PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam system endokrin terbagi atas dua bagian yaitu system endokrin dan
system eksokrim. System eksokirm merupakan system yang mengeluarkan enzim
pada permukaan tubuh seperti kulit, dan dinding pembuluh darah. System endokrin
membahas tentang system pengeluaran enzim ke dalam organ- organ dalam tubuh
seperti ginjal, hati, pancreas, pembuluh darah, dll. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh system endokrin ini diantaranya adalah hipotiroidisme. Merupakan
salah satu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kelenjar tyroid dalam
menghasilkan hormone T3 ( triodotironin ) dan t4 (tiroksin). Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit autoimun yang dapat menyerang pada manusia utamanya
1
pada laki-laki. Penyakit ini juga salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
kematian pada stadium lanjut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan penyakit hiporthyroid?
2. Menjelaskan penyakit hiperthyroid?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyakit hipothyroid
2. Untuk mengetahui penyakit hiperthyroid
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. HIPOTHYROID
1. PENGERTIAN
Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah
satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid, dengan akibat terjadinya
defisiensi hormon tiroid dalam darah, ataupun gangguan respon jaringan terhadap
hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
2. ETIOLOGI
a. Hashimoto’s Tiroiditis
Adalah penyakit autoimun dimana system imun tubuh secara tidak memadai
menyerang jaringan tiroid. Sebagian kondisi ini diperkirakan mempunyai
suatu basis genetik.
b. Lymphoctic Thiroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
Thyiroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan
disebabkan suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu
lymphocyte, kondisinya di rujuk sebagai lymphoctic thiroiditis.
c. Kekurangan Hormon Tiroid
3
Kebutuhan yodium bagi tubuh relatife sangat kecil, namun tetap harus
terpenuhi. Kelenjar gondok (tiroidea) menghasilkan hormon tiroid yang
prosesnya memerlukan unsure yodium. Sealin itu hormon tiroid, kelenjar
gondok menghasilkan hormon pertumbuhan, sebagai pengatur metabolisme
protein, lemak dan masih banyak fungsinya.
Pada ibu hamil jumlah yodium adalah 200 µg. dalam keaadan dimana ibu
hamil sudah mengalami gangguan tiroid sebelumnya akibat kekurangan
yodium, maka kehamilan ini berakibat memperberat penyakit gangguan
kelenjar tiroid tersebut.
d. Terapi Radiasi
Radiasi yang digunakan untuk terapi kanker kepala dan leher dapat
mempengeruhi kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan hipotiroid.
3. PATOFISIOLOGIS
4
Hipotiroidisme pada kehamilan berkaitan erat dengan perkembangan otak
janin. Hal ini karena sebelum dilahirkan bayi sangat bergantung pada hormon
tiroid dari ibunya sebelum kelenjar tiroid bayi dapat berfungsi. Karenanya
kehamilan dengan hipotiroid dapat berakibat terjadinya retardasi mental. Pada ibu
sendiri, hipotiroid meningkatkan kerja kelenjar tiroid. Sementara suplai yodium
tidak mencukupi, maka terjadi hiperplasia kelenjar berulang. Akibatnya dapat
timbul goiter atau struma nodulus dengan manifestasi berupa benjolan pada
daerah leher (gondok). Manifestasi klinis dari hipotiroidisme seperti metabolisme
menurun, obstipasi, lesu, anoreksia, BB meningkat, dapat berisiko terjadinya
abortus, peningkatan tekanan darah dan prematuritas.
Pathway:
Etiologi
(Hashimoto’s Tiroiditis, Lymphoctic Thiroiditis, Terapi Radiasi)
5
Ketidakefektifan Pola
Nafas Suhu tubuh meningkat Penurunan Curah
Jantung
Hipertermi
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
Keadaan klinis yang dapat ditentukan adalah gerakan janin yang jarang yaitu
secara subyektif kurang dari 7 x per 20 menit atau secara obyektif dengan KTG
kurang dari 10 x per 20 menit.
6
Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak
proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-
konsekuensi yang meluas untuk tubuh.
Penderita hipotiroid jarang terjadi hamil karena biasanya tidak terjadi ovulasi.
Walaupun demikian, seorang cebol (cretin) dan penderita miksoedema dapat
menjadi hamil. Biasanya kehamilan berakhir dengan abortus, sehingga tidak
jarang wanita menderita abortus habitualis. Selain itu kemungkinan cacat bawaan
dan cretinismus janin lebih besar. Diagnosis berdasarkan gejal-gejala klinis
seperti pembengkakan kulit di sekitar mata (non-pitting-oedema), kulit kering,
lekas letih, suara serak dan lidah besar.
5. PENATALAKSANAAN
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran
hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi
semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid
bisa diberikan secara intravena.
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis
rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang
serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal.
Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
7
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti
hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan
saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
6. KOMPLIKASI
Pada umumnya, bayi dari wanita hipotiroid terlihat sehat tanpa gangguan
fungsi tiroid, namun pada beberapa penelitian diketahui bahwa bayi yang lahir
dari ibu hipotiroid mempunyai risiko kematian setelah kelahiran yang lebih
tinggi.
Bayi dari ibu hipotiroid juga berisiko tinggi mengalami cacat bawaan,
memiliki berat badan rendah dan berkurangnya fungsi intelektual jangka panjang.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya pemeriksaan hipotiroid, umumnya didapatkan benjolan
(goiter). Hal–hal yang dinilai adalah:
1) Jumlah nodul : soliter atau multiple
2) Konsistensi : lunak, kistik, keras, sangat keras
3) Nyeri pada penekanan : ada/tidak
4) Pembesaran kelnjar getah bening di sekitar tiroid ada/tidak.
5) Didapatkan refleks tendon yang menurun.
8
Pada pemeriksaan fisik kulit terasa kasar, kering, dan dingin. Suara
agak serak, lidah tebal, tekanan darah agak tinggi, kadang-kadang terdengar
ronkhi. Refleks fisiologis, daya pikir dan bicara agak lambat. Sering dijumpai
retensi cairan pada jaringan longgar. Pada kondisi yang berat dapat timbul
hipotermi, hipoventilasi, bradikardi, amenorea dan depresi.
b. Laboratorium
Diagnosa pasti didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium TSHs &
T4. Bila memungkinkan dapat pula dengan T3. Karakteristik pemeriksaan
laboratorium pada hipotiroid adalah :
1) Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar T4
rendah.
2) Hipotiroidisme subklinis ditandai dengan kadar TSH dan T4 bebas yang
tinggi,T3dalam batas normal.
3) Untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hipotiorid atau tidak
maka perlu dilakukan skrining laboratorium yaitu dengan melakukan
pemeriksaan TSHs dan anti TPO.
B. HIPERTHYROID
1. PENGERTIAN
9
atau T4 atau keduanya. Penyebab tersering adalah Grave’s disease. Penyebab lain
meliputi gestational transient thyrotoxicosis, multinodular goiter, dan thyroiditis.
Tanda dan gejala yang timbul akan sangat membantu klinisi dalam
menegakkan diagnosis. Goiter difusa, ophthalmopathy, dengan serum thyroid
hormone receptor antibody (TRAb) positif mengarahkan diagnosis ke Grave’s
disease.. Transient gestational thyrotoxicosis lebih umum terjadi pada wanita
dengan morning sickness, terutama kelompok wanita dengan gejala yang lebih
hebat yaitu hyperemesis gravidarum.
2. PATOFISIOLOGIS
Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit
Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi
penyakit Grave tidak diketahui secara pasti.
10
telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan dalam proses terjadinya
penyakit Grave, antara lain :
a. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)
b. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)
c. Human Thyroid Stimulator (HTS)
d. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)
e. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)
Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan
sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau
sebaliknya sebagai supresor dalam menekan produksi antibodi tersebut.
Tergantung pada tipe sel T mana yang paling dominan, maka produksi
antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau supresi.
Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah
diketahui selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan
adanya peran Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B
dan D. Grumet dan kawan- kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya
HLA-B8 pada 47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi
haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh peneliti-peneliti
lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8 pada
penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan
11
(1985) menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik,
emosi, struktur keluarga, kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak
terbukti berpengaruh terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik
perhatian bahwa penyakit Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan
trimester pertama, sehingga insiden tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan
akan ditemukan terutama pada kehamilan trimester pertama. Sampai sekarang
faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti.
Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga
disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan
faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta
sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor
supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat menerangkan mengapa terjadi
eksaserbasi hipertiroidisme pada periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi
peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan
postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang
dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa
5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis
postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan dengan manifestasi klinis berupa
hipertiroidisme transien diikuti hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan
spontan. Pada fase hipertiroidisme akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3
12
serum dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat rendah (0 – 2%). Titer
antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya
berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase hipotiroidisme dan
kesembuhan, namun cenderung berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya
tiroiditis postpartum diduga merupakan “rebound phenomenon” dari proses
otoimun yang terjadi setelah melahirkan.
13
Pada keadaan hipertiroid ada kemungkinan pasien jatuh ke dalam keadaan
Badai Tiroid (Thyroid Storm). Badai Tiroid adalah tirotoksikosis yang dapat
berakibat fatal, hingga saat ini belum diketahui dengan jelas pencetus dari badai
tiroid. Badai Tiroid ditandai ditandai dengan keadaan hypermetabolik dalam
kehamilan. Dampak dari badai tiroid ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
jantung dan diikuti dengan keadaan hipertensi pulmonal dan gagal jantung.
4. PENATALAKSANAAN
Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka
respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid
habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid
tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada
umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan
keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan.
14
dibandingkan metimazol antara lain :
1) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping
menghambat sintesis hormon tiroid.
2) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena
PTU mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan
aplasia cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada
pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan.
15
selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan
pemberian obat-obat anti tiroid.
Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini
berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU
didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan
kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula
mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan
mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu
metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah
pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah
dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU
yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini
tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus.
16
Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan
pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari.
Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid
neonatus.
b) Beta bloker
Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat
menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan
respons terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonates.
Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama
jangka panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian
cukup banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada
wanita hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian
tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap
6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7
hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin
(efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan
yodida jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan
hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5
tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.
c) Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir
trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus
spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain
:
1) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat
pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
2) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,
hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.
17
3) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.
5. KOMPLIKASI
Pengaruh langsung :
Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan
kronotropik positip pada miokard melalui beberapa cara :
18
b) Komponen metabolisme :
1. Meningkatkan jumlah mitokondria
2. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang
menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat
3. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard
4. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi
interaksi aktin-miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi
miokard
5. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga
meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin.
d) Komponen adrenoreseptor :
Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung
bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap
interkonversi reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan
penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor alfa.
19
b) Sistem simpato-adrenal :
Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan
aktifitas sistem simpato-adrenal melalui cara :
1. Peningkatan kadar katekolamin
2. Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin
Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu
istirahat, dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu
sendiri.
2) Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil
dengan hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena
adanya faktor-faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif
termasuk bedah Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat
pula terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak
terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut
laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme
hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan
anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak
terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan. Krisis tiroid ditandai
dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan hiperpireksia. Suhu
20
dan dehidrasi.
3) Tiroiditis postpartum
Tiroiditis postpartum adalah suatu kelainan otoimun yang
ditandai dengan tirotoksikosis transient diikuti dengan hipotiroidisme,
akibat infiltrasi limfositik didalam kelenjar tiroid.
21
hipotiroid permanen. Oleh karena itu , direkomendasikan untuk setiap
tahun dilakukan pemeriksaan kadar TSH pada wanita-wanita yang
memiliki riwayat tiroiditis post partum.
TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun
TSH janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4
hanya dalam jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb
dapat melewati plasenta dengan mudah.
22
Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada
kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat
anti tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan
yodida, juga propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta.
23
takikardia pada bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang
meningkat sudah cukup untuk dipakai sebagai pegangan diagnosis.
Namun dapat pula terjadi gambaran klinis yang lain seperti payah
jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.
24
Untuk mendiagnosis hipotiroidisme pada janin, Perelman dan kawan-
kawan melakukannya dengan pemeriksaan contoh darah janin perkutan
melalui bantuan USG, yang menunjukkan kadar TSH yang tinggi dan
kadar tiroksin yang rendah.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Salah satu pemeriksaan yang paling penting untuk dilakukan pada pasien
hamil yang diduga mengalami gangguan Tiroid adalah pemeriksaan kadar hormon
tiroid dan tirotropik dalam darah. Pada pemeriksaan darah beberapa hasil yang dicari
meliputi:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) TSH
Kadar TSH dalam darah merupakan salah satu faktor penting dalam
diagnosa dan tindaklanjut dari terapi yang dijalani oleh pasien. Pada keadaan
hamil, akan terjadi fluktuasi range nilai normal TSH setiap trimester
kehamilan. Secara umum wanita hamil mengalami penurunan kadar TSH
dalam darah dibandingkan dengan seseorang dalam keadaan tidak hamil.
Berikut ini adalah range kadar TSH normal tiap trimester kehamilan:
Range kadar TSH normal dalam kehamilan
Trimester 1 0.1 -2.5 mIU / L
Trimester 2 0.2 – 3.0 mIU / L
Trimester 3 0.3 – 3.0 mIU / L
• Nilai normal TSH pada wanita tidak hamil adalah 0.4 – 4.0 mIU / L
Pada sebagian kecil wanita hamil, kadar TSH dapat menurun hingga
pada <0.01 mIU / L namun masih menunjukkan ciri kehamilan normal.
Penelitian tentang kadar TSH normal pada kehamilan menunjukkan hasil yang
bervariasi dari penelitian satu dan lainnya, namun variasi angka rata-rata
tersebut bukan variasi perbedaan jumlah dan gejala klinis yang signifikan.
Perbedaan metode penelitian dan ras sampel yang diambil juga merupakan
salah satu faktor penting. Pengukuran kadar TSH, terutama pada trimester ke 2
dan 3 penting untuk dilakukan dalam upaya menegakkan diagnosis hipertiroid.
25
2) FT4
Pengukuran kadar FT4 menunjukkan kadar yang sangat bervariasi.
FT4 merupakan hormon tiroid yang dapat masuk ke dalam sel dan
menjalankan fungsinya. Nilai normal dari FT4 adalah 12-30 pmol/L.
Terjadinya peningkatan jumlah FT4 yang dibarengi dengan penurunan jumlah
TSH di bawah normal adalah keadaan penting dalam mendiagnosis terjadinya
hipertiroid.
3) TRab
Penghitungan kadar TSH Receptor Antibody adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk memastikan etiologi dari keadaan klinis yang dialami oleh
pasien. Dengan mendapatkan hasil positif disertai dengan gejala yang
mendukung, adanya TRab (+) menunjukkan proses autoimunitas yang menjadi
dasar keadaan hipertiroid (Grave’s Disease)
b. Pemeriksaan Sonografi
Peningkatan kadar TRab pada usia kehamilan minggu ke 22-26
meningkatan resiko terjadinya tirotoksikosis fetus. Untuk mengetahui keadaan
janin terkait tingginya kadar TRab, maka dibutuhkan pemeriksaan USG untuk
memeriksa keadaan janin yang beresiko mengalami tirotoksikosis.
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Diperlukan pengkajian yang lebih teliti sewaktu Ante Natal Care karena tanda
fisiologis yang muncul saat hamil serupa dengan gejala hipertiroid. Dalam upaya
peningkatan kesadaran kalangan medis akan kemungkinan hal ini, diperlukan
pendataan secara sistematis prevalensi kejadian hipertiroid dalam kehamilan di
Indonesia.
27
DAFTAR PUSTAKA
28