1.1.Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun
(Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah
sebagai berikut.
1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.
2. Resiko kematian yang tinggi.
3. Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4. Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma
muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu
trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan
penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang
lebih besar.
Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering
terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang
belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah
besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks,
robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resimo
besar akibat perdarahan yang masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan
penanggulangan trauma yang memadai.
3. Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma (15%).
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran
perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan
organ dan reaksi sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan
yang komprehensif.
Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang
tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang
memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi
akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
1.2.Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang Trauma Muskuloskeletal
untuk kegiatan pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Mekanisme Trauma
Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal yang penting karena dapat
membantu kita dalam menduga kemungkinan trauma yang mungkin saja tidak segera
timbul setelah kejadian. Trauma musculoskeletal bisa saja dikarenakan oleh berbagai
mekanisme.
a. Direct injury
Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung dengan benda keras
seperti dashboard atau bumper mobil.
b. Indirect injury
Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan yang tidak
langsung seperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh lutut membentur dashboard
mobil pada saat terjadi tabrakan.
c. Twisting injury
Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada pemain sepak bola
dan pemain sky, yaitu bagian distal kaki tertinggal ketika seseorang menahan
kaki ke tanah sementara kekuatan bagian proksimal kaki meningkat sehingga
kekuatan yang dihasilkan menyebabkan fraktur.
d. Powerfull muscle contraction
Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek otot dari
tulang atau bisa juga membuat fraktur.
e. Fatique fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya terjadi pada
telapak kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan dengan jarak yang sangat
jauh.
f. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang seperti kanker
yang sudah metastase.
2.2.Fraktur
2.2.1. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-
laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih
sering mengalami fraktur daripada lakilaki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon
pada monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang
terlokalisir pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada yang
menggigitnya atau merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan
pasien merupakan sumber informasi yang akurat.
Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang paling
nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu lakukan
primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan lakukan
stabilisasi jika memungkinkan.
a. Swelling
Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari
pembuluh darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang.
b. Deformitas
Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.
c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal
yang dapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang
tulang.
d. Krepitasi
Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang
yang lainnya. Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin. Jangan
berusaha untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri
trauma lebih lanjut.
e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal pasien
dengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap pada
posisi yang nyaman dan akan menolak menggerakannya. Bahkan
pada pasien dengan dislokasi akan menolak untuk menggerakkan
ekstremitas yang mengalami dislokasi.
f. Exposed bone ends
Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa
pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada setiap pasien
dengan trauma musculoskeletal.
a. Penatalaksanaan Fraktur
Stabilkan jalan napas.
Kontrol perdarahan.
Tutup sucking chest wound (luka terbuka pada dada).
Resusitasi cairan.
Jika ada fraktur terbuka, balut luka sebelum melakukan pembidaian
dan jangan mendorong kembali tulang yang terlihat.
Jangan pernah berusaha untuk meluruskan fraktur termasuk sendi-
sendi, meskipun ada beberapa tulang pada fraktur yang dapat
diluruskan.
Tourniket tidak dianjurkan pada fraktur terbuka kecuali pada
trauma amputasi atau anggota gerak yang sudah tidak dapat
diselamatkan lagi.
Imobilisasi ekstremitas sebelum memindahkan pasien dan
imobilisasi sendi bagian atas dan bawah dari tulang yang fraktur.
b. Tujuan Imobilisasi
Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi fraktur
terbuka. Hal ini mungkin terjadi jika ujung tulang yang fraktur
masih dapat bergerak bebas ketika pasien dipindahkan.
Untuk mencegah kerusakan sekitar nervus, pembuluh darah dan
jaringan yang lain dari ujung tulang yang fraktur.
Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.
Untuk mengurangi nyeri.
2.3. Dislokasi
2.3.1. Definisi
2.3.2. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortoped
2.3.5. Patofisiologi
2.3.6. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil
yang mati rasa pada otot tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien
yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral,
yang secara otomatis membatasi abduksi.
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek
atau
Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
Kelemahan otot
2.4. Sprain
2.4.1. Definisi
2.4.2. Etiologi
Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang
normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari
posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
2.4.7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan
nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg
peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung)
Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat
dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari
tergantung jaringan yang sakit.
Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan
penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang
sakit.
2.5. Strain
2.5.1. Definisi
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di
sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas
atau bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan beban pada
daerah yang mengalami injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan
evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
2.5.2. Etiologi
2.5.4. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik
pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi
,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot
yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak
(Chairudin Rasjad,1998).
2.5.7. Komplikasi
Strain yang berulang
Tendonitis
2.5.8. Penatalaksanaan
Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung
selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin
untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan
memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan
konservatif.
2.6. Kontusio
2.6.1. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada
kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah,
sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993:
63)
2.6.2. Etiologi
Benturan benda keras.
Pukulan.
Tendangan/jatuh
2.6.3. Manifestasi Klinis
Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh
darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan
kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
2.6.4. Gejala
Nyeri
Bengkak
Perubahan warna
Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu
minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya
beberapa hari setelah terjadinya cedera.
Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. \
Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas
disebut hematoma.
Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang
menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191)
2.6.5. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan
rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru.
Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga
bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut
menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan didaur
ulang oleh makrofag. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan
hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan
dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap
mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh
darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah
yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan
terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono
Satmoko, 1993: 192).
2.6.6. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
Tinggikan daerah injury.
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa
tidak nyaman.
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30
menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio
adalah sebagai berikut:
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan
kapiler.
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan
jaringan-jaringan lunak yang rusak.
Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan
berikutnya.
Intervensinya :
Intervensi utama Intervensi pendukung
Observasi : Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, - Identifikasi kontraindikasi kompres dingin
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri Terapeutik:
- Identifikasi faktor yang memperberat dan - Pilih metode kompres yang nyaman dan
memepringan nyeri mudah didapt
- Lakikan kompres dingin pada daerah cidera
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk Edukasi :
mengurangi rasa nyeri - Jelaskan prosedur penggunaan kompres
- Fasilitasi istirahat dan tidur dingi
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategis meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik
Intervensinya :
Intervensinya :