentuk
Dosis
Sediaan
2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh menggunakan dosis tambahan
Aerosol
tetapi tidak boleh melebihi 12 inhalasi dalam sehari
Dosis yang umum adalah 500 mcg (1 unit dosis dalam vial), digunakan dalam 3
sampai 4 kali sehari dengan menggunakan nebulizer oral, dengan interval
Larutan
pemberian 6-8 jam. Larutan dapat dicampurkan dalam nebulizer jika digunakan
dalam waktu satu jam.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimlasi saraf parasimpatis
dengan melepaskan neuro hormon asetilkolin. Obat golongan ini menghambat
golongan reseptor muskarinik sehingga efeknya berlawanan dengan obat
antikolinergik bai,berkerja langsung ataupun tidak langsung. Antikolinergik
digunakan untuk menstimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah
lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan
menegurkan otot-otot saluran napas.
 Contoh obat antikolinergik untuk asma:
1. Ipratropium bromide
2. Tiotropium bromide
 Efek samping dari Golongan Antikolinergik.
1. Sakit punggung
2. Sakit dada
3. Bronkhitis
4. Batuk
5. Penyakit paru obstruksi kronik yang semakin parah
6. Rasa lelah berlebihan
7. Mulut kering
8. dyspepsia
9. Mual
10. Infeksi saluran pernapasan atas
11. Infeksi saluran urin.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai