Anda di halaman 1dari 18

SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN

DEPRESI PADA PENDERITA PASCASTROKE ISKEMIK

DI PUSKESMAS KARTASURA SUKOHARJO

Naskah Publikasi

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat


Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

THOMAS ARI WIBOWO

20131050003

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

1
2
SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN DEPRESI
PADA PENDERITA PASCASTROKE ISKEMIK

Thomas Ari Wibowo1, Elsye Maria Rosa2

ABSTRAK

Latar belakang: Depresi pascastroke merupakan faktor utama yang dapat


menghambat penyembuhan fungsi neurologi dan aktivitas harian pada pasien stroke
dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Depresi sendiri merupakan
gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood,
kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur, gangguan
nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh SSBM terhadap penurunan depresi pada
penderita pascastroke iskemik.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan
metode pretest posttest with control group design. Responden dalam penelitian ini
adalah penderita pascastroke iskemik sebanyak 72 orang dan diambil dengan teknik
simple random sampling dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi
dengan Slow Stroke Back Massage dan kelompok kontrol. Data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory II (BDI II) yang diberikan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada kedua kelompok diawali pre test
dan setelah intervensi selesai dilakukan post test. Data dianalisis menggunakan uji
statistik yaitu Paired t-test dan Mann Whitney test dengan signifikansi p<0,05.
Hasil: Analisis Paired t-test menunjukkan bahwa terjadi perbedaan tingkat depresi
antara pre dan post pada kelompok intervensi dengan nilai p=0,000 dengan nilai t
hitung (t=12.97) sedangkan pada kelompok kontrol juga terdapat perbedaan tingkat
depresi antara pre dan post dengan nilai p=0,00 dengan nilai t hitung (t=4.511). Hasil
analisis Mann Whitney test menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dengan p-value = 0,000 (<0,005) dan nilai Z-6348<-
1.96.
Kesimpulan dan saran: Intervensi SSBM efektif terhadap penurunan depresi pada
penderita pascastroke iskemik. SSBM merupakan terapi non farmakologi yang
direkomendasikan diberikan pada penderita depresi pasca stroke karenat efek
samping yang ditimbulkan tidak ada atau minim resiko jika dibandingkan dengan
terapi farmakologi.

Kata Kunci: Slow Stroke Back Massage, Depresi pascastroke

3
THE EFFECTS OF SLOW STROKE BACK MASSAGE ON DECREASING
DEPRESSION IN POST ISCHEMIC STROKE PATIENTS

Thomas Ari Wibowo1, Elsye Maria Rosa2

ABSTRACT

Bacground: Post stroke depression is a main factor that can inhibit the healing of
neurological function, daily activity in stroke patients and related with increased of
mortality. Depression is a mental disorder with symptoms: decreased of mood, loss
of interest in something, guilt, sleep disorder, appetite disorder, loss of energy, and
decreased of concentration. The aim of this research was to know effects of Slow
Stroke Back Massage on decreasing depression in post ischemic stroke patient.
Method:Quasi experiment with pretest-posttest control group design was carried
out in this study. The subject of 72 patients with depression post ischemic stroke
were selected by simple random sampling and divided into two groups: the
intervention group with Slow Stroke Back Massage and control group. Data were
collected by the Beck Depression Inventory II questionnaire which was granted to
the intervention group and control groups. It started with pretest in both group
furthermore after completing the intervention we did posttest. Data were analyzed
by statistic software, using the paired t-test and Mann Witney test with significant p:
<0.05
Results: The analysis paired t-test showed that there was the difference of
depression level between pre and post test in the intervention group with p-
value=0, 000 and t=12.97. Control group, there was difference of depression level
between pre and posttest with p-value=0,00 and t=4.511. The results of the analysis
Mann Witney test showed significant differences between the intervention and
control group with p-value = 0,000 (0,05) and Z-value -6348 (-1.96)
Conclusion & Recommendation: Intervention SSBM effective to decrease the
depression level in post ischemic stroke patients. SSBM is a therapy non
pharmacology which recommended to give among people with post stroke
depression, because this therapy has no side effects or has minimal risk when
compared with pharmacological therapy.

Keywords: Slow Stroke Back Massage, depression post stroke

4
PENDAHULUAN oksigen dalam darah, pembuangan
Depresi pascastroke merupakan metabolisme semakin lancar sehingga
faktor utama yang dapat menghambat memacu hormon endorfin sehingga
penyembuhan fungsi neurologi dan memberi rasa nyaman, merangsang
aktivitas harian pada pasien stroke dan saraf reseptor saraf sensorik menunju
berhubungan dengan peningkatan ke sistem saraf pusat dan apabila
mortalitas. Sebenarnya depresi bisa mengenai impuls tersebut mengenai
mengenai siapa saja, akan tetapi bagian kelabu pada otak tengah
orang yang memiliki penyakit serius (periaqueductus) kemudian dari
seperti stroke memiliki frekuensi periaqueductus ini disampaikan ke
lebih tinggi. Depresi sendiri hipotalamus, dari hipotalamus inilah
merupakan gangguan mental yang melalui saraf desenden hormon
ditandai dengan munculnya gejala endorfin dikeluarkan sehingga
penurunan mood, kehilangan minat menimbulkan rasa relaksasi (Shocker,
terhadap sesuatu, perasaan bersalah, 2008)
gangguan tidur atau nafsu makan, Puskesmas Kartasura berada di
kehilangan energi, dan penurunan wilayah Kabupaten Sukoharjo
konsentrasi (WHO, 2010). Salah satu merupakan tempat pelayanan kesehatan
terapi komplementer yang dapat dan menjadikan puskesmas ini sebagai
memperbaiki peredaran darah, ujung tombak dalam preventif, kuratif,
merilekskan ketegangan pada otot-otot, serta rehabilitatif. Dari survei Dinas
mengurangi nyeri dan meningkatkan Kesehatan Jawa Tengah pada 2005
relaksasi fisik serta psikologis adalah diketahui bahwa Sukoharjo merupakan
SSBM (Shocker, 2008). Kabupaten dengan prevalensi kasus
SSBM adalah tindakan massage stroke tertinggi kedua setelah
pada punggung dengan usapan kabupaten Semarang yaitu 3.164 kasus
perlahan selama 3-10 menit (Potter & (14,22%).
Perry, 2005). Diharapkan dengan Penilaian depresi pasca stroke
memberikan terapi terapi bisa menggunakan Beck Depression
komplementer ini dapat mengurangi Inventoy II yang merupakan standar
atau menghilangkan depresi yang biasa baku alat ukur yang ditetapkan oleh
dialami oleh pasien pasca stroke. Aaron Beck dimana juga telah di uji
Secara patofisiologi SSBM kembali nilai validitas dan
mempengaruhi kontraksi dinding reliabilitasnya di Indonesia oleh
kapiler sehingga terjadi vasodilatasi Henndy Ginting, Wilis Sriyasekti pada
pembuluh darah kapiler dan pembuluh tahun 2012. Berdasarakan hasil
getah bening, memperlancar aliran referensi dan data diatas maka peneliti

5
tertarik untuk melakukan penelitian sampel dalam penelitian ini yaitu 72
berjudul “Slow Stroke Back Massage yang terbagi menjadi dua, 36
terhadap penurunan tingkat depresi responden sebagai kelompok intervensi
pada pasien pasca stroke iskemik di 36 responden sebagai kelompok
Puskesmas Kartasura Sukoharjo’’ kontrol.
Penelitian ini dilakukan di wilayah
METODE Puskesmas Kartasura Sukoharjo yang
Penelitian ini merupakan dilanjutkan dirumah responden.
penelitian kuantitatif dengan Pemilihan lokasi penelitian
menggunakan desain penelitian berdasarkan pertimbangan dari data
eksperimen semu (quasy-experiment) dari catatan medis setiap pasien yang
dimana dalam penelitian ini peneliti kontrol di Puskesmas Kartasura
mengungkapkan hubungan sebab Sukoharjo. Waktu penelitian dilakukan
akibat dari terapi SSBM dengan mulai tanggal 10 Oktober-17
penurunan depresi dan peneliti November tahun 2015.
melibatkan kelompok kontrol
disamping kelompok intervensi. HASIL
Prosedur perlakuan terapi SSBM Analisa Univariat
diberikan pada kelompok Intervensi
dalam 16 menit sedangkan kelompok
kontrol tidak diberikan intervensi
SSBM tapi diberikan pendidikan
kesehatan penangan depresi
pascastroke. Kemudian pada kedua
kelompok diawali pretest dan setelah
perlakuan selesai dilakukan
pengukuran kembali (Nursalam,
2013). Desain penelitian ini sering
dikenal dengan pretest-posttest kontrol
group design. Teknik pengampilan
sampel dengan simpel random
sampling yaitu melakukan pemilihan
pasien yang akan dijadikan responden
yang memenuhi kriteria inklusi dari
peneliti agar sampel dapat mewakili
dan layak untuk dijadikan responden
penelitian (Dharma, 2011). Jumlah

6
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa terjadi pada marital menikah juga 13
tidak ada perbedaan karakteristik jenis (36,1%), pada kelompok intervensi 8
kelamin, usia, tingkat pendidikan, orang (22,2%).
pekerjaan, jenis hemiparese dan marital
antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol.

Dari table 5 diketahui distribusi


karakteristik responden pada kelompok
intervensi mengalami penurunan
depresi, sedangkan pada distribusi pada
kelompok kontrol tidak mengalami
penurunan depresi yang bermakna.

Rerata Penurunan Depresi


pre dan post pada kelompok Intervensi
Dari tabel 4 diatas diketahui
karakteristik responden pada kelompok 25
Pre: 20.0
intervensi yang paling banyak 20
mengalami depresi sedang adalah status Post:
Skor BDI II

15 15.6
marital menikah 17 (47,2%). pada
kelompok kontrol juga pada status 10
marital menikah sebanyak 24 orang 5
(66,4%). Pada kelompok intervensi yang
0
terbanyak mengalami depresi ringan

7
Skor rata-rata pada grafik diatas Analisis Bivariat
menunjukkan bahwa responden pada
kelompok intervensi sebelum mendapat
SSBM mengalami depresi sedang yang
ditunjukkan dengan skor 20.0 dan
setelah mendapat SSBM mengalami
penurunan menjadi depresi ringan
ditunjukkan dengan skor BDI II 15.6.
Rerata Penurunan Depresi
Pre dan Post pada Kelompok Kontrol
22
Pre 21.8
21.8
21.6
21.4
Skor BDI II

21.2
21
20.8
20.6
Post, 20.7
20.4
20.2

Skor rata-rata pada grafik diatas


menunjukkan bahwa responden pada
kelompok kontrol yang tidak mendapat
SSBM tetapi mendapat pendidikan
kesehatan berisi penanganan depresi
pascastroke sebelumya pada
pengukuran pre mengalami depresi
sedang yang ditunjukkan dengan skor
Tabel 6 dan 7 menunjukkan
BDI II 21.8 dan setelah dilakukan
penururunan depresi pada masing-
pengukuran post mengalami penurunan
masing karakteristik responden setelah
yang tidak bermakna dilihat dari
dilakukan SSBM pada kelompok
interpretasi scoring BDI II yaitu 20.7
intervensi.
yang masih dalam kriteria depresi
sedang

8
Skor rata-rata pada grafik diatas
menunjukkan bahwa terdapat selisih
perbedaan rerata responden pada
kelompok intervensi yang mendapat
SSBM mengalami penurunan depresi
dari depresi sedang menjadi depresi
ringan sedangkan pada kelompok
kontrol juga terjadi penurunan depresi
yang signifikan anata pre dan post, yaitu
tetap dalam kategori depresi sedang
dilihat dari scoring BDI II.

Tabel 8 menunjukan bahwa


berdasarkan uji Paired t-test terdapat
Dari tabel diatas menunjukkan perbedaan tingkat depresi yang
adanya penurunan depresi yang pada bermakna antara sebelum dan setelah
masing-masing karakteristik responden SSBM pada kelompok intervensi
yang tidak mendapat intervensi SSBM, dengan nilai p: 0,00 lebih kecil dari
tetapi mendapat pendidikan kesehatan taraf signifikansi 95% (p<0,05) dengan
penganan depresi pascastroke. nilai t hitung (t=12.97) sedangkan

9
pada kelompok kontrol terjadi perbandingan yang hampir sama
penurunan depresi dengan nilai p:0,00 dengan penelitian yang menyebutkan
dengan t hitung (t=4.511). usia tua berhubungan dengan
timbulnya depresi (berg et al.,2001;
kauhanen et al.,2000) Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
Asmawati (2009) yang menyebutkan
usia bukanlah faktor langsung
terjadinya depresi pasca stroke.
Hubungan antara depresi dan stroke
Tabel 10 menunjukkan terdapat tidak bisa dilihat dari aspek usia saja,
perbedaan perubahan tingkat depresi karena faktor fisik, hormonal,
yang bermakna antara kelompok psikologis, dan sosial memiliki peranan
intervensi yang mendapat SSBM pada perkembangan depresi. Hal ini
dengan kelompok kontrol yang tidak juga bisa dipengaruhi emosi pasien dan
mendapatkan SSBM dengan hasil juga penyakit lain yang diderita.
melalui uji Mann Withney test Semakin muda penderita
diperoleh angka signifikansi 0,000 pascastroke kecenderungan mengalami
(p<0,005) dan Z-6348<-1.96 depresi lebih besar meskipun
sebenarnya mereka yang berusia >60
PEMBAHASAN tahun lebih besar resikonya mengalami
Karakteristik Responden depresi. Tingginya depresi pasca stroke
Besar responden pada karakteristik dikaitkan bahwa usia <60 tahun masih
usia kelompok intervensi dan merupakan usia produktif, dimana pada
kelompok kontrol diketahui terdapat tahap ini seseorang dihadapkan pada
hubungan dengan tingkat depresi berbagai pengalaman baru dalam
dilihat dari hasil nilai p:0,00. Besar proses menuju kematangan diri dalam
responden sedikit lebih besar hal pendidikan ataupun pekerjaan,
didominasi oleh kelompok usia <60 akibat dari ketidakmampuan dan
tahun yaitu 21 (58,3%) pada kelompok keterbatasan akibat gejala sisa pasca
intervesi dan 20 (55,6%) pada stroke mengakibatkan kemunduran
kelompok kontrol. mobilitas, penurunan kekuatan fisik
Dari beberapa hasil penelitian yang berdampak pada penurunan
dinyatakan bahwa usia lebih muda aktifitas. Ketidakmampuan koping
berhubungan dengan timbulnya depresi terhadap tekanan tersebut
pasca stroke (Corota et al., 2005; mengakibatkan usia produktif lebih
Eriksson et al, 2004). Dengan depresi dan apabila semakin memburuk

10
akan berlanjut pada tindakan bunuh diri responden menunjukkan bahwa
(Asmawati, 2009). Melihat adanya penyebabnya depresi karena
hubungan antara usia dengan depresi ketidakmampuan melakukan fungsi-
maka dalam penanganan depresi <60 fungsi fisik tertentu, seperti
tahun atau usia yang lebih muda perlu mengerakkan anggota tubuh bagian
diprioritaskan dalam penanganan tertentu, sehingga pasien merasa tidak
depresi pasca stroke mengingat akibat mampu dan merasa tidak berdaya.
dari yang ditimbulkan responden bereaksi dengan kemarahan
Besar responden pada karakteristik terhadap peristiwa kehilangan tersebut
jenis kelamin kelompok intervensi dan yang kemudian diarahkan kepada diri
kelompok kontrol, diketahui sedikit sendiri sehingga menyebabkan
lebih besar didominasi oleh kelompok penurunan harga diri dan terjadinya
perempuan yaitu 19 (52,8%) pada depresi (Bramastyo, 2009)
kelompok intervesi dan 21 (58,3%) Besar responden pada
pada kelompok kontrol. Dari tinjauan karakteristik tingkat pendidikan
teori diketahui prevalensi depresi kelompok intervensi dan kelompok
pasca-stroke adalah 10-25% pada kontrol, diketahui sebagian besar
wanita dan 5-12% pada laki-laki; didominasi oleh kelompok dengan
adanya riwayat kelainan psikiatri dan tingkat berpendidikan SD yaitu 19
kelainan kognitif sebelum stroke (52,8%) pada kelompok intervesi dan
menyebabkan gejala depresi lebih 15 (41,7%) pada kelompok kontrol.
berat; laki-laki memiliki gangguan Seseorang yang memiliki
aktivitas harian serta fungsi sosial lebih pendidikan rendah biasanya akan
besar (Wong, 2010). memiliki pengetahuan yang terbatas
Sedikit lebih besarnya reponden dan minim informasi sedangkan
wanita yang mengalami depresi seseorang yang berpendidikan tinggi
pascastroke biasanya disebakan karena semakin besar kepeduliannya terhadap
faktor emosional perempuan lebih kesehatan, akan tetapi justru
tinggi disbanding dengan laki-laki serta berpendidikan tinggi tidak bisa
mekanisme koping perempuan yang menjaga kesehatannya dengan baik
biasanyanya lebih buruk dibanding dikarenakan factor pekerjaan yang
laki-laki terhadap tekanan atau stressor. berisi rutinitas dan kesibukan yang
Aktivitas laki-laki lebih banyak tinggi menjadikan pola hidup tidak
dibanding perempuan merupakan teratur termasuk kualitas tidurnya
pencegahan yang efektif dalam sehingga menyebabkan gangguan
meminimalisir depresi (Kring et al, kesehatan baik fisik ataupun psikologis
2007). Hasil wawancara dengan (Gibney et al, 2009). Pendidikan

11
mempunyai pengaruh terhadap yang berhubungan dengan depresi.
pencetus depresi yang disebabkan oleh (Lubis, L, 2009). Seseorang yang tidak
stressor fisik dan psikologis, dengan bekerja atau pekerjaannya tidak jelas
tingkat pendidikan yang lebih baik dan serabutan akan lebih mengalami
maka seseorang akan memandang depresi karena hal – hal dalam
posistif stressor yang mereka terima pengobatan tidak terlepas dengan biaya
(Hardywinoto & Setiabudi, 2007). yang biasa diperoleh dengan bekerja.
Tingkat pendidikan Dari hasil wawancara selama
mempengaruhi seseorang dalam mengalami pasca stroke merasa tidak
depresi, makin tinggi tingkat dapat melakukan pekerjaan secara
pendidikan seseorang, makin mudah optimal bahkan ada pasien yang
menerima informasi sehingga makin dipensiunkan dari pekerjaanya setelah
banyak pula pengetahuan yang sakit parases. Beck berpendapat bahwa
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang adanya gangguan depresi akibat dari
kurang akan menghambat cara berfikir seseorang terhadap dirinya
perkembangan sikap seseorang yang cenderunng menyalahkan diri
terhadap nilai yang diperkenalkan sendiriHal ini disebabkan karena
(Nursalam 2001, dalam Puspitasari adanya distorsi kognitif terhadap diri,
2011). Hasil penelitian ini dunia dan masa depannya, sehingga
menunjukkan tidak ada hubungan dalam mengevaluasi diri dan
antara tingkat pendidikan dengan menginterprestasikan hal-hal yang
depresi, oleh karena itu terjadi mereka cenderung mengambil
penatalakasanaan penanganan depresi kesimpulan yang tidak cukup dan
dengan SSBM ini dapat diberikan pada berpandang negatif (Lubis, 2009).
semua tingkat pendidikan. Menurut penelitian ini tidak ada
Besar responden pada hubungan antara jenis pekerjaan
karakteristik pekerjaan pada kelompok dengan depresi pascastroke, maka
intervensi dan kelompok kontrol, penatalaksanaan dalam menangani
diketahui sebagian besar didominasi depresi dapat diberikan pada berbagai
oleh kelompok tidak bekerja/IRT yaitu pekerjaan responden.
18 (50,0%) pada kelompok intervesi Besar responden pada
dan 16 (44,4%).pada kelompok karakteristik hemiparese kelompok
kontrol. Menurut Suliswati (2005) intervensi dan kelompok kontrol
depresi timbul akibat ketidakmampuan sedikit lebih besar didominasi oleh
untuk berhubungan interpersonal dan hemiparese dextra yaitu 20 (55,6%)
sebagai akibat penolakan. Harga diri pada kelompok intervesi dan 19
seseorang merupakan faktor penting (52,8%) pada kelompok kontrol.

12
Dari tinjauan pustaka diketahui akut. Ketika pasien mengalami
bahwa hemisfer kiri khususnya di regio kesulitan dalam berkomunikasi maka
frontal kiri dan basal ganglia secara akan membuat depresi dikarenakan
signifikan berhubungan dengan depresi walupun sudah sembuh pasti akan
(Robinson et al, 2013). Tetapi beberapa menyisakan gejala sisa di fase post
studi lain juga menemukan Sebaliknya stroke iskemik. Pada pasien dengan lesi
bahwa penderita dengan lesi hemisfer hemisfer sinistra atau yang mengalami
kiri yang memperlihatkan gejala hemiparese dextra cenderung akan
depresi jumlahnya tidak secara mengalami depresi karena terjadi
bermakna lebih besardibandingkan perbedaan respon biogenic amine
dengan penderita lainnya. Depresi neurotransmitter pasca stroke iskemik
pasca-stroke tidak dipengaruhi oleh (Sianovic, 2010). Chemerinski dan
lokasi dari lesi. Oleh karena itu, Berg Robinson (2000) melaporkan penderita
menganjurkan agar supaya berhati-hati dengan lesi hemisfer kiri 64%
di dalam melihat hubungan tersebut menunjukkan gangguan depresi ringan
(Berg A et al.,2001). sampai berat sedangkan kelainan ini
Sesuai tinjauan pustaka dari hanya dijumpai pada 14%penderita
Robinson dimana Jenis hemiparese dengan lesi hemisfer kanan. Menurut
atau gejala sisa pada penelitian ini hasil penelitian ini tidak ada hubungan
ditemukan bahwa jumlah hemiparese antara hemiparese dengan depresi
dextra sedikit lebih banyak ditemukan sehingga penangan depresi bisa
dibanding responden yang mengalami diberikan atau diaplikasikan kepada
hemiparese. Lokasi lesi pada hemisfer semua responden yang menderita
kiri yang menyebabkan hemiparese hemiparese kanan dan hemiparese kiri.
sebelah kanan atau dextra yang dapat Besar responden pada
menyebabkan timbulnya depresi seperti karakteristik status marital pada
perilaku lambat dan sangat hati-hati kelompok intervensi dan kelompok
serta mudah frustasi (Muttaqin, 2014). kontrol didominasi oleh status masih
Hemisfer kiri yang ditandai menikah yaitu 30 (83,3%) pada
dengan hemiparese dextra merupakan kelompok intervesi dan 32 (88,9%)
pusat regulasi alam perasaan yang pada kelompok kontrol. Pernikahan itu
menyebabkan depresi pada penderita sendiri merupakan salah satu jenis
stroke iskemik (Robinson & Spalletta, stressor karena orang yang menikah
2010). Saat terjadi lesi pada bagian memiliki tanggungan hidup yang lebih
hemisfer kiri maka dapat menyebabkan besar dibanding dengan yang tidak
konsekuensi neuropsikologi yang menikah, misalnya tuntutan untuk
ditimbulkan adalah afasia pada fase membantu mencari nafkah keluarga,

13
kebutuhan akan tempat tinggal dan depresi sedang dan mengalami
lain-lain. Depresi juga bisa terjadi penurunan menjadi depresi ringan
karena kenyataan tidak sesuai dengan setelah mendapat perlakuan SSBM hal
harapan (Trilistya, 2006). ini ditunjukkan dengan skor pre 20.0
Kehilangan pasangan, tidak menjadi 15.6
menikah, mulai hidup sendiri dapat Hasil pengukuran pada kelompok
menyebabkan efek kesehatan yang kontrol dengan menggunakan Beck
merugikan seperti stress dan gejala Depression Inventory II yang dilihat
depresi yang menyebabkan dari nilai skornya menunjukkan rerata
peningkatan produksi kortisol penurunan depresi tapi tidak bermakna.
(Berkman et al 2008). Menurut Berg et Hal ini ditunjukkan dari skor pre 21.8
al, 2001 tidak ada hubungan bermakna yang merupakan depresi sedang dan
antara status perkawinan dengan post menjadi 20.7 yang masih
timbulnya depresi pascastroke. merupakan kategori depresi sedang
Mengetahui bahwa tidak ada hubungan jdalam BDI II. Dari hasil
antara status marital dengan depresi pengukuran depresi pre dan post pada
maka penanganan dan penatalaksanaan kelompok intervensi dan kontrol dapat
dalam menurunkan depresi disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
pascastroke dapat diberikan pada penurunan depresi antara kelompok
semua stastus marital. intervensi yang mendapat SSBM
dengan kelompok kontrol yang tidak
Pengaruh Slow Stroke Back Massage mendapat SSBM, perbedaan tersebut
Terhadap Penurunan Depresi Pada dapat terlihat hasil rata-rata penurunan
Penderita Pascastroke Iskemik pre dan post pada Kelompok Intervensi
Penelitian ini dilakukan untuk 4.3 sedangkan pada kelompok kontrol
mengetahui pengaruh SSBM terhadap hanya 1.0 penurunan yang terjadi pada
penurunan depresi pada penderita kelompok kontrol karena responden
pasca stroke iskemik yang dibedakan tidak mendapat SSBM tetapi mendapat
menjadi kelompok intervensi dan Pendidikan kesehatan penanganan
kelompok kontrol. Hasil pengukuran depresi pascastroke berupa leflet.
pada kelompok intervensi dengan Hasil uji Mann Withney test
menggunakan Beck Depression diperoleh nilai signifikansi 0,000
Inventory II yang dilihat dari nilai (p<0.05) dan Z -6.348 < -1.96. hasil
skornya menunjukkan rerata penurunan dengan analisis Post SSBM dengan
depresi pada penderita pasca stroke menggunakan Paired t-test pada
iskemik diperoleh bahwa sebagian kelompok intervensi menunjukkan
besar responden yang mengalami penurunan depresi yang ditujukkan

14
dengan nilai p: 0,00 lebih kecil dari (Wicaksana, 2008). Jika dibiarkan,
taraf signifikansi 95% (p<0,05) dengan gangguan depresi dapat menurunkan
nilai t hitung (t=12.97) sedangkan kualitas hidup penderita, mencetuskan,
pada kelompok control juga terjadi memperlambat penyembuhan atau
penurunan depresi dengan nilai p:0,00 memperberat penyakit fisik. Selain itu
dengan t hitung (t=4.511). Sehingga depresi dapat juga meningkatkan beban
dapat disimpulkan bahwa terdapat ekonomi dan ketergantungan pada
perbedaan tingkat depresi yang keluarga sehingga penting sekali
signifikan antara kelompok intervensi diagnose dini dan pengobatan depresi
yang mendapatkan SSBM dan pasca stroke karena terkait dengan hasil
kelompok kontrol yang tidak psikososial yang buruk dan kualitas
mendapatkan SSBM dilihat dari nilai t yang buruk (Rastenyte et al, 2006).
hitungnya. Dengan mengetahui penyebab DPS
Depresi pascastroke merupakan meliputi bersifat holistik meliputi
faktor utama yang dapat menghambat biolologi, genetik dan psikososial
penyembuhan fungsi neurologi dan maka diperlukan perawatan holistik
aktivitas harian pada pasien stroke, dan juga yaitu keperawatan komplementer.
berhubungan dengan peningkatan Pendapat ini didasari oleh bentuk
mortalitas (Susilowati, 2014). Secara terapi yang mempengaruhi individu
psikologik, penderita stroke mengalami secara menyeluruh yaitu sebuah
suatu “kehilangan” yang sangat besar keharmonisan individu untuk
dan berharga dalam hidupnya, yakni mengintegrasikan pikiran, badan, dan
“kehilangan” kebebasan untuk jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et
bergerak dan bekerja, kegagahannya, al., 2006).
kekuatan anggota tubuhnya, Massage terbukti membantu
kemandiriannya (melakukan hal-hal dalam mengatasi depresi karena dapat
yang bersifat pribadi), dan merangsang aliran darah yang akan
keterampilannya. Tergantung pada membawa oksigen dan nutrisi pada
derajat kecacatannya, penderita jaringan yang dipijat sehingga terjadi
menjadi banyak tergantung pada orang peningkatan relaksasi yang menyeluruh
lain. Ini menimbulkan kesedihan, stress dan ketenangan. Hal ini terjadi karena
(tekanan), frustasi dan keputusasaan. massage adalah sebagai pemicu
Bila hal ini sangat berat dan terlepasnya Endorfin, Zat Kimia Otak
berkepanjangan, tak terduga dan diluar (Neuro Transmitter) yang
kemampuan individu untuk mengatasi, menghasilkan perasaan nyaman dan
terjadilah suatu jenis gangguan mental hormone stress seperti: Adrenalin,
emosional yang disebut depresi kortisol, Norephinefrine tentunya juga

15
akan berkurang. Tetapi ini juga dapat Saran
menguatkan sistem dengan Pengukuran depresi pada
meningkatkan jumlah den keagresifan penderita pasca stroke wajib dilakukan
sel-sel sehingga tubuh dapat melawan dan dijadikan standar operasional
virus serta menstimulasi produksi prosedur mengingat prevalensi depresi
limfosit (Hughes, Ladas, Rooney & pasca stroke diketahui tinggi.
Kelly, 2008). Penanganan non farmakologi lebih
Secara patofisiologi Slow Stroke diutamakan dari pada farmakologi
Back Massage dapat merangsang saraf dilihat dari efek samping yang
reseptor saraf sensorik menunju ke ditimbulkan.
system saraf pusat. Apabila mengenai SSBM ini menjadi salah satu
impuls tersebut dan mengenai bagian terapi komplementer yang
kelabu pada otak tengah direkomendasikan dalam menangani
(periaqueductus) kemudian dari depresi ringan hingga sedang, selain
periaqueductus ini disampaikan ke terapi komplementer lainnya seperti
hipotalamus, daari hipotalamus inilah meliputi gaya hidup (pengobatan
melalui saraf desenden hormone holistik, nutrisi), botanikal (homeopati,
endorphin dikeluarkan sehingga herbal, aromaterapi); manipulatif
menimbulkan rasa relaksasi. (kiropraktik, akupresur & akupunktur,
refleksi, massage); mind-body
PENUTUP (meditasi, guided imagery,
Simpulan biofeedback, color healing,
Berdasarkan uji statistik dan hipnoterapi).
pembahasan terjadi penurunan depresi Bagi peneliti selanjutnya
yang significant sebelum dan setelah diharapkan mengembangkan terapi
diberikan SSBM pada kelompok komplementer dimana responden
intervensi. Sedangkan pada kelompok dalam penelitian ini adalah penderita
kontrol yang tidak diberikan Slow depresi ringan hingga depresi berat.
SSBM tidak terjadi penurunan depresi
yang signifikan setelah dilakukan Daftar Pustaka
pengukuran pre dan post World Health Organitation (WHO).
Berdasarkan uji statistik dan 2010. Cardiovascular_Diseases.
pembahasan terdapat perbedaan yang Diakses tanggal 10 Oktober 2015
significant antara kelompok intervensi dari:www.who.int/cardiovascular
yang mendapatkan SSBM dengan _diseases/
kelompok kontrol yang tidak Shocker. M. 2008. Pengaruh Stimulus
Kutaneus: Slow Stroke Back
mendapatkan SSBM. Massage terhadap intensitas

16
nyeri Oesteoarthritis. Diakses Kejadian Depresi Pasca
tanggal 05 Mei 2015 dari: Stroke di Poli Saraf RSU
http://www.scribd.com Mataram. Jurnal Kesehatan
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Prima Vol. 3. No : 414-427
Ajar Fundamental Wong, A.2010. Neuropathology of
Keperawatan: Konsep, Proses, pasca-stroke depression:
dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Possible role of inlammatory
Alih Bahasa: Yasmin Asih. molecules and indolamine 2,3
Jakarta: EGC dioxygenase. Diakses tanggal
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku 04 Maret 2015
Ajar Fundamental dari://tspace.library.utoronto.ca/
Keperawatan: Konsep, Proses, Kring. 2007. Psikologi Abnormal. Edisi
dan Praktik Edisi 4 Volume 2. ke-9. Jakarta: PT Raja
Alih Bahasa: Renata Grafindo.
Komalasari. Jakarta: EGC Bramasyo, W. 2009. Depresi? No
Nursalam. 2013. Konsep dan Way!. Penerbit Andi:
Metodelogi Penerapan Yogyakarta
Penelitian Ilmu Keperawatan. Gibney, Michael J. 2008. Gizi
Jakarta: Salemba Medika Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Dharma, K.K. 2011). Metodologi EGC
Penelitian Keperawatan: Handywinoto, Setiabudi, T. 2007.
Panduan Melaksanakan dan Panduan Gerontologi Tinjauan
Menerapkan Hasil Penelitian. dari Berbagai Aspek: Menjaga
Jakarta: Trans InfoMedia Keseimbangan Kualitas Hidup
Carota, A., Berney, A., Aybek, S., Para Lanjut Usia..Jakarta. PT
Iaria, G., Staub, F., Ghika- Gramedia Utama.
Schmid, F., Annable, L., Guex, Susilowati, 2005. Waspadai Depresi
P., & Bogousslavsky, J. 2005. Pada Remaja. diakses 3 Agustus
A prospective study of 2015 dari: http://www.e-
predictors of poststroke psikologi.com/epsi/individual_d
depression. Neurology, 64 (3): etail.asp?id=481.
428-433 Lubis Namora 2009, Depresi Tinjauan
Berg, A., Palomaki, H., Pehtihalmes, Psikologis, Jakarta, Prenada
M. 2001. Post-stroke Media Group.
Depression in Acute Phase after Berg, A., Palomaki, H., Pehtihalmes,
Stroke. Cerebrovascular M. 2001. Post-stroke
Disease. 12:14-20. Diakses Depression in Acute Phase after
tanggal 06 Agustus 2015 dari Stroke. Cerebrovascular
http://stroke.ahajournals.org/co Disease. 12:14-20. Diakses
ntent/40/2/523 tanggal 06 Agustus 2015 dari
Asmawati, Rusmini, Nursardjan. 2009. http://stroke.ahajournals.org/co
Hubungan Usia dan Lamanya ntent/40/2/523
Menderita Stroke dengan

17
Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar Asuhan kesehatan jiwa di Indonesia.
Keperawatan Klien dengan Penerbit kanisius: Yogyakarta
Gangguan Sistem Persarafan. Rastenyte.2006. Measurement Of
Jakarta: Salemba Medika Quality Of Life In Stroke
Robinson , Spalleta (2010) .Poststroke Patient. Medicine 42 (9):10
depression: a review. Can J Smith, W.S., Johnston, S.C., & Easton,
Psychiatry. Diakses tanggal 01 J.D. 2006. Cerebrovascular
Januari 2015 dari: Disease. In: Hauser, S.L., ed.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu Harrison’s Neurology in
bmed/20540828 Clinical Medicine. USA:
Robinson, P., Gregg, J., & Dahl, J.L. McGraw-Hill, 233-239
(2013). ACT in medical setting. Hughes, D., Ladas, E., Rooney, D., &
In practical guide to Kelly, K. 2008. Massage
Acceptance and Commitment therapy as a supportive
Therapy (pp. 295-314). New intervention for children with
York: Springer cancer. Oncology Nursing
Science+Business Media Forum, 435(3): 431-442. doi:
Sianovic, O. (2010). Neuropsychology 10.1188/08.ONF.431-442
of acute stroke. Psychiatr
Danub, 22 (2): 2278-81.
Diakses tanggal 08 Agustus
2015 dari
http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
/2056276223(4): 150-156
Trilistya, S. (2006). Tingkat Depresi
Korban Tanah Longsor di
Banjarnegara. Artikel Karya
Tulis Ilmiah Program
Pendidikan Sarjana Fakultas
Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Berkman, L.F., Glass, T., Brissette, I.,
Seeman, T.E. (2008). From
Social integration to health:
Durkheim in the new
millennium. Soc sci Med. 51
(6): 843-57. Diakses tanggal 08
Agustus 2015 dari
http://www.ncbi.nml.nih.gov/pu
bmed/10972429
Wicaksana. (2008). Mereka Bilang Aku
Sakit Jiwa. Refleksi kasus-kasus
psikiatri dan problematika

18

Anda mungkin juga menyukai