Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
System imun normal akan melindungi kita dari serangan penyakit yang
diakibatkan kuman, virus, dan lain-lain dari luar tubuh kita. Tetapi pada penderita
lupus, system imun menjadi berlebihan, sehingga justru menyerang tubuh sendiri,
oleh Karena itu disebut penyakit autoimun. Penyakit ini akan menyebabkan
keradangan di berbagai organ tubuh kita, misalnya: kulit yang akan berwarna
kemerahan atau erythema, lalu juga sendi, paru, ginjal, otak, darah, dan lain-lain.
Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “Sistemik,” karena mengenai hampir seluruh
bagian tubuh kita.
Penyakit lupus merupakan penyakit kelaianan pada kulit, dimana disekitar
pipi dan hidung akan terlihat kemerah-merahan. Tanda awalnya panas dan rasa lelah
berkepanjangan, kemudian dibagian bawah wajah dan lengan terlihat bercak-bercak
merah. Tidak hanya itu, penyakit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh lainnya
salah satunya adalah menyerang ginjal. Penyakit untuk menggambarkan salah satu
ciri paling menonjol dari penyakit itu yaitu ruam di pipi yang membuat penampilan
seperti serigala. Meskipun demikian, hanya sekitar 30% dari penderita lupus benar-
benar memiliki ruam “kupu-kupu”, klasik tersebut.
Jika Lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena,
maka disebut LUPUS KULIT (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya
dibandingkan lupus yang sistemik (Sistemik Lupus Erythematosus /SLE). Berbeda
dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan
sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan
bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu
sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena
organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka
gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi
bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah
(Sukmana, 2004).
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil
penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan
Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE (sistemic lupus
erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat
diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan
kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE.
Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan
keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE.
Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal,
kulit, hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata,
trombosis, dan kematian janin (Hahn, 2005).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit autoimun (SLE-systemik lupus
erythematosus)
2. Untuk menegtahui etiologi penyakit (SLE-systemik lupus erythematosus)
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit (SLE-systemik lupus erythematosus)
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit (SLE-systemik lupus
erythematosus)
5. Untuk mengetahui penatalaksaan farmakologi dan non-farmakologi penyakit
(SLE-systemik lupus erythematosus)
6. Untuk mengetahui komplikasi penyakit (SLE-systemik lupus erythematosus)
7. Untuk mengetahui proses keperawatan penyakit (SLE-systemik lupus
erythematosus)

C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan penyakit autoimun
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan penyakit lupus
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan penyebab dari lupus
4. Mahasiswa mampu mendeskripsikan tanda dan gejala lupus
5. Mahasiswa mampu mendeskripsikan penanganan farmakologi dan non-
farmakologi lupus
6. Mahasiswa mampu mendeskripsikan komplikasi yang terdapat di lupus
7. Mahasiwa mampu merancang asuhan keperawatan pada pasien (SLE-
systemik lupus erythematosus)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Lupus eritematosus sitemik secara khas mengenai banyak system organ dan
disertai dengan berbagai fenomena imun. Riwayat alamiahnya tidak dapat
diramalkan, sering progresif, berakhir dengan kematian jika tidak diobati, tetapi dapat
mereda secara spontan atau tetap membara selama bertahun-tahun. Lupus
eritemotosus sistemik (SLE) pada anak umumnya lebih akut dan lebih berat dari pada
SLE pada orang dewasa (Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol. 1 Edisi 5).
Lupus eritematosus (LE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronik yang
melewati tiga bentuk dasar: lupus discoid yang menyerang kulit; lupus yang
disebabkan oleh bahan kimia atau obat-obatan; dan sistemik lupus eritematosus
(SLE) yang menyerang system organ besar (Kepeawatan Medical Bedah).
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit otoimun kronik
yang ditandai oleh terbentuknya antibody-antibodi terhadap beberapa antigen diri
yang berlainan. Antibody-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat
bekerja terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit,
sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit (Buku Saku Patofisiologi Corwin).
Jadi sistemik lupus eritematosus adalah suatu penyakit autoimun kronik yang
riwayat alamiahnya tidak dapat diramalkan dan berakhir pada kematian jika tidak
diobati. Kecenderungan terjadinya lupus dapat berhubungan dengan genetic, hormone
seks. Lupus dapat dicetuskan oleh stress, sering terpajan radiasi ultraviolet yang
berlebih.
B. Etiologi
Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan
ekskresi penyakit SLE. Sekitar 10%-20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar
identic (24-69%) lebih tinggi dari pda saudara kembar non identic (2-9%). Albar
2003.
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan
system imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosik. SLE
juga dapat di induksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator rambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan
protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
memebentuk kompleks antibody anti nukleat (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (herfindal et.al; 2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang
mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T
dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (delavuente, 2002). Selain itu infeksi virus
dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada system imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibody antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit
non spesifik yang akan memicu terjadinya SLE (hervindal et.al ; 2000).

C. Patofisiologi
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuklear anti body).
Dengan anti gennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar
dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ
dengan akibat terjadinya viksasi komplement pada organ tersebut. Peristiwa ini
menyebabkan aktifasi komplement yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya
reaksi radang. Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis
pada individu yang resisten. Gangguan imunologis: pengujian imun yang abnormal
termasuk anti-bodi anti-DNA atau anti- SM (smith) positif semu pada pengujian
darah untuk sifilis, anti-bodi anti-kardiolipin, uji LE positif. Anti-bodi antinuklear:
pengujian anti-bodi ANA positif. Sebagai tambahan dari sebelas kriteria tersebut,
pengujian lainnya dapat membantu mengevaluasi pasien dengan lupus eritematosus
sistemik untuk menentukan keparahan organ-organ yang terlibat. Termasuk
diantaranya darah rutin dengan laju endap darah, pengujian kimia darah, analisa
langsung cairan tubuh lainnya, serta bioksi jaringan. Kelainan cairan tubuh dan
sampel jaringan dapat membantu diagnosis lanjut lupus eritematosus sistemik.

D. Manifestasi Klinik
SLE dapat mulai secara tersembunyi atau secara akut. Kadang-kadang
gejalanya telah timbul bertahun-tahun mendahului diagnosis SLE. Gejala awal yang
paling sering pada anak adalah demam, malaise, atritis atau arthralgia dan ruam.
Kadang-kadang pada kebanyakan anak yang terkena terjadi demam : mungkin
sebentar-sebentar atau terus-menerus. Malaise, anoreksia, kehilangan berat badan,
dan kelemahan sering dujimpai.
Kadang-kadang pada kebanyakan anak yang terkena, timbul manifestasi kulit.
Ruam “kupu-kupu”, terdiri atas tembalan eritematosa yang bersisik atau kebiruan,
melibatkan daerah pipi dan biasanya meluas diatas jembatan hidung. Ruam dapat
fotosensitif dan dapat meluas kemuka, kulit kepala, leher, dada, dan tungkai ; ruam
ini dapat menjadi bullosa dan mengalami insi sekunder. Lupus discoid murni (hanya
menifestasi kulit) tidak lazim pada anak. Erupsi kulit lainnya adalah macula
eritematosa atau lesi pungtata pada telapak tangan, telapak kaki, ujung jari,
ekstremitas atau batang tubuh ; ruam vesikulitis, livedo retikularis (tambalan
anyaman hitam) dan perubahan bantalan kuku. Lesi-lesi ulseratif yang macular dan
sering kali tidak nyeri dapat terjadi pada palatum dan membrane mukosa mulut dan
hidung. Purpura, kadang-kadang disertai dengan trombositopenia, dapat tampak pada
daerah yang menggantung atau yang terkena trauma. Kadang-kadang disertai eritema
nodosum dan eritema multiforme. Alopesia yang diakibatkan perandangan disekitar
folikel rambut dapat berupa tambalan, atau menyeluruh, dan rambut dapat menjadi
kasar, kering dan rapuh.
Arthralgia dan kekakuan sendi biasanya dijumpai dan sering terjadi pada
perubahan projektif. Kadang-kadang sendi yang terkena panas dan bengkak rasa
nyerinya mungkin lebih berat untuk yang diharapkan tanda-tanda klinis tersebut.
Nekrosis aseptic dapat mengenai tulang pada sejumlah tempat, terutama pada kaput
femoris. Tenosynovitis dan myositis dapat terjadi juga, seperti halnya Raynaud.
Peliserositis (pleuritis, pericarditis, dan peritonitis) adalah khas mdan menimbulkan
nyeri dada, precordial atau perut. Hepatosplenomegali dan limfadenopati generalisata
sering dujumpai. Keterlibatan jantung dapat dimanifestaasikan dengan berbagai
macam bising, bising gesek, kardiomegali, perubahan elektrografi, ata gagal jantung
kongestif, dengan miokarditis,pericarditis, atau endocarditis verposa (endocarditis
libman sacks, dikenal melalui eko kardiogram atau peada pemeriksaan otopsi) infark
miokardium dapat menyebabkan kematian pada penderita yang relative mudah,
termasuk anak-anak. Filterat parenkim paru dapat terjadi; tetapi infeksi harus
dikesampingkan, sebelum pneumonia dapat dianggap berasal dari SLE. Pneumonia
akut, perdarahan paru-paru, atau fibrosis paru yang kronis dapat terjadi. Kerterlibatan
sistem saraf dapat menyebabkan perubahan keperibadian, kejang-kejang, kecelakaan
serebrofaskuler, khorea, dan neuritis perifer. Manifestasi gastro intestinal meliputi
nyeri perut, muntah, diare, melena, dan bahkan infark usus akibat faskulitis.
Perubahan okuler dapat meliputi episkleritis, iritis, atau perubahan vaskuler retina
dengan perdarahan atau eksudat (benda-benda citoid). Kejadian-kejadian trombotik
yang mengenai atreri atau vena dapat terjadi, terutama pada penderita dengan
antibody anti fospolopid. Keterlibatan ginjal secara klinis sering dijumpai pada anak-
anak.

E. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan strategi
pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini seyogyanya
dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai.
Perlu dilakukanupaya pemantauan penyakit mulai dari dokter umum diperifer sampai
ke tingkat dokter konsultan, terutama ahli reumatologi.
a. Edukasi / Konseling
Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari
sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan perjalanan
penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah
aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi kulit
dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung atau
topi; melakukan latihan secara teratur. Pasien harus memperhatikan bila mengalami
infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau
terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ,
baik berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan.
Edukasi keluarga diarahkan untuk memangkas dampak stigmata psikologik akibat
adanya keluarga dengan SLE, memberikan informasi perlunya dukungan keluarga
yang tidak berlebihan. Hal ini dimaksudkan agar pasien dengan SLE dapat dimengerti
oleh pihak keluarganya dan mampu mandiri dalam kehidupan kesehariannya.
b. Program Rehabilitasi
Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan SLE
tergantung maksud dan tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalah
pemahaman akan turunnya masa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE
dibiarkan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Disamping itu
penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% per hari dalam kondisi imobilitas.
Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan kestabilan sendi. Modalitas •isik
seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri,
menghilangkan kekakuan atau spasme otot. Demikian pula modalitas lainnya seperti
transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup
besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot. Secara garis besar, maka tujuan,
indikasi dan tekhnis pelaksanaan program rehabilitasi yang melibatkan beberapa
maksud di bawah ini, yaitu: a. Istirahat b. Terapi •isik c. Terapi dengan modalitas d.
Ortotik e. Lain-lain.
2. Farmakologi
1. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg per hari s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon 1000 mg per 24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr,
jika membaik dilakukan tapering off).
2. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
3. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
4. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m
luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3
minggu.

F. Komplikasi
1. Seseorang yang menderita Lupus kemungkinan akan mengalami komplikasi
seperti :
2. Komplikasi akibat terapi steroid yang dijalani.
3. Diabetes
4. Tekanan darah tinggi
5. Peningkatan kolesterol
6. Obesitas yang menyebabkan serangan jantung
7. Penyakit ginjal
8. Infeksi
9. Lupus yang menyerang sistem saraf sentral
10. Penggumpalan darah atau komplikasi cardiovascular
BAB III
KASUS

A. Kasus
Seorang perempuan berumur 30 tahun datang berobat kepoli penyakit dalam
dengan keluhan utama nyeri sendi sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan pada
sendi-sendi tangan, pergelangan tangan, kaki, pergelangan kaki, dan lutut, yang
kadang-kadang disertai bengkak dan kaku dipagi hari selama 2 - 3 jam. Kadang-
kadang pada wajah dan leher timbul bercak kemerahan bila beraktifitas diluar dan
pasien dan terkena sinar matahari. Kejadian ini sudah 3 kali dalam kurun waktu 3
bulan terakhir. Pasien juga mengeluh cepat merasa lelah dan sering mengalami
sariawan.
Pasien mengatakan bahwa pada 3 bulan yang lalu pernah mengalami demam
yang tidak diketahui penyebabnya, namun kemudian menghilang dengan sendirinya.
Keluhan nyeri dada, sesak napas, nyeri perut, penurunan berat badan, gangguan BAB
atau BAK disangkal oleh pasien. Kadang-kadang pasien mengkonsumsi obat
antirematik untuk mengatasi nyeri pada sendi-sendinya.
Riwayat penyakit dahulu: pasien mengatakan sering terserang flu. Riwayat
penyakit keluarga : anggota keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. Riwayat
kebiasaan : pasien tidak merokok, minum alkohol, ataupun mengkonsumsi obat-obat
tanpa resep dokter.
Hasil pemeriksaan fisik : TD 130/80 mmHg, frekuensi Nadi 96 x/menit, frekuensi
nafas 20 x/menit, suhu 37o C. Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik. Hasil
pemeriksaan laboratorium : HB 10,5 g/dL, Ht 30 %, trombosit 140000 /mm3, LED 35
mm/jam, leukosit 4000 /mm3 . hasil usulan pemeriksaan laboratorium : Tes ANA
reaktif, pola homogeneus.
Dari hasil pemeriksaan tersebut dokter mendiagnosa pasien menderita penyakit
autoimun : SLE.
B. Askep
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM IMUN

Asuhan Keperawatan Pada Ny.A Dengan Gangguan Sistem Imun


Di Kamar…. Bed….
RSUD……

Nama Mahasiswa : Kelompok II


Tanda Tangan :
Tanggal Pengkajian : Tidak Terkaji
Tanggal Masuk Rs : Tidak Terkaji
No.Medical Record : Tidak Terkaji

1. pengkajian
A. BIODATA
a. Identitas Klien
Nama Klien : Ny.A
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin :P
Pendidikan : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Suku Bangsa : Tidak Terkaji
Status Perkawinan : Tidak Terkaji
Gol. Darah : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : SLE (Systemic Lupus Erithematosus)
Alamat : Tidak Terkaji
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tidak Terkaji
Umur : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Hubungan Keluarga : Tidak Terkaji

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama: Nyeri sendi
2. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Seorang perempuan berumur 30 tahun datang berobat kepoli penyakit dalam dengan
keluhan utama nyeri sendi sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan pada sendi-sendi
tangan, pergelangan tangan, kaki, pergelangan kaki, dan lutut, yang kadang-kadang
disertai bengkak dan kaku dipagi hari selama 2 - 3 jam. Kadang-kadang pada wajah
dan leher timbul bercak kemerahan bila beraktifitas diluar. Pasien dan terkena sinar
matahari. Kejadian ini sudah 3 kali dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Pasien juga
mengeluh cepat merasa lelah dan sering mengalami sariawan.
Pada 3 bulan yang lalu pasien pernah mengalami demam yang tidak diketahui
penyebabnya, namun kemudian menghilang dengan sendirinya. Keluhan nyeri dada,
sesak napas, nyeri perut, penurunan berat badan, gangguan BAB atau BAK disangkal
oleh pasien. Kadang-kadang pasien mengkonsumsi obat antirematik untuk mengatasi
nyeri pada sendi-sendinya.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sering terserang flu
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pemaparan dari keluarga pasien, tidak ada yang sakit seperti yang dialami
pasien saat ini.
D. Riwayat Imunitas
Tidak terkaji
E. Riwayat Sosial
Menurut pasien dirinya bukan seorang perokok, meminum alcohol, ataupun
mengkonsumsi obat-obat tanpa resep dari dokter.
F. Data Biologis
Tidak Terkaji
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Kesehatan
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Penampilan : Tidak Terkaji
c. Kesadaran : Tidak Terkaji
d. Orientasi : Tidak Terkaji
e. Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,0⁰C
BB : Menurun
TB : Tidak Terkaji

