Anda di halaman 1dari 14

Penanganan Limbah Industri Pangan

(Biskuit dan Bakso)

Disusun oleh:
Ewith Riska Rachma 1307113269

Jurusan Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Riau
Pekanbaru
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biskuit adalah kue kering yang tipis, keras, dan renyah yang dibuat tanpa
peragian dan kandungan air yang rendah. Biskuit dapat digolongkan menjadi
dua,berdasarkan cara pencampurannya dan resep yang dipakai, yaitu jenis adonan
dan jenis busa yang dapat disemprotkan atau dicetak, sedangkan kue busa terdiri
dari kue “sponge”. Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu
yang melalui proses pemanasan dan pencetakan. Karbohidrat sangat dibutuhkan
karena merupakan sumber energi dan kesehatan bagi tubuh, serat merupakan
komponen dari jaringan tumbuhan yang tahan terhadap proses hidrolisa oleh
enzim dalam lambung dan usus kecil, serat bukan merupakan zat gizi tetapi
berguna bagi kesehatan karena Peranannya dalam proses pencernaan makanan,
dan mencegah berbagai penyakit.
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang
dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-bulatan, dan
selanjutnya direbus. Berbeda dengan sosis, bakso dibuat tanpa mengalami proses
kiuring, pembungkusan maupun pengasapn.
Industri bsikuit dan bakso dalam proses pengolahannya menghasilkan
limbah baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses
pencetakan, pencampuran adonan. Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari
proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan bakso. Oleh karena itu,
limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair dengan karakteristik
mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD, COD yang cukup tinggi pula,
jika langsung dibuang ke badan air, jelas sekali akan menurunkan daya dukung
lingkungan. Sehingga industri biskuit dan bakso memerlukan suatu pengolahan
limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko beban pencemaran yang ada.
Teknologi pengolahan limbah dapat dilakukan dengan proses biologis sistem
anaerob, aerob dan kombinasi anaerob-aerob.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit
Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat
dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%.
Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan
seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang (Anonymous,
2004). Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran
(mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap
pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan
dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.
Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan
shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung
dan bahan pengembang dimasukkan (Bennion, 1980). Adonan yang diperoleh
selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan
biskuit dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong
atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang
dengan oven.

2.2 Bakso
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang
dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainya, dibentuk bulat, selanjutnya
direbus tidak mengalami proses kiuring, pengemasan dan pengasapan. Bahan
baku bakso terdiri dari bahan baku utama yaitu daging dan bahan baku tambahan
yaitu bahan pengisi, garam, penyedap, dan es atau air es. Bahan pengisi yang
biasanya digunakan adalah tepung tapioka yang berguna dalam mengikat air.
Dibawah ini merupakan proses pembuatan bakso:

pembersihan penirisan

penimbangan bahan baku


dan bahan tambahan pemasakan

pencampuran dan
pencetakan
penggilingan
Keterangan:
1. Pembersihan daging dari lemak pada permukaan dan urat.
2. Penimbangan 1 kg daging bersama 200 gr es batu dan 50 gr garam dapur.
3. Penggilingan daging dan ditambahkan 100-1000 gram tapioka , 2,5 MSG,
2,5 gram Titanium dioksida dan 1,5 gram Sodium tripolifosfat. Adonan
yang sudah jadi, dicetak dengan tangan dan dengan bantuan sendok.
4. Pemasakan bakso yang kemudian dimasukkan kedalam air hangat dengan
suhu 800C dan dibiarkan sampai mengambang.
5. Penirisan Bakso
6. Pengemasan Bakso

2.3 Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,
disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air
kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya
(grey water).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak


dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Pengelolaan limbah industri pangan (cair, padat dan gas) diperlukan untuk
meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah (pemenuhan peraturan
pemerintah), serta untuk meningkatkan efisiensi pemakain sumber daya. Secara
umum, pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup
reduksi (reduction), pengumpulan (collection), penyimpangan (storage),
pengangkutan (transportation), pemanfaatan (reuse, recycling), pengolahan
(treatment), dan/ atau penimbunan (disposal).
2.3.1 Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran
lingkungan. Jumlah dan karakteristik air limbah industri bervariasi menurut jenis
industrinya. Sebagian besar limbah cair industri pangan dapat ditangani dengan
mudah dengan sistem b1ologis, karena polutan utamanya berupa bahan organik,
seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam
bentuk tersuspensi atau terlarut.
Secara umum, pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
pengolahan primer, pen,-,olahan sekunder, dan pengolahan tersier. Pengolahan
primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan benda-benda
terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (seltleable solids). Pengolahan
primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan
bahan inert seperti butiran pasir / tanah. Saringan kasar digunakan untuk metlah4n
benda berukuran relatif besar. Karena butiran pasir / tanah merupakan bahan non-
biodegradable dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair,
maka bahan tersebut harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah.
Penyisihan butiran pasir / tanah dapat dilakukan dengan bak pengendapan primer.
Pengendapan primer ini umumnya dirancang untuk waktu tinggal sekitar 2 jam.
Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang
mengambang atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi.
Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi
polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut
menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya.
Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu
memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme, sehingga
mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable
secara optimum.
Dengan pengolahan. sekunder BOD dan TSS dalam limbah cair dapat
dikurangi secara signifikan, tetapi efluen masih mengandung amonium atau nitrat,
dan fosfor dalam bentuk terlarut. Kedua bahan ini merupakan unsur hara (nutrien)
bagi tanaman akuatik. Jika unsur nutrien ini dibuang ke perairan (sungai atau
danau), akan menyebabkan pertumbuhan biota air dan alp-a secara berlebih yang
dapat mengakibatkan eutrofikasi dan pendangkalan badan air tersebut. Oleh
karena itu, unsur hara tersebut perlu dieliminasi dari efluen. Nitrogen dalam
efluen instalasi pengolahan sekunder kebanyakan dalam bentuk senyawa amonia
atau ammorimm, tergantung pada nilai pH. Senyawa amonia ini bersifat toksik
terhadap ikan, Jika konsentrasinva cukup tinggi. Permasalahan lain yang berkaitan
dengan amonia adalah penggunaan oksigen terlarut selama proses konversi dari
amonia nien. Jadi nitrat oleh mikroorganisme (nitrifikasi). Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kualitas efluen dibutuhkan pengolahan tambahan, yang, dikenal
sebagai pengolahan tersier (advanced waste waten treatment) untuk mengurangi /
menghilangkan konsentrasi BOD, TSS dan nutrien. (N,P). Proses pengolahan
tersier yang dapat diterapkan antara lain adalah filtrasi pasir, eliminasi nitrogen
(nitrifikasi dan denitrifikasi), dan eliminasi fosfor (secara kimia maupun biologis).
2.3.1.1 Sistem lumpur aktif
Prinsip. Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses
utama, yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem
lumpur aktif, limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu
reaktor dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana
pengadukan suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian
dialirkan ke tangki sedimentasi~ dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah
diolah. Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air
yang telah terolah dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam
reaktor konstan (MLSS = 3 - 5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem.
tersebut sebagai excess sludge.
Dalam sistem tersebut, mikroorganisme dalam biomassa (bakteri dan
protozoa) mengkonversi bahan organik terlarut sebagian menjadi produk akhir
(air, karbon dioksida), dan sebagian lagi menjadi sel (biomassa). Tujuan
pengolahan limbah cair dengan sistem. lumpur aktif dapat dibedakan menjadi 4
(empat)% yaitu (i) penyisihan senyawa karbon (oksidasi karbon), (ii) penyisihan
senyawa nitrogen, (iii) penyisihan fosfor, (iv) stabilisasi lumpur secara aerobik
simultan.
Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah dengan
sistem lumpur aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri nata de coco,
industri kecap, dan industri tahu. Sistem lumpur aktif dapat digunakan untuk
mengeliminasi bahan organik dan nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair
terlarut.
2.3.1.2 Sistem trickling filter
Prinsip. Trickling filter terdiri atas tumpukan media padat dengan
kedalaman sekitar 2 m, umumnya berbentuk silinder. Limbah cair disebarkan ke
permukaan media bagian atas dengan lengan distributot berputar, dan air
kemudian mengalir (menetes) ke bawah melalui lapisan media. Polutan dalam
limbah cair yang mengalir melalui permukaan media padat akan terabsorps oleh
miikrooreanisme yang tumbuh dan berkembang pada permukaan media padat
tersebut. Setelah mencapai ketebalan tertentu, biasanya lapisan biomassa ini
terbawa aliran limbah cair ke bagian bawah. Limbah cair di bagian bawah
dialirkan ke tangki sedimentasi untuk memisahkan blomassa.
Trickilne filter dapat digunakan untuk mengoksidasi karbon organik dan
nitrogen organik atau amonium (nitrifikasi) dalam limbah cair. Trickling filter
jarang digunakan untuk proses denitrifikasi. Hampir semua jenis limbah industri
pangan yang dapat diolah dengan sistem lumpur aktif dapat juga diolah dengan
sistem trickling filter.
2.3.1.3 RBC (Rotating Biolocal Contactor)
Prinsip. Sistem RBC terdiri atas deretan cakram yang dipasang pada as
horisontal dengan jarak sekitar 4 cm. Contoh RBC dapat dilihat pada Gambar 6.
Sebagian dari cakram tercelup dalam limbah cair, dan sebagian lagi kontak
dengan udara. Pada saat as diputar, permukaan cakram secara bergantian kontak
dengan limbah cair dan kemudian kontak dengan udara. Akibatnya,
mikroorganisme tumbuh pada permukaan cakram sebagai lapisan biologis
(biomasa), dan mengabsorpsi bahan organik dalam limbah cair.
2.3.1.4 SBR (Sequencing Batch Reactor)
Prinsip sstem SBR adalah suatu sistem lumpur aktif yang dioperasikan
secara curah (batch). Satuan proses dalam sistem SBR identik dengan satuan
proses dalam sistem lumpur aktif, yaitu aerasi dan sedimentasi untuk memisahkan
biomassa. Pada sistem lumpur aktif, kedua proses tersebut berlangsung dalam dua
tanki yang berbeda, sedangkan pada SBR berlangsung secara bergantian pada
tanki yang sama. Keunikan lain sistem SBR adalah bahwa tidak diperlukan
resirkulasi sludpe. Proses sistem SBR terdiri atas lima tahap, yaitu pengistan,
reaksi (aerasi), pengendapan (sedimentasi), pembuangan, dan istirahat (idle).
2.3.1.5 Sistem Kolam (Kolam Oksidasi)
Prinsip. Sistem kolam (pola sistem) atau sering disebut juga sebagai kolam
oksidasi merupakan salah satu sistem pengolahan limbah cair tertua, dan
merupakan perkembangan dari cara pembuangan limbah cair secara langsung ke
badan air. Pada sistem kolam. konsentrasi mikroorganisme relatif kecil, suplai
oksigen dan pengadukan berlangsung secara alami, sehingga proses perombakan
bahan organik berlangsung relatif lama dan pada area yang luas.
Berbagai jenis mikroorganisme berperan dalam proses perombakan, tidak
terbatas mikroorganisme aerobik, tetapi juga mikroorganisme anaerbik.
Organisme heterotrof aerobik dan aerobik berperan dalam proses konversi bahan
organik; organisme autotrof (fitoplankton, alga, tanaman air) mengambil bahan-
bahan anorganik (nitrat dan fosfat) melalui proses fotosintetsis. Karena lamanya
waktu tinggal limbah cair, maka organisme dengan waktu generasi tinggi
(zooplankton, larva insekta, kutu air, ikan kecil) juga dapat tumbuh dan
berkembang dalam sistem kolam. Organisme tersebut hidup aktif di dalam air atau
pada dasar kolam. Komposisi organisme sangat tergantung pada temperatur,
suplai oksigen, sinar matahari, jenis dan konsentrasi substrat.
2.3.1.6 UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket)
UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket) merupakan salah jenis reaktor
anaerobik yang paling banyak- diterapkan untuk pengolahan berbagai Jenis
limbah cair. Berbeda dengan proses aerobik, dimana bahan organik dikonversi
menjadi produk akhir berupa karbon dioksida dan air, pada proses anaerobik
sebagai produk adalah gas metana dan karbon dioksida.
Parameter penting dalam desain dan operasi reaktor UASB adalah waktu
tinggal hidrolik, konsentrasi COD influen, beban organic.
Reaktor UASB dapat diaplikasikan untuk mengolah limbah cair dengan
kadar COD tinggi (sampai 20.000 mg/L), seperti limbah cair industri tapioka, atau
rumah pemotongan hewan (RPH).
2.3.2 Limbah Padat
Limbah padat industri pangan terutama terdiri dari bahan bahan organik
seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air. Bahan-bahan ini mudah
terdegradasi secara biologis dan menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama
menimbulkan bau busuk.
Pengomposan merupakan salah satu altematif pemecahan masalah
manajemen limbah padat industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses
biologis dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali.
Dekomposisi dan transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan
mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mereduksi
volume bahan bau sebesar 50-70 %.
Selama pengomposan bahan-bahan organik seperti karbohidrat, selulosa,
hemiselulosa dan lemak dirombak menjadi C02 dan air, Protein dirombak menjadi
amida, asam amino, amonium, C02 dan air. Pada proses pengomposan terjadi
pengikatan unsure-unsur hara (nutrien), seperti nitrogen, fosfor dan kalsium oleh
mikroorganisme, tetapi unsur-unsur tersebut akan dilepas lagi ke kompos apabila
m1kroorganisme tersebut mati. Oleh karena itu, selama proses pengomposan
terjadi peningkatan ratio N/C dan P/C.
Pengomposan dapat digunakan untuk manajemen limbah padat industri
pangan, seperti kulit buah-buahan, bunga biji lapuk, bungkil kacang, tongkol
jagung, jerami, kotoran ternak, serbuk gergaji dan limbah prabik lain yang
mengandung banyak bahan organik. Meskipun hampir semua bahan organik dapat
dikomposkan, tetapi beberapa bahan organik perlu dihindari untuk dikomposkan,
karena dapat menimbulkan bau busuk dan merupakan media tumbuh beberapa
jenis mikroba patogen. Bahan yang harus dihindari, untuk dikomposkan antara, la
in daging, ikan, tulang, produk susu dan sisa makanan berlemak.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengelolaan Limbah Biskuit


Limbah yang dihasilkan dari proses produksi limbah biskuit PT. Mayora
yaitu berupa limbah padat dan limbah cair.
1. Limbah padat
Biasanya limbah padat berupa limbah non organik seperti inner biskuit,
cello, kardus cangkang telur, sisa adonan atau bahan lainnya toples yang rusak,
untuk pemusnahan limbah padat ini dengan cara dijual untuk didaur ulang.
Limbah berupa nude atau permen biasanya dibakar
2. Limbah Cair
Pengolahan limbah cair dari proses produksi biskuit dengan sistem SBR
(Sequencing Batch Reactor), yaitu:
a. Equization tank
Dalam tanki ini ditambahkan beberapa zat, yaitu
1) Lastik untuk mengendapakan flak
2) Leapus untuk menjernihkan air
3) Poliner untuk meringankan flak-flak
4) Ferosvisat untuk memperberat flak
5) Starbrod untuk menginjak bakteri
6) Urea untuk menyuburkan bakteri
b. Vis Separator
Separator merupakan proses pemisahan limbah dari minyak
c. Penambahan zat kimia
d. Koagulan tangki
Koagulan merupakan pengkoagulasi limbah.
e. Clarifer 1
Clarifer merupakan proses pengendapan lumpur
f. Anaerob (pembusukan bakteri)
g. Clarifer 2
h. Aerosif 1
Aerosif merupakan proses pertumbuhan bakteri dan penambahan oksigen
i. Calrifer 3
j. Aerosif 2
k. Clarifer 4
l. Buffer tank.
Dalam buffer tank ini biasanya dilakukan pengecekan keberhasilan
pengolahan limbah. Apabila bagus maka limbah langsung dibuang.
Sedangkan apabila limbah masih merugikan lingkungan maka pengolahan
limbah diulangi dari proses aerosif.
A. Pengelolaan Limbah Bakso
Limbah yang dihasilkan pada industri bakso digolongkan menjadi 3 macam
yaitu :
1. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa bahan yang terjatuh ketika produksi
berlangsung sehingga tidak layak diproduksi, sisa-sisa potongan daging, plastik,
kardus bekas pengemas daging dan bahan lain. Penanganan yang dilakukan adalah
dengan mengumpulkan limbah tersebut ke dalam keranjang sampah yang telah
disediakan di ruang produksi. Limbah-limbah tersebut kemudian dipisahkan
menurut jenisnya.dan dikumpulkan menjadi satu pada tempat sampah dan akan
diambil oleh petugas dari Dinas Kebersihan. Limbah padat berupa sisa daging
tidak cocok untuk pengomposan.
2. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan berasal dari sisa-sisa cairan pada saat proses
berlangsung yaitu air dari pembersihan bahan baku, pembersihan peralatan
produksi, dan sisa pemasakan atau perebusan bakso. Penanganan yang dilakukan
untuk menangani limbah cair tersebut adalah dengan mengolah limbah tersebut
menggunakan lumpur aktif yang hasilnya berupa air bersih untuk kolam ikan.
Adapun proses penanganannya adalah :
a. Limbah cair yang berasal dari ruang produksi dialirkan melalui lubang-
lubang pembuangan yang dilengkapi dengan ember yang telah dilubangi
agar air bisa lolos dan limbah padat yang berukuran bear akan tersaring.
Limbah cair dan padat yang berukuran kecil dialirkan melalui selokan-
selokan ke bak pengontrol.
b. Pada bak pengontrol, limbah padat yang berukuran kecil diendapkan dan
limbah cairnya akan ditampung. Di atas bak pengontrol diletakkan
saringan yang mempunyai lubang dengan diameter kecil. Tujuannya untuk
menyaring limbah padat yang tidak tersaring atau yang lolos pada saringan
ember. Air dalam bak pengontrol kemudian ditambahkan NaOH dan
diaduk. Penambahan NaOH bertujuan untuk mengatur pH menjadi 8-9
dengan tujuan agar Lumpur aktif (sludge) dapat bekerja aktif.
c. Dari bak penampung cairan limbah kemudian dialirkan melalui pipa mesin
penyedot ke tangki I dan II. Tangki ini mempunyai fungsi yang sama yaitu
tempat aerasi dan pengendapan. Pada tangki tersebut juga ditambahkan
lumpur aktif sebanyak 40% dari volume tangki yang mengandung bakteri
pengurai sehingga mempercepat proses pengendapan. Pada tangki ini juga
terjadi pengadukan dengan cara memberikan aerasi yang dipompakan dari
mesin kompresor sehingga bakteri pengurai dapat bekerja secara efektif.
Proses pengendapan ini membutuhkan waktu 4-5 jam.
d. Dari tangki I dan II limbah cair yang agak jernih dialirkan ke tangki III
yang berfungsi untuk mengendapkan sisa lumpur yang masih terbawa air
dari tangki I dan II.
e. Setelah dari tangki III limbah dialirkan ke tangki IV yang berisi arang
aktif, kerikil dan pasir sebagai penyaring kotoran yang halus dan tidak
terlihat serta untuk menyaring bau. Air yang keluar dari tangki ini sudah
jernih dan dialirkan ke kolam ikan yang berfungsi sebagai indicator
kebersihan limbah. Selanjutnya akan keluar ke selokan indikator
kebersihan limbah. Dan akhirnya akan keluar ke selokan-selokan sehingga
tidak berbahaya bagi lingkungan. Pemantauan limbah dilakukan setiap hari
meliputi kadar DO, COD, dan pH untuk mengetahui apakah air limbah
tersebut layak untuk dibuang.

Anda mungkin juga menyukai