Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

2.1.1 Sejarah STBM

STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total

dengan menerapkan model CLTS (Community Led Total Sanitation). Pendekatan

CLTS sendiri diperkenalkan oleh Kamal Kar dari India pada tahun 2004. Di tahun

yang sama, Pemerintah Indonesia melakukan studi banding ke India dan

Bangladesh. Penerapannya dimulai pertengahan tahun 2005, ketika pemerintah

meluncurkan penggunaan metode ini di 6 desa yang terletak di 6 provinsi. Pada

Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai

strategi nasional untuk program Sanitasi (Percik, 2008).

Pada September 2006, program WSLIC ( Water and Sanitation for Low

Income Communities) memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS sebagai

pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36 kabupaten).

Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai

Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia

merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi

pendekatan CLTS dalam rancangannya (Percik, 2008).

Bulan Juli 2007 menjadi periode yang sangat penting bagi perkembangan

CLTS di Indonesia, karena pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia mulai

mengimplementasikan sebuah proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi total

Universitas Sumatera Utara


bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total

dan pemasaran sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi

total berbasis masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes RI No.

852/MENKES/SK/IX/2008).

STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada

perubahan prilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan

melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai

sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan

benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman nasional. Ciri utama dari

pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban

keluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun oleh

masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan “tidak

membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru”

dengan tidak memberikan subsidi sama sekali (Kepmenkes RI No.852/

MENKES/SK/IX/2008).

2.1.2 Definisi STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM

adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui

pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. (Permenkes RI No. 03 Tahun

2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

Program STBM memiliki indikator outcome dan indikator output.

Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit

Universitas Sumatera Utara


berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut :

a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar

sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di

sembarang tempat (Open Defecation Free).

b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan

yang aman di rumah tangga.

c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas

(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia

fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang

mencuci tangan dengan benar.

d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

Untuk mencapai outcome tersebut, STBM memiliki 6 (enam) strategi

nasional yang pada bulan September 2008 telah dikukuhkan melalui Kepmenkes

No.852/Menkes/SK/IX/2008. Dengan demikian, strategi ini menjadi acuan bagi

petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis

masyarakat. Pada tahun 2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat

dengan dikeluarkannya PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi

Total Berbasis Masyarakat. Dengan demikian, secara otomatis Kepmenkes

No.852/Menkes/SK/IX/2008 telah tidak berlaku lagi sejak terbitnya Permenkes

Nomor 3 tahun 2014 (PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Tujuan STBM

Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku

masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Permenkes RI No.03

tahun 2014).

2.1.4 Lima Pilar STBM

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima

pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang

lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup

bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan

angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik,

dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan

(Permenkes RI No.03 tahun 2014).

Pilar STBM terdiri atas perilaku:

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi

melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi

menyebarkan penyakit dengan dapat mengakses jamban.

b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.

c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)

Masyarakat melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah

tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan

Universitas Sumatera Utara


digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi

pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.

d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT)

Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga

dengan mengedepankan prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse

(memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang)

e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)

Masyarakat melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang

berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memenuhi

standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang

mampu memutusan mata rantai penularan penyakit serta mengurangi

pencemaran terhadap lingkungan. ( Kemenkes RI, 2014)

2.1.5 Prinsip - Prinsip STBM

Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dalam pelaksanaanya program

ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu :

1. Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali

untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

2. Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan

kemampuandan kebutuhan masyarakat sasaran.

3. Menciptakan prilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk mendukung

terciptanya sanitasi total.

Universitas Sumatera Utara


4. Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa

permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan

pemeliharaan.

5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi

(Permenkes RI No.03 tahun 2014).

2.1.6 Metode STBM

Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah

sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri (Permenkes

RI No.03 tahun 2014).

Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada

beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :

1. Pemetaan

Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta

sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat).

Alat yang diperlukan :

1. Tanah lapang atau halaman.

2. Bubuk putih untuk membuat batas desa.

3. Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk.

4. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran.

5. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana

sanitasi.

Universitas Sumatera Utara


Proses yang dilakukan :

1. Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperti

batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain.

2. Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,

menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya

sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut.

3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika

seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun

numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning.

Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya.

4. Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada

malam hari, saat hujan atau saat sakit perut.

2. Transect Walk

Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering

dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di

tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang

biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.

Proses yang dilakukan :

1. Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat

BAB (didasarkan pada hasil pemetaan).

2. Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut.

3. Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang

BAB di tempat tersebut pada hari itu.

Universitas Sumatera Utara


4. Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan

seperti itu.

3. Alur Kontaminasi (Oral Fecal)

Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran

manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

Alat yang diperlukan :

1. Gambar tinja dan gambar mulut

2. Potongan-potongan kertas

3. Spidol

Proses yang dilakukan :

1. Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk

ke dalam mulut?

2. Menanyakan bagaimana tinja bisa ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja?

Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang

menjadi perantara tinja sampai ke mulut.

4. Simulasi air yang telah terkontaminasi

Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air

yang biasa mereka gunakan sehari-hari.

Alat yang diperlukan :

1. Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/ air minum)

2. Polutan air/ tinja

Universitas Sumatera Utara


Proses yang dilakukan :

1. Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air

tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya.

2. Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang

peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan

tinja.

3. Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya?

Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang sudah terjadi selama ini.

Apa yang akan dilakukan kemudian hari?

5. Diskusi Kelompok (Focus Group Discussion)

Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan

menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat

merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan.

Pembahasannya meliputi:

a. FGD untuk memicu rasa malu dan hal-hal yang bersifat pribadi

1. Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB

di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya.

2. Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka

dapat dilihat oleh orang lain.

3. Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau

ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain.

b. FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit

Universitas Sumatera Utara


1. Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di

kampungnya dan kemana perginya tinja tersebut.

2. Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian taanyakan

rumah mana saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang

dikeluarkan untuk berobat, menanyakan apakah ada anggota keluarga

yang meninggal karena diare?

c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan

1. Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang

relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB

sembarangan.

d. FGD menyangkut kemiskinan

FGD ini biasanya berlangsung ketika masyaarakat ssudah terpicu

dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk

membangun jamban. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun

jamban itu perlu dana besar, maka harus diberikan solusi dengan

memberikan alternatif dengan menawarkan bentuk jamban yang paling

sederhana.

Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk memicu masyarakat untuk

memperbaiki sarana sanitasi, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat

tercapai yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan

kebiasaan BAB di sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta

metode yang digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan

perilaku sanitasi dalam suatu komunitas (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan
Dalam Kegiatan STBM
Hal – hal yang harus Alat yang digunakan
dipicu
Rasa jijik 1 Transect walk
2 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan
cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci
pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll
Rasa malu 1 Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)
2 FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit FGD
1 Perhitungan jumlah tinja
2 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan
didukung data puskesmas
3 Alur kontaminasi
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama
yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang
karena merugikan manusia itu sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang
bersangkutan dengan masyarakat “termiskin” seperti di
Bangladesh atau India.
Sumber : Permenkes RI Nomor 03 Tahun 2014

2.1.7 Tangga Sanitasi (Sanitation Ladder)

Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak meminta atau menyuruh

masyarakat untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku

sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau

merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak

terpisahkan dari kegiatan sehari-hari.

Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan

sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana

sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan

dan kenyamanan bagi penggunanya.

Universitas Sumatera Utara


Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah

bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk

membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat kemauan masyarakat

untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga

kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya

tetap berlanjut.

Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok

berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah

tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah

tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil.

Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan). Bangunan di permukaan

ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat. Ketiga

adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya

dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.

Dari lima kegiatan program STBM yang diperkenalkan, kegiatan untuk

penghentian kegiatan BAB di tempat terbuka merupakan pintu masuk pengenalan

konsep sanitasi total kepada masyarakat. Buang air besar sembarangan merupakan

perilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini

disebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana

pembuangan kotoran manusia atau tinja (jamban) adalah bagian dari usaha

sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan

penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan,

Universitas Sumatera Utara


maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan,

terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Suparmin, 2002).

2.2 Jamban

2.2.1 Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri

atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa

(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk

membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas

pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009).

Menurut Kusnoputranto (1997) Jamban keluarga adalah suatu bangunan

yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran

tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu

penyakit serta tidak mengotori permukaan.

Sementara itu menurut Soemardi (1999) pengertian jamban adalah

pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit

penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.

Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari

kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai

penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak

dikelola dengan baik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2014 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban

sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan

Universitas Sumatera Utara


mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah

semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus

dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini

berbentuk tinja, air seni dan CO2 (Notoatmodjo, 2010).

Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang

tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau.

Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan

pembuangan tinja.

Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah sebagai

berikut (Kumoro, 1998)

1. Rumah Kakus

Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari

pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun

estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah

tangga.

2. Lantai Kakus

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus

baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga

disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.

3. Tempat Duduk Kakus

Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja

yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jadi

Universitas Sumatera Utara


tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang

mudah diangkat (Simanjuntak P, 1999)

4. Kecukupan Air Bersih

Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah

disiram minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang

jamban atau closet. Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga

kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga

sehingga mencegah penyakit menular.

5. Tersedia Alat Pembersih

Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat jamban. Jenis

alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat

pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air.

Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar

tidak berlumut dan licin.

6. Tempat Penampungan Tinja

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat

mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan berupa

lobang tanah saja.

7. Saluran Peresapan

Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk

mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Jenis Jamban Keluarga

Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan

yang terbaik ialah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan

air yang tercukupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat dibedakan

atas beberapa macam ( Chayatin ,2009) :

1. Jamban Cemplung Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban

cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan

tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi

dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih

menimbulkan gangguan karena baunya.

2. Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok

yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran.

Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan,

tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan

daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi

pemakai lebih terjamin.

3. Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya

dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang

disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini

mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan

tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan

mengotori air tanah.

Universitas Sumatera Utara


4. Angsa trine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok jamban ini

ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang

disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang

berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air

yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat

mencegah hubungan lalat dengan kotoran.

5. Jamban di Atas Balong (Empang) Membuat jamban di atas balong (yang

kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak

dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang

terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut

kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan

persyaratan sebagai berikut:

a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi

b. Balong tersebut tidak boleh kering

c. Balong hendaknya cukup luas

d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air

e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15

meter

g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

6. Jamban Septic Tank. Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti

pembusukan secara anaerobik. Nama septic tank digunakan karena dalam

pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk

Universitas Sumatera Utara


yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta

dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa

(misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang),

sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut.

Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan

dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat

b. Lapisan cair

c. Lapisan endap

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di

Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara

pembuangan kotorannya yaitu:

a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah

b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya

yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung

di atas galian penampungan kotoran

b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak

berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun

terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang

galian penampungan kotoran (Warsito, 1996).

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Standar Dan Persyaratan Kesehatan Bangunan Jamban

Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan

penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh

penghuni rumah. (Permenkes RI No.3 Thn 2014)

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari:

a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari

gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 1 Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

b) Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

a. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter

dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana

(semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi

harus diberi tutup.

b. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan

mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem

Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Universitas Sumatera Utara


Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 2 Bangunan tengah jamban

c) Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang

berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui

vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

a. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai

penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat

dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan

bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui

bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka

dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.

b. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah

padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan

meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak

mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut

akan diuraikan secara biologis.

Universitas Sumatera Utara


Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya harus

aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan

bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 3 Bangunan Bawah

2.2.4 Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut : (Depkes RI, 2004).

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15

meter dari sumber air minum.

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya.

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.

6. Cukup penerangan

Universitas Sumatera Utara


7. Lantai kedap air

8. Ventilasi cukup baik

9. Tersedia air dan alat pembersih

Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat

yaitu:

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar

lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.

Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat

atau diplester

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor

dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

2. Tidak mencemari tanah permukaan

Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya,

kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras

setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk

demam berdarah

b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat

menjadi sarang nyamuk

Universitas Sumatera Utara


c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa

menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup

setiap selesai digunakan

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus

tertutup rapat oleh air

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi

untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.

Pembersihan harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang

kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat

lain

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang

kotoran

b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran

kotoran karena dapat menyumbat saluran

Universitas Sumatera Utara


c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok)

d. Closet (lubang tempat feces masuk)

e. Pit (sumur penampungan feces)

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat

mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa

lubang tanah saja

f. Bidang resapan

Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk

mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja

Jarak aman antara lubang kakus dengan sumber air minum

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (Chandra, 2007)

1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan

tanah dan sudut kemiringan tanah.

2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain

Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah

yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang

lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah

yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.

3. Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur

harus lebih jauh dari kakus.

4. Jenis mikroorganisme : Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antara

lain dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah

dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah

Universitas Sumatera Utara


selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam

1bulan.

5. Faktor Kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur

tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

6. Frekuensi Pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil

untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat

untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007).

2.2.5 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang

baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman

3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan

(Azwar,2000)

2.3 Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara

pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air

3. Tidak ada sampah berserakanan

4. Rumah jamban dalam keadaan baik

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

Universitas Sumatera Utara


6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada

7. Tersedia alat pembersih

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki

9. Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat dilakukan

dengan:

a. Air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember

b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar

tidak bau dan mengundang lalat.

c. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak

membahayakan pemakai.

d. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban.

e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas

tinja.

2.4 Perilaku Buang Air Besar

2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu

stimulus/ rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan

perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang

yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku

terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata

sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan

dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun

lingkungan sekitar yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku

kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :

a. Perilaku hidup sehat (healthy life style) Merupakan perilaku yang

berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan dengan

gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang, olahraga yang

teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi

kesehatan.

b. Perilaku sakit (illness behavior) Merupakan perilaku yang terbentuk karena

adanya respon terhadap suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan

tentang penyakit serta upaya pengobatannya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Merupakan perilaku seseorang

ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk menyembuhkan

penyakitnya.

2.4.3 Determinan perilaku kesehatan

a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)

Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah

terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan lain-lain.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Universitas Sumatera Utara


c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena

jamban akan cepat penuh

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

a. Jamban harus berdinding dan berpintu

b.Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya

terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

Menurut Ehlers dkk dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan

kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah:

a. Tidak mengotori tanah permukaan

b. Tidak mengotori air permukaan

c. Tidak mengotori air dalam tanah

d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka

e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu harus memiliki:

a. Rumah jamban

Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari

pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika.

Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga

b. Lantai jamban

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus

baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga

disesuaikan dengan bentuk rumah jamban

Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan sarana

dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang merupakan faktor

pemungkin misalnya lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan setempat.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu

perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini adalah sikap dan

perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang lain dalam upaya

mempromosikan perilaku kesehatan.

2.4.4 Domain perilaku

Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice) (Notoatmodjo, 2012).

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang terhadap

sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat (Fitriani, 2011).

1) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif :

a) Tahu (know)

Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi yang pernah

dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan, menguraikan,dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension)

Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat suatu kesimpulan dari suatu

materi.

Universitas Sumatera Utara


c) Aplikasi (application)

Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan materi yang telah

dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata.

d) Analisis (analysis)

Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat menjabarkan masing-

masing materi, tetapi masih memiliki kaitan satu sama lain. Dalam

menganalisis, seseorang bisa membedakan atau mengelompokkan materi

berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.

e) Sintesis (synthetis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu yang baru

berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya.

f) Evaluasi (evaluation)

Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari hasil

pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat mengevaluasi seberapa

efektifnya pembelajaran yang sudah ia lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat

dinilai dan dijadikan acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru

yang lebih efektif lagi.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011) dibedakan

menjadi faktor internal dan faktor eksternal :

a) Faktor internal

(1) Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang

terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi

Universitas Sumatera Utara


pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan

informasi.

(2) Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003)

pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan,

berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan untuk

menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga. Bekerja dianggap

kegiatan yang menyita waktu.

(3) Umur Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan

sampai berulang tahun (Elisabeth BH, dikutip dari Nursalam, 2003).

Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

b) Faktor eksternal

(1) Faktor lingkungan Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika

lingkungan mendukung ke arah positif, maka individu maupun

kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar

tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan

berperilaku kurang baik.

(2) Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga

mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

3) Kriteria tingkat pengetahuan

Penilaian pengetahuan menurut Arikunto (2006) dikutip dari Wawan &

Dewi (2011) diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


a) Baik : dengan presentase 76%-100%

b) Cukup : dengan presentase 56%-75%

c) Kurang : dengan presentase <56%

b. Sikap (Attitude)

Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap.

Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi dan

kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di sekitarnya.

Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap

merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap objek

(Notoatmodjo, 2007).

Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang

dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak

sesuai), dan komponen emosi (menimbulkan respon-respon yang konsisten)

(Wawan & Dewi, 2011).

Berikut akan disajikan skema terbentuknya sikap dan reaksi.

Reaksi
Stimulus Proses Stimulus Tingkah laku
Ransangan
(terbuka)

Sikap (tertutup

Gambar 4 Proses terbentuknya sikap dan reaksi

Universitas Sumatera Utara


1) Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :

a) Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan rangsangan

yang diberikan.

b)Merespons (responding) : memberi jawaban apabila ditanya,

menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang menerima

ide tersebut.

c)Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah

menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide dari

orang lain yang mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri, kemudian

dari dua ide yang berbeda tersebut didiskusikan bersama antara kedua

orang yang mengajukan ide tersebut.

d) Bertanggung jawab (responsible) : mampu mempertanggungjawabkan

sesuatu yang telah dipilih merupakan tingkatan sikap yang tertinggi.

2) Fungsi sikap menurut Wawan & Dewi, 2011 :

a) Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian

Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu mengetahui

sejauh mana manfaat objek sikap dalam pencapaian tujuan. Dengan

sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat menyesuaikan diri

dengan baik terhadap lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk

penyesuaian.

b) Fungsi pertahanan ego Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan

dirinya atau egonya merasa terancam. Seseorang mengambil sikap

tertentu untuk mempertahankan egonya.

Universitas Sumatera Utara


c) Fungsi ekspresi nilai Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu

akan menunjukkan sistem nilai yang ada pada diri individu yang

bersangkutan.

d) Fungsi pengetahuan Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap

suatu objek, itu berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai

pengetahuan terhadap objek sikap yang bersangkutan.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi (2011)

adalah :

a) Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan

yang kuat agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang

baik. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang

terjadi melibatkan faktor emosional.

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu cenderung

mempunyai sikap yang searah dengan orang yang dianggapnya penting

karena dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan

orang yang dianggapnya penting tersebut.

C)Pengaruh kebudayaan Kebudayaan memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang

dianut menjadi salah satu faktor penentu pembentukan sikap seseorang.

d) Media massa Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga berpengaruh juga

terhadap sikap konsumennya.

Universitas Sumatera Utara


e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari

lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan system

kepercayaan sehingga konsep ini akan ikut mempengaruhi

pembentukan sikap.

f) Faktor emosional Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi

sebagai bentuk pertahanan egonya

4) Cara pengukuran sikap

a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)

Teknik ini disusun oleh Thurstone yang didasarkan pada asumsi

nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh

sikap penilai terhadap isu. Metode ini menempatkan sikap seseorang

pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable sampai yang

sangat favorable terhadap suatu objek sikap. Caranya yaitu dengan

memberikan orang tersebut beberapa item sikap yang telah ditentukan

derajat favorabilitasnya. Pembuat skala perlu membuat sampel

pernyataan sikap sekitar 100 buah atau lebih, kemudian pernyataan-

pernyataan tersebut diberikan kepada beberapa orang penilai untuk

menentukan derajat favorabilitasnya. Rentang favorabilitas dari 1 sampai

11. Median dari penilaian antar penilai terhadap item ini dijadikan

sebagai nilai skala masing-masing item. Pembuat skala menyusun item

dari skala terendah sampai tertinggi, kemudian memilih item untuk

kuesioner skala sikap yang sesungguhnya dan selanjutnya diberikan

Universitas Sumatera Utara


kepada responden untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau

ketidaksetujuannya pada masing-masing item (Wawan & Dewi, 2011).

b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)

Item dalam skala Likert dibagi menjadi kelompok favorable dan

unfavorable. Untuk item favorable, jawaban sangat setuju nilainya 5,

sedangkan jawaban sangat tidak setuju nilainya 1. Item unfavorabel, nilai

untuk jawaban sangat setuju adalah 1, sedangkan jawaban untuk sangat

tidak setuju diberi nilai 5. Skala Likert disusun dan diberi skor sesuai

dengan skala interval sama (Riyanto, 2011).

c) Skala Guttman

Pengukuran dengan menggunakan skala Guttman hanya akan ada

dua jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar-salah”, “pernah-tidak pernah”,

“setuju-tidak setuju”, dan lain-lain. Skala Guttman digunakan apabila

ingin mendapatkan jawaban yang tegas tentang permasalahan yang

dipertanyakan. Penilaian pada skala Guttman untuk jawaban setuju diberi

skor 1 dan jika tidak setuju diberi skor 0 (Sugiyono, 2009). Sikap

dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean lebih besar daripada rata-

rata, sedangkan dikatakan negatif (tidak mendukung) bila hasil mean

lebih rendah daripada ratarata.

c. Praktik (Practice)

Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon (Notoatmodjo,

2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas

Universitas Sumatera Utara


atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat

terwujud dalam tindakan nyata (Notoatmodjo, 2005).

1) Tingkatan dalam praktik :

a) Respons terpimpin (guided responses)

Merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang

benar. Seseorang mampu melakukan suatu tindakan dengan sistematis,

dari awal hingga akhir.

b) Mekanisme (mechanism)

Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar urutannya,

makan akan menjadi kebiasaan baginya untuk melakukan tindakan

yang sama.

c) Adopsi (adoption)

Suatu tindakan yang sudah berkembang atau termodifikasi dengan baik

disebut adopsi.

2) Cara menilai praktik

Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan kuesioner.

Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Peneliti

dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai dengan tindakan yang

dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain menggunakan check list, penilaian

praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner. Kuesioner berisi beberapa

pertanyaan mengenai praktik yang terkait dan responden diberikan pilihan

“ya” atau “tidak” untuk menjawabnya (Arikunto, 2010).

3) Kategori penilaian praktik menurut Arikunto (2006) dalam Wawan

Universitas Sumatera Utara


& Dewi (2011) :

a) Baik : presentase 76%-100%

b) Cukup : presentase 56%-75%

c) Kurang : presentase <56%

2.4.5 perilaku Buang Air besar Sembarang

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar

sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang

saniter berupa jamban sehat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Saniter

merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan

kesehatan yaitu:

a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang

berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan

b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan

lingkungan sekitarnya.

Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

Gambar 5 Perubahan Perilaku SBS

Universitas Sumatera Utara


2.4.6 Macam Perilaku Buang Air Besar

Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan

tempat yang digunakan sebagai berikut:

1. Buang Air Besar di tangki septic, adalah buang air besar yang sehat dan

dianjurkan oleh ahli kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic

yang digali di tanah dengan syarat-syarat tertentu. Buang air besar di tangki

septik juga digolongkan menjadi:

a. Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air

besar menggunakan jamban model leher angsa yang aman dan

tidak menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena dengan

model leher angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan

tidak kontak dengan manusia ataupun udara.

b. Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air

besar dengan menggunakan jamban sederhana yang didesain

miring sedemikian rupa sehingga kotoran dapat jatuh menuju

tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak

berada langsung di bawah pengguna jamban.

c. Buang Air Besar dengan jamban model cemplung/cubluk, adalah

buang air besar dengan menggunakan jamban yang tangki

septiknya langsung berada di bawah jamban. Sehingga tinja yang

keluar dapat langsung jatuh ke dalam tangki septic. Jamban ini

kurang sehat karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank

dengan manusia yang menggunakannya.

Universitas Sumatera Utara


2. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban.

Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku

buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang

berbahaya bagi kesehatan manusia. Buang Air Besar tidak menggunakan

jamban dikelompokkan sebagai berikut:

a. Buang Air Besar di sungai atau di laut : Buang Air Besar di

sungai atau di laut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan

dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem di

daerah tersebut. Buang air besar di sungai atau di laut dapat

memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan

melalui tinja.

b. Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di

sawah atau kolam dapat menimbulkan keracunan pada padi

karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan padi

tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen.

c. Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di

Pantai atau tanah terbuka dapat mengundang serangga seperti

lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang dapat menyebarkan penyakit

akibat tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat

menjadi sebab pencemaran udara sekitar dan mengganggu

estetika lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


2.5 Kerangka konsep

Program Sanitasi Total Berbasis


Masyarakat (STBM)

Perilaku masyarakat tentang BAB Pemeliharaan jamban pasca


sembarangan : program STBM
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan

Gambar 6 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai