Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan
pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat
penting. Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi
rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang professional dan berkualitas. Sejalan dengan
upaya tersebut agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima
bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dirumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dbidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi
dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis
anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesia di rumah sakit
dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggungjawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak
jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.
Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia
dikamar bedah dan diluar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan
nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung patu dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi
intensif, serta pelayanan pemberian sedasi. Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah
sakit akan berbeda tergantung dari fasilitas, sarana dan sumber daya yang memiliki oleh rumah
sakit tersebut.
Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit Vita
Insani maka disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif.

B. Tujuan Pedoman
Tujuan Umum
Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman, efektif dan seragam
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau
trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain

Tujuan Khusus :
Page 1
1. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernapasan, peredaran darah dan
kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani
pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain
2. Melakukan terapi intensif dan resusitasi jantung, paru, otak (bantuan hidup dasar,
lanjutan dan jangka panjang) pada kegawatan mengancam nyawa dimanapun pasien
berada (ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif/ICU)
3. Menjaga keseimbangan cairan, elekrolit, asam dan metabolisme tubuh pasien yang
mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur
medis, trauma atau penyakit lain
4. Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan, trauma,
maupun nyeri persalinan)
5. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri kanker dan penyakit
kronis)
6. Memberikan bantuan terapi inhalasi
7. Memberikan bantuan terapi sedasi

C. Ruang Lingkup
1. Unit pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit
2. Dokter spesialis anesttesiologi
3. Perawat anestesia/perawat yang telah mendapat pelatihan anestesia

B. Landasan Hukum
Yang menjadi landasan hukum pelaksanaan pelayanan Anastesi dan Terapi Intensif adalah :
1. Undang – undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang – undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
4. Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 129/ Menkes/ SK/ II/ 2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1691/ Menkes/ PER/ VII/ 2001 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 02.02/Menkes/148/I/2010

BAB II
Page 2
STANDAR KETENAGAAN

A. Struktur Organisasi
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan anestesiologi dan
terapi intensif perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas, tanggungjawab, dan
hubungan kerja yang jelas meliputi bidang administratif maupun secara teknis medis
disesuaikan dengan jenis dan kelas rumah sakit, sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia yang tersedia.

Direktur

Komite Medik
Wadir Pelayanan Medis &
Keperawatan

Kepala Instalasi Anestesiologi &


Terapi Intensif Unit Kerja Lain
1. IGD 6. Laboratorium
2. ICU 7. Farmasi
3. Rawat Inap 8. Poliklinik
4. Teknisi 9. House Keeping / Laundry
Tim Pengelola Pelayanan 5. Radiologi Recovery Room
Anestesiologi & Terapi
Intensi

O JABATAN TUGAS POKOK FUNGSI


1 Kepala Instalasi 1. Mengkoordinasi kegiatan 1. Menjamin kompetensi
Anestesiologi pelayanan anestesiologi dan sumber daya manusi yang
terapi intensif sesuai dengan melaksanakan pelayanan
sumber daya manusia, sarana, anestesiologi dan terapi
prasarana dan peralatan yang intensif

Page 3
tersedia 2. Menjamin sarana, prasarana
2. Melakukan koordinasi dengan dan peralatan sesuai dengan
bagian kebutuhan pelayanan dan
departemen/SMF/Instalasi standar
terkait 3. Menjamin dapat
3. Memantau dan menelaah terlaksananya anestesiologi
seluruh pelayanan anesthesi dan terapi intensif yang
yang ditetapkan dan bermutu dengan
dilaksanakan mengutamakan keselamatan
pasien
4. Menjamin terlaksananya
program kendali mutu dan
kendali biaya
5. Meningkatkan dan
mengembangkan
kompetensi sumber daya
manusia pelayanan
anestesiologi dan terapi
intensif secara
berkesinambungan
2 Perawat anastesia/Penata 1. Melakukan asuhan 1. Perawat anestesia dan
anestesia keperawatan pra anestesia perawat bertanggungjawab
yang meliputi : langsung kepada dokter
a. Pengkajian keperawatan penanggungjawab
pra anestesia pelayanan anestesia
b. Pemeriksaan dan 2. Menjamin terlaksananya
penilaian status fisik pelayanan / asuhan
pasien keperawatan anastesia di
c. Pemeriksaan tanda-tanda rumah sakit
vital 3. Pelaksanaan asuhan
d. Persiapan administrasi keperawatan anastesia
pasien sesuai standar
e. Analis hasil pengkajian
dan merumuskan masalah

Page 4
pasien
f. Evaluasi tindakan
keperawatan pra
anestesia, mengevaluasi
secara mandiri maupun
kolaboratif
g. Mendokumentasikan hasil
anamnesis/pengkajian
h. Persiapan mesin anastesia
secara menyeluruh setiap
kali akan digunakan dan
memastikan bahwa mesin
dan monitor dalam
keadaan baik dan siap
pakai
i. Pengontrolan persediaan
obat-obatan dan cairan
setiap hari untuk
memastikan bahwa semua
obat-obatan dan cairan
setiap hari untuk
memastikan bahwa semua
obat-obatan baik obat
anestesia maupun obat
emergensi tersedia sesuai
standar rumah sakit
j. Memastikan tersedianya
sarana prasarana anestesia
berdasarkan jadwal,
waktu, dan jenis operasi
tersebut
2. Melakukan kolaborasi dengan
dokter spesialis anestesia
yang meliputi :
Page 5
a. Menyiapkan peralatan dan
obat-obatan sesuai dengan
perencanaan tenik
anestesia
b. Membantu pelaksanaan
anestesia sesuai dengan
instruksi dokter spesialis
anestesia
c. Membantu pemasangan
alat monitoring non
invasif
d. Membantu dokter
melakukan pemasangan
alat monitoring invasif
e. Pemberian obat anestesia
f. Mengatasi penyulit yang
timbul
g. Pemeliharaan jalan nafas
h. Pemasangan alat ventilasi
mekanik
i. Pemasangan alat
nebulisasi
j. Pengakhiran tindakan
anestesia
k. Pendokumentasian semua
tindakan yang dilakukan
agar seluruh tindakan
tercatat baik dan benar
3. Melakukan asuhan
keperawatan pasca anestesia
yang meliputi :
a. Merencanakan tindakan
keperawatan pasca
tindakan anestesia
Page 6
b. Pelaksanaan tindakan
dalam manajemen nyeri
c. Pemantauan kondisi
pasien pasca pemasangan
kateter epidural dan
pemberian obat anestetika
pasien
d. Evaluasi hasil
pemasangan kateter
epidural dan pengobatan
anestesia regional
e. Pelaksanaan tindakan
dalam mengatasi kondisi
gawat
f. Pendokumentasian
pemakaian obat-obatan
dan alat kesehatan yang
dipakai
g. Pemeliharaan peralatan
agar siap untuk dipakai
pada tindakan anestesia
selanjutnya

3 Recovery Room 1. Selama 2 jam pertama, 1. Perawat


periksalah nadi dan bertanggungjawab
pernapasan setiap 15 langsung kepada dokter
menit, lalu setiap 30 menit penanggungjawab
bila tidak ada petunjuk pelayaanan anastesia.
khusus. Laporkan pula bila 2. Menjamin terlaksananya
ada tanda-tanda syok, pelayanan asuhan
perdarahaan dan keperawatan post
menggigil. operatif.
2. Infus, kateter dan drain
yang terpasang perlu juga

Page 7
diperhatikan
3. Jagalah agar saluran
pernafasan tetap lancar.
Klien yang muntah posisi
kepala dimiringkan
4. Klien yang belum sadar
awasi pernapasan posisi
kepala extensi sehinnga
kepala berada dalam sikap
mendongak.
5. Usahakan agar klien
bersikap tenang dan rileks.
6. Klien yang akan
dipindahkan keruang rawat
inap atau pulang harus
memenuhi kriteria pulis
sadar dari anestesia

b. Strata/klasifikasi pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit


Penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di Rumah Sakit diklasifikasikan
dalam beberapa strata pelayanan berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan
pelayanan sesuai dengan keterdesiaan dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain serta sarana
dan prasarana sebagaimana diuraikan pada table dibawah ini.

Klasifikasi pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit


Jenis layanan antara lain :
1. Layanan anesthesia/analgesia di kamar bedah
2. Layanan anesthesia/analgesia diluar kamar bedah (ruang radiologi, ruang pencitraan,
endoskopi, diagnostic, kateterisasi, kamar bersalin, ruang rawat, dan lain-lain)
3. Layanan kedokteran perioperatif
4. Layanan penanggulangan nyeri akut dan kronik
5. Layanan terapi intensif
6. Layanan anesthesia regional
7. Layanan resusitasi jantung paru dan otak

Page 8
8. Layanan gawat darurat
9. Layanan high care/intermediate care
10. Layanan pasien berisiko tinggi

c. Ketenagaan
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit dilaksanakan dengan pendekatan
tim yang terdiri dokter spesialis anestesiologi atau dokter peserta program pendidikan dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain, serta dapat dibantu oleh perawat anesthesia/perawat.
Staf Medis Fungsional (SMF) anestesiologi dan terapi intensif dipimpin oleh dokter spesialis
anestesiologi. Jumlah kebutuhan tenaga anestesiologi dan terapi intensif disesuaikan dengan beban
kerja dan klasifikasi pelayanan anestesiologi dan terapi intensif yang diselenggarakan oleh rumah
sakit.

Ketenagaan
1. Dokter spesialis anestesiologi
2. Perawat anaestesi/perawat

Pemberian wewenang
Pelayanan anesthesia adalah tindakan medis yang harus dilakukan oleh tenaga medis. Namun saat
ini jumlah dokter spesialis anestesiologi masih sangat terbatas padahal pelayanan anesthesia sangat
dibutuhkandi rumah sakit. Memperhatikan kondisi tersebut, untuk dapat terselengganya kebutuhan
pelayanan anesthesia di rumah sakit yang tidak ada dokter spesialis anestesiologi. Prosedur
pemberian kewenangan diatur dalam peraturan internal rumah sakit dan mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

BAB III
STANDAR FASILITAS

Sarana, Prasarana dan Peralatan


1. Mesin anestesi yang mempunyai anti hipoksik device dengan circle system dengan 02 dan
N2O2, dan udara tekan (air) dengan vaporizer untuk volatile agent
Page 9
2. Set anesthesia pediatrik
3. Ventilator yang digerakkan dengan 02 tekan atau udara tekan, ventilator ini harus dapat
dihubungkan dengan mesin anestesi
4. Nasopharingenal airway ukuran dewasa (semua ukuran), oropharingeal airway, Resusitasi
set, Defribilator unit, sarana krikotirotomi
5. Laringoskop dewasa dengan dan lengkang ukuran
6. Laringoskop bayi
7. Konektor dari pipa oro dan nasotrakeal dengan mesin anestesi
8. Pipa trakea oral/nasal dengan cuff (plain endotracheal tube) no 2 ½, 3,3 ½, 4, 4 1/2 , 5
9. Pipa trakea spiral no 5, 5 ½, 6, 6 ½, 7, 71/2, 8, 8 ½, 9, 9 ½
10. Pipa orotrakea dengan cuff (cuff orotracheal tube) no 5 ½, 6,61/2, 7, 7 ½, 8, 8 1/2 , 9, 9 ½
11. Pipa nasotrakea dengan cuff no 5 ½, 6,6 ½, 7,7 1/2 , 8,81/2, 9
12. Magill forceps ukuran dewasa
13. Magill forceps ukuran anak
14. Stetoskop
15. Tensimeter non invansif
16. Thermometer
17. Infusion standar
18. Sikat pembersih pipa trakea, ukuran kecil dan besar
19. Pulse oxymeter sederhana
20. EKG
21. Perlengkapan anastesia regional
22. Suction pump
23. Medicine cabinet
24. Patient trolley
25. Scrub up
26. Medicine trolley
27. Resuctation set
28. Intubation set
29. Oxygen concentrate
30. Defibrillator with monitor
31. CVP set
32. Monitor EKG
33. Tabung N20
Page 10
34. Examination lamp
35. Mobile sphygmomanometer
36. Oxygen apparatus + flowmeter
37. Unit kantong terisi sendiri katup sungkup (segala macam ukuran)
38. Ventilator oksigen picu tangan
39. Sungkup muka
40. System pemberian oksigen portable
41. Tourniquet
42. AC/DC defibrillator dengan pedal dada dewasa, anak dan bayi
43. Alat inhalasi N20 dan 02
44. Troli resusitasi bayi
45. Mesin anestesi dengan N20, dilengkapi dengan ventilator
46. Sirkuit bius untuk dewasa, anak dan bayi
47. Alat monitoring gas anestesi
48. 02 + gas-gas medic
49. EKG monitor AC-DC single chanel
50. Alat pemantauan frekuensi nafas dengan alarm
51. Nebulizer
52. Alat-alat terapi oksigen
53. Anesthesia subrachnoid
54. Anesthesia peridural
55. Alat pemanas infuse
56. Syringe pump

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang dilakukan melalui
pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim pengelola pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif dipimpin oleh dokter spesialis anestesiologi dengan anggota atau
Page 11
dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain dan perawat
anesthesia/ perawat.
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif mencakup tindakan anesthesia (pra anesthesia, intra
anesthesia dan pasca anesthesia) serta pelayanan lain sesuai bidang anestesiologi seperti pelayanan
kritis, gawat darurat, penataksanaan nyeri, dan lain-lain. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya
membatasi beban pasien yang dilayani dan tanggungjawab supervise anestesi sesuai dengan jumlah,
kondisi dan risiko pasien yang ditangani.
1. Pelayanan Anestesia Perioperatif
Pelayanan anesthesia peri-operatif merupakan pelayanan anesthesia yang mengevaluasi,
memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anesthesia serta terapi intensif dan
pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.
1. Pra _ Anestesia
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus dilakukan sebelum
tindakan anesthesia untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kondisi yang layak untuk
prosedur anestesi
b. Dokter spesialis anestesiologi bertanggungjawab untuk menilai dan menentukan status
medis pasien pra anesthesia berdasarkan prosedur sebagai berikut :
- Anamnesis dan pemeriksaan pasien
- Meminta dan atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang diperlukan
untuk melakukan anesthesia
- Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anesthesia yang akan dilakukan
- Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan tindakan
- Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anesthesia dan obat-obat yang akan
digunakan
2. Pemeriksaan penunjang pra – anesthesia dilakukan sesuai standar profesi dan standar
prosedur operasional
3. Tersedianya oksigen dan gas medic yang memenuhi syarat dan aman
Pelayanan pra-anesthesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan tindakan
anesthesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah
pelayanan pra anesthesia sebagaimana diuraikan ditas, dapat diabaikan dan alasannya harus
didokumentasikan didalam rekam medis pasien.
1. Pelayanan Intra Anestesia

Page 12
a. Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada dikamar operasi
selama tindakan anesthesia umum dan regional serta prosedur yang memerlukan
tindakan sedasi
b. Selama pemberian anesthesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
continual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta
didokumentasikan pada catatan anesthesia
c. Pengakhiran anesthesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan
perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

2. Pelayanan Pasca Anestesia


a. Setiap pasien pasca tindakan anesthesia harus dipindahkan keruang pulih (Unit Rawat
Pasca Anestesia/PACU) atau evuivalennya kecuali atas perintah khusus dokter spesialis
anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga
dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU/HDU)
b. Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang berlaku
c. Sebagian besar pasien dapat ditatalaksanakan di ruang pulih, tetapi beberapa
diantaranya memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU/HDU)
d. Pemindahan pasien keruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesiologi
atau anggota tim pengelola anesthesia. Selama pemindahan, pasien harus
dipantau/dinilai scara continual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien
e. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih
dan disertai laporan kondisi pasien
f. Kondisi pasien diruang pulih harus dinilai secara continual
g. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih

1. Pelayanan Kritis
1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi yang
diberikan
2. Pelayanan pasieen kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi harus
senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai pasien tidak dalam
kondisi kritis lagi
Page 13
4. Penyakit kritis sangan kompleks atau pasien dengan komorditi perlu koordinasi yang baik
dalam penanganannya. Seorang dokter anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi diperlukan untuk menjadi coordinator yang bertanggungjawab secara
keseluruhan mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan pasien,
keluarga dan dokter lain
5. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi prognosi
pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang terkait untuk
membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan manfaat bagi
pasien, factor emosional keluarga pasien dan menjelaskannya kepada keluarga pasien
tentang sikap dan pilihan yang diambil
6. Semua kegiatan daan tindakan harus dicacat dalam catatan medis
7. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang memerlukan
energy pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetnsi berhak mendapat imbalan yang seimbang dengan
energy dan waktu yang diberikannya
8. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memilki kompetensi berperan dalam
masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam
pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk
menentiukan nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan
9. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi mempunyai
peran penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat kebijakan administrative,
kriteria pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur operasional dan
pengembangan pelayanan intensif.

2. Pelayanan Tindakan Resusitasi


1. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang
2. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi memainkan
peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter, perawat serta paramedic
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru mengikuti
American Heart Association (AHA) dan atau European Resuscitation Council.
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan kedalam audit yang berkelanjutan

3. Pelayanan Anestesia Rawat Jalan


Page 14
1. Pelayanan anesthesia rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta tidak menjalani
rawat inap
2. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali sesuai penialian dokter
spesialis anestesiologi dan disiapkan dari rumah
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan unit/fasilitas pelayanan
lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses layanan dukungan perioperatif.

4. Pelayanan Anestesia Regional


1. Pelayanan anesthesia regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok saraf
sehingga tercapai anesthesia dilokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan
2. Analgesia regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi yang kompeten ditempat
yang tersedia sarana dan perlengkapan untuk tindakan anesthesia umum sehingga sarana dan
perlengkapan untuk tindakan anesthesia umum sehingga bila diperlukan dapat dilanjutkan
atau digabung dengan anesthesia umum
3. Pada tindakan analgesia regional harus tersedia alat pengisap tersendiri yang terpisah dari
alat penghisap untuk operasi
4. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia dalam jumlah
yang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan anesthesia umum
5. Analgesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan dapat dirawat oleh dokter
atau perawat anesthesia/perawat yang mendapat pelatihan anesthesia dibawah supervise
dokter spesialis anestesiologi
6. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesia regional dilakukan sesuai standar
pemantauan anesthesia
7. Analgesia regional dapat dilanjutkan untuk penangulangan nyeri pasca bedah atau nyeri
kronik
8. Pemantauan diluar tindakan pembedahan diluar kamar bedah dapat dilakukan oleh dokter
atau perawat anesthesia/perawat yang mendapat pelatihan anesthesia dibawah supervise
dokter spesialis anestesiologi

5. Pelayanan Anestesia Regional Dalam Obstetrik


1. Pelayanan anesthesia regional dalam obstetric adalah tindakan pemberian anestetik local
kepada wanita dalam persalinan

Page 15
2. Anesthesia regional hendaknya dimulai dan dirumat ditempat-tempat dengan perlengkapan
resusitasi serta obat-obatan yang tepat dan dapat segera tersedia untuk menangani kendala
yang berkaitan dengan prosedur
3. Anesthesia regional diberikan oleh dokter spesialis anestesiologi setelah pasien diperiksa
dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau dokter yang
merawat
4. Anesthesia regional dimulai oleh dokter spesialis anastesiologi dan dapar dirumat oleh
dokter spesialis anestesiologi atau dokter/bidan/perawat anesthesia/perawat dibawah
supervise dokter spesialis anestesiologi
5. Anesthesia regional untuk persalinan per vaginam diisyaratkan penerapan pemantauan dan
pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janin. Pemantauan tambahan yang sesuai
dengan kondisi klinis ibu dan janin hendaknya digunakan bila ada indikasi. Jika diberikan
blok regional ekstensif untuk kelahiran per vaginam dengan penyulit, maka standar
pemantauan dasar anesthesia hendaknya diterapkan
6. Selama pemulihan dari anesthesia regional, setelah bedah sesar dan atau blok regional
ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca anesthesia
7. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggungjawab utama dokter spesialis anestesiologi
adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggungjawab pengelolaan bayi baru lahir berada
pada dokter spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesiologi tersebut juga diminta untuk
memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi baru lahir, maka manfaat bantuan bagi
bayi tersebut harus dibandingkan dengan risiko terhadap ibu.

6. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)


1. Pelayanan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri akut, rasa nyeri
timbul secara tiba-tiba yang terjadi pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat
diobati. Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung menetap dalam waktu tertentu dan seringkali
tidak responsive terhadap pengobatan.

2. Kelompok pasien dibawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan perhatian :
a. Anak – anak
b. Pasien obstetric
c. Pasien lanjut usia
Page 16
d. Pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik
e. Pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis
f. Pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis
g. Pasien dengan kanker atau HIV/AIDS
h. Pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat/bahan lainnya
3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan standar prosedur
operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis yang disusun mengacu pada standar
pelayanan kedokteran.

7. Pengelolaan Akhir Kehidupan


1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing life
support) dan (withholding life support)
2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat
intensif (ICU). Keputusan pengentian atau penundaan bantuan hidup adalah keputusan
medis dan etis
3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3 (tiga) dokter
yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua)
orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit
4. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi
setiap pasien di ICU yaitu :
a. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap dapat
hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun system organ vital juga
terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversible. Semua usaha yang memungkinkan
harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
b. Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attemp Resuscitation), dilakukan pada
pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak,
tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ yang lain, atau dalam tingkat akhir
penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika diterapi
hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang kehidupan. Untuk
pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang
masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar pasien
merasa nyaman dan bebas nyeri

Page 17
d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang otak yang
ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang terpenuhi, pasien ditentukan
meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan
donasi organ, bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan
telah diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3 dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1
dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.

8. Pengelolaan Pemberian Sedasi


1. Kebijakan dan prosedur seadasi :
a. Bagaimana melakukan perencanaan, termasuk perbedaan antara pasien dewasa dan
anak, atau pasien dengan kebutuhan khusus
b. Dokumentasi yang diperlukan tim untuk melakukan pekerjaan dan berkomunikasi
dengan efektif
c. Pertimbangan persetujuan khusus/consent bila perlu
d. Frekuensi dari jenis monitoring yang diperlukan
e. Kualifikasi / keterampilan khusus yang harus dimiliki staf yang terlibat dalam proses
pemberian sedasi
f. Ketersediaan dan penggunaan peralatan khusus

2. Kualifikasi dari dokter, dokter gigi, atau individu lainnya yang bertanggungjaab bagi pasien
yang menerima sedasi sedang dan dalam juga penting. Individu tersebut harus kompeten
dalam:
a. Berbagai teknik melakukan sedasi
b. Melakukan monitoring tepat
c. Cara-cara menanggulangi komplikasi
d. Penggunaan bahan antidotum
e. Basic Life Support
3. Individu yang bertanggungjawab untuk melakukan sedasi, melakukan pemeriksaan pasien
pre-sedasi untuk memastikan bahwa sedasi yang direncanakan dan tingkat sedasinya sesuai
bagi pasien tersebut. Kebijakan/prosedur yang menjelaskan ruang lingkup dan isi dari
pemeriksaan ini
4. Selain dari dokter atau dokter gigi yang melakukan sedasi, ada orang yang mempunyai
kualifikasi yang bertanggungjawab untuk melakukan monitoring fisiologis pasien terus
Page 18
menerus dan membantu upaya suportif atau resusitasi. Kualifikasi dari individu yang
melakukan monitoring pasien dan alat/supplies sedasi, sama di semua tempat di RS,
misalnya di OK dan poli gisi. Jadi tingkat pelayanan yang seragam diseluruh rumah sakit.

Sistem Pelayanan
Kegiatan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dilaksanakan secara terpadu dan
terintegrasi dengan pelayanan lainnya di rumah sakit. Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif
dapat berupa pelayanan rawat jalan atau rawat inap dengan jenis layanan yang disesuaikan dengan
klasifikasi pelayanan anestesilogi dan terapi intensif di rumah sakit.

Pelayanan anestesiologi dikamar bedah utamanya terkait dengan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh :
1. Dokter spesialis bedah
2. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan
3. Dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT)
4. Dokter spesialis mata
5. Dokter spesialis lain
Pelayanan anestesiologi diluar kamar bedah dapat dilakukan antara lain di instalasi gawat darurat,
kamar bersalin, radiologi, endoskopi, dan ICU.

Alur pasien dalam pelayanan anestesiologi dan terapi intensif


Pasien yang membutuhkan pelayanan anestesiologi ddan terapi intensif di rumah sakit dapat berasal
dari: instalasi gawat darurat, instalasi rawat jalan, dan instalasi rawat inap termasuk ruang rawat
intensif. Bagan 1 dibawah ini menyajikan gambaran umum alur pelayanan anestesilogi dan terapi
intensif di rumah sakit.

Bagan 1. Alur pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit

Pasien

IGD IRJ IRNA/ICU


Page 19

INSTALASI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

IRJ Penilaian
Penilaian
Meninggal/Sembuh
Pra
PraAnestesia
Anestesia IRNA
BAB V
LOGISTIK

A. Prosedur pemintaan barang habis pakai ke logistik seperti kapas, alkohol, betadine solution,
sarung tangan, masker, plester coklat dan putih, dettol, formalin H2O2, antiseptic, dll

Page 20
 Kepala ruangan instalasi bedah akan menulis kebutuhan barang habis pakai di
formulir permintaan yang akan ditandatangani oleh kepala Bidang Keperawatan dan
diketahui oleh Direktur Medis dan Keperawatan.
 Blangko isian tersebut diserahkan ke kepala Bidang Keperawatan dan Direktur
Medis dan Keperawatan
 Setelah ditanda-tangani oleh Kabid dan Direktur Medis dan Keperawatan maka form
permintaan barang akan diberikan ke bagian Farmasi untuk dilakukan pemesanan.
 Setelah barang datang maka bagian farmasi akan mengantar barang ke Instalasi
bedah
 Kepala ruangan/perawat yang menerima barang harus menandatangani bukti serah
terima barang.

B. Prosedur permintaan barang tidak habis pakai seperti alkes medis dan non medis.
 Jika ada barang yang rusak diruangan baik alat medis dan non medis maka kepala
ruangan akan berkoordinasi dengan bagian teknisi medis atau non medis untuk memeriksa
alat tersebut.
 Jika alat tersebut tidak bisa diperbaiki lagi maka teknisi akan membuat berita acara
kerusakan barang tersebut.
 Kepala ruangan akan membuat permintaan barang tersebut dengan mengisi form
pergantian barang/alat dengan melampirkan berita acara dari teknisi baik medis dan non
medis.
 Form tersebut kemudian ditandatangankan ke kepala Bidang Keperawatan dan
Direktur Medis dan Keperawatan.
 Blangko isian tersebut diserahkan ke bagian Logistik untuk ditandatangani oleh
Direktur Administrasi dan Keuangan dan jika sudah di setujui agar barang segera dipenuhi
sesuai permintaan
 Petugas logistik memberikan bahan/alat ke perawat dengan menandatangani serah
terima barang.

C. Penyimpanan barang Instalasi Bedah


Bentuk / jenis barang yang disimpan di instalasi bedah rumah sakit Vita Insani
 obat-obatan disimpan terpisah diruangan farmasi khusu yang ada di instalasi bedah
Page 21
 bahan yang mudah terbakar disimpan ditempat tersendiri yang dilengkapi dengan
alat pemadam kebakaran
 obat narkotik disimpan ditempat yang sesuai dengan ketentuan

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Page 22
A. Pengertian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit.
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

B. Standar Keselamatan Pasien


1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Page 23
C. Ruang Lingkup Keselamatan Pasien
1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Adverse Event
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan
karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah

2. KTD Yang Tidak Dapat Dicegah (Unpreventable Adverse Event)


Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi penyakit tersebut yang tidak dapat dicegah
dengan pengetahuan mutakhir

3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Near Miss


Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi:
 Karena “ keberuntungan”
 Karena “ pencegahan ”
 Karena “ peringanan ”

4. Kesalahan Medis (Medical Errors)


Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

5. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) :


Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai
untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti : operasi pada bagian
tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( seperti,
amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

D. TATA LAKSANA
a. Memberikan pelayanan anasthesi dan bedah sesuai dengan kebutuhan
pasien
b. Melakukan tindakan sesuai dengan instruksi dokter
Page 24
c. Mengobservasi keadaan umum pasien
d. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan
Insiden Keselamatan”

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

1. Pendahuluan
Keselamatan dan keamanan sangat penting bagi seluruh staff di dalam rumah sakit. Dimana
keselamatan merupakan suatu keadaan tertentu yang tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi
seluruh staff. Disamping itu keamanan juga diperhatikan untuk memproteksi diri dari infeksi dan
terjadinya kontaminasi silang.
Dengan banyaknya hal-hal yang dapat menimbulkan munculnya kontaminasi diharapkan para
staff tidak mengabaikan tata cara proteksi terhadap diri, dengan mengembangkan dan menjalankan
prosedur yang dapat melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi dan kontaminasi yang dapat
terjadi.
Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “Kewaspadaan Umum” atau
“Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi
ancaman bagi petugas kesehatan. Selain itu kontaminasi silang yang ditimbulkan juga menjadi
ancaman yang harus dihindari, karena selain berakibat pada staff juga dapat berakibat pada pasien.

2. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular di lingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan
paparan tersebut setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.

3. Tindakan yang beresiko terpajan


a. Cuci tangan yang kurang benar.
b. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
c. Penutupan kembali jarum suntik tidak sesuai prosedur
Page 25
d. Pembuangan peralatan tajam tidak pada tempatnya
e. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
f. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
g. Penggunaan masker yang kurang tepat
h. Penggunaan kacamata yang kurang tepat
i. Penggunaan apron / celemek yang kurang tepat

2. Prinsip Keselamatan Kerja


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga
higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip
tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan, celemek / apron, topi,
masker, kacamata guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

I. Pendahuluan
Pelayanan anastesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang
berkembang seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang anastesi.
Pelayanan anastesi dirumah sakit antara lain pelayanan anastesi dikamar bedah, pelayanan
kedokteran perioperatif, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi
intensif serta pelayanan pemberian sedasi.
Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesi di rumah sakit

Page 26
Vita Insani maka dibuatlah program kerja guna memberikan rasa nyaman dan safety terhadap
pelayanan anestesi di instalasi bedah baik pada dokter anastesi, perawat anastesi / penata anastesi,
dokter spesialis, perawat kamar bedah. Hal ini digunakan untuk meningkatkan pelayanan anastesi di
rumah sakit Vita Insani dan untuk menjaga safety / keselamatan adanya dari risiko tertular penyakit
agar dapat bekerja lebih baik.

II. Tujuan
- Meningkatkan pelayanan yang professional di instalasi bedah
- Meningkatkan keselamatan pasien
- Meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan di instalasi bedah

BAB IX
PENUTUP

Dalam pedoman ini yang dimadsud dengan :


1. Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang dilakukan oleh
dokter spesialis anestesiologi dalam kerjasama tim meliputi penilaian pra operatif (pra
anestesia), intra anestesia dan pasca anestesia serta pelayanan lain sesuai bidang
anestesioogi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri

Page 27
2. Tim pengelola pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tim yang dipimpin oleh
dokter spesialis anestesiologi dengan anggota dokter peserta program pendidikan dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain dan perawat anestesia atau perawat
3. Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program
studi dokter spesilais anestesiologi di institusi pendidikan yang diakui atau lulusan luar
negeri dan telah mendapat STR atau SIP
4. Dokter lain yaitu dokter spesialis atau dokter yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
dibidang anestesiologi atau yang telah bekerja di pelayanan anestesiologi dan terapi intensif
minimal 1 tahun
5. Kepala Instalasi anestesiologi dan terapi intensif adalah seorang dokter yang diangkat oleh
Direktur rumah sakit
6. Perawat anestesi adalah tenaga keperawatanyang telah menyelesaikan pendidikan dan ilmu
keperawatan anestesi
7. Perawat adalah perawat yang telah mendapat pelatihan anestesia
8. Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan perawat dan ruang lingkup
medis dalam melaksanakan instruksi dokter
9. Kewenangan klinik adalah proses kredensial para tenaga kesehatan yang dilakukan didalam
rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan
internal rumah sakit
10. Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan, keterampilan, perilaku
professional) profesi didasarkan pada criteria yang jelas untuk memverifikasi informasi dan
mengevaluasi seseorang yang meminta atau diberikan kewenangan klinik
11. Standard prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standard
kompetensi, standard pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun, ditetapkan
oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan sumber daya
manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia
12. Pelayanan pra anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra anestesia dan
pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan anestesia
13. Pelayanan intra anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra anestesia dan
pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan anestesia
14. Pelayanan pasca anestesia adalah pelayanan pada pasien pasca anestesia sampai pasien pulih
dari tindakan anestesia
15. Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis
Page 28
16. Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko
menalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang
17. Pelayanan anestesia rawat jalan adalah sub spesialisasi dari anestesiologi yang dikhususkan
kepada perawatan, pra operatif, intra operatif, dan pasca operatif pada pasien yang
menajalani prosedur pembedahan rawat jalan
18. Pelaynaan anestesia regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok saraf
regional sehingga tercapai anestesia dilokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan
19. Pelayanan anestesia regional dalam obstetric adalah tindakan pemberian anestesia regional
pada wanita dalam persalinan
20. Pelayanan anestesia/analgesic diluar kamar operasi
21. Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan pennaggulangan nyeri, terutama nyeri
akut, kronik dan kanker dengan prosedur intervensi (interventional pain management)
22. Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian atau penundaan
bantuan hidup

Page 29

Anda mungkin juga menyukai