PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar terutama
penduduk usia muda. Orang - orang muda merupakan bagian dari suatu masyarakat yang
paling produktif. Namun sayangnya, keproduktifan yang dimiliki oleh rata - rata kaum muda
itu tidak termanfaatkan secara optimal disebabkan kurangnya arahan dan motivasi. Maka, yang
sering terjadi, alih - alih memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat luas, Sebagian
kaum muda itu malah menjadi beban bagi lingkungan di mana mereka tinggal. Permasalahan
remaja yang ada saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Sebutlah misalnya kenakalan
remaja (yang ditandai dengan dilakukannya tawuran, pemakaian alkohol dan narkoba serta
pergaulan bebas). Kondisinya semakin parah ketika kaum muda tadi lulus dari sekolah. Mereka
terjebak pada masalah pengangguran disebabkan minimnya lapangan pekerjaan dan ketidak-
mampuan untuk menciptakan pekerjaan. Bertambahlah deret pengangguran yang merupakan
salah satu faktor peningkatan angka kriminal. Dimana pengangguran yang ada saat ini di
dominasi oleh kaum muda/remaja -lebih ironis- diantaranya adalah lulusan perguruan tinggi.
Keadaaan ini sungguh ironis mengingat remaja adalah generasi harapan bangsa yang kelak
masa depan bangsa ada ditangan mereka. Ketika angka pengangguran yang meningkat
dikaitkan dengan jumlah angkatan kerja yang menganggur maka perlu dicari akar
permasalahan tersebut. Menurut penulis akar permasalahannya adalah kurangnya ketrampilan
hidup (life skill ) yang dimiliki seorang remaja dalam hal mendayagunakan dirinya (
berwirausaha ) dan paragdima berpikir generasi muda yang lebih ingin menjadi pegawai
sementara ketersediaan lapangan kerja di sektor formal sangatlah terbatas. Padahal,
kemampuan dan kreativitas generasi muda sebenarnya sangat tinggi.
Kita sering mengungkapkan statemen bahwasanya Masa remaja merupakan masa yang
penuh dengan permasalahan, ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu sebelum kita sring
mengungkapkan hal tersebut sejak awal abad ke-20 oleh bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley
Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu adalah bahwa masa remaja merupakan masa badai
dan tekanan (storm and stress). Selain itu juga masih banyak beberapa kalangan yang
menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, hal serupa diungkapkan
oleh Erickson dimana pada masa remaja merupakan masa krisis identitas dan pencarian jati
diri. Keadaan remaja yang sedang berproses kearah pencarian dan pembentukan diri ini kerap
menimbulkan konflik, hal itu akan terus terjadi karena adanya unsur ketidak-siapan seorang
remaja dalam menghadapai permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal
remaja tersebut. Ketidaksiapan remaja dalam mengatasi persoalan hidup tentu saja akan
berpengaruh negative bagi perkembangan diri maupun lingkungan sekitarnya, missal;
kehilangan orientasi tentang membangun masa depan, terjerumus ke dunia narkoba, minuman
alcohol, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya.
Apalagi jika dikaitkan dengan semakin pesatnya perkembangan IMTEK pada abad ini,
perlu ada penguatan baik secara in-formal, formal juga secara non-formal. Hal ini terkait pada
kemampuan untuk memfilterisasi informasi-informasi negative yang masuk dan terus
berkembang. Walaupun perkembangan yang terjadi merupakan kemajuan namun tidak
dipungkiri juga akan memunculkan dampak negative bagi remaja yang secara nota bene
sedang dalam masa pencaharian. Melihat kondisi remaja yang sangat rentan dengan konflik ini
maka perlu adanya perhatian khusus bagi semua kalangan untuk lebih serius dalam melakukan
pendekatan melalui program-program pendampingan dan pengembangan diri pada usia
remaja.
Berkaitan dengan klasipikasi usia remaja, terdapat beberapa pendapat seperti menurut
Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12 - 18 tahun. Monk, dkk (2000)
memberi batasan usia remaja adalah 12 - 23 tahun, sedangkan menurut Stanley Hall (dalam
Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12 - 23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan
para ahli juga dapat dilhat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa
remaja sangat variatif hal ini sangat berkaitan dengan kecakapan/ kemampuan remaja dalam
pemenuhan kapasitas diri sebagai sosok orang dewasa.
