Anda di halaman 1dari 2

Resume Buku Filsafat Umum oleh:

Nama : Ikbal Hakim (1192090049)


Kelas : I-B PGMI
Mata Kuliah : Pengantar Filsafat
Dosen Pengampu : Drs. Anas Salahudin, M.Pd

BAB 3
Akal dan Hati pada Zaman Yunani Kuno
Pelaku filsafat adalah akal, sedangkan musuhnya adalah hati (perasaan).
Pada dasarnya isi sejarah filsafat adalah pertarungan akal dan hati. Akal inilah yang
menghasilkan pengetahuan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati pada
dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik,
termasuk iman.
“Apakah sebenarnya bahan alam semesta ini?” adalah pertanyaan yang
diucapkan oleh Thales, dan iapun menjawab air, karena menurutnya air sangat
diperlukan dalam kehidupan, dan menurutnya bumi ini terapung di tasa air.
Jawaban tersebut berlandas kepada akal, bukan hati. Sedangkan Anaximander
berpendapat bahwa substansi pertama itu yang bersifat kekal dan ada dengan
sendirinya adalah udara, dengan alasan sumber segala kehidupan. Ini membuktikan
jika terdapat lebih dari satu kebenaran tentang satu persoalan. Sebab itulah teori
dalam berfilsafat ialah terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan,
bukan kongklusi. Disinilah terlihat bibit relativisme yang kelak dikembangkan oleh
orang orang sofis.
Menurut Heraclitus alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Itulah
sebabnya ia berpendapat jika yang mendasar dari alam semesta bukanlah bahanya
(stuff), melainkan prosesnya. Kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Hari ini 2 X 2
= 4, besok bisa saja bukan empat. Pandangan ini merupakan dasar sofisme.
Dalam bukunya yang berjudul The Way of Truth Parmanides bertanya: Apa
standar kebenaran dan apa ukuran reliatasnya? Bagaimana hal itu dapat dipahami?
Ia menjawabnnya: Ukuranya adalah logika yang konsistem. Ini menggambarkan
benar atau tidaknya pendapat diukur dengan logika.
Orang-orang sofis biasanya tidak disengangi oleh para filosof dikarenakan
mereka adalah orang-orang kurang terpelajar menjual kebijakan untuk memperoleh
materi. Kata “Sofis” sendiri berarti tipuan, hipkret, dan sinis. Pemikiran sofis saling
bertentangan, dalam moral pun mereka menganut sifat relatif; baik dan buruk
bersifat relatif. Salah seorang tokoh sofis adalah Protagoras yang mengatakan
bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Kebenaran itu bersifat pribadi sehingga
tidak ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan
teori-teori matika juga tidak dianggap kebenaran yang absolut.
Tiga proporsi yang diajukan oleh Gorgias. Pertama, tidak ada yang ada,
realitas itu sebenarnya tidak ada. Pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa
tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui karena
penginderaan bisa tertipu. Ketiga, sekalipun realitas dapat kita ketahui, hal tersebut
tidak dapat kita beri tahukan kepada orang lain, karena kata-kata hanya mempunyai
pengertian yang relatif.
Relativisme dihancurkan oleh Socrates. Ia adalah orang seorang penganut
moral absolut dan meyakini bahwa menegakan moral merupakan tugas filosof yang
berdasarkan pada idea-idea rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Ia harus
meyakinkan jika ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang,
meskipun sebagian kebenaran memang relatif. Menurut Bertens, ajaran Socrates
adalah untuk menentang relativisme dan menegakkan sains dan agama. Namun
sayangnya hal tersebut dianggap merusak pemuda dan menolak tuhan-tuhan negara
sehingga ia mendapat hukuman mati.
Pengetahuan umu itu ada, yaitu definisi, itulah yang dikatakan Socrates.
Sedangkan menurut muridnya yaitu Plato; pengertian umum itu sudah tersedia di
“sana” di alam idea.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles berfilsafat dengan sistem sistematis yang
sangat dipengaruhi oleh metode empiris. Ia dikenal sebagai Bapak Logika.
Logikanya disebut logika tradisional (disebut juga logika formal) karena nantinya
berkembang menjadi logika modern. Pemikiran filsafat Aristoteles lebih maju
dengan menggunakan dasar-dasar sains. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia
percaya pada Tuhan, ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita mencontoh kesana
untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.
Sampai sini akal dan hati kedua-duanya menang. Akal dan hati, rasio dan
iman, filsafat dan agama sama-sama menang. Namun keadaan tersebut tidak
bertahan lama. Sepeninggal Socrates, filsafat semakin lama semakin merosot
dominasinya dan digantikan oleh Helenisme, yaitu antara budaya Yunani dan Asia
Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir. Seseorang dikatakan Hellene bila ia
berbicara dan menggunakan budaya Yunani, dimanapun ia berada.

Anda mungkin juga menyukai