2. Sistem Pernapasan :
Inspeksi : Pasien terlihat lelah dan sesak napas
Palpasi : Nyeri dada
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultrasi : Tidak Terkaji
3. Sistem Kardiovaskuler :
Inspeksi : Konjungtiva terlihat anemis dan skelera tidak ikterik
Palpasi : Tidak Terkaji
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : Tidak Terkaji
4. Sistem Persepsi-Sensorik :
Tidak Terkaji
5. Sitem Penglihatan :
Tidak Terkaji
6. Sitem Perkemihan dan Genetalia :
Tidak Terkaji
7. Sistem Pencernaan :
Inspeksi :
Palpasi : Nyeri pada perut
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : Tidak Terkaji
8. Sistem Muskuloskeletal :
Inspeksi : adanya bengkak pada sendi-sendi tangan dan kaki
Palpasi : nyeri sendi-sendi tangan, pergelangan tangan, kaki, pergelangan kaki,
lutut dan terdapat kekakuan pada sendi.
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : Tidak Terkaji
9. Sistem Endokrin
Tidak Terkaji
11. Sistem Integumen
Inspeksi : Terlihat bercak kemerahan di area wajah dan leher pada saat
terkena sinar matahari
Palpasi : Tidak Terkaji
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : Tidak Terkaji

H. Data Psikologis
1. Pola Kognisi dan Persepsi Sensori
a. Status mental : Tidak Terkaji
b. Orientasi : Tidak Terkaji
c. Keadaan emosional : Tidak Terkaji
d. Bicara : Tidak Terkaji
e. Bahasa yang digunakan : Tidak Terkaji
f. Kemampuan membaca : Tidak Terkaji
g. Kemampuan interaksi : Tidak Terkaji
h. Pengetahuan tentang penyakitnya : Tidak Terkaji
i. Respon klien terhadap penyakitnya : Tidak Terkaji
2. Pola Konsep Diri
a. Gambaran Diri : Tidak Terkaji
b. Ideal Diri : Tidak Terkaji
c. Harga Diri : Tidak Terkaji
d. Peran Diri : Tidak Terkaji
e. Identitas Diri : Tidak Terkaji
3. Pola Peran-Berhubungan
Tidak Terkaji
4. Pola Seksual dan Seksualitas
Tidak Terkaji
5. Pola Mekanisme Koping
Tidak Terkaji
6. Pola Nilai Kepercayaan
Tidak Terkaji
I. Pemeriksaan Penunjang
No Nama Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
1. Laboratorium
Darah :
a. Hb a. a. 10,5 g/dL

b. HT b. b. 30%
c. Trombosit c. c. 140.000/ mm3
d. LED d. d. 35mm/jam
e. Leukosit e. e. 4000/mm3

Tes ANA reaktif


Pola homogeneus

J. Informasi Tambahan
Tidak Terkaji

2. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
Keperawatan
1.
DS : Pasien mengatakan Nyeri Akut
nyeri sendi sejak 2 Obat antirematik dan

bulan yang lalu. sinar matahari

DO :
Pengaturan imun
- Bengkak dan kaku
berubah
- TD : 130/80 mmHg
- RR : 20 x/menit
Kadar imunoglobin
serum

Antibodi bereaksi
dengan unsur nucleus
(ANA)

Membentuk kompleks
imun yang beredar dalam
sirkulasi

Kompleks imun
mengendap
menyebabkan aktifasi
komplement

Menyebabkan radang
artritis (radang sendi)

Poliartralgia (nyeri
sendi)

Nyeri
2. DS : Pasien Gangguan
mengatakan nyeri sendi Sinar matahari Kerusakan
sejak 2 bulan yang lalu. Integritas Kulit

Reaksi autoantibodi
DO :
melawan antigen nuklear
- Timbul bercak
kemerahan pada wajah
dan leher Timbunan kompleks
- Bengkak dan kaku imun

Merusak organ

Bercak kemerahan

Gangguan kerusakan
integritas kulit
3.
DS : Pasien mengatakan Intoleran Aktivitas
nyeri sendi sejak 2 SLE

bulan yang lalu


DO :
Antibodi bereaksi
- Cepat merasa lelah
dengan unsur nucleus
(ANA)

Membentuk kompleks
imun yang beredar dalam
sirkulasi

Kompleks imun
mengendap
menyebabkan aktifasi
komplement

Menyebabkan artritis
(radang sendi)

Poliartralgia (nyeri
sendi)

Intoleransi Aktivitas
DIAGNOSA KEPERAWATAN MENURUT PRIORITAS
No Diagnosa Tgl Tanda Tgl Tanda
Keperawatan Ditemukan Tangan dan Dipecahkan Tangan dan
(NANDA) Nama Jelas Nama Jelas

1. Nyeri akut b.d Kelompok I Kelompok I


Agen cidera
biologis d.d
Melaporkan nyeri
secara verbal, dan
Indikasi nyeri yang
dapat di amati
2. Gangguan Kelompok I Kelompok I
Kerusakan
Integritas Kulit b.d
Penurunan
imunologis d.d
Gangguan
permukaan kulit
3. Intoleran Aktivitas Kelompok I Kelompok I
b.d Imobilitas d.d
Menyatakan
merasa lelah dan
ketidaknyamanan
setelah beraktivitas
3. Rencana Tindakan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (NCP)
NAMA KLIEN : Ny. A
RUANG RAWAT : Tidak Terkaji

NO DX KEP PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri akut Jangka panjang: Setelah Observasi: Untuk menentukan
b.d Agen dilakukan keperawatan Lakukan tingkat nyeri pada
cidera selama 2 x 24 jam, pengkajian nyeri pasien.
biologis d.d diharapkan nyeri teratasi secara
Melaporkan Kriteria hasil : komprehensif
nyeri secara N Indikator I E meliputi lokasi,
verbal, dan o R R karakteristik,
Indikasi durasi, frekuensi,
1 Melaporkan 2 5
nyeri yang dan kualitas.
adanya nyeri
dapat di
2 Frekuensi nyeri 3 5
amati Mandiri: Bantu Untuk meningkatkan
3 Pernyataan nyeri 3 5
pasien kenyamanan pada
mengidentifikasi pasien
Jangka Pendek: Setelah tindakan
dilakukan keperawatan kenyamanan yang
selama 1 x 24 jam, efektif.
diharapkan nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Kolaborasi: Untuk menghindari
N Indikator I E Gunakan tindakan nyeri yang lebih berat
o R R pengendalian nyeri

1 Melaporkan 2 4 sebelum nyeri


NO DX KEP PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
adanya nyeri menjadi lebih berat.

2 Frekuensi nyeri 3 4
Penkes: Agar perawat mampu
3 Pernyataan nyeri 3 4
Instruksikan pasien melakukan tindakan
untuk peredaan nyeri pada
menginformasikan pasien
kepada perawat jika
peredaan nyeri
tidak dapat dicapai
2 Gangguan Jangka Panjang: Setelah Observasi: Untuk mengetahui
Kerusakan dilakukan keperawatan Monitor kulit akan tingkat kerusakan pada
Integritas selama 2 x 24 jam, adanya kemerahan kulit
Kulit b.d diharapkan integritas kulit
Penurunan klien utuh Mandiri: Kaji kulit Menentukan garis
imunologis Kriteria hasil : setiap hari. Catat dasar dimana
d.d N Indikator I E warna, turgor, perubahan pada status
Gangguan o R R sirkulasi dan dapat dibandingkan
permukaan 1 Temperatur 2 5 sensasi. Gambarkan dan melakukan
kulit jaringan sesuai lesi dan amati intervensi yang tepat.
yang diharapkan perubahan.
2 Pigmentasi 3 5
sesuai yang Kolaborasi: Untuk mempercepat
diharapkan Konsultasikan pada proses penyembuhan
3 Warna sesuai 3 5 ahli gizi tentang pada kerusakan yang
yang diharapkan makanan tinggi terjadi pada kulit
protein, mineral,
NO DX KEP PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Jangka Pendek: Setelah kalori dan vitamin.
dilakukan keperawatan
selama 1 x 24 jam, Penkes: Ajarkan Untuk mengurangi
diharapkan integritas kulit pasien untuk paparan sinar UV
klien utuh. membatasi kontak terhadap kulit pasien
Kriteria hasil : fisik yang terlalu
N Indikator I E lama dengan sinar
o R R matahari.
1 Temperatur 2 4
jaringan sesuai
yang diharapkan
2 Pigmentasi 3 4
sesuai yang
diharapkan
3 Warna sesuai 3 4
yang diharapkan
NO DX KEP PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
3 Intoleran Jangka Panjang: Setelah Observasi: Agar pasien ingin
Aktivitas b.d dilakukan keperawatan Evaluasi motivasi meningkatkan
Imobilitas selama 2 x 24 jam, dan keinginan aktivitasnya.
d.d diharapkan aktivitas klien pasien untuk
Menyatakan meningkat. meningkatkan
merasa lelah Kriteria hasil : aktivitas
dan N Indikator I E
ketidaknyam o R R Mandiri: Bantu Agar pasien dapat
anan setelah 1 Warna kulit 2 5 pasien untuk menyesuaikan pilihan
beraktivitas 2 Langkah 2 5 mengidentifikasi aktivitas sesuai dengan

berjalan pilihan aktivitas keadaan pasien

Jangka Pendek: Setelah Kolaborasi: Agar ketika pasien

dilakukan keperawatan Berikan pengobatan beraktivitas tidak

selama 1 x 24 jam, nyeri sebelum merasakan nyeri

diharapkan aktivitas klien aktivitas, apabila

meningkat. nyeri merupakan

Kriteria hasil : salah satu factor


penyebab
N Indikator I E
o R R
Penkes: Mengenali Untuk mencegah
1 Warna kulit 2 4
tanda dan gejala kondisi pasien yang
2 Langkah 2 4
Intoleran Aktivitas, memburuk
berjalan
termasuk kondisi
yang perlu
dilaporkan kepada
NO DX KEP PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
dokter

4. Kriteria Evaluasi
No DX Kep Kriteria Evaluasi
1. Nyeri Akut Menunjukkan Nyeri akut yang efektif, yang
dibuktikan oleh: Tidak ada nyeri sendi, tidak ada
bengkak, tidak kaku, tekanan darah dalam batas
normal, dan RR dalam batas normal.
2. Gangguan Kerusakan Menunjukkan Gangguan kerusakan integritas
Integritas Kulit kulit yang efektif, yang dibuktikan oleh: Tidak
ada nyeri sendi, tidak ada bercak kemerahan
pada wajah dan leher, tidak ada bengkak dan
tidak kaku.
3. Intoleran Aktivitas Menunjukkan Intoleran aktivitas yang efektif,
yang dibuktikan oleh: Tidak ada nyeri sendi dan
tidak merasa lelah.
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan salah satu penyakit autoimun
yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas. SLE dapat menyerang berbagai
sistem organ dan keparahannya berkisar dari sangat ringan sampai berat. Etiologi
belum dipastikan, secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-
metabolik, lingkungan dan genetik. Pencetus fungsi imun abnormal mengakibatkan
pembentukan antibodi yang ditujukan terhadap berbagai komponen tubuh. Tidak ada
suatu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnosis SLE. Masalah yang
paling sering dirasakan pasien adalah keletihan, gangguan integritas kulit, gangguan
citra tubuh dan kurang pengetahuan untuk mengambil keputusan mengenai
penatalaksanaan mandiri.
B. Kritik & Saran
Penyusun mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dalam
penulisan makalah ini.Penulis juga menginginkan adanya keikutsertaan mahasiswa
lainnya agar dapat mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari oleh seorang
perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. et.al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnose Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Tt. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Playfair, J.H.L. 2009. At A Glance Imunologi. Jakarta : Erlangga
Wallace, Daniel J. 2007. The Lupus Book Panduan Lengkap Bagi Penderita Lupus
dan Keluarganya. Yogyakarta: B-First

Anda mungkin juga menyukai