Dalam klasifikasi kelas umur, manusia memiliki empat kelas umur (KU), yaitu KU bayi
(infant), KU remaja (juvenile, sub adult), KU dewasa (adult) dan KU tua / manula (old).
Diantara empat kelas umur tersebut, kelas umur remaja yaitu kelas umur manusia yang penuh
dinamis, apakah kedinamisan itu muncul dari rangsangan dalam dirinya itu sendiri atau
rangsangan dari luar yaitu lingkungannya. Kondisi seperti ini merupakan kondisi yang rawan
dan apabila sukses dalam pembinaan dan pengarahannya tentu berdampak positif terhadap
kehidupan remaja itu sendiri. Namun, jika salah asuh, salah dalam pembinaan dan
pengarahannya dari para pihak yang terkait, misalnya orang tua, pendidik dan para ulama,
maka bisa berdampak buruk terhadap kehidupan remaja itu sendiri baik dalam kehidupan masa
kini maupun dalam kehidupan masa mendatang. Cita-cita dan harapan yang diinginkan para
orang tua, pendidik dan para ulama yaitu para remaja yang bisa meraih kesuksesan dalam
hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk mewujudkan cita-cita dan harapan tersebut, maka dalam makalah ini kami akan
menyampaikan pentingnya remaja untuk memiliki pemahaman mencapai kesuksesan dan
dalam menghadapi tantangan masa depan melalui pendekatan rasionalisasi dengan soft skills
(life skills) dan macam dari life skills itu sendiri pada bagian Spesific Life Skill adalah
Vocational skill (VS) Yaitu kecakapan vokasional (kecakapan kejuruan) artinya kecakapan
yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat.
B. Pengertian life skill
Pengertian Life Skill telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Muhaimin berpendapat bahwa
Life Skill adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau hidup dan berani menghadapi
problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif
dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.1 Anwar
berpendapat bahwa Life Skill adalah kemampuan yang diperlukan untuk berinteraksi dan
beradaptasi dengan orang lain atau masyarakat lingkungan dimana ia berada, antara lain
keterampilan dalam mengambil keputusan, pemecahan masalah, berpikir kritis, berpikir
kreatif, berkomunikasi yang efektif, membina hubungan antar pribadi, kesadaran diri,
berempati, mengatasi emosi dan mengatasi stress yang merupakan bagian dari pendidikan.2
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Life Skills Education in Schools, Life
Skills adalah berbagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku
positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan
dalam hidupnya sehari-hari secara efektif. 3 Sementara itu Tim Broad-Based Education
menafsirkan Life Skill sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani
menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian
secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu
mengatasinya. 4
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kecakapan hidup merupakan suatu ketrampilan
yang dimiliki oleh seseorang agar dapat menghadapi tantangan hidup di masa yang akan
dating.
Istilah model secara etimologi berarti pola (contoh, acuan, ragam).10 Secara terminologi,
definisi model telah dikemukakan oleh para ahli diantaranya: Model adalah sejumlah
komponen strategi yang disusun secara integratif, terdiri dari langkah-langkah sistematis,
aplikasi hasil pemikiran, contoh-contoh, latihan, serta berbagai strategi untuk memotivasi para
pembelajar.11 Model adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial.12 Model
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan dan membimbing pembelajaran di
kelas atau yang lain. 13
Pendidikan dalam arti sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan
yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dewasa dimaksud
adalah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, paedagogis
dan sosiologis. 14
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup
pribadi dan sosial yang memuaskan.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang dapat
memberikan bekal ketrampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja,
peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat. Kecakapan hidup ini
memiliki cakupan yang luas, berinteraksi antara pengetahuan yang diyakini sebagai unsur
penting untuk hidup lebih mandiri.
Kecakapan hidup mengacu pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang
untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat.
Kecakapan hidup merupakan kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan untuk
mengembangkan kerjasama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung
jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika
untuk terjun ke dunia kerja.17
Dari berbagai definisi di atas, penulis sepakat pada pengertian bahwa pendidikan
kecakapan hidup adalah kegiatan yang memberikan bekal kepada peserta didik untuk dapat
meraih tujuan hidupnya dan dapat bertahan menghadapi segala tantangan hidup di masa
mendatang. Maka dari itu dapat ditarik simpulan bahwa model pendidikan Life Skill adalah
sejumlah komponen yang dikembangkan secara integratif, terdiri dari langkah-langkah
sistematis, aplikasi hasil pemikiran, latihan serta berbagai strategi untuk membekali para
pelajar atau pembelajar agar memiliki kecakapan hidup.
Pendidikan Life Skill secara konseptual sejatinya merupakan salah satu fokus analisis
dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada kecakapan atau
keterampilan hidup untuk bekerja atau dalam kajian pengembangan kurikulum isu tersebut
dibahas dalam pendekatan studies of contemporary life outside the school atau curriculum
design focused on social functions activities. Dalam pendekatan kurikulum tersebut,
pengembangan Life Skill harus dipahami dalam konteks pertanyaan berikut: 1) Kemampuan
(Life Skill) apa yang relevan dipelajari anak di sekolah, atau dengan kata lain kemampuan apa
yang mereka harus kuasai setelah menyelesaikan satuan program belajar tertentu. 2) Bahan
belajar apa yang harus dipelajari sehingga ada jaminan bagi anak bahwa dengan
mempelajarinya mereka akan menguasai kemampuan tersebut. 3) Kegiatan dan pengalaman
belajar yang seperti apa yang harus dilakukan dan kemampuan-kemampuan apa yang perlu
dikuasainya. 4) Fasilitas, alat dan sumber belajar yang bagaimana yang perlu disediakan untuk
mendukung kepemilikan kemampuan-kemampuan yang diinginkan tersebut. 5) Bagaimana
cara untuk mengetahui bahwa anak didik benar-benar telah menguasai kemampuan-
kemampuan tersebut. Bentuk jaminan apa yang dapat diberikan sehingga anak-anak mampu
menunjukkan kemampuan itu dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Konsep Life Skill menjadi landasan pokok kurikulum, pembelajaran, dan pengelolaan
semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang berbasis masyarakat. Dan dalam
penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup seharusnya didasarkan atas prinsip empat pilar
pendidikan, yaitu: learning to know or learning to learn (belajar untuk memperoleh
pengetahuan) maksudnya adalah program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu
memberikan kesadaran untuk mau dan mampu belajar, learning to do (belajar untuk dapat
berbuat/melakukan pekerjaan) maksudnya adalah bahan belajar yang dipilih hendaknya
mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didiknya, learning to be (belajar
agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri) yaitu
mampu memberikan motivasi untuk hidup di era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke
masa depan dan learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang
lain).19
Apabila dipahami dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skill dalam konteks
kepemilikan occupational skill (kecakapan kerja) sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang.
Ini berarti bahwa program life skill dalam pemaknaan program pendidikan non-formal
diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri dan kepercayaan diri mencari
nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungan.
Berikut ini beberapa kelompok ketrampilan yang termasuk life skills menurut UNICEF
dan UNESCO:
1. LEARNING TO KNOW: Cognitive abilities
a. Keterampilan memecahkan masalah dan membuat keputusan
Ø Keterampilan mengumpulkan informasi
Ø Keterampilan mengevaluasi dampak pada masa depan dari keputusan yang dilakukan
pada saat ini pada diri sendiri dan orang lain
Ø Keterampilan menentukan solusi alternatif untuk sebuah masalah
Ø Keterampilan melakukan analisis terhadap pengaruh nilai dan sikap diri & orang lain
mengenai motivasi
b. Keterampilan berfikir kritis (critical thinking)
Ø Keterampilan menganalisis pengaruh sebaya dan media
Ø Keterampilan menganalisis sikap, nilai, norma-norma sosial, dan keyakinan; dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya
Ø Keterampilan mengidentifikasi informasi yang relevan dan sumber-sumber informasi
Ketiga faktor tersebut dapat dimulai dari sisi mana saja. Untuk memulai melakukan
pekerjaan menuju inti keberhasilan yang diinginkan terdapat tiga hal lagi yang harus dipahami,
yaitu :
1. Sistem nilai, Sistem nilai merupakan salah satu bagian dari pemahaman kita terhadap diri
dan lingkungan pekerjaan yang akan kita hadapi
2. Keyakinan, Setiap manusia yang akan melangkah ataupun melakukan pekerjaan harus
benar-benar memiliki keyakinan untuk bisa mencapainya.
3. Komitmen, Untuk selanjutnya bekerja akan selalu dituntut keseriusan kita untuk benar-
benar mau terus melaksanakan atau menyelesaikan apa yang kita kerjakan sampai tuntas dan
mencapai keberhasilan.
Dengan memenuhi syarat faktor-faktor dan unsur-unsur tersebut di atas, kita akan dapat
memasuki inti keberhasilan melalui etika kerja yang harus kita jalani. Pendidikan formal yang
merupakan bagian daripada hard skills, sadar atau tidak, faktanya menjadi tumpuan penuh bagi
remaja selaku anak didik untuk sukses menjalani pendidikan tersebut walau dengan cara
apapun termasuk cara-cara yang tidak dibenarkan secara peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Padahal, posisinya dalam pencapaian kesuksesan remaja atau anak didik hanya sekitar
15% (hard skills), sedangkan pembinaan remaja ke arah soft skills hampir kurang mendapatkan
perhatian.
2. Tujuan Khusus
Memberikan pelayanan pendidikan keterampilan hidup kepada warga belajar agar :
1. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki
dunia kerja baik bekerja mandiri (wirausaha) dan atau bekerja pada suatu perusahaan
produk/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2. Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya
yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.
3. Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri
maupun untuk keluarganya.
4. Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka
mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
5. Mempercayai dan Menghargai diri sendiri.
6. Komunikasi Interpersonal
7. Bersikap Tegas
8. Berpikir positif
9. Mengatasi Stress
10. Mengambil Keputusan dan Memecahkan Masalah
G. Perlunya Remaja Memiliki Life Skills Dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan
1. Kebutuhan Pendidikan Life Skill dalam Menunjang Program-program Pengembangan
dan Penguatan Remaja.
Berbicara mengenai Life Skill atau kecakapan hidup, dalam kehidupan sehari-hari
masih banyak kalangan yang mendefenisikan kecakapan hidup secara sempit, bahwa life
skill hanya dikaitkan dengan persoalan vokasional atau keterampilan kejuruan khusus
saja. Hal ini tentu berbeda dengan pengertian Life Skill yang diungkapkan oleh Pusat
Kurikulum, Balitbang Depdiknas yang mendefenisikan life skill dengan makna yang lebih
luas, dimana PUSKUR merujuk pendapat WHO (1997) yang mendefinisikan bahwa
kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan
berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan
dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif. Menurut badan WHO kecakapan
hidup mencakup lima jenis, yaitu:
1. Kecakapan mengenal diri
2. Kecakapan berpikir
3. Kecakapan sosial
4. Kecakapan akademik, dan
5. Kecakapan kejuruan.
Sementara Brolin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup
merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu
hidup mandiri. Pengertian kecakapan hidup tidak semata-mata memiliki kemampuan
tertentu (vocational job), namun juga memiliki kemampuan dasar pendukung secara
fungsional seperti: membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahkan
masalah (probelm solving), mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan
menggunakan teknologi (Dikdasmen, 2002).
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan
kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali seorang remaja dalam mengatasi
berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek
pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan
yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi
tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Dikaitkan dengan pengembangan
pendidikan kecakapan hidup pada remaja, jika diartikan secara luas Pendidikan kecakapan
hidup ini dapat menyentuh aspek-aspek kehidupan remaja seperti :
A. Aspek personal skill
Aspek ini menjangkau ruang pemahaman untuk mengenali diri (self awareness skill)
sehingga diharapkan remaja mampu berpikir rasional dalam setiap menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi (thinking skill). Kecakapan mengenal diri pada dasarnya
merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota
masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan juga kekurangan
yang dimiliki. Dengan demikian maka kecakapan ini dapat menjadi modal dalam
meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Kecapakan
berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi, mengolah,
dan mengambil keputusan (making decision) , serta memecahkan masalah (problem solving)
secara kreatif.
Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan utama pendidikan
kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu,
sanggup dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang.
Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan
dengan nilai – nilai kehidupan nyata, baik secara representatif maupun progresif. Adanya
pendidikan kecakapan hidup (Life Skill) bagi masyarakat marjinal ini akan memberikan
manfaat yang nyata baik secara pribadi peserta didik maupun terhadap masyarakat lainnya
yaitu :
1. Bagi peserta didik, akan dapat meningkatkan kualitas berfikir, kualitas kalbu, dan
kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan
pilihan – pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan, pengaruh,
prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang pengembangan diri, kemampuan
kompetitif dan kesejahteraan pribadi.
2. Bagi masyarakat, dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani dengan
indikator – indikator sebagai berikut : peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan
prilaku destruktif sehingga dapat mereduksi masalah – masalah sosial dan tumbuhnya
harmonisasi dalam masyarakat dengan memadukan nilai- nilai religi, solidaritas,
ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).
Orang tua yang memaksa anak-anaknya, perlu meluangkan waktu untuk mendengarkan
dan introspeksi. Anak-anak yang berhasil adalah anak-anak yang memiliki life skill, dan
bangsa yang yang menang adalah bangsa yang punya keterampilan untuk hidup dan cara
berpikirnya sehat. Negeri ini membutuhkan orang tua yang cerdas dan guru yang pendidik,
bukan pengajar yang sekedar memindahkan isi buku.
1. Membantu remaja mencapai tugas pertumbuhan dan perkembangan pribadi
— Pertumbuhan fisik
— Perkembangan mental
— Perkembangan emosional
— Perkembangan spriritual
2. Membantu remaja mencapai tugas pertumbuhan dan perkembangan sosial :
— Melanjutkan sekolah
— Mencari pekerjaan
— Memulai kehidupan berkeluarga
— Menjadi anggota masyarakat
— Mempraktekan hidup sehat
Oleh karena itu sangatlah perlu remaja memiliki Life Skills (keterampilan Hidup)
Dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan.
I. kesimpulan
Menurut definisi World Health Organization (WHO), life skills atau ketrampilan hidup
adalah kemampuan untuk berperilaku yang adaptif dan positif yang membuat seseorang dapat
menyelesaikan kebutuhan dan tantangan sehari-hari dengan efektif.
Para remaj dalam pemahaman etos kerja dan pemetaan bakat perlu mengenali dan
memahami delapan macam etos kerja dan bakat yang ada pada dirinya yang terus dibina dan
dikembangkan sehingga memberi fungsi dan peran penting dalam pengembangan life skills.
Tujuan Mempelajari Materi Life Skills (keterampilan Hidup) dalam menghadapi
Tantangan Masa Depan adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja tentang
Pendidikan keterampilan Hidup untuk di praktekkan agar bisa tumbuh dan berkembang secara
optimal serta dapat di pergunakan dalam menghadapi tantangan masa depan serta mengatasi resiko
kehidupan dalam rangka mewujudkan Tegar Remaja menuju Keluarga Kecil, Bahagia Sejahtera.
Tegar Remaja adalah remaja-remaja yang menunda usia pernikahan, berperilaku sehat, dan
menggapai cita-cita terlebih dahulu.
Orang tua yang memaksa anak-anaknya, perlu meluangkan waktu untuk mendengarkan
dan introspeksi. Anak-anak yang berhasil adalah anak-anak yang memiliki life skill, dan bangsa
yang yang menang adalah bangsa yang punya keterampilan untuk hidup dan cara berpikirnya
sehat. Negeri ini membutuhkan orang tua yang cerdas dan guru yang pendidik, bukan pengajar
yang sekedar memindahkan isi buku. Oleh karena itu sangatlah perlu remaja memiliki Life Skills
(keterampilan Hidup) Dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan.