Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan


agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi
oksigen pada sebagaian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak
dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Kelenjar
tiroid tidak essensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan
perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada
anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardi, tremor, dan
kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid
(Thyroid stimulating hormon = TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi
hormon tropik ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar
hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui
mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan-
perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyesuaian
kecepatan sekresi tiroid.

Dalam system endokrin terbagi atas dua bagian yaitu system endokrin dan
system eksokrim. System eksokirm merupakan system yang mengeluarkan enzim
pada permukaan tubuh seperti kulit, dan dinding pembuluh darah. System endokrin
membahas tentang system pengeluaran enzim ke dalam organ- organ dalam tubuh
seperti ginjal, hati, pancreas, pembuluh darah, dll. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh system endokrin ini diantaranya adalah hipotiroidisme. Merupakan
salah satu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kelenjar tyroid dalam
menghasilkan hormone T3 ( triodotironin ) dan t4 (tiroksin). Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit autoimun yang dapat menyerang pada manusia utamanya

1
pada laki-laki. Penyakit ini juga salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
kematian pada stadium lanjut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan penyakit hiporthyroid?
2. Menjelaskan penyakit hiperthyroid?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyakit hipothyroid
2. Untuk mengetahui penyakit hiperthyroid

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. HIPOTHYROID
1. PENGERTIAN

Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang


diakibatkan oleh kehilangan hormon tiroid (Baradero,2009).

Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah
satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid, dengan akibat terjadinya
defisiensi hormon tiroid dalam darah, ataupun gangguan respon jaringan terhadap
hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.

Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon


tiroid yang abnormal rendahnya. Ada banyak kekacauan – kekacauan yang
berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-kakacauan ini mungkin langsung atau tidak
langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang
tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh.

2. ETIOLOGI
a. Hashimoto’s Tiroiditis
Adalah penyakit autoimun dimana system imun tubuh secara tidak memadai
menyerang jaringan tiroid. Sebagian kondisi ini diperkirakan mempunyai
suatu basis genetik.
b. Lymphoctic Thiroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
Thyiroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan
disebabkan suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu
lymphocyte, kondisinya di rujuk sebagai lymphoctic thiroiditis.
c. Kekurangan Hormon Tiroid

3
Kebutuhan yodium bagi tubuh relatife sangat kecil, namun tetap harus
terpenuhi. Kelenjar gondok (tiroidea) menghasilkan hormon tiroid yang
prosesnya memerlukan unsure yodium. Sealin itu hormon tiroid, kelenjar
gondok menghasilkan hormon pertumbuhan, sebagai pengatur metabolisme
protein, lemak dan masih banyak fungsinya.
Pada ibu hamil jumlah yodium adalah 200 µg. dalam keaadan dimana ibu
hamil sudah mengalami gangguan tiroid sebelumnya akibat kekurangan
yodium, maka kehamilan ini berakibat memperberat penyakit gangguan
kelenjar tiroid tersebut.
d. Terapi Radiasi
Radiasi yang digunakan untuk terapi kanker kepala dan leher dapat
mempengeruhi kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan hipotiroid.

3. PATOFISIOLOGIS

Pada kehamilan dengan hipotiroid, kebutuhan hormon tiroksin akan


meningkat sehingga dapat terjadi hipotiroid. Hal ini mengakibatkan timbulnya
mekanisme umpan balik (feedback mechanism) yang meningkatkan produksi
TSH untuk merangsang pelepasan tiroksin pada kelenjar tiroid. Rangsangan TSH
terus-menerus pada kelenjar tiroid yang tidak mendapat cukup suplai untuk
produksi hormon tiroksin berakibat pada hiperplasia kelenjar tiroid. Akibat
berulangnya episode hiperplasia, involusi dapat terjadi berbagai bentuk
degenerasi seperti fibrosis, nekrosis, kalsifikasi pembentukan kista yang
menampakkan diri sebagai struma nodosa. Penyebab hipotroid primer umumnya
meliputi tiroiditis autoimun seperti tiroiditis Hashimotho’s, penyebab iatrogenik
seperti radiasi atau pembedahan, hipotiroid kongenital, obat - obatan seperti
lithium atau amiodaron, defisiensi yodium, dan penyakit-penyakit infiltratif.
Hipotiroidisme sekunder dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus atau
hipofisa (Sheehan disease).

4
Hipotiroidisme pada kehamilan berkaitan erat dengan perkembangan otak
janin. Hal ini karena sebelum dilahirkan bayi sangat bergantung pada hormon
tiroid dari ibunya sebelum kelenjar tiroid bayi dapat berfungsi. Karenanya
kehamilan dengan hipotiroid dapat berakibat terjadinya retardasi mental. Pada ibu
sendiri, hipotiroid meningkatkan kerja kelenjar tiroid. Sementara suplai yodium
tidak mencukupi, maka terjadi hiperplasia kelenjar berulang. Akibatnya dapat
timbul goiter atau struma nodulus dengan manifestasi berupa benjolan pada
daerah leher (gondok). Manifestasi klinis dari hipotiroidisme seperti metabolisme
menurun, obstipasi, lesu, anoreksia, BB meningkat, dapat berisiko terjadinya
abortus, peningkatan tekanan darah dan prematuritas.
Pathway:
Etiologi
(Hashimoto’s Tiroiditis, Lymphoctic Thiroiditis, Terapi Radiasi)

Penekanan produksi hormone tiroid

TSH merangsang Laju BMR lambat Akloridia


kelenjar tiroid untuk
mensekresi Nutrisi tubuh kurang Penurunan motilitas
usus
Kelenjar tiroid Ketidakseimbangan
membesar Nutrisi: Kurang dari Penurunan fungsi
kebutuhan tubuh GI
Menekan struktur di
leher Konstipasi

Gangguan respirasi Merangsang Bradikardi


hipotalamus
Depresi Ventilasi Penurunan volume
sekuncup

5
Ketidakefektifan Pola
Nafas Suhu tubuh meningkat Penurunan Curah
Jantung
Hipertermi

Energi tidak terbentuk

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

4. TANDA DAN GEJALA

Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya :


a. Cepat lelah
b. Suara serak
c. Sesak nafas
b. Warna kulit menjadi kekuningan terutama daerah periorbital, kulit rasa
kering
c. Rambut rontok
d. Gangguan tidur
e. Lamban bicara
f. Mudah lupa
g. Obstipasi
h. Metabolisme rendah menyebabkan: bradikardia, tak tahan dingin, anoreksia.
i. Psikologis: depresi.
j. Reproduksi: oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat.

Keadaan klinis yang dapat ditentukan adalah gerakan janin yang jarang yaitu
secara subyektif kurang dari 7 x per 20 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 x per 20 menit.

6
Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak
proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-
konsekuensi yang meluas untuk tubuh.

Penderita hipotiroid jarang terjadi hamil karena biasanya tidak terjadi ovulasi.
Walaupun demikian, seorang cebol (cretin) dan penderita miksoedema dapat
menjadi hamil. Biasanya kehamilan berakhir dengan abortus, sehingga tidak
jarang wanita menderita abortus habitualis. Selain itu kemungkinan cacat bawaan
dan cretinismus janin lebih besar. Diagnosis berdasarkan gejal-gejala klinis
seperti pembengkakan kulit di sekitar mata (non-pitting-oedema), kulit kering,
lekas letih, suara serak dan lidah besar.

5. PENATALAKSANAAN

Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran
hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi
semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid
bisa diberikan secara intravena.

Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu


dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah
hormon tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan
(diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).

Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis
rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang
serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal.
Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.

7
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti
hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan
saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

6. KOMPLIKASI

Wanita hamil yang menderita hipotiroid berpotensi mengalami komplikasi


pada kandungannya seperti kematian janin dalam kandungan, bayi lahir prematur,
hipertensi pada saat hamil, kerusakan plasenta, dan masalah pada bayi yang
dilahirkannya.

Pada umumnya, bayi dari wanita hipotiroid terlihat sehat tanpa gangguan
fungsi tiroid, namun pada beberapa penelitian diketahui bahwa bayi yang lahir
dari ibu hipotiroid mempunyai risiko kematian setelah kelahiran yang lebih
tinggi.

Bayi dari ibu hipotiroid juga berisiko tinggi mengalami cacat bawaan,
memiliki berat badan rendah dan berkurangnya fungsi intelektual jangka panjang.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya pemeriksaan hipotiroid, umumnya didapatkan benjolan
(goiter). Hal–hal yang dinilai adalah:
1) Jumlah nodul : soliter atau multiple
2) Konsistensi : lunak, kistik, keras, sangat keras
3) Nyeri pada penekanan : ada/tidak
4) Pembesaran kelnjar getah bening di sekitar tiroid ada/tidak.
5) Didapatkan refleks tendon yang menurun.

8
Pada pemeriksaan fisik kulit terasa kasar, kering, dan dingin. Suara
agak serak, lidah tebal, tekanan darah agak tinggi, kadang-kadang terdengar
ronkhi. Refleks fisiologis, daya pikir dan bicara agak lambat. Sering dijumpai
retensi cairan pada jaringan longgar. Pada kondisi yang berat dapat timbul
hipotermi, hipoventilasi, bradikardi, amenorea dan depresi.

b. Laboratorium
Diagnosa pasti didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium TSHs &
T4. Bila memungkinkan dapat pula dengan T3. Karakteristik pemeriksaan
laboratorium pada hipotiroid adalah :
1) Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar T4
rendah.
2) Hipotiroidisme subklinis ditandai dengan kadar TSH dan T4 bebas yang
tinggi,T3dalam batas normal.
3) Untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hipotiorid atau tidak
maka perlu dilakukan skrining laboratorium yaitu dengan melakukan
pemeriksaan TSHs dan anti TPO.

B. HIPERTHYROID
1. PENGERTIAN

Hipertiroid adalah suatu gangguan yang terjadi karena kelenjar tiroid


memproduksi hormon tiroid lebih banyak dari yang tubuh butuhkan. Hipertiroid
dalam kehamilan disebabkan karena stimulasi hebat kelenjar tiroid oleh hCG dan
biasanya terbatas pada 12-16 minggu pertama kehamilan.

Hipertiroid terjadi pada 0,1-0,4% kehamilan dan didefinisikan sebagai level


TSH serum dibawah angka normal di tiap trimester dengan peningkatan level T3

9
atau T4 atau keduanya. Penyebab tersering adalah Grave’s disease. Penyebab lain
meliputi gestational transient thyrotoxicosis, multinodular goiter, dan thyroiditis.

Tanda dan gejala yang timbul akan sangat membantu klinisi dalam
menegakkan diagnosis. Goiter difusa, ophthalmopathy, dengan serum thyroid
hormone receptor antibody (TRAb) positif mengarahkan diagnosis ke Grave’s
disease.. Transient gestational thyrotoxicosis lebih umum terjadi pada wanita
dengan morning sickness, terutama kelompok wanita dengan gejala yang lebih
hebat yaitu hyperemesis gravidarum.

2. PATOFISIOLOGIS
Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit
Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi
penyakit Grave tidak diketahui secara pasti.

Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya, diduga banyak


faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini.
Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat
menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis
Hashimoto) atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit
Grave).

Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu :


a. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar
tiroid) karena pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas
humoral.
b. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang
menimbulkan imunitas seluler.

Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating


Antibody (TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Sekarang

10
telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya
penyakit Grave, antara lain :
a. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)
b. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)
c. Human Thyroid Stimulator (HTS)
d. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)
e. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)

Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada


membran sel folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan
biosintesis hormon tiroid. Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada
penyakit Grave berdasarkan hasil penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979),
yang menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas sel T supresor pada penyakit
Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan pula bahwa pada penyakit
Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper.

Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan
sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau
sebaliknya sebagai supresor dalam menekan produksi antibodi tersebut.

Tergantung pada tipe sel T mana yang paling dominan, maka produksi
antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau supresi.
Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah
diketahui selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan
adanya peran Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B
dan D. Grumet dan kawan- kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya
HLA-B8 pada 47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi
haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh peneliti-peneliti
lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8 pada
penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan

11
(1985) menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik,
emosi, struktur keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak
terbukti berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik
perhatian bahwa penyakit Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan
trimester pertama, sehingga insiden tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan
akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester pertama. Sampai sekarang
faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti.

Pada usia kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai


kecenderungan untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pada periode
postpartum. Tidak jarang seorang penderita penyakit Grave yang secara klinis
tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme pada awal kehamilan.
Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester ketiga,
respons imun ibu akan tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan
remisi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama
kehamilan.

Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga
disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan
faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta
sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor
supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat menerangkan mengapa terjadi
eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi
peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan
postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang
dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa
5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis
postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan dengan manifestasi klinis berupa
hipertiroidisme transien diikuti hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan
spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3

12
serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat rendah (0 – 2%). Titer
antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya
berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan
kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya
tiroiditis postpartum diduga merupakan “rebound phenomenon” dari proses
otoimun yang terjadi setelah melahirkan.

3. TANDA DAN GEJALA

Hipertiroid pada kehamilan secara keseluruhan menunjukkan manifestasi yang


sama dengan hipertiroid pada wanita yang tidak hamil.13 Perbedaan signifikan
yang terjadi pada hipertiroid dalam kehamilan karena efeknya yang dapat
mengenai ibu dan anak.
Gejala Hipertiroid yang umum ditemui pada pasien dewasa antara lain:
a. Hiperaktivitas
b. Irritable
c. Dysphoria
d. Palpitasi
e. Mudah merasa lelah dan lemah
f. Penurunan berat badan
g. Diare
h. Polyuria
i. Oligomenorrhea

Tanda-tanda hipertiroid yang umumnya dapat ditemukan antara lain:


a. Tachycardia
b. Tremor
c. Goiter
d. Kulit lembab dan hangat
e. Kelemahan otot

13
Pada keadaan hipertiroid ada kemungkinan pasien jatuh ke dalam keadaan
Badai Tiroid (Thyroid Storm). Badai Tiroid adalah tirotoksikosis yang dapat
berakibat fatal, hingga saat ini belum diketahui dengan jelas pencetus dari badai
tiroid. Badai Tiroid ditandai ditandai dengan keadaan hypermetabolik dalam
kehamilan. Dampak dari badai tiroid ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
jantung dan diikuti dengan keadaan hipertensi pulmonal dan gagal jantung.

4. PENATALAKSANAAN

Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap


wanita hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada
pilihan antara penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan.
Namun obat-obat anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan
pertama.

a. Obat-obat anti tiroid

Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida


yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses
yodinasi molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif
dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas
sel T limfosit kelenjar tiroid.

Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka
respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid
habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid
tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada
umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan
keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan.

Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan pada


wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan

14
dibandingkan metimazol antara lain :
1) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping
menghambat sintesis hormon tiroid.
2) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena
PTU mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan
aplasia cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada
pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan.

Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU


dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100
sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan
dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya
diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan
eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu
diberikan 50 mg 2 kali sehari.

Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk


memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester
kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin.
Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan
faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa
dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian
400 mg PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme.

Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan masih dapat ditolerir


oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4 dan
T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara
spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi
hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi

15
selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan
pemberian obat-obat anti tiroid.

Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi


penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat
menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu
dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200
mg perhari).

Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan perlindungan


terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.
Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin
karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau
mendapat pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat.
Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan panduan
pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan
diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam.

Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini
berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU
didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan
kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula
mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan
mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu
metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah
pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah
dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU
yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini
tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus.

16
Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan
pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari.
Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid
neonatus.

b) Beta bloker
Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat
menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan
respons terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonates.
Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama
jangka panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian
cukup banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada
wanita hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian
tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap
6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7
hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin
(efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan
yodida jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan
hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5
tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

c) Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir
trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus
spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain
:
1) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat
pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
2) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,
hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.

17
3) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.

Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif


terhadap obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam
mengontrol keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik
akibat penekanan struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan
hipertiroisme harus dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid
untuk menghindari terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya
diawasi secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila
ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi
hormon tiroid.

5. KOMPLIKASI

Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu


maupun janin dan bayi yang akan dilahirkan.

Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :


a. Komplikasi terhadap ibu
1) Payah Jantung
Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan
morbiditas ibu yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang
pasti tentang terjadinya perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme
masih simpang siur. Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka
panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan
kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon tiroid
dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Pengaruh langsung :
Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan
kronotropik positip pada miokard melalui beberapa cara :

18
b) Komponen metabolisme :
1. Meningkatkan jumlah mitokondria
2. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang
menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat
3. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard
4. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi
interaksi aktin-miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi
miokard
5. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga
meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin.

c) Komponen simpul sinoatrial


Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter
jaringan atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini
menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi atrium.

d) Komponen adrenoreseptor :
Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung
bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap
interkonversi reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan
penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor alfa.

Pengaruh tidak langsung :


a) Peningkatan metabolisme tubuh :
Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat
dimana terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat
(hiperdinamik), denyut jantung meningkat sehingga curah jantung
bertambah.

19
b) Sistem simpato-adrenal :
Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan
aktifitas sistem simpato-adrenal melalui cara :
1. Peningkatan kadar katekolamin
2. Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin
Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu
istirahat, dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu
sendiri.

Disfungsi ventrikel akan bertambah berat bila disertai dengan


anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering
terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan kawan-kawan
menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita
hamil hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester
terakhir.

2) Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil
dengan hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena
adanya faktor-faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif
termasuk bedah Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat
pula terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak
terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut
laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme
hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan
anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak
terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan. Krisis tiroid ditandai
dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan hiperpireksia. Suhu

tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan, agitasi,


takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus

20
dan dehidrasi.

3) Tiroiditis postpartum
Tiroiditis postpartum adalah suatu kelainan otoimun yang
ditandai dengan tirotoksikosis transient diikuti dengan hipotiroidisme,
akibat infiltrasi limfositik didalam kelenjar tiroid.

Gangguan faal tiroid pada keadaan ini bukan disebabkan


karena adanya antibodi terhadap reseptor TSH, melainkan karena
terbentuknya antibodi antithyroid peroxidase (anti TPO) pada awal
kehamilan. Prevalensi tiroiditis postpartum berbeda-beda tergantung
posisi geografis dan ketersediaan iodium. Di Eropa angka kejadiannya
diperkirakan bervariasi dari 2 % sampai 8,7 %, namun angka
kejadiannya sangat tinggi (mencapai 25%) pada wanita-wanita yang
sebelumnya menderita DM tipe 1. Berdasarkan fakta ini , maka pada
setiap wanita dengan DM type 1 atau yang diketahui memiliki antiTPO
yang positif, hendaklah dievaluasi terhadap kemungkinan mengalami
gangguan faal tiroid (pemeriksaan kadar TSH) setiap 3 dan 6 bulan post
partum.

Perjalanan penyakit tiroiditis postpartum yang klasik ditandai


dengan 3 fase, yaitu fase pertama, periode hipertiroid yang mulai terjadi
1 - 6 bulan setelah melahirkan dan berakhir sekitar 1 - 2 bulan; fase
kedua, periode hipotiroid yang terjadi 4 - 6 bulan setelah melahirkan;
dan fase ketiga, periode penyembuhan yaitu sekitar 1 tahun setelah
melahirkan. Pengobatan diberikan sesuai gambaran klinis masing-masing
fase diatas.

Gangguan faal tiroid pada tiroiditis post partum biasanya


terjadi sementara, dan kebanyakan wanita kembali eutiroid pada akhir
tahun pertama setelah melahirkan. Namun sebagian kecil (1 diantara 4
wanita) yang mengalami tiroiditis postpartum, akan mengalami

21
hipotiroid permanen. Oleh karena itu , direkomendasikan untuk setiap
tahun dilakukan pemeriksaan kadar TSH pada wanita-wanita yang
memiliki riwayat tiroiditis post partum.

b. Komplikasi terhadap janin dan neonatus


Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme
pada kehamilan terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme
hubungan ibu janin pada hipertiroidisme.

Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal kelenjar


tiroid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin
baru mulai berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. Hubungan ibu
janin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

IBU HAMIL JANIN

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun
TSH janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4
hanya dalam jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb
dapat melewati plasenta dengan mudah.

22
Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada
kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat
anti tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan
yodida, juga propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta.

Pemakaian obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan dan


perkembangan janin. Pemakaian zat yodium radioaktif merupakan kontra
indikasi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan hipotiroidisme
permanen pada janin.

1) Hipertiroidisme janin dan neonatus


Hipertiroidisme janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui
plasenta terutama bila ibu hamil hipertiroidisme tidak mendapat
pengobatan anti tiroid. Hipertiroidisme janin dapat pula terjadi pada ibu
hamil yang mendapat pengobatan hormon tiroid setelah mengalami
operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya kadar TSI masih
tinggi. Diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI ibu
dan bunyi jantung janin yang tetap diatas 160 x per menit.

Kurang lebih 1% wanita hamil dengan riwayat penyakit Grave


akan melahirkan bayi dengan hipertiroidisme. Hipertiroidisme neonatus
kadang-kadang tersembunyi, biasanya berlangsung selama 2 sampai 3
bulan. Hipertiroidisme neonatus disertai dengan mortalitas yang tinggi.
Komplikasi jangka panjang pada bayi yang bertahan hidup akan
mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis prematur yang
menimbulkan gangguan perkembangan otak. Kematian biasanya terjadi
akibat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan penyakit
jantung kongestif.
Diagnosis hipertiroidisme neonatus ditegakkan atas dasar
gambaran klinis dan laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan

23
takikardia pada bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang
meningkat sudah cukup untuk dipakai sebagai pegangan diagnosis.
Namun dapat pula terjadi gambaran klinis yang lain seperti payah
jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.

2) Hipotiroidisme janin dan neonatus


Penggunaan obat-obat anti tiroid selama kehamilan dapat
menimbulkan struma dan hipotiroidisme pada janin, karena dapat
melewati sawar plasenta dan memblokir faal tiroid janin. Penurunan
kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi sekresi TSH dan
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

Menurut Cooper DS, frekuensi struma pada neonatus akibat


pengobatan anti tiroid pada wanita hamil diperkirakan 10%. Davis LE
dan kawan-kawan melaporkan bahwa dari 36 ibu hamil hipertiroidisme
yang diobati dengan anti tiroid, terdapat 1 kasus neonatus yang
mengalami struma dan hipotiroidisme. Cheron dan kawan-kawan dalam
penelitiannya melaporkan bahwa hanya 1 dari 11 neonatus mengalami
struma dan hipotiroidisme setelah ibunya mendapat terapi PTU 400 mg
perhari. Namun walaupun 10 neonatus lainnya berada dalam keadaan
eutiroid, terjadi pula penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar
TSH yang ringan.

Hal ini menunjukkan telah terjadi hipotiroidisme transien pada


10 neonatus tersebut. Penyebab hipotiroidisme janin yang lain adalah
pemberian preparat yodida selama kehamilan. Dosis yodida sebesar 12
mg perhari sudah dapat menimbulkan hipotiroidisme pada janin.
Hipotiroidisme akibat pemakaian yodida ini akan menimbulkan struma
yang besar dan dapat menyumbat saluran nafas janin.

24
Untuk mendiagnosis hipotiroidisme pada janin, Perelman dan kawan-
kawan melakukannya dengan pemeriksaan contoh darah janin perkutan
melalui bantuan USG, yang menunjukkan kadar TSH yang tinggi dan
kadar tiroksin yang rendah.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Salah satu pemeriksaan yang paling penting untuk dilakukan pada pasien
hamil yang diduga mengalami gangguan Tiroid adalah pemeriksaan kadar hormon
tiroid dan tirotropik dalam darah. Pada pemeriksaan darah beberapa hasil yang dicari
meliputi:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) TSH
Kadar TSH dalam darah merupakan salah satu faktor penting dalam
diagnosa dan tindaklanjut dari terapi yang dijalani oleh pasien. Pada keadaan
hamil, akan terjadi fluktuasi range nilai normal TSH setiap trimester
kehamilan. Secara umum wanita hamil mengalami penurunan kadar TSH
dalam darah dibandingkan dengan seseorang dalam keadaan tidak hamil.
Berikut ini adalah range kadar TSH normal tiap trimester kehamilan:
Range kadar TSH normal dalam kehamilan
Trimester 1 0.1 -2.5 mIU / L
Trimester 2 0.2 – 3.0 mIU / L
Trimester 3 0.3 – 3.0 mIU / L
• Nilai normal TSH pada wanita tidak hamil adalah 0.4 – 4.0 mIU / L

Pada sebagian kecil wanita hamil, kadar TSH dapat menurun hingga
pada <0.01 mIU / L namun masih menunjukkan ciri kehamilan normal.
Penelitian tentang kadar TSH normal pada kehamilan menunjukkan hasil yang
bervariasi dari penelitian satu dan lainnya, namun variasi angka rata-rata
tersebut bukan variasi perbedaan jumlah dan gejala klinis yang signifikan.
Perbedaan metode penelitian dan ras sampel yang diambil juga merupakan
salah satu faktor penting. Pengukuran kadar TSH, terutama pada trimester ke 2
dan 3 penting untuk dilakukan dalam upaya menegakkan diagnosis hipertiroid.

25
2) FT4
Pengukuran kadar FT4 menunjukkan kadar yang sangat bervariasi.
FT4 merupakan hormon tiroid yang dapat masuk ke dalam sel dan
menjalankan fungsinya. Nilai normal dari FT4 adalah 12-30 pmol/L.
Terjadinya peningkatan jumlah FT4 yang dibarengi dengan penurunan jumlah
TSH di bawah normal adalah keadaan penting dalam mendiagnosis terjadinya
hipertiroid.

3) TRab
Penghitungan kadar TSH Receptor Antibody adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk memastikan etiologi dari keadaan klinis yang dialami oleh
pasien. Dengan mendapatkan hasil positif disertai dengan gejala yang
mendukung, adanya TRab (+) menunjukkan proses autoimunitas yang menjadi
dasar keadaan hipertiroid (Grave’s Disease)

b. Pemeriksaan Sonografi
Peningkatan kadar TRab pada usia kehamilan minggu ke 22-26
meningkatan resiko terjadinya tirotoksikosis fetus. Untuk mengetahui keadaan
janin terkait tingginya kadar TRab, maka dibutuhkan pemeriksaan USG untuk
memeriksa keadaan janin yang beresiko mengalami tirotoksikosis.

26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh keadaan hipertiroid dalam


kehamilan, penanganan serius perlu dilakukan. Angka kejadian yang rendah
secara global dan minimnya informasi prevalensi di Indonesia membuat
hipertiroid dalam kehamilan kurang diperhitungkan. Pemeriksaan yang teliti
terkait riwayat penyakit, kehamilan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sonografi
penting untuk dilakukan demi penegakan diagnosis.
Saat ini sudah terdapat alur tatalaksana yang dapat digunakan. Obat-obatan untuk
menangani hipertiroid di Indonesia sudah memenuhi sesuai guideline yang ada.
Namun perlu digunakan secara hati-hati mengingat dampak yang dapat
ditimbulkan terhadap ibu dan janin.

B. SARAN

Diperlukan pengkajian yang lebih teliti sewaktu Ante Natal Care karena tanda
fisiologis yang muncul saat hamil serupa dengan gejala hipertiroid. Dalam upaya
peningkatan kesadaran kalangan medis akan kemungkinan hal ini, diperlukan
pendataan secara sistematis prevalensi kejadian hipertiroid dalam kehamilan di
Indonesia.

27
DAFTAR PUSTAKA

Baradero.2009. Askep Hipotiroid Pada Ibu Hamil.Jilid 4 Edisi 3. Jakarta: Departemen


IPD FK UI
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Norwitz Errol R & Schorge John O. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi
ke-2.
Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cetakan ke-4. 2014.
F.Azizi, Management of hyperthyroidism during pregnancy and lactation. European
Journal of Endocrinology.2011;164: 871–76.
U.S. Department of Health and Service. Hyperthyroidism. National Endocrine and
metabolism Service. 2010.
Sudoyo, AW. Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing. 2009.
Gietka-Czernel M. Thyrotoxicosis and pregnancy. Congress of the Polish Thyroid
Association 2013 Lodz, Poland. April 2013
Nambiar V, Jagtap VS, Sarathi V, Lila AR, Kamalanathan S, Bandgar TR, et al.
Prevalence and Impact of Thyroid Disorders on Maternal Outcome in Asian-Indian
Pregnant Women. Department of Endocrinology, Seth G. S. Medical College. Jun1
2011

28

Anda mungkin juga menyukai