Disusun Oleh :
Kelompok 3 B
2019
FAKTOR PREDISPOSISI
A. Biologis
Faktor biologi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan pada individu. Menurut Stuart (2013) komponen biologi yang menjadi
faktor predisposisi adalah genetik, status nutrisi, sensitivitas biologi, paparan
terhadap racun, neurotransmiter, penggunaan obat obatan, riawayat trauma
kepala. Kerusakan pada struktur sistem limbik, lobus frontal serta temporal otak
dapat mengubah kemampuan individu untuk dapat memodulasi agresif sehingga
dapat menyebabkan perilaku kekerasan (Videback , 2011).
Peningkatan atau penurunan perilaku agresif dapat terjadi jika ada perubahan
pada sistem limbik. Stuart (2013) mengatakan bagian sistem limbik khususnya
amigdala menjadi mediasi ekspresi ketakutan dan kemarahan. Perubahan dalam
fungsi sistem limbik berpotensi menurunkan dan meningkatkan perilaku
kekerasan, khususnya daerah amigdala yang merupakan bagian dari sistem
limbik, yang berfungsi sebagai penengah dari ekpresi takut dan amuk
(Stuart,2013). Hasil penelitian pada area biologis meyakini bahwa ada tiga area
otak yaitu sistim limbik, lobus frontal dan hipotalamus berperan terhadap
munculnya perilaku kekerasan (Stuart, 2013) Perubahan dalam system limbic
dapat berakibat pada peningkatan atau penurunan rasa takut, perilaku agresif dan
amuk.
1. Genetik
Menurut Cloninger dalam Yosep (2007) gangguan jiwa, terutama
gangguan persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya erat sekali
penyebabnya dengan faktor genetik termasuk di dalamnya saudara kembar,
individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
memiliki kecenderungan lebih tinggi di banding dengan orang yang tidak
memiliki faktor herediter. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah,
ibu, saudara atau anak dari klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki
kecenderungan 10 % sedangkan keponakan atau cucu kejadian 2-4 %.
Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik dengan klien
yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46 – 48 %,
sedangkan kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17%. Faktor
genetik tersebut sangat ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan sesuai
dengan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga klien yang
mengalami gangguan jiwa.
Menurut Yanuar (2013) mengutip Cloninger (1989) mengatakan
bahwa, individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan
orang yang tidak memiliki faktor herediter, dari teori ini bisa kita lihat
bahwa sebagian besar pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki
anggota keluarga yang terkena gangguan jiwa. Gangguan jiwa di desa
Paringan memang sudah termasuk kasus lama danmayoritas penderitanya
punya kerabat yang terkena gangguan jiwa, namun kasus ini baru terlihat
banyak ketika dilakukan pendataan oleh pemerintah.
Contoh Pengkajian:
”Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?”
2. Status Nutrisi
Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
Contoh Pengkajian:
“Adakah penurunan berat badan?”
“Apakah mengalami mual dan muntah?”
“Berapa kali makan dalam sehari? Apakah makanannya habis?”
3. Kondisi kesehatan secara umum
Misalnya kurang gizi, kurang tidur, gangguan irama sirkadian,
kelemahan, infeksi, penurunan aktivitas, malas untuk mencari bantuan
pelayanan kesehatan.
Contoh Pengkajian:
“Apakah anda tidur dengan nyenyak?”
“Apakah anda sulit untuk tidur di malam hari?”
“Apakah anda semangat untuk menjalani aktivitas sehari-hari?”
4. Sensitivitas biologi
Riwayat peggunaan obat halusinogen, riwayat terkena infeksi dan
trauma serta radiasi dan riwayat pengobatannya
5. Paparan terhadap racun
Penyalahgunaan obat-obatan Koping yang maladaftif yang digunakan
individu untuk menghadapi stressor melalui obat-obatan yang memiliki sifat
adiksi (efek ketergantungan) seperti cocaine, amphetamine menyebabkan
gangguan persefsi, gangguan proses berpikir, gangguan motorik dan
sebagainya. Patologi otak Termasuk disini adalah, trauma, lesi, infeksi,
perdarahan, tumor, toksin, gangguan metabolisme dan atrofi otak. paparan
virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan riwayat keracunan CO,
asbestos karena mengganggu fisiologi otak.
B. Psikologis
Faktor psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang
mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial
dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan
jiwa. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari skizofenia di
setiap kultur berbeda tergantung dari bagaimana penyakit mental diterima di
dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung sosial dan
keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial (Davidson, 2010). Bermacam
pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami seseorang akan
mewarnai sikap, kebiasan, dan sifatnya dikemudian hari.
1. Intelegensi
Riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif
sejak kecil misalnya: mental retardasi (IQ rendah).
Contoh Pengkajian:
“Apakah anda pernah menjalani tes kecerdasan? Jika iya berapa hasilnya?”
“Apakah anda memahani penyakit yang anda alami?”
2. Keterampilan verbal
Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam
keluarga, seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi,
komunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi tertutup. Adanya riwayat
gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat Stroke, trauma kepala.
Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
3. Moral
Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
Contoh Pengkajian:
“Dengan siapa anda tinggal?”
“Bagaimana kondisi lingkungan anda tinggal?”
4. Kepribadian
Telah diketahui sejak lama bahwa kepribadian individu juga berperan
dalam menyumbang terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Individu
yang memiliki kepribadian yang kuat akan cenderung dapat mengatasi
masalah yang dihadapi, namun individu yang mengalami ketergantungan
terhadap orang lain cenderung mudah mengalami gangguan jiwa karena
kepribadiannya rapuh.
Tipe kepribadian tertutup juga merupakan penyebab terbanyak orang
mengalami gangguan jiwa. Orang dengan tipe kepribadian tertutup akan
cenderung menyimpan segala permasalah sendiri, sehingga masalah akan
semakin menumpuk. Hal ini yang akan membuat klien bukannya
menyelesaikan permasalahannya, namun akan bingung dengan
permasalahannya dan dapat membuat klien depresi.
Contoh Pengkajian:
“Jika anda memiliki masalah apakah anda menceritakannya kepada
sesorang?”
“Apa yang anda lakukan jika memiliki masalah?”
“Apakah anda mudah putus asa?”
5. Pengalaman masa lalu
Pengalaman tidak menyenangkan yang dialami klien misalnya adanya
aniaya seksual, aniaya fisik, dikucilkan oleh masyarakat atau kejadian lain
akan memicu klien mengalami gangguan jiwa. Klien yang mempunyai
mekanisme koping maladaptif akan membuat klien mudah mengalami
gangguan jiwa.
Deprivasi dini biologi maupun psikologik yang terjadi pada masa bayi,
anak-anak. Misalnya anak yang ditolak (rejected child) akan menimbulkan
rasa tidak nyaman dan ia akan mengembangkan cara penyesuaian yang
salah (Baihaqi, 2005).
Kematian, kecelakaan, sakit berat, perceraian, perpindahan yang
mendadak, kekecewaan yang berlarut-larut, dan sebagainya, akan
mempengaruhi perkembangan kepribadian, tapi juga tergantung pada
keadaan sekitarnya (orang, lingkungan atau suasana saat itu) apakah
mendukung atau mendorong dan juga tergantung pada pengalamannya
dalam menghadapi masalah tersebut (Yosep, 2007).
6. Konsep diri
Adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas,
harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative.
Contoh Pengkajian:
“Bagaimana anda memandang diri sendiri?”
“Apakah anda merasa percaya diri?”
“Bagian mana dari diri anda yang paling anda sukai?”
7. Motivasi
Riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan.Contoh
Pengkajian:
“Apakah motivasi anda untuk sembuh ketika sakit atau dalam mnghadapi
masalah?”
8. Pertahanan psikologis
Ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan
perkembangan. Contoh Pengkajian:
“Apakah anda mudah stress?”
9. Self control
Adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya
suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan. Klien
biasanya mudah terdistraksi dan berespon secara berlebihan terhadap suatu
stimulus.
Contoh Pengkajian:
“Apakah anda mudah ketaakutan atau terganggu dengan suara-suara
berisik?”
“Apakah anda mudah terkejut? Reksi apa yang anda lakukan?”
C. Sosial Budaya
1. Usia
Sebagian besar gangguan kesehatan jiwa muncul pada masa remaja atau
di awal usia 20-an. Umumnya masalah kesehatan jiwa ini sudah ada sejak
remaja, dan terus berkembang sampai dewasa hingga akhirnya muncul
gangguan. Pada dasarnya, otak tidak banyak berubah saat masa kanak-
kanak, namun akan terpengaruh oleh lingkungan, sosial, dan kondisi
biologis. Selain itu, otak pada saat remaja, adalah saat dimana otak
mengalami perubahan sampai tingkat paling tinggi.
Contoh pengkajian :
"Berapakah usia bapak/ibu?"
"Pada usia berapa tepatnya gejala tersebut muncul?"
2. Gender
Umumnya jenis kelamin tidak banyak mempengaruhi masalah
kejiwaan. Yang menjadi pengaruh adalah bagaimana individu
menyesuaikan diri dengan perubahan, atau dengan kondisi dan situasi
tertentu. Dalam melakukan proses penyesuaian diri, individu mengalami
proses belajar untuk memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan
apa yang diinginkan oleh dirinya. Penyesuaian ditentukan oleh bagaimana
seseorang dapat berinteraksi dengan baik (Kusdiyanti, at al, 2011)
Contoh pengkajian :
"Bagaimana cara bapak/ibu berespon terhadap masalah?"
"Apa yang bapak/ibu lakukan untuk mengatasi masalah?"
"Apa bapak/ibu menerima jenis kelamin bapak/ibu?"
"Apa bapak/ibu mengalami kesulitan dalam berperan sebagai laki-
laki/perempuan?"
3. Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam memahami, menyikapi
dan beradaptasi dengan situasi atau perubahan yang menimpa dirinya.
Contoh pengkajian :
"Apa pendidikan terakhir bapak/ibu ?"
"Apakah sebelumnya bapak/ibu pernah melakukan test IQ?"
4. Pendapatan
Pendapatan mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh pengkajian :
"Berapa pendapatan bapak/ibu perbulannya?"
"Apakah pendapatan bapak dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan
bapak/ibu sehari-hari?"
5. Okupasi
Okupasi adalah sebuah bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat
atau pasien yang mengalami gangguan fisik atau mental dengan
menggunakan latihan untuk mencapai sasaran yang terseleksi dalam rangka
meningkatkan kemandirian individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Contoh pengkajian :
"Apakah bapak/ibu mampu menjaga kebersihan diri secara mandiri?"
"Apakah bapak/ibu menerima layanan kesehatan sebelum ini?"
6. Keyakinan
Keyakinan mempengaruhi individu dalam berespin terhadap masalah
yang dihadapi.
Contoh pengkajian:
"Apa agama bapak/ibu?"
"Apakah bapak/ibu mengalami kesulitan dalam beribadah?"
7. Pengalaman sosial
Pengalaman sosial adalah bagaimana seseorang berinteraksi dan
berkomunikasi dalam lingkungan sosial.
Contoh pengkajian :
"Apakah bapak/ibu mengalami kesulitan berkomunikasi dalam lingkup
sosial?"
"Apakah bapak/ibu merasa kesepian?"
"Apakah bapak/ibu memiliki banyak teman?"
8. Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat
(strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan
individu memilih cara yang maladaptif lainnya.
Contoh pengkajian :
"Apakah bapak/ibu pernah melanggar norma/hukum yang berlaku
dimasyarakat?"
"Apakah bapak/ibu merasa terganggu dengan adanya norma?"
"Apakah bapak/ibu mematuhi norma yang berlaku?"
9. Budaya asertif
Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons terhadap
marah yang sehat. Sementara itu, faktor sosial yang dapat menyebabkan
timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif antara lain
sebagai berikut :
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
b. Status dalam perkawinan.
c. Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
d. Pengangguran.
e. Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan
struktur keluarga dalam sosial kultural.
FAKTOR PRESIPITASI
Adalah stimuli yang merubah atau mengancam individu, merupakan peristiwa
pencetus dalam hidup seseorang yang menimbulkan masalah. Peristiwa pencetus
dapat berupa biologis, psikologis dan sosial budaya dengan rincian sifat stressor,
asal stressor, lamanya stressor dan jumlah stressor.
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor presipitasi
memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau tekanan hidup. Faktor
presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural. Waktu
merupakan dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu berapa lama
terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Adapun faktor presipitasi yang
sering terjadi adalah sebagai berikut.
1. Kejadian yang menekan (stressful)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan, yaitu
aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial. Aktivitas sosial
meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan, aspek
legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan
sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru
memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial adalah keinginan secara umum
seperti pernikahan.
2. Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi ketegangan keluarga
yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian. Beberapa
ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang dihubungkan
dengan hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang dihubungkan dengan
remaja dan anak-anak, ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi
keluarga, serta overload yang dihubungkan dengan peran
A. Sifat (Nature)
1. Faktor-faktor biologis
a. Status nutrisi : BB tidak ideal (kurus, sangat kurus, gemuk, sangat
gemuk)
b. Status Kesehatan secara umum: Menderita penyakit kronik atau
terminal, kehilangan salah satu anggota badan, kehilangan fungsi
tubuh. Ada gangguan kesehatan secara umum (menderita penyakit
jantung, kanker, mengalami trauma kepala atau sakit panas hingga
kejangkejang)
c. Sensitifitas biologi (terpapar obat halusinogen atau racun, asbestosis,
CO) : ketidakseiibungan elektrolit, gangguan pada sistem limbik,
thalamus, kortek frontal, GABA, norepinefrin, serotonin.(terpapar obat
halusinogen atau racun, asbestosis, CO).
2. Psikologi
a. Intelegensi : RM ringan (IQ 50 – 70), RM sedang (IQ 35 – 50).
b. Kemampuan verbal : mengalami hambatan atau gangguan dalam
keterampilan komunikasi verbal seperti buta, tuli, gagap, pelo, adanya
peibutasan kontak sosial, lokasi tempat tinggal yang terisolasi.
c. Moral : melanggar norma dan nilai di masyarakat
d. Kepribadian : menghindar, aibung, ada kepribadian menutup diri
e. Pengalaman yang tidak menyenangkan : korban perkosaan, perceraian,
perpisahan dengan orang yang berarti, KDRT, diturunkan dari
jabatannya, konflik dengan rekan kerja, menjadi korban aniaya fisik,
saksi aniaya fisik maupun sebagai pelaku, konsep diri yang negatif
(harga diri rendah, gambaran citra tubuh, keracuan identitas, ideal diri
tidak realistis, dan gangguan peran), kurangnya penghargaan,
pertahanan psikologisrendah (ambang toleransi terhadap stres rendah),
self control (ada riwayat terpapar stimulus suara, rabaan, penglihatan,
penciuman dan pengecapan, gerakan yang berlebihan dan klien tidak
bisa mengontrolnya
3. Sosial budaya
Faktor ini meliputi usia, gender, pendidikan rendah/putus atau gagal
sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya, status social jelek (tidak
terlibat dalam kegiatan di masyarakat, latar belakang budaya, tidak dapat
menjalankan agama dan keyakinan, keikutsertaan dalam politik tidak bisa
dilakukan, pengalaman sosial buruk, dan tidak dapat menjalankan peran
sosial
B. Sumber
1. Internal
Persepsi individu, contoh penkajian:
“Apakah stres yang anda alami muncul dari diri sendiri?”
“Jika stres itu muncul, bagaimana cara anda mengendalikan stres yang anda
alami?”
“Apakah anda pernah meluapkan stres anda dengan kekuatan fisik?”
2. Eksternal
Keluarga dan masyarakat, contoh pengkajian:
“Apakah stres yang anda alami muncul dari keluarga sendiri? Sebutkan!”
“Apakah stres yang anda alami muncul ketika bersosialisasi dengan orang?”
“Jika stres yang anda alami karena masalah keluarga, bagaimana cara anda
mengatasinya?”
“Jika stres itu muncul, apakah anda pernah bercerita kepada orang tua
anda?”
C. Waktu
1. Waktu terjadinya stresor
Contoh pengkajian:
“Kapan stresor bisa muncul?”
“Jika stresor itu muncul, pada saat kapan anda bisa mengendalikan stresor
anda?”
“Pada usia berapa stres itu muncul?”
“Apakah stres anda muncul saat melakukan aktivitas atau dalam waktu
senggang?”
2. Lamanya stresor terjadi
Contoh pengkajian:
“Berapa lama stresor yang anda alami?”
“Berapa lama anda bisa mengendalikan stresor yang terjadi?”
“Seiring bertambahnya usia apakah stresor yang anda alami rentang
waktunya berbeda?”
3. Frekuensi stresor terjadi
Contoh pengkajian:
“Berapa kali dalam sebulan stres yang anda alami terjadi?”
D. Jumlah
1. Jumlah dan kualitas stresor
Contoh pengkajian:
“Berapa jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama?”
“Pada tingkat perkembangan, apakah jumlah dan intensitas stres berbeda?”
PENILAIAN STRESSOR
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman terhadap
pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian terhadap stresor
ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons sosial.
Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya suatu kejadian
yang berhubungan dengan kondisi sehat (Yusuf, 2015).
A. Respons kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kognitif
memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat kejadian
yang menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta emosional,
fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang. Penilaian kognitif merupakan
jembatan psikologis antara seseorang dengan lingkungannya dalam menghadapi
kerusakan dan potensial kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian stresor primer
dari stres yaitu kehilangan, ancaman, dan tantangan.
Contoh Pengkajian Respon Kognitif
1. Gangguan
A: “Apakah Ibu/Bapak sebelumnya pernah mengalami gangguan?”
B: “Iya, pernah”
A: “Gangguan yang seperti apa?”
B: “Saya terganggu dengan suara atau dentuman yang keras”
-Kesulitan mengingat
-Kesulitan belajar hal baru
-Kebingungan
-Penurunan kemampuan untuk menilai
-Depresi
-Keterampilan sosial yang buruk
2. Ancaman
A: “Kenapa Bapak/Ibu sering menghindar saat bertemu dengan si C?”
B: “Saya takut karena pernah diancam kalau tidak nurut saya disuruh lari”
3. Tantangan
-Melemahnya konsentransi
-Cemas
-Pesimisme
-Keputusasaan
B. Respons afektif
Respons afektif adalah membangun perasaan. Penilaian terhadap stresor
respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumnya merupakan
reaksi kecemasan, yang hal ini diekpresikan dalam bentuk emosi. Respons
afektif meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi, atau
kaget. Emosi juga menggambarkan tipe, durasi, dan karakter yang berubah
sebagai hasil dari suatu kejadian.
Contoh Pengkajian Respon Afektif
Pada reaksi kecemasan pasien terlihat :
- Kaki dihentak-hentakan
- Selalu melihat kanan kiri
- Mudah marah
- Selalu merasa gelisah
- Gangguan tidur
- Sulit mengendalikan rasa cemas
- Sulit berkonsentrasi
C. Respons fisiologis
Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946) yang dikemukakan dalam Potter
& Perry (2005), telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres,
yaitu:
1. Local Adaptation Syndrome (LAS): (Local Adaptation Syndrome) LAS
adalah respons jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres. Tubuh
menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres. Respons setempat
ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata
terhadap cahaya, dan respons terhadap tekanan. Semua bentuk LAS
mempunyai karakteristik berikut:
a. Respons yang terjadi adalah setempat, respon ini tidak
melibatkan seluruh sistem tubuh.
b. Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan
untuk menstimulasinya.
c. Respons adalah berjangka pendek, respons tidak terdapat
terus menerus.
d. Respons adalah restortif, berarti bahwa LAS membantu
dalam memulihkan homeostatis region atau bagian tubuh.
2. General Adaptation Syndrome (GAS): General Adaptation Syndrome
(GAS) adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respons
ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan
sistem endokrin. GAS terdiri atas 3 fase, yaitu:
a. Fase alarm: Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme
pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stresor. Kadar
hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan
demikian menyiapkan individu untuk reaksi. Hormon lainnya
dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan
energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain
seperti epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan peningkatan
frekuensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan
pengambilan oksigen, dan memperbesar kewaspadaan mental.
Aktivitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk
melakukan respons melawan atau menghindar.
b. Fase Resisten: Tubuh kembali menjadi stabil, kadar hormon,
frekuensi jantung, tekanan darah, dan curah jantung kembali ke tingkat
normal pada tahap resisten. Individu berupaya untuk mengadaptasi
terhadap stresor. Apabila stres dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi. Tetapi apabila stresor tetap terus menetap
maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS, yaitu tahap
kehabisan tenaga.
c. Fase kehabisan tenaga: Fase kehabisan tenaga atau fase kelelahan
terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres dan ketika energi
yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah menipis.
Respons fisiologis menghebat, tetapi tingkat energi individu terganggu
dan adaptasi terhadap stresor hilang. Tubuh tidak mampu untuk
mempertahankan dirinya terhadap dampak stresor, regulasi fisiologis
menghilang, dan jika stres berlanjut, dapat terjadi kematian.
Contoh Pengkajian Respon Fisiologis
a. Local Adaption Syndrome (LAS)
- Pembekuan darah
- Penyembuhan luka
- Akomodasi mata terhadap cahaya
- Respons terhadap tekanan
b. General Adaptation Syndrome (GAS)
- Meningkatnya kadar hormon sehingga meningkat volume darah
- Dilepasnya hormon insulin untuk meningkatkan kadar glukosa darah
untuk menyiapkan kebutuhan energi untuk adaptasi
- Meningkatnya epinefrin dan norepinefrin yang mengakibatkan
peningkatan frekuensi jantung
- Meningkatnya aliran darah ke otot
- Meningkatnya pengambilan oksigen
- Meningkatnya kewaspadaan mental
D. Respons perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.
Contoh Pengkajian Respon Perilaku
- Sering mondar-mandir
- Bicara cepat
- Insomnia
- Bicaranya cepat
- Melukai diri sendiri
E. Respons social
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut
sosial dan perbandingan social.
Contoh Pengkajian Respon Sosial
A: “Apakah Bapak/Ibu mempunyai orang yang bisa dipercaya?”
B: “Tidak, saya tidak percaya siapapun”
- Menarik diri, pengasingan
- Penolakan
- Kekerasan
- Ejekan dan sindiran
SUMBER KOPING
Sumber koping adalah strategi yang membantu untuk menentukan apa yang akan
dilakukan. Sumber koping merupakan kekuatan yang dimiliki individu dalam
berepon terhadap berbagai stresor yang dihadapi. Dengan mengetahui sumber
koping yang dimiliki pasien perawat dapat menentukan tindakan yang tepat dalam
melakukan asuhan keperawatan. Menurut Stuart (2009), sumber koping terdiri dari
kemampuan individu (personal abilities), dukungan sosial (social support),
ketersediaan materi (material assets), kepercayaan (positive beliefs).
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai menjadi
4, yaitu sebagai berikut :
Sumber koping yang dimiliki oleh pasien inilah yang menjadi perhatian khusus
perawat karena dengan mengetahui sumber koping ini akan menjadi dasar dalam
pemberian suatu terapi kepada pasien perilaku kekerasan untuk mencapai standar
kemampuan yang harus dimiliki oleh pasien atau keluarga. Terapi yang dapat
diberikan untuk mencapai kemampuan tersebut diatas antara lain terapi generalis
(individu, keluarga dan kelompok) dan terapi spesialis.
MEKANISME KOPING
3) Rasionalisasi
Berusaha membuktikan bahwa perbuatannya (yang sebenarnya tidak
baik) rasional adanya, sehingga dapat disetujui dan diterima oleh diri
sendiri dan masyarakat. Contoh :
a) Tidak mau bermain bulu tangkis karena “badan kurang enak” atau
“besok ada ujian” padahal sebenarnya takut salah.
4) Identifikasi
Menambahkan harga diri dengan menyamakan dirinya dengan
seseorang atau suatu hal yang dikaguminya. Contoh :
a) Anak merokok atau membaca koran seperti kebiasaan ayahnya
b) Anak bersolek seperti ibunya
c) Bergaya “pahlawan” seperti bintang film, atlet, penyanyi, bintang
film, dan lain sebagainya.
5) Introyeksi
Identifikasi yang berbentuk primitif. Menyatukan nilai dan norma luar
dengan struktur egonya sehingga individu tidak bergantung pada belas
kasihan tentang hal-hal yang dirasakan sebagai ancaman. Contoh :
a) Memasukkan aspek kepercayaan ke dalam pendiriannya dalam
menghadapi keadaan yang mengancamnya.
6) Represi
Secara tidak sadar menekan pikiran yang berbahaya dan menyedihkan
dari alam sadar ke alam tidak sadar, semacam penyingkiran. Contoh :
a) Melihat temannya meninggal, pelaku seolah-olah lupa kejadian
tersebut.
7) Supresi
Individu secara sadar menolak pikirannya keluar dari alam sadarnya
dan memikirkan hal yang lain. Supresi tidak begitu berbahaya karena
dilakukan secara sengaja dan individu mengetahui apa yang
dibuatnya.
8) Regresi
Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah, dengan respons
yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang.
Contoh :
a) Anak yang punya adik lagi. Perilaku kakaknya menjadi isap
jempol atau ngompol untuk menarik perhatian.
b) Orang dewasa apabila ingin sesuatu harus segera dipenuhi, bila
tidak akan marah-marah seperti anak kecil.
c) Pengantin baru bila ada kesukaran sedikit saja dalam rumah
tangga maka lari ke ibu atau orang tua.
9) Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesulitannya sendiri atau
melemparkan kepada orang lain keinginannya yang tidak baik.
Contoh :
a) Anak tidak lulus karena guru sentiment
b) Suami berzina karena wanita lain menggodanya
c) Pemain tidak baik permainannya ketika melihat raketnya
10) Penyusunan reaksi (reaksi format)
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan.
Contoh :
a) Fanatik dalam mengutuk perjudian agar dapat menindas
kecenderungan diri ke arah itu.
11) Sublimasi
Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan seksual dalam
kegiatan nonseksual. Nafsu yang tidak terpenuhi (terutama seksual)
disalurkan kepada kegiatan lain yang dapat diterima masyarakat.
Contoh :
a) Individu yang belum atau tidak kawin, berusaha mementingkan
dan mengejar karier untuk mendapat kepuasan.
12) Kompensasi
Menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang baik atau
frustasi terhadap satu bidang, bisa juga mencari kepuasan secara
berlebihan dalam bidang lain. Contoh :
a) Individu tidak pintar, dia berusaha dirinya menjadi jagoan.
13) Pemindahan (displacement)
Emosi atau fantasi terhadap seseorang atau benda dicurahkan kepada
seseorang/benda lain yang biasanya lebih kurang berbahaya dari
semula. Contoh :
Anak dimarahi ibu, maka anak ganti dengan memukul adik
14) Pelepasan atau penebusan (undoing)
Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran. Kecenderungan atau
tindakan yang tidak disetujui/tidak bermoral. Bentuk
pelepasan/penebusan antara lain meminta maaf, menyesalkan,
memberi pilihan, atau melakukan penitensi dan menjalani hukuman.
Contoh :
a) Suami tidak setia memberi berbagai macam hadiah kepada istri
b) Pedagang/pegawai yang berbuat tidak sesuai dengan etika, maka
memberi sumbangan besar untuk kegiatan sosial.
15) Penyekatan emosional
Mengurangi keterlibatan ego dan menarik diri menjadi pasif untuk
melindungi diri sendiri dari kesakitan atau kekecewaan. Contoh :
a) Tidak menaruh harapan terlalu tinggi
16) Isolasi (intelektualisasi, disosiasi)
Suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu
keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi).
Contoh :
a) Rasa sedih karena kematian orang terdekat, maka mengatakan
“sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi”
b) Dalam keadaan menyakitkan berkata “biarlah, tidak apa-apa”
c) Seorang pedagang yang kasar bisa menjadi seorang ayah yang
lemah lembut.
17) Simpatisme
Berusaha mendapatkan simpati dengan cara menceritakan berbagai
kesukarannya, misalnya penyakit atau kesusahan orang lain. Oleh
karena bila orang simpati maka
harga diri meningkat walaupun ada kegagalan
18) Memberontak (acting out)
Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh berbagai keinginan
yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan membiarkanya
RENTANG RESPON
A. Rentang Respon Konsep Diri
Konsep diri mempelajari kontak social dan pengalaman berhubungan dengan
orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana
individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri terdiri
atas : Citra Diri, Ideal Diri, Harga Diri dan Penampilan Peran, serta Identitas
Personal. Respon individu terhadap konsep dirinya berfluktuatif sepanjang
rentang respon konsep diri yaitu dari adaptif sampai mal-adaptif. Staines
mengatakan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam terbentuknya
pola kepribadian seseorang karena konsep diri merupakan inti pola kepribadian,
konsep ini memengaruhi berbagai sifat dalam diri seseorang ( Abdul Muhith,
2015 ).
Respon Adaptif Respon Mal-Adaptif
a. Respon Adaptif
Otonomi : Mampu tuk menentukan dan menyampaikan ide-ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social. Contoh Subjektivitas :
“ Menurut saya..”, “ Saya Dipercaya Sebagai Penentu Kebijakan..”.
Bekerjasama : Merupakan kemampuan untuk bertukar pikiran dan
bekerja untuk mencapai satu tujuan yang sama dalam hubungan
social. Contoh Subjektivitas : “ Bagaimana Jika kita Lakukan
Bersama..”, “ Saya Pernah Bekerja Bersama Kelompok..”
b. Peralihan
Menyendiri : Respon yang bertujuan untuk merenungkan tindakan
dalam hubungan social dan sebagai langkah dalam mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah selanjutnya. Contoh : “ Apa yang anda
lakukan di saat melakukan beberapa kesalahan dalam hubungan
social ?”, “ Saya biasanya menyendiri untuk mengevaluasi diri saya
dan untuk menentukan langkah selanjutnya..”
c. Respon Mal-Adaptif
Menarik Diri ( Isolasi ) : Memutuskan diri dari hubungan social, bisa
karena merasa tak pantas, telah berbuat kesalahan besar, dan lain
sebagainya. Contoh: “ Lebih baik saya pulang saja dan menikmati
waktu saya sendiri, saya akan menolak ajakan mereka..”
Merasa Sendiri : Respon ketidakpercayaan individu pada kelompok,
merasa tak diperhatikan, tak dianggap, dan tak penting sehingga taka
da yang menemani. Contoh : “ Saya lebih memilih bekerja sendiri
daripada tidak ada yang mau menerima pendapat saya..”
Tergantung : Tidak dapat menentukan tindakan, keputusan, penuh
akan kebimbangan, dan hanya bergantung pada bantuan orang lain.
Contoh “ Saya tidak bisa melakukan sesuatu tanpa bantuan orang
lain..”
Gangguan Komunikasi : Kondisi yang membuat individu menjauh
dari lingkungan social, baik karena kecacatan, penyakit, ataupun pola
piker yang tidak dapat dimengerti orang lain.
2. Rentang Respon Halusinasi
Respon Adaptif Peralihan Respon Mal-adaptif
a. Respon Adaptif
Berpikiran Logis
Persepsi Akurat
Emosi Konsisten dengan Pengalaman
Perilaku Sesuai
Berhubungan Sosial
b. Peralihan
Distorsi Pikiran Ilusi
Reaksi Emosi Berlebihan
Perilaku Aneh dan tidak biasa
Menarik Diri
c. Respon Mal-Adaptif
Gangguan Pikiran/ Delusi
Halusinasi
Sulit Merespon Emosi
Prilaku Disorganisasi
Isolasi Sosial
3. Rentang Respon Marah
Respon Adaptif Peralihan Respon Mal-adaptif
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. 2014. Buku Ajar Keperawatan
Keluarga (Riset, Teori, dan Praktik) Edisi 5. Jakarta : EGC.
Davidson, G.C. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Permai
Knopman DS. Alzheimer’s Deasease And Other Dementias. In: Goldman L,
Schafer al,eds. Goldman’s Cecil Medicine. Edisi ke-24. Philadelphia, PA:
Elshevier Saunderes; 2011: Bab 409
Lyon, B. L. (2012). Stress, coping, and health. In Rice, H. V. (Eds.) Handbook of
stress, coping and health: Implications for nursing research, theory, and
practice (pp.3-23). USA: Sage Publication, Inc
Mardiana. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Samarinda. Diakses melalui
www.portal.fisip.unmul.ac.id diakses pada tanggal 30 September 2019 pukul
19.00 WIB
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Andi.
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Kemenkes RI
Rrdiantristiana. 2017. Konsep Stres. Diakses melalui rrdiantristiana-
fkp.web.unair.ac.id diakses pada tanggal 30 September 2019 pukul 19.30
WIB
Stuart G.W & Laraia, M.T. 2013. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
(7 th Ed). St. Louis: Mosby
Yusuf, Ah. PK, Rizky Fitriyasari dan Nihayati, Hanik Endang. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika