Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN FITOFARMAKA

Tugas 2: PENENTUAN PARAMETER MUTU


EKSTRAK Kaempferia galanga

Disusun Oleh:
Kelompok 2:
1. Julita Alifia A. (201410410311079)
2. Wildania Dini Putri (201510410311115)
3. Arief Rahman (201510410311127)
4. Elysa Dwi Putri (201510410311134)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam
keanekaragaman hati yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Keanekaragaman hayati di dalamnya termasuk kencur (Kaempferia galanga)
yaitu tanaman obat yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sering
digunakan oleh masyarakat . Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak
tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.
Rimpang kencur sudah dikenal luas di masyarakat baik sebagai bumbu
makanan atau untuk pengobatan tradisional diantaranya adalah batuk, mual,
masuk angin, radang lambung, batuk, nyeri perut, panas dalam dan lain-lain.
Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah antara lain karena bahan
bakunya mudah diperoleh dan harganya murah. Selain itu rimpang kencur juga
digunakan sebagai bahan baku fitofarmaka, industri kosmetika serta pembuatan
minuman.
Akar rimpang kencur adalah bagian yang dimanfaatkan sebagai tanaman
obat. Didalam akar tersebut banyak terkandung beberapa senyawa aromatic dan
alifatik yang berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi bahan dasar
industry kimia dan kefarmasian. Selain itu kandungan senyawa kimia yang
bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi
kimia. Oleh karena itu dilakukan penetapan parameter spesifik dan non spesifik
ekstrak untuk menjamin mutu dan kualitas suatu produk obat tradisional.
Penelitian ini dilakukan dengan menetapkan beberapa parameter spesifik dan
non spesifik terhadap ekstrak kaempferia galanga. Hal ini dilakukan untuk
menentukan kualitas ekstrak sesuai dengan parameter yang ada. (Muhlisah,
1999)
1.2 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan mengetahui parameter-parameter uji mutu
secara spesifik dan non spesifik pada ekstrak kencur (Kaempferia galanga)
yang akan digunakan sebagai bahan obat sesuai dengan persyaratan parameter
ekstrak.
1.3 MANFAAT
Mahasiswa dapat mengetahui mahasiswa mampu melakukan pengujian
mutu pada ekstrak kencur (Kaempferia galanga) secara spesifik dan non
spesifik) yang akan digunakan sebagai bahan obat sesuai dengan persyaratan
parameter ekstrak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KENCUR (Kaempferia galanga)
2.1.1 Klasifikai Tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae Gambar Rimpang Kencur
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L.
Merupakan bahan alamiah kering berupa rimpang (rhizoma) dari
tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) yang digunakan untuk
obat dan belum mengalami pengolahan apapun. Tanaman ini sudah
berkembang di Pulau Jawa dan diluar Jawa seperti Sumatra Barat,
Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini karakteristik
utama yang dapat dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun
dan rimpang. Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya, dikenal 2
tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang
besar dan kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih kecil.
(Syukur dan Hernani, 2001)
Kencur digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang
mempunyai daging buah yang lunak dan tidak berserat. Rimpang
kencur mempunyai aroma yang spesifik. Kencur tumbuh dan
berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim penghujan
kencur dapat ditanam dalam pot atau dikebun yang cukup sinar
matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka. (Thomas, 1989)
Kencur sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Hasil utama
dari kencur adalah umbi atau rimpangnya. Rimpang kencur
memiliki bentuk yang bulat memanjang. Tempat yang cocok utnuk
pertumbuhan kencur adalah yang berada di ketinggian 50 m – 1000
m diatas permukaan laut bersuhu 25-30 °C. (Prasetiyo, 2003)
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri yang berwarna
hangat, pedas dan berwarna kuning. Kandungan minyak atsiri di
dalam kencur terdiri atas borneol, kamfen, H-pentadekan, para
metoksi stiren dan lain-lain. (Prasetiyo , 2003)
Rimpang kencur memiliki berbagai manfaat yaitu digunakan
sebagai bahan baku obat tradisoinal/ jamu, fitofarmaka, kosmetik,
penyedap makanan dan minuman, serta rempah. Secara empiris,
kencur berkhasiat mengatasi infeksi bakteri, batuk, disentri,
ekspektoran, disentri, masuk angin, sakit perut dan penambah nafsu
makan. (majalah trubus, 2009)
2.1.2 Kandungan Kimia Kencur (Kaempferia galanga)
Kandungan kimia rimpang kencur, yaitu: Etil sinamat, Etil p-
metoksisinamat, p-Metoksisitiren, Karen, Borneol, dan Parafin.
Diantara kandungan kimia ini, Etil p-metoksisinamat
merupakan komponen utama dari kencur. (Afriastini, 1990)
Rimpang mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene
(1,28%), kampen (2,47%), benzene (1,33%), borneol (2,87%),
pentadecane (6,41%), eucalyptol (9,59%), karvon (11,13%),
metilsinamat (23,23%) dan etil-p-metoksisinamat (31,77%). Ekstrak
rimpang kencur berpotensi aktif terhadap infeksi bakteri. Rimpang
kencur ditemukan memiliki aktivitas antikanker, antihipertensi dan
aktivitas larvacidal dan untuk berbagai penyakit kulit, rematik dan
diabetes mellitus. (Tewtrakul et al., 2005)
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
2.2.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. (BPOM RI, 2010)

Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian,


yaitu :

1. Ekstrak cair : ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta


Liquida)
2. Semi solid : ekstrak kental (Extracta Spissa)
3. Kering : ekstrak kering (Extracta Sicca)

2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna
dimana teknik pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut
antara dua pelarut atau lebih yang saling bercampur. Pada umumnya,
zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam
suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain. (Harbone, 1987)
Beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan yaitu :

1. Ektraksi dengan menggunakan pelarut


a. Cara dingin : Maserasi, Perkolasi
b. Cara panas : Refluks, Soxhlet, Digesti, Infus, Dekok.
2. Ekstraksi dengan menggunakan uap (Destilasi uap)
3. Metode lain : ekstraksi berkesinambungan, superkritikal
karbondioksida, ekstraksi ultrasonic, ekstraksi energy listrik.

2.3 Prameter Mutu Ekstrak Kencur


Menurut farmakope herbal indonesia, diantara lain :
• Susut pengeringan = tidak lebih dari 10%
• Abu total = tidak lebih dari 8,7%
• Abu tidak larut air = tidak lebih dari 2,5%
• Sari larut air = tidak kurang dari 14,2%
• Sari larut etanol = tidak kurang dari 4,2%
• Kadar minyak atsiri = tidak kuurang dari 2,40% v/b
• Kadar EPMS = tidak kurang dari 1,80%

2.3.1 Standarisasi
Standardisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai
metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan
analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum
keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam. (Saefudin et
al., 2011)
Standardisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara
pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait pradigma
mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar
(kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)
stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Dengan kata lain,
pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk
akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai
parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor
biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia
bahan obat tersebut. Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter
standar spesifik dan parameter standar non spesifik. (Depkes RI,
2000)
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan
efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan
konsumen. Standardisasi obat herbal meliputi dua aspek:

