Disusun Oleh
Kelompok 1 :
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk
debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah cukup untuk
tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya
2
dapat diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan
sedini mungkin.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma adalah sekelompok gangguan gangguan
yangbmelibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segalah akibatnya.
(Indriana dan N Istiqomah; 2004).
Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta
defak lapang pandang yang khas. (Tamsuri A; 2010)
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala
peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan
penggaungan atau pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi
syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
(Martinelli; 1991 dan Sunaryo Joko Waluyo; 2009)
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Dwindra M; 2009).
B. Etiologi
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi
penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko
timbulnya glaukoma antara lain riwayat glauakoma pada keluarga, diabetes
melitus dan pada orang kulit hitam
C. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor
aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar
4
humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan
kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap
normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz
(aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg,
diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang
tinggi akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf
optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara
bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul
penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
1. Gangguan perdarahan pada pupil yang menyebabkan deganerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik.
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah
sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
3. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum
jelas.
5
D. Pathway
Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid jangka
panjang, miopia, trauma mata.
Nyeri
Gangguan persepsi
sensori:
pengelihatan
Kebutaan
6
E. Klasifikasi
1. Glaukoma primer
7
2. Glaukoma sekunder
3. Glaukoma kongenital
8
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri
9
b. Gonioskopi
H. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka
sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan
suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang),
mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata
yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan
hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20%
intravena. Humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase
seperti acetazolamide (Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop),
methazolamide (Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan
10
dengan memberikan agens penyekat beta adrenergik seperti latanoprost
(Xalatan), timolol (Timopic), atau levobunolol (Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan.
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan
TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau
kostikosteroid untuk reaksi radang
Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka
saluran schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan
mudah. Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan
laser trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(Pemasanag selaput beku).
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan
kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
glaukoma merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak
permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan
adanya pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan
kehilangan pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa
pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.
I. Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada
kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan
ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan
11
rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang
dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untukmenekan
fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan rasa sakit.
J. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Berisi nama, usia (glaukoma primer terjadi pada individu berumur >
40 tahun), jenis kelamin, alamat, ras (kulit hitam mengalami
kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih),
pekerjan (terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata)
dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang
pandang dan mata menjadi kabur.
b) Riwayat kesehatan sekarang: Pasien biasanya mengatakan
matanya kabur dan sering menabrak, gangguan saat membaca
c) Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata
sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin
(menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan
Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d) Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang
menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
3) Pengkajian Psikososial
Kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,
berkendaraan.
12
b. Pola kebutuhan sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat : Perubahan aktivitas atau hobi sehubungan
dengan gannguan penglihatan
2) Makanan/cairan : Kaji apakah terdapat mual atau muntah.
3) Neurosensori : Gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas, tampak
lingkaran cahaya atau pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, perubahan penggunaan kacamata atau pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan, papil menyempit dan merah, mata keras
dengan kornea berawan, peningkatan air mata, sinar terang
menyebabkan silau dan fotofobia.
c. Nyeri/kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan, mata berair, nyeri tiba-
tiba, berat atau menetap, tekanan pada sekitar mata dan sakit kepala
d. Penyuluhan/Pembelajaran : Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan
sistem vaskuler. Riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
(peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, terpajan pada
radiasi, steroid/toksisitasfenotiazin.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar
keluar dari iris.
Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang
pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan
menurun secara bertahap.
Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding
mata yang lain.
f. Pemeriksaan diagnostic
13
Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah
timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula)
maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat,
sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya
sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)
2. Diagnosa
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIO
2) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
serabut saraf oleh karena peningkatan TIO.
3) Ansietas berhubungan dengan :
a) Penurunan ketajaman penglihatan
b) Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan post tuberkulectomi iriodektomi.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi.
3. Intervensi
keperawatan
14
membaik nyeri terhadap
2. Melaporkan kehidupan sehari-
kepuasan hari (tidur, nafsu
terhadap makan)
kontrol nyeri 3. Tentukan tingkat
3. Menunjukkan kebutuhan pasien
kepuasaan yang dapat
terhadap memberikan
kontrol nyeri kenyamanan pada
Kontrol nyeri pasien dan rencana
1. Pasien keperawatan
mengetahui 4. Menyediakan
serangan nyeri informasi tentang
2. Pasien nyeri, contoh
mengetahui penyebab nyeri,
gejala-gejala bagaimana
nyeri terjadinya,
3. Menggunakan mengantisipasi
tindakan ketidaknyamanan
preventif 5. Menyediakan
Tingkat nyeri analgesik yang
1. Keluhan nyeri dibutuhkan dalam
2. Ekspresi wajah mengatasi nyeri
terhadap nyeri 6. Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalaman
terhadap nyeri
7. Menyediakan
informasi yang
adekuat untuk
meningkatkan
pengetahuan
keluarga terhadap
nyeri
8. Menyertakan
keluarga dalam
mengembangkan
metode
mengatasai nyeri
9. Monitor kepuasan
klien terhadap
manajemen nyeri
yang diberikan
dalam interval
yang ditetapkan
15
2 Gangguan persepsi Setelah dilakukan Peningkatan
sensori visual / asuhan Komunikasi: Defisit
penglihatan keperawatan selama Penglihatan
berhubungan …. X 24 jam, Intervensi :
dengan serabut diharapkan 1. Kenali diri sendiri
saraf oleh karena gangguan persepsi ketika memasuki
peningkatan TIO sensori teratasi ruang pasien
dengan indikator: 2. Menerima reaksi
Kompensasi pasien terhadap
Tingkahlaku rusaknya
Penglihatan: penglihatan
1. Pantau gejala 3. Catat reaksi pasien
dari semakin terhadap rusaknya
buruknya penglihatan (misal,
penglihatan depresi, menarik
2. Posisikan diri diri, dan menolak
untuk kenyataan)
menguntungkan 4. Andalkan
penglihatan penglihatan pasien
3. Ingatkan yang yang tersisa
lain untuk sebagaimana
menggunakan mestinya
teknik yang 5. Gambarkan
menguntungkan lingkungan kepada
penglihatan pasien
4. Gunakan 6. Jangan
pencahayaan memindahkan
yang cukup benda-benda di
untuk aktivitas kamar pasien
yang sedang tanpa
dilakukan memberitahu
5. Memakai pasien
kacamata 7. Identifikasi
dengan benar makanan yang ada
6. Merawat dalam baki dalam
kacamata kaitannya dengan
dengan benar angka-angka pada
7. Menggunakan jam
alat bantu 8. Sediakan kaca
penglihatan pembesar atau
yang lemah kacamata prisma
sewajarnya untuk
membaca
Manajemen
Lingkungan
Intervensi :
16
1. Ciptakan
lingkungan yang
aman untuk pasien
2. Hilangkan bahaya
lingkungan (misal,
permadani yang
bisa dilepas-lepas
dan kecil, mebel
yang dapat
dipindah-
pindahkan)
3. Hilangkan objek-
objek yang
membahayakan
dari lingkungan
4. Lindungi dengan
sisi rel/ lapisan
antar rel,
sebagaimana
mestinya
5. Kawal pasien
selama kegiatan-
kegiatan dibangsal
sebagaimana
mestinya
6. Sediakan tempat
tidur tinggi-rendah
yang sesuai
7. Sediakan alat-alat
yang adaptif
(misal, bangku
untuk melangkah
atau pegangan
tangan) yang
sesuai
8. Susun perabotan di
dalam kamar
dalam tatakan
yang sesuai yang
bagus dalam
mengakomodasi
ketidakmampuan
pasien ataupun
keluarga
9. Tempatkan benda-
benda yang sering
17
digunakan dekat
dengan jangkauan
10. Manipulasi
pencahayaan
untuk kebaikan
terapeutik
11. Batasi
pengunjung
Pengawasan:
Keamanan
1. Pantau perubahan
fungsi fisik atau
kognitif pasien
yang
menyebabkan
perilaku yang
membahayakan
2. Pantau lingkungan
yang berpotensi
membahayakan
keamanan
3. Tentukan derajat
pengawasan yang
dibutuhkan pasien,
berdasarkan
tingkat, fungsi dan
kehadiran bahaya
dalam lingkungan
4. Sediakan tingkat
pengawasan yang
sesuai untuk
memantau pasien
dan memberikan
tindakan
terapeutik, jika
dibutuhkan
5. Tempatkan pasien
pada lingkungan
yang paling
terbatas yang
menyedikan level
yang dibutuhkan
untuk observasi
6. Mulai dan
pertahankan status
pencegahan pada
18
resiko tinggi dari
bahaya yang
dikhususkan untuk
pengaturan
perawatan
7. Komunikasikan
informasi tentang
resiko pasien pada
perawat lainnya
19
menjelaskan pasien, sesuai
metode untuk dengan kondisi
mencegah injuri/ fisik dan fungsi
cidera kognitif pasien
Klien mampu dan riwayat
memodifikasi penyakit
gaya hidup untuk terdahulu pasien
mencegah injuri 3. Kaji status
neurologis
4. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
tujuan dari
metode
pengamanan
5. Libatkan
keluiarga untuk
mencegah
bahaya jatuh
6. Observasi tingkat
kesadaran dan
TTV
7. Dampingi pasien
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di
rencanakan dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien
tergantung pada kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi peredaan
nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat,
pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.
5. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua
tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status
kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan hasil prektik klinik laboratorium keperawatan, maka ada
beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi pasien:
1. Bagi pasien
Pemerliharan lingkungan serta pola makan yang teratur dan menjaga
kebiasaan hidup sehat dan bersih perlu dilakuakan untuk menghindari
penyakit ini.Penanganan yang tepat dan cepat dapat membantu pemulihan
pasien serta mengindari terjadi komplikasi dari penyakit tersebut.
2. Bagi perawat
Pengkajian yang menyeluruh dan komperhensif perlu dilakuakn untuk
mengevalusai masalah yang dialami pasien. Pengkolaborasian dengan tim
kesehatan yang dapat membatu penanganan masalah pasin perlu dilakuakn
guna peningkatan derajad kesehatan pasien.
3. Bagi mahasiswa
Pemahaman landasan teori yang ada perlu dilakuakan agar tidak terjadi
kerancuan dari penegakan diagnose yang ada.
21
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka
Sarwana Prawirohardjo.
https://www.academia.edu/29464373/Askep_Hiperbilirubinemia_Aplikasi_Nanda
https://www.academia.edu/15618505/Laporan_Pendahuluan_Hiperbilirubin_pada
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2016/06/asuhan-keperawatan-
https://drive.google.com/file/d/0Bzg8GnLmhIh5THNyNlEtcUNjbU0/view
22