1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau


golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk
analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan
konsumen dan stabilitas misal kadar logam berat, aflatoksin,
kadar air dan lain-lain. (Saefudin et al., 2011)
2.4 Parameter-parameter Standar Ekstrak
Parameter- parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik
dan parameter non spesifik.
1. Parameter Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif
dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab
langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik
ekstrak meliputi:
a. Identitas (parameter identitas esktrak) meliputi: deskripsi tata nama,
nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan
(sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,
daun, dsb) dan nama Indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis: parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan
panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna
pengenalan awal yang sederhana se- objektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu: melarutkan ekstrak dengan
pelarut (alkohol/ air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal
tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk memberikan
gambaran awal jumlah senyawa kandungan. (Depkes RI, 2000)
 Larut air
Penetapan kadar senyawa larut air untuk mengetahui kandungan
terendah dalam suatu zat/senyawa yang larut dalam air. Pada
penentuannya, simplisia/ekstrak terlebih dahulu dimaserasi selama
kurang lebih 24 jam dengan air kloroform LP. Ketika penentuan
kadar larut air, simplisia/ekstrak ditambahkan klorform terlebih
dahulu, penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat
antimikroba atau pengawet, karena apabila dalam maserasi hanya
air saja kemungkinan ekstrak akan rusak karena air meripakan
media yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan
terjadi proses hidrolisis yang akan merusak ekstrak sehingga
menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak tersebut.
 Larut etanol
Penetapan kadar senyawa larut alcohol dilakukan untuk
mengetahui kandungan terendah zat/senyawa yang larut dalam
etanol tetapi tidak larut dalam air.
Maserasi ekstrak sebanyak 5 gram selama 24 jam dengan 100
mL etanol 96%, ekstraksi terdestruksi dan menguap. Sehingga
yang tersisa hanya unsur mineral dan anorganik.
d. Uji kandungan kimia ekstrak
 Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi
sehingga memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan
untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia
berdasarkan pola kromatogram (KLT, KCKT). (Depkes RI, 2000)
 Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka
secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar
kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah
densitometri, kromatografi gas, KCKT atau instrumen yang sesuai.
Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu
sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung
jawab pada efek farmakologi. (Depkes RI, 2000)
2. Parameter Non Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter non spesifik esktrak yaitu penentuan aspek
kimia, mikrobiologi dan fisi yang akan mempengaruhi keamanan
konsumen dan stabilitas (Saifudin, 2011). Parameter non spesifik ekstrak
meliputi (Depkes RI, 2000):
a. Susut pengeringan
Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai
berat konstan yang dinyatakan dalam persen. Tujuannya yaitu untuk
menjaga kualitas simplisia/ekstrak karena susut pengeringan
mempunyai kaitan dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang.
Pemeriksaan susut pengeringan dilakukan terhadap simplisia yang
tidak mengandung minyak atsiri.
b. Bobot jenis
Parameter bobot jenis adalah massa per satuan volume yang diukur
pada suhu kamar tertentu (25 C) yang menggunakan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan
tentang besarnya massa persatuan volume yang merupakan parameter
khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat
dituang, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
kontaminas.
c. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
didalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan.
Penetapan kadar tersebut bertujuan untuk menentukan batasan
kadar air yang diperbolehkan ada pada ekstrak. Nilai yang diamati
adalah nilai maksimum kadar air, nilai kontaminasi, dan nilai
kemurnian.
Terdapat 3 cara penentuan kadar air dalam ekstrak, diantaranya :

• Cara titrasi
Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pertama dimasukkan
methanol 20.0 mL ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi dengan
pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Kedua dimasukkan
ekstrak dengan perkiraan kandungan air 10mg-50mg ke dalam labu
titrasi dan diaduk selama 1 menit, kemudian dititrasi dengan
pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Hitung kesetaraan
titrasi dengan jumlah air.
• Cara destilasi
Ekstrak yang diperkirakan mengandung air 2mL-4mL
dimasukkan ke dalam labu kering. Tambahkan kurang lebih
200mL toluene ke dalam labu kemudian hubungkan alat.
Panaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Jika toluene
telah mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes per detik dan bila
air sebagian mulai tersuling tingkatkan kecepatan menjadi 4 tetes
per detik. Jika semua air sudah tersuling, bersihkan bagian dalam
pendingin dengan toluene. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit,
biarkan tabung pendingin mencapai suhu kamar, jika air dan
toluene sudah terpisah sempurna baca volume air yang terdapat.
Hitung dalam persen.
• Cara gravimetri
Ekstrak sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah,
dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian ditimbang.
Lanjutkan pengeringan dan dan timbang pada jara 1 jam. Timbang
hingga selisih antar penimbangan tidak lebih dari 0.25%. Metode
tersebut tidak sesuai untuk ekstrak dengan kandungan minyak atsiri
yang tinggi, dan lebih sesuai digunakan sebagai penetapan kadar
susut pengeringan.
d. Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap.
Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya esktrak. Parameter kadar abu ini
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.
e. Sisa pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut
tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa
pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Pengujian sisa
pelarut berguna dalam penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak
untuk formulasi.
f. Residu pestisida
Parameter residu pestisida adalah menentukan kandungan sisa
pestisida yang mungkin saja pernah ditambahkan atau
mengkontaminasi pada bahan simpilia pembuatan ekstrak.
g. Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba
yang patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba
patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas
yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
bahaya (toksik) bagi kesehatan.
h. Cemaran aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
jamur. Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
toksigenik (menimbulkan keracunan), mutagenik (mutagi gen),
teratogenik (penghambatan dan pertumbuhan janin) dan karsinogenik
(menimbulkan kanker pada jaringan). (Rustian, 1993)
Jika ekstrak positif mengandung aflatoksin maka pada media
pertumbuhan akan menghasilkan koloni berwarna hijau kekuningan
sangat cerah. (Saifudin, 2011)
i. Cemaran logam berat
Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan
logam berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd,
dll) melebihi batas yang telah ditetapkan karena berbahaya bagi
kesehatan.
Persyaratan parameter non spesifik ekstrak secara umum ditunjukkan
pada Tabel 1 yang merupakan persyaratan parameter non spesifik ekstrak
secara umum. (Saifudin et al,2011)
Tabel 1. Persyaratan parameter non spesifik

2.5 Pelarut yang Digunakan


Proses ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan senyawa yang
ada pada tumbuhan. Senyawa yang terdapat pada tanaman memiliki
kelarutan yang berbeda – beda. Umumnya pelarut yang sering digunakan
adalah kloroform, eter, alcohol, menthol, etanol, dan etilasetat. Ekstraksi
biasanya dilakukan secara bertahap dimuali dengan pelarut nonpolar
(kloroform atau n-heksan), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan pelarut
polar (menthanol atau etanol). (Harbone, 1996)
Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua
syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk
bahan yang diekstraksi dan pelaruttersebut harus terpisah dengan cepat
setelah pengocokkan.
Pada praktikum ini pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol atau
alkohol (C2H5OH) merupakan cairan tidak berwarna yang larut dalam air,
densitas 0,6 (0ºC) titik leleh -169ºC , titik didih -102ºC. Memiliki gugus
hidroksil (OH) pada alkohol yang menyebabkan bersifat polar, sedangkan
gugus alkil (R) merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus
tersebut merupakan faktor yang menentukan sifat alcohol. (Daintith, 1994)
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
 Timbangan akademik
 Toples
 Batang pengaduk
 Beaker glass
 Corong pisah
 Corong buchner
 Cawan penguap
 Alat destilasi
 Labu ukur
 Botol timbang
 Desikator
 Oven
 Krus silikat
 Kaki tiga
 Bunsen
 Penjepit kayu
 Kertas saring

3.1.2 Bahan
 Ekstrak kering rimpang kencur
 Aquadest
 Kloroform
 Etanol 96%
3.2 Prosedur Penentuan Mutu Ekstrak Kaempferia galanga
3.2.1 Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Deskripsi tata nama:
- Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
- Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
- Bagian yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
- Nama Indonesia tumbuhan
b. Senyawa identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk
spesifik dengan metode tertentu

2. Organoleptik

Penggunaan pancaindera mendiskripsikan bentuk, warna, bau,


dan rasa:

a. Bentuk: padat, serbuk kering, kental, cair.


b. Warna: kuning, cokelat, dll.
c. Bau: aromatik, tidak berbau, dll.
d. Rasa: pahit, manis, kelat, dll.
3 Senyawa terlarut dalam Pelarut Tertentu
Prinsip: Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air)
unutk ditentukan jumlah solute yang identic dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetric. Dalam hal tertentu dapat
diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana,
diklorometan atau metanol.
a. Kadar senyawa larut air

Prosedur Kerja:
- Aserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan
100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
- Dibiarkan selama 18 jam
- Saring dan uapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan
dangkal berdasarkan rata yan sudah ditara
- Panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap
- Hitung kadar dalm persen, dihitung terhadap ekstrak awal
- Percobaan dilakuakn 3 kali

Catatan: Air-Kloroform LP adalah air suling 997,5 ml


dicampur dengan 2,5 ml kloroform
b. Kadar senyawa larut etanol

Prosedur Kerja:

- Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan


100 ml etanol (96%) menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
- Dibiarkan selama 18 jam
- Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol
- Uapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang tetap
- Hitung kadar dalam persen, dihitung terhadap ekstrak awal
- Percobaan dilakukan 3 kali
3.2.2 Parameter Non Spesifik

1. Susut Pengeringan

Prinsip: Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temepratur


105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dinyatakan
dalam porsen.

Cawan penguap Didinginkan Ditimbang


di panaskan pada selama 10 menit cawan
suhu 105C dalam desikator kosong

Dipanaskan dalam Dimasukkan


oven dengan suhu ke dalam Ditimbang
cawan ekstrak 1
105C selama 30
penguap gram
menit

Ditimbang cawan
Didinginkan + ekstrak ad berat
dalam desikator konstan

Prosedur kerja:
- Tara botol timbag + tutup
- Panaskan botol timbang + tutp pada suhu 105°C selama 30
menit
- Timbang ekstrak 1-2 gram dalam botol timbang dan ratakan
- Dinginkan ekstrak dan botol timbang dalam eksikator hingga
suhu kamar
- Masukkan dalam ruang pengering dan keringkan pada suhu
105°C dengan tutup terbuka hingga bobot tetap
2. Kadar Air
Prinsip: Pengukuran kandungan air yang berada didlaam bahan,
dilakukan dengan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.

Dimasukkan Dimasukkan
ekstrak Dipanaskan selama
200 ml Toluene
kedalam labu 15 menit
P
kering

Tabung penerima
dibiarkn hingga Penyulingan Setelah Toluena
suhunya dilkuakn selama mendidik, suling
mencapau suhu 5 menit dengan kecepatan
kamar 4 tetes/detik

Catatan: Toluen P adalah toluen yang sudah


dijenuhkan dengan air suling. Sebanyak 200 ml toluen
Volume air ditambah 5 ml air suling, kemudian dikocok beberapa
dibaca dan saat, lalu lapisan air dipisahkan.
hitung kadar air
dalam %
3. Kadar Abu
Prinsip: Bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dna menguap. Sehingga inggal
unsur mineral dan anorganik.
a. Penetapan kadar abu total

b. Penetapan kadar abu tidak larut asam

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosedur kerja:
- Lebih krang 2-3 gram ekstrak yang telah di gerus dan ditimbang
seksama, masukkan dalam kurs yang telah dipijar dan ditara
- DIpijar perlahan hingga arang habis
- Jika arang tidka dapt hilang tambahkan air panas, saring dnegan
kertas saring bebas abu
- Sisa kertas saring dipijar dlaan kurs yang sama
- Filtrat dimasukkan dalam kurs, diuapkan, dipijar hingga bobot
tetap
- Timbang dan hitung kadar terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara
b. Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dari


penetapan kadar abu
Bagian yang tidak larut Saring melalui kurs dan
didihkan dengan 25 ml
dlaam asam dikumpulkan kertas saring bebas abu
asam sulfat encer selama
5 menit

Timbang dan hitung


kadar abu yang tidak Cuci dengan air oans dan
larut dlaam asam pijarkan hingga bobot
terdahap bahan yang tetap
dikeringkan di udara

Prosedur kerja:
- Abu yang telah diperoleh pada penetapan kadar abu,
didihkan dengan 25 asam sulfat encer selama 5 menit
- Bagian yang tidak lat=rut asam dikumpulkan
- Disraing melalui kurs kaca masir atau kertas saring bebas abu
- Dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap
- Timbang dan htung kadar abu yang tidak larut asam terhadao
bahan yang telah dikeringkan diudara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Parameter Spesifik dan Non Spesifik
4.1.1 Hasil Penimbangan Parameter Spesifik
a. Kadar Senyawa Larut Air

Penimbangan Penimbangan
Cawan Kosong Cawan + Isi 6

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 1 Cawan + Isi 7

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 2 Cawan + Isi 9

Penimbangan
Penimbangan Cawan + Isi 10
Cawan + Isi 4

Penimbangan
Cawan + Isi 11

Penimbangan
Cawan + Isi 5
b. Kadar Senyawa Larut Etanol

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 1 Cawan + Isi 8

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 2 Cawan + Isi 9

Penimbangan
Penimbangan
Cawan + Isi 4
Cawan + Isi 10

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 5 Cawan + Isi 11

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 6 Cawan + Isi 12

Penimbangan
Cawan + Isi 7
4.1.2 Hasil Penimbangan Parameter Non Spesifik
a. Susut Pengeringan

Penimbangan Penimbangan
Cawan Kosong Cawan + Isi 7

Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 1 Cawan + Isi 9

Penimbangan
Penimbangan
Cawan + Isi 10
Cawan + Isi 2

Penimbangan
Penimbangan Cawan + Isi 11
Cawan + Isi 3

Penimbangan
Penimbangan Cawan + Isi 12
Cawan + Isi 4

Penimbangan
Penimbangan Cawan + Isi 13
Cawan + Isi 5

Penimbangan
Penimbangan Cawan + Isi 15
Cawan + Isi 6
Penimbangan Penimbangan
Cawan + Isi 18 Cawan + Isi 21

Penimbangan
Cawan + Isi 19 Penimbangan
Cawan + Isi 22

Penimbangan
Cawan + Isi 20

b. Kadar Air

Ada menit ke 10
didapatkan Kadar
MC yaitu 0,08%
Setelah alat meredup
didapatkan Kadar
MC yaitu 1,90%

c. Kadar Abu

Penimbangan Penimbangan
Kurs Porselen Kurs Porselen +
Kosong Isi

4.1.3 Hasil Perhitungan


a. Identifikasi
Nama Ekstrak : Ekstrak etanol rimpang kencur
Nama lain tumbuhan : Kaempferiae galangal L.
Bagian yang digunakan : Rimpang
Nama Indonesia Tumbuhan : Kencur
b. Organoleptis
Bentuk : Serbuk
Warna : Kuning
Bau : Khas Aromatik
Rasa : Agak pedas dan hangat
c. Senyawa-terlarut dalam pelarut tertentu
 Kadar Senyawa Larut Air
Larutan diambil 20 ml dari 100 ml,berat ekstrak 5 g
Berat cawa kosong = 70,6482 g
Berat cawan + isi 9 = 70,7681 g
Berat cawan + isi 10 = 70,7681 g
Berat cawan + isi 11 = 70,7680 g
% kadar senyawa larut air
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑖𝑠𝑖)−(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔) 100 𝑚𝑙
= 𝑥 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 20 𝑚𝑙
70,7680 𝑔 − 70,6482 𝑔 100 𝑚𝑙
= 𝑥 𝑥 100%
5𝑔 20 𝑚𝑙

= 11,98%
 Kadar Senyawa Larut Etanol
Larutan diambil 20 ml dari 100 ml
Berat ekstrak 5 g
Berat cawan kosong = 64,6876 g
Berat cawan + isi 10 = 65,7090 g
Berat cawan + isi 11 = 65,0789 g
Berat cawan + isi 12 = 65,0787 g
% kadar senyawa larut etanol
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑖𝑠𝑖)−(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔) 100 𝑚𝑙
= 𝑥 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 20 𝑚𝑙
65,0787 𝑔 − 65,6876 𝑔 100 𝑚𝑙
= 𝑥 𝑥 100%
5𝑔 20 𝑚𝑙

= 39,11%
d. Kadar Abu
Berat ekstrak 2 g
Berat Kurs Kosong = 40,7837 g
Berat kurs + isi = 41,4606 g
% kadar abu
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑢𝑟𝑠+𝑖𝑠𝑖)−(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑢𝑟𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
= 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
41,4060 𝑔 − 40,7837 𝑔
= 𝑥 100%
2𝑔

= 33,85%
e. Kadar Air
Berat ekstrak = 2,892 g
Kadar MC waktu 10 menit = 0,08%
Kadar MC waktu 5 menit = 1,90%
f. Susut Pengeringan
Berat ekstrak 2 g
Berat cawan kosong = 69,7832 g
Berat cawan + isi 20 = 71,3881 g
Berat cawan + isi 21 = 71,3880 g
Berat cawan + isi 22 = 71,3878 g
% kadar senyawa larut air
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 −(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛+𝑖𝑠𝑖−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
= 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
2 𝑔 −(71,3878 𝑔− 69,7832 𝑔
= 𝑥 100%
2𝑔

= 20%
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakuakn penentuan parameter mutu baik secara
spesifik atau spesifik pada ekstrak Kaempferia galangal L. dna praktikum kali
ini merupakan lanjutan dari praktikum yang sebelumnya.
Pengujian parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptis
ekstrak, dan senyawa yang terlarut dalam pelarut tertentu (air dan etanol).
Tujuan dilakukan pengjian identitas ekstrak adalah memberikan objektifitas
dari nama dan spesifikasi dari tanaman. Sedangakn pengamatan organoleptis
ekstrak bertujuan sebagai pengenalan awal menggunakan panca indera dengan
mendiskrpsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. (Depsek RI, 2000)
Pada pengujian parameter mtu spesifik senyawa yang terlarut dalam pelarut
tertentu dengan menggunakan pelarut etanol dan air. Hasil presentase kadar
senyawa terlarut etano lebih tinggi yaitu 39,11%. Sedangkan kadar senyawa
terlarut air memperoleh hasil 11,98%. Pada hasil pengujian ini terlihat bahwa
ekstrak lebih larut dalam pelarut etanol dibandingkan dengan pelarut air.
Pengujian senyawa terlarut dalam pelarut tertentu bertujuan sebagai perkiraan
kadar kandungan senyawa-senyawa aktif yang bersifat polar (larut air) dan
senyawa aktif yang bersifat semipolar-nonpolar (pelarut etanol). (Saifuddin et
al., 2011)
Hasil pengujian kadar-kadar senyawa larut etanol memnui persyaratan yang
telah ditetapkan dalam Farmakope Herbal, yakni kadar senyawa larut etanol
tidak kurang dari atau lebih besar sama dengan 14,2 %.
Tahap pengujian parameter non spesifik meliputi kadar abu total, kadar air,
dan susut pengeringan. Pengujian kadar abu dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan karakteristik sisa kadar abu non spesifiksetalh pengabuan dan juga
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang
berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Pada pengujian ini
ekstrak dipanaskan hingga senyawa organic dan turunannya terdestruksi dan
menguap sampai tinggal unsur mineral dan akndungan anorganik. Hasil
pengujian pada kadar abu total tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dalam Farmakope Herbal, yakni kadar abu dalam ekstrak kurang
dari 10,2 %, sedangkan kadar abu yang didapatkan dalam pengujian ini adalah
33,85 %. Pada pengujian ini abu juga tidak berwarna putih sesuai dengan
semestinya, hal ini dapat disebabkan dar banyak factor, bisa pada saat
penyringan terdapat serbuk yang ikut tersaring sehingga penyaringan tidak
sempurna atau saat pemanasan pada kurs api terlalu besar sehingga terdapat
abu yang tidak bisa putih. Kadar abu hendaknya mempunyai nilai kecil karena
parameter ini menunjukkan adanya cemaran logam berat yang than pada suhu
tinggi. (Isnawati dan Arifin, 2006)
Susut pengeringan merupakan salah satu parameter non spesifik yang
bertujuan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan, Parameter susut pengerinagn
pada dasarnya adalah pengukuran sisa zat setelah pengerinagn pada
temperature 105ºC sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen.
(Depkes RI, 2000)
Hasil pengujian susut pengerinagn pada ekstrak Kaempferiae galangal L.
adalah sebesar 20 % dan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan dalam Farmakope Herbal, yakni susut pengeringan
dlaam ekstrak kurang dari atau tidak lebih dari 10%.
Pengujian selanjutnya adalah pengujain kadar air dalam ekstrak
KAempferiae galangal L.. Pengujian kadar air ini dilakukan untuk menetapkan
residu air setelah proses pengentalan atau pengeringan. Hasil pengujian ini
dilakuakn dan didapatkan kadar air pada menit ke 10 adalah 0,08 % dan pada
menit ke 25 atau saat lampu meredup adalah 1,90 %. Hal ini sesuai dengan
standar yang telah ditentukan dalam Farmakope Herbal, yakni kadar air dalam
ekstrak tidak boleh lebih 10 %.
Dari ketidak sesuaian hasil yang telah diperoleh dengan standar yang ada
dalam Farmakope Herbal dpat disebabkan oleh banyak factor, misalnya
ketidak telitian praktikan dalam melakukan serangkaian prosedur pengujian,
baik pengujian parameter spesifik maupun non spesifik. Faktor-faktor lai yang
belum diketaui juga menjadi penghambat atau ketidaktepatan hasil penelitian.
BAB V
KESIMPULAN
Dalam penetuan parameter mutu ekstrak kencur baik secara spesifik atau non
spesifik dapat disimpulkan bahwa:
a. Identifikasi
Nama Ekstrak : Ekstrak etanol rimpang kencur
Nama lain tumbuhan : Kaempferiae galangal L.
Bagian yang digunakan : Rimpang
Nama Indonesia Tumbuhan : Kencur
b. Organoleptis
Bentuk : Serbuk
Warna : Kuning
Bau : Khas Aromatik
Rasa : Agak pedas dan hangat
Standar
No Parameter Penentuan Farmakope Hasil Keterangan
Herbal
1. Spesifik Kadar ≥ 14,2 % 11,98 % Tidak
senyawa memenuhi
larut air standar
2. Spesifik Kadar ≥ 4,2 % 39,11 % Tidak
senyawa memenuhi
larut etanol standar
3. Non Spesifik Kadar abu ≤ 10 % 33,85 % Tidak
memenuhi
standar
4. Non Spesifik Kadar air ≤ 10 % 1,90 % Memenuhi
standar
5. Non Spesifik Susut ≤ 10 % 20 % Tidak
pengeringa memenuhi
standar
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli
Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta,
hal 30-31.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia (diterjemahkan dari: A Concise


Dictionary of Chemistry, penerjemah: M. Sitohang dan S.S. Achmadi). Jakarta
: Erlangga.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia.


Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Depkes RI. (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid II. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Halaman 163-164.

Harborne, J. B.. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soedira, edisi II, Hal. 4-7 : 69-76. Bandung : ITB Press.

Harborne, J. B.. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soedira. Bandung : ITB Press.

Muhlisah F. 1999. Temu-temuan dan Empon- empon, Budidaya dan Manfaatnya,


Cetakan 1. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Prasetiyo, 2003, Instan jahe, kunyit, kencur, temulawak, Yogyakarta: Kanisius.

Rustian, 1993, Pemeriksaan Jumlah Total Cemaran Bakteri dan Kapang Serta
Identifikasi Aspergillus Flavus Pada Sediaan Jamu Bubuk, Di Beberapa
Tempat Penjualan Di Kotamadya Padang, Skripsi, Fakultas Farmasi, UNAND,
Padang.

Rukmana, R. 1994. Kencur. Kanisius. Yogyakarta

Saifuddin,A ,et al.2011.Standarisasi Bahan Obat Alam.Jogjakarta:Graha Ilmu


Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Jakarta:
Penebar Swadaya, 65.

Tewtrakul, S. dan Subhadhirasakul S., 2007, Anti-allergic activity of some selected


plants in the Zingiberaceae family, Journal of ethnopharmacology 109(3), 535-
538.

Thomas, A. N. S., 1989, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta:


Kanisius.

Trubus, 2009, Minyak Atsiri. Trubus Info Kit Vol. 07, Depok: PT Trubus Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai