SKRIPSI
Oleh:
Albertus Eka Yudistira Sarwono
NIM : 078114118
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
SINTESIS ASETIL EUGENOL
DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT
DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA
SKRIPSI
Oleh:
Albertus Eka Yudistira Sarwono
NIM : 078114118
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
ii
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing
iii
iv
There must be no barriers to freedom of inquiry ... There is
no place for dogma in science. The scientist is free, and
must be free to ask any question, to doubt any assertion, to
seek for any evidence, to correct any errors. ... We know
that the only way to avoid error is to detect it and that the
only way to detect it is to be free to inquire. And we know
that as long as men are free to ask what they must, free to
say what they think, free to think what they will, freedom
can never be lost, and science can never regress."
J. Robert Oppenheimer
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Yang menyatakan,
vi
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
banyak mendapatkan bantuan, sarana, dukungan, bimbingan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
skripsi ini
vii
5. Helen yang selalu mendukung Penulis menyelesaikan penelitian dan
6. Florentinus Dika Octa Riswanto selaku partner skripsiku atas segala bantuan,
skripsi ini
Dani, Heru, Toro, Benny, Lala, Lia, Yunita, Dita, Maya, Olive, Devi, Felix,
9. Mas Parlan, Mas Bimo, Mas Kunto dan segenap laboran lain atas segala
10. Tim UKF basket Farmasi dan Tim UKF basket FST (esp. Roy dan Teo) atas
11. Keluarga besar konggregasi Serikat Yesus dan Oblat Maria Immakulata atas
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat berguna bagi kemajuan
ilmu pengetahuan.
Penulis
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
ix
DAFTAR ISI
1. Permasalahan .............................................................................. 2
x
2. Keaslian Penelitian ..................................................................... 3
A. Eugenol ............................................................................................ 5
G. Hipotesis …....................................................................................... 14
1. Bahan .................................................................................... 16
2. Alat ....................................................................................... 16
xi
E. Tata Cara Penelitian ......................................................................... 16
xii
6. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR) ....... 32
A. Kesimpulan ...................................................................................... 37
B. Saran ................................................................................................. 37
LAMPIRAN ................................................................................................. 41
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel III. Perbandingan gugus eugenol, asetil eugenol, dan senyawa hasil
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Spektra MS puncak 1 dengan waktu retensi 10,158 menit ...... 29
Gambar 12. Spektra MS puncak 2 dengan waktu retensi 13,239 menit ....... 29
xv
DAFTAR LAMPIRAN
A. Puncak 1 ................................................................................... 45
B. Puncak 2 ................................................................................... 46
A. Eugenol ...................................................................................... 48
xvi
SINTESIS ASETIL EUGENOL
DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT
DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA
INTISARI
xvii
SYNTHESIS OF ACETYL EUGENOL
FROM EUGENOL AND ACETIC ACID ANHYDRIDE
WITH POTASSIUM HYDROXIDE AS CATALYST
ABSTRACT
xviii
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Untuk menghindari efek samping obat golongan steroid, biasanya diberikan obat-
Namun, kebanyakan obat golongan NSAID bersifat non selektif jalur COX
1
2
Pada penelitian ini dilakukan asetilasi pada gugus –OH fenolik eugenol.
anhidrida asam asetat berdasarkan reaksi esterifikasi pada gugus –OH fenoliknya.
Dalam reaksi ini, eugenol berperan sebagai nukleofil dan anhidrida asam asetat
berperan sebagai elektrofil. Hasil dari reaksi ini adalah senyawa asetil eugenol
yang memiliki struktur lebih besar daripada eugenol. Senyawa asetil eugenol telah
Maholtra, 1991).
terjadinya reaksi reversibel seperti pada penggunaan katalis asam. Katalis basa ini
dapat bereaksi lebih cepat dengan atom C karbonil anhidrida asam asetat sehingga
1. Permasalahan
a. Apakah asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam
2. Keaslian Penelitian
Manoppo (2010) pada Isolasi Eugenol dari Bunga Cengkeh dan Sintesis Eugenil
Asetat dengan natrium asetat sebagai katalis, oleh Carrasco et al. (2008) pada
Eugenol and Its Synthetic Analogues Inhibit Cell Growth of Human Cancer Cells
(Part I) dengan katalis piridin, dan oleh Bulan (2004) pada Reaksi Asetilasi
Eugenol dan Oksidasi Metil Iso Eugenol dengan katalis asam sulfat. Sintesis asetil
eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida
3. Manfaat Penelitian
salah satu metode alternatif untuk sintesis senyawa turunan eugenol dengan
B. Tujuan Penelitian
2. Mengetahui jumlah rendemen asetil eugenol dari reaksi antara eugenol dan
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Eugenol
berwarna atau kuning pucat, memiliki bau cengkeh kuat, menusuk, rasa pedas,
dan tidak memutar bidang polarisasi. Bila terpapar udara warna eugenol menjadi
gelap dan mengental. Kelarutan eugenol adalah 1 bagian volume terlarut dalam 2
CH3
H2C O
OH
Gambar 1. Eugenol
prostaglandin pada jalur COX-2 (Öztürk and Özbek, 2005). Eugenol memiliki
gugus OH yang terikat pada cincin benzen, karena itu disebut senyawa fenolik
merupakan gugus reaktif yang dapat bereaksi sebagai alkohol dalam reaksi
esterifikasi sebagai nukleofil yang akan menyerang elektrofil pada molekul asam
5
6
B. Asetil Eugenol
(Sigma-Aldrich, 2010). Asetil eugenol atau eugenil asetat memiliki nama kimia 4-
antiinflamasi pada asetil eugenol. Karena itu, asetil eugenol memiliki potensi
asam sulfat dan dihasilkan area 69:31 untuk asetil eugenol:eugenol pada
H2C O
O
O CH3
gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil ini mengandung sebuh gugus karbonil
7
dan sebuah hidroksil dan antaraksi kedua gugus ini menyebabkan kereaktifan
anhidrida. Senyawa ini dapat disintesis dari dua molekul asam karboksilat dengan
karboksilat ini sangat berguna dalam sintesis senyawa organik yang lain
reaktif dibandingkan asam karboksilat. Hal ini disebabkan karena ion karboksilat
pada anhidrida asam asetat merupakan leaving group yang lebih baik
pada anhidrida asam asetat juga lebih besar daripada elektrofilisitas C karbonil
asam asetat, sehingga molekul anhidrida asam asetat menjadi lebih reaktif
(Supardjan, 2004).
O O
H3C O CH3
gugus -CO2-R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat
terbentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol,
asam karboksilat atau dengan derivat asam karboksilat yang lebih reaktif seperti
rendemen yang kecil sehingga seringkali digunakan derivat yang lebih reaktif
Kalium hidroksida (KOH) merupakan suatu basa kuat dan sangat reaktif
nukleofilik asil akan merubah nukleofil OH menjadi O- yang lebih kuat atau
basanya (-OH) dapat bertindak sebagai reagen nukleofilik kuat (Sykes, 1985).
komponen tertentu. Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng kaca atau plastik
9
yang dilapisi dengan fase diam. Senyawa yang akan dianalisis ditotolkan pada
dasar lempengan yang dilapisi fase diam dan dielusi dengan fase gerak yang akan
Jika fase diam bersifat polar maka senyawa yang bersifat polar akan
melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa non polar akibat interaksi
tarik-menarik dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat pada fase diam
yang disebut sebagai harga Rf. Karakteristik tersebut dapat berupa variasi dari
harga Rf, ketajaman fluoresensi warna, dan lain-lain. Variasi harga Rf dapat
murni apabila memberikan peak tunggal pada KLT dengan berbagai fase gerak
(Setyowati, 2007).
komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase diam berupa padatan maupun
cairan serta fase gerak berupa gas. Kromatografi gas ini dapat digunakan untuk
10
analisa kualitatif (penentuan sifat-sifat dari suatu komponen atau campuran suatu
komponen) serta analisa kuantitatif (penentuan jumlah dari suatu komponen atau
Data kromatografi gas biasanya terdiri dari waktu retensi atau waktu
tambat berbagai komponen campuran. Waktu retensi diukur mulai dari titik
penyuntikan sampai titik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa
sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis
absorbsi yang spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena
pemberian energi. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat
menandai spektrum itu dalam setiap senyawa. Untuk analisa kualitatif, ada atau
tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu merupakan penanda ada tidaknya gugus
2001). Spektrum infra merah senyawa organik merupakan sifat fisis yang khas,
11
perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom-atom yang saling berikatan.
energi menjadi lebih besar pula. Jenis perubahan momen tersebut antara lain
absorbsi yang spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena
pemberian energi dari luar. Interaksi antara gugus dengan atom yang
analisa kualitatif, ada atau tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu merupakan
penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu dalam molekul (Fessenden and
Fessenden, 1986).
elektromagnetik di daerah frekuensi radio oleh proton dalam suatu medan magnet
(Silverstein and Webster, 1998). Bila sejumlah proton ditempatkan dalam medan
magnet, beberapa proton akan terletak searah sedangkan beberapa yang lain
terletak berlawanan arah terhadap medan magnet yang digunakan. Proton yang
terletak searah dengan medan magnet dianggap lebih stabil. Dibutuhkan energi
untuk “membalik” magnet proton kecil ke arah yang lebih tidak stabil yang
12
berlawanan arah dengan medan magnet. Apabila inti yang berputar ini dikenai
radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang tepat (frekuensi radio), proton yang
berenergi spin lebih rendah dapat menyerap energi dan akan “meloncat” ke
mempengaruhi ini berada dalam lingkungan magnet dan molekul yang berlainan.
Penyerapan energi yang berbeda – beda oleh proton akan menghasilkan spektrum
Nilai geseran kimia suatu proton dipengaruhi adanya ikatan phi yang
memperkuat medan magnetik yang dialami proton, sehingga proton menjadi tidak
terperisai dan geseran kimianya jatuh pada daerah downfield (Fessenden and
Fessenden, 1986).
kompatibilitas tinggi. Pada kedua teknik tersebut, sampel berada pada fase uap
dan kedua berhubungan dengan kesamaan jumlah sampel (biasanya kurang dari 1
menghasilkan ion dari sampel yang akan dianalisis yaitu electron impact–mass
1 elektron dari molekul dan menghasilkan ion molekul yang merupakan suatu
radikal kation (M.+). Ion molekul dapat mengalami fragmentasi lebih lanjut
menjadi fragmen ion-ion yang lebih kecil (Silverstein and Webster, 1998).
ulang yang sangat cepat. Partikel yang berumur panjang akan dapat terdeteksi
oleh pengumpul ion, sedangkan partikel berumur pendek mungkin tidak mencapai
F. Landasan Teori
karboksilat yang akan membentuk senyawa ester. Eugenol akan beperan sebagai
alkohol yang bersifat nukleofil dan menyerang C karbonil anhidrida asam asetat
sebagai turunan asam karboksilat yang bersifat elektrofil. Reaksi ini akan
katalis basa, nukleofil lemah eugenol akan diubah menjadi nukleofil yang lebih
kuat sehingga reaksi esterifikasi akan semakin cepat dan memberikan rendemen
yang banyak.
O
OH O O O
KOH
+ O +
O
700-800C
O K O
eugenol O
asetil eugenol kalium asetat
G. Hipotesis
1. Asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan
2. Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis
METODE PENELITIAN
dilakukan perlakuan terhadap obyek uji dan variasi pada varibel penelitian, hanya
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas berupa jumlah mol dari eugenol dan anhidrida asam asetat.
C. Definisi Operasional
1. Starting material adalah senyawa yang digunakan sebagai bahan awal yang
digunakan pada penelitian ini adalah eugenol dan anhidrida asam asetat.
2. Molekul target adalah senyawa yang menjadi target proses sintesis dan
diharapkan terbentuk dari reaksi antar starting material. Molekul target pada
3. Katalis adalah senyawa yang terlibat dalam reaksi kimia dan berfungsi
15
16
1. Bahan
kloroform (teknis, Brataco), etil asetat (p.a., Merck), toluena (p.a., Merck), kalium
hidroksida (p.a., Merck), natrium hidroksida (p.a., Merck), es batu, dan lempeng
2. Alat
(Heidolph MR 2002), termometer, corong kaca, corong pisah, gelas arloji, gelas
1. Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrat asam asetat dengan
Campuran diaduk dengan kecepatan 450 rpm dan dipanaskan pada suhu 70-80° C
17
selama 30 menit. Anhidrida asam asetat 9,2 ml (0,0969 mol) ditambahkan dalam
campuran dan diaduk dengan kecepatan 450 rpm dan dipanaskan pada suhu 70-
80° C selama 3 jam. Senyawa hasil sintesis diestraksi dengan kloroform dua kali
kurang dari 10o C dalam corong pisah, dengan perbandingan volume fase
kloroform kemudian diletakkan pada cawan petri dan dipanaskan pada penangas
a. Uji Organoleptis
diperbandingkan dengan warna, bau, dan bentuk eugenol sebagai starting material
ditotolkan sebanyak 3µL pada lempeng KLT dengan fase diam silika gel GF254
tebal 0,25 mm dan fase gerak toluen:etil asetat (95:5v/v) dengan jarak rambat 10
18
cm. Bercak diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan
alat pengionan Electron Impact (EI) 70 eV, suhu injector 310° C, jenis kolom
Restek RXi-5MS (30m) suhu kolom 100° C, gas pembawa helium, tekanan 22,0
Senyawa hasil sintesis diteteskan pada plat NaCl dengan pipet Pastuer.
Sebuah plat NaCl lain diletakkan untuk menutupi tetesan tersebut, kedua plat
pada holder instrumen. Digunakan sumber cahaya Air Cooled Ceramic, detektor
scanning pada senyawa hasil sintesis sehingga diperoleh spektra Infra Merah.
dimasukkan dalam instrumen. Digunakan amplitude 1-8, sweep width 600 Hz,
F. Analisis Hasil
1. Uji pendahuluan
Dilakukan uji pendahuluan pada senyawa hasil sintesis yang meliputi uji
3. Perhitungan rendemen
Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat didasarkan
pada reaksi substitusi nukleofilik asil. Pada sintesis ini, gugus –OH fenolik pada
eugenol akan berperan sebagai nukleofil dan menyerang elektrofil pada atom C
karbonil molekul anhidrida asam asetat. Adanya penyerangan oleh nukleofil ini
dengan gugus asetil dari anhidrida asam asetat dan membentuk asetil eugenol.
dengan adanya pasangan elektron bebas pada atom O. Pasangan elektron bebas ini
bermuatan positif atau elektrofil. Sifat nukleofil gugus -OH fenolik eugenol ini
dapat diperkuat dengan adanya reaksi dengan basa, yang mampu mengambil
semakin reaktif menjadi nukleofil lebih kuat. Fungsi basa ini dilakukan oleh basa
kuat kalium hidroksida (KOH), yang diasumsikan dapat bereksi sempurna dengan
–OH fenolik eugenol sebagai asam lemah, membentuk garam kalium eugenolat.
Sifat kebasaan KOH terletak pada radius atom K yang besar, sehingga mudah
melepaskan –OH. Sifat ini menjadikan KOH reaktif pada reaksi asam-basa yang
terjadi.
20
21
OH O K
+ KOH
O
O
eugenol kalium eugenolat
Anhidrida asam asetat merupakan agen pengasilasi kuat yang memiliki dua
atom C karbonil yang bersifat sebagai elektrofil. Elektrofilisitas ini bersumber dari
Atom C karbonil pada molekul anhidrida asam asetat merupakan gugus yang lebih
reaktif daripada C karbonil asam asetat sebab ion karboksil pada anhidrida asam
asetat merupakan gugus pergi yang lebih baik daripada –OH pada asam
anhidrida asam asetat masing-masing sebagai nukleofil kuat dan elektrofil kuat
dilakukan agar reaksi berjalan dengan cepat dan rendemen hasil reaksi tinggi.
menit, serta dengan pengadukan 450 rpm. Dengan menggunakan suhu tinggi
dalam waktu yang cukup lama diharapkan reaksi antara eugenol dan kalium
dengan suhu lingkungan reaksi. Adanya suhu tinggi dan pengadukan akan
asetat, dan katalis kalium hidroksida untuk mencegah terbentuknya garam kalium
asetat, bukan garam kalium eugenolat yang diinginkan. Reaksi antara anhidrida
asam asetat dan kalium hidroksida lebih kuat dari reaksi antara kalium hidroksida
dan eugenol sebab parsial positif pada C karbonil anhidrida asam asetat lebih kuat
daripada parsial positif proton pada –OH fenolik eugenol. Hal ini mengakibatkan
katalis akan bereaksi dengan anhidrida asam asetat dan memutus ikatan ester pada
asetat pada reaksi substitusi asil. Jumlah mol anhidrida asam asetat yang
digunakan adalah tiga kali mol eugenol agar dapat terbentuk rendemen optimum
O- pada ion eugenolat ke elektrofil atom C karbonil pada anhidrida asam asetat,
dan dilanjutkan dengan dilepaskannya ion asetat. Reaksi dilakukan dalam suhu
O O
O
anhidrida asam asetat
O O
OH O K
+ KOH
O H2O O
O
eugenol
O
O
O
O
- CH3COO-
O
+ CH3COO- +K
kalium asetat
O
asetil eugenol
Gambar 7. Mekanisme reaksi sintesis asetil eugenol
bersifat nonpolar.
target asetil eugenol dengan starting material eugenol yang belum bereaksi
namun ikut terektraksi karena kedua molekul tersebut larut dalam kloroform.
hidroksida bersuhu kurang dari 10° C (Ntamila and Hassanali, 1976). Pengaturan
suhu dan penggunaan konsentrasi rendah natrium hidroksida ini diperlukan untuk
menjamin tidak terjadinya reaksi hidrolisis molekul asetil eugenol hasil sintesis
kembali menjadi eugenol, yang dalam suasana basa berupa garam eugenolat.
O
NaOH(aq)
O Na
O + CH3COO- +Na
panas O
O asetil eugenol natrium eugenolat natrium asetat
suhu kamar, dan kemudian dipanaskan pada waterbath pada suhu 120 oC sehingga
seluruh kloroform menguap, dan diperoleh senyawa hasil sintesis yang telah
dimurnikan. Proses pemanasan ini tidak akan menguapkan asetil eugenol, sebab
titik didihnya 281° C. Pendiaman sampai suhu kamar sebelum pemanasan sangat
penting, sebab fraksi kloroform yang dingin mampu mengembunkan uap air di
B. Uji Pendahuluan
1. Uji Organoleptis
senyawa hasil sintesis dengan eugenol sebagai starting material dan asetil eugenol
telah terjadi ditandai adanya perbedaan karakter warna senyawa hasil sintesis dari
tidak sama dengan karakteristik asetil eugenol pada Sigma-Aldrich (2010), maka
belum bisa ditunjukkan bahwa molekul target asetil eugenol terbentuk pada proses
sintesis.
Uji ini dilakukan sebagai uji kemurnian awal senyawa hasil sintesis. Uji
ini dilakukan dengan mengelusi totolan senyawa hasil sintesis dan pembanding
starting material eugenol pada plat KLT silica gel GF254 dengan fase gerak
campuran toluen dan etil asetat (95:5 v/v). Elusi dilakukan dengan jarak elusi 10
26
cm, dan kemudian diamati bercak pengembangannya pada sinar UV 254 nm.
senyawa hasil sintesis dengan eugenol sebagai starting material, ditandai adanya
perbedaan jarak titik terjauh kedua bercak. Nilai Rf kedua bercak adalah sebagai
berikut:
Senyawa Rf
Eugenol 0,375
Senyawa hasil sintesis 0,458
27
Pada plat hasil elusi dan nilai Rf kedua bercak, dapat dilihat bahwa
senyawa hasil sintesis cenderung lebih non polar daripada eugenol sehingga
bercaknya memiliki Rf yang lebih besar daripada bercak eugenol. Hal ini
polaritas teoritis asetil eugenol, yang lebih non polar daripada eugenol, sebab
adanya gugus asetil pada asetil eugenol. Namun, kemurnian senyawa hasil sintesis
belum dapat ditentukan sebab perbedaan Rf yang muncul sangat kecil dan masih
terdapat bagian kedua bercak yang berjarak sama dari titik penotolan.
Dari kromatogram pada gambar 10, dapat dilihat bahwa terdapat dua
puncak, yang menandakan adanya dua jenis senyawa yang berbeda interaksinya
dengan fase diam, ditandai perbedaan waktu retensi. Dua puncak tersebut masing-
masing berada pada waktu retensi 10,158 menit (puncak 1) dan 13,239 menit
(puncak 2), dengan area masing-masing 2,06% dan 97,94%. Dengan hasil
spektroskopi massa.
28
C. Elusidasi Struktur
pola fragmentasi ion dari senyawa yang diuji. Dalam uji ini akan diidentifikasi
molekul dengan nilai m/z 164. Nilai ini tidak sesuai dengan bobot molekul asetil
eugenol yaitu 206 gram/mol (Sigma-Aldrich, 2010). Nilai tersebut sama dengan
bobot molekul eugenol yaitu 164 gram/mol (Chemcas, 2010). Maka puncak 1
Puncak 2 menunjukkan massa ion molekul dengan nilai m/z 206. Nilai
ini sesuai dengan bobot molekul asetil eugenol yaitu 206 gram/mol. Fragmen ion
paling stabil memiliki nilai m/z 164 yaitu eugenol, yang merupakan pemecahan
dari ikatan ester pada asetil eugenol. Selain itu, terdapat fragmen ion lain yang
bernilai m/z 43 yang merupakan fragmen dari gugus asetil pada asetil eugenol.
O asetil eugenol
70 eV tautomer
EI
O
O
O
O
O
O m/z = 206 H
O
O
+
O
O H2C
O OH
m/z = 43 70 eV EI
O
H2C
O H
m/z = 206
O
H2C C
+
O
O
H
m/z = 164
mengetahui gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa hasil sintesis. Profil
yang muncul.
31
representatif yang menunjukkan beberapa gugus fungsi, yaitu pita A pada 3471
cm-1(gugus –OH fenolik), pita B pada 1766 cm-1(gugus C=O ester), pita C pada
1605 cm-1(gugus C=C alil), pita D pada 1512 cm-1(gugus C-C aromatis), dan pita
senyawa hasil sintesis. Sebab, secara teoritis gugus OH fenolik hanya dimiliki
molekul starting material eugenol dan gugus C=O ester hanya dimiliki molekul
asetil eugenol.
tersebut belum murni, sebab pita serapan –OH fenolik dan C=O ester yang
sintesis merupakan campuran antara eugenol dan asetil eugenol, sehingga gugus-
gugus yang terdapat di kedua senyawa tersebut tetap muncul secara tumpang
jumlah proton pada senyawa hasil sintesis. Tipe proton pada asetil eugenol
(Gambar 15) yang diuraikan dibawah ini, diurutkan berdasarkan posisi puncak
2
O CH2
H3C CH2 4
1
O H H H5
8 7
proton ditambahkan dengan proton pada –OH fenolik yang dimiliki oleh eugenol.
6
H 2
H2
O C CH2 4
3 H3C
H
5
HO H
7
9
H
8
dapat teridentifikasi 9 tipe proton berbeda dari asetil eugenol dan eugenol.
kimia (δ) terkecil sampai terbesar. Puncak singlet G berintegral 3 di δ 2,2 ppm
dihasilkan oleh tiga buah proton tipe 1. Proton terikat pada C yang terhibridisasi
34
sp3, sehingga cenderung lebih memiliki nilai δ relatif kecil dibandingkan proton
yang terikat pada C sp2 dan sp. Resonansi pada karbonil hanya memiliki efek
induksi kecil pada tipe proton ini karena adanya O yang dapat mendonorkan
elektron ke C karbonil parsial positif. Oleh karena itu, proton ini cenderung
terperisai dan menimbulkan puncak paling atas (upfield) dibandingkan semua tipe
proton yang lain akan tetapi nilai δ pada proton tipe 1 tidak lebih kecil daripada 2
proton tipe 2. Proton ini terikat pada C sp3 yang mengikat gugus etena dan cincin
benzen. Adanya ikatan ini menyebabkan adanya pengaruh induktif gugus etena
dan cincin benzen yang bersifat menarik elektron, sehingga proton tipe 2 memiliki
nilai δ yang relatif lebih besar daripada proton alkana tak terinduksi. Efek
kenaikan δ pada proton tipe 2 lebih besar daripada tipe 1 sehingga puncaknya
proton tipe 3. Proton ini terikat pada C sp3 yang mengikat substituen O rantai
efek anisotropik besar dan nilai δ menjadi lebih besar, sebab proton menjadi
4 dan 9. Proton tipe 4 ini terikat secara langsung dengan C yang memiliki ikatan
phi sehingga terkena efek anisotropik yang kuat. Tipe proton 9 merupakan proton
yang terikat langsung sebagai –OH fenolik pada cincin benzen. Hal ini
35
diduga merupakan campuran dua buah puncak dari tipe proton yang berlainan
(puncak tipe 4 dan puncak tipe 9) di tandai dengan pola splitting puncak yang
5. Proton tipe 5 merupakan proton yang terikat pada C sp2, namun efek
anisotropik pada tipe ini hanya diemban 1 proton saja, sehingga efeknya lebih
besar daripada proton tipe 4. Maka, nilai δ proton ini jatuh ke bawah secara relatif
terhadap tipe 4.
proton tipe 6 dan 7. Proton tipe 6 dan 7 adalah proton yang terikat pada cincin
benzen, sehingga mengalami efek anisotropik yang sangat besar dan hampir sama.
Oleh karena itu, puncak yang dimunculkan dua tipe proton dapat terlihat sebagai
tipe 8. Proton ini merupakan proton yang terikat pada C sp2 pada cincin benzen,
sehingga efek anisotropiknya sangat besar. Berbeda dengan proton tipe 6 dan 7,
proton tipe 8 terikat pada C yang bertetangga dengan atom C-O ester. Pada
pada C-O ester akan terinduksi dengan elektronegatifitas atom O tersebut. Adanya
efek induksi ini menyebabkan proton tipe 8 lebih tak terperisai daripada proton
tipe 6 dan 7. Hal ini menyebabkan puncaknya muncul paling bawah relatif dari
dan asetil eugenol. Hal ini ditandai dengan munculnya puncak-puncak yang
sintesis, yaitu puncak G yang menunjukkan tipe proton 1 pada gugus asetil
senyawa asetil eugenol, dan puncak D yang menunjukkan tipe proton 9 pada
gugus –OH fenolik senyawa eugenol. Namun, secara keseluruhan, spektra 1H-
NMR mirip dengan deskripsi 1H-NMR asetil eugenol pada Carrasco et al. (2008)
dan Manoppo (2010). Selain itu, terdapat perbedaan yang jelas antara spektra 1H-
nilai δ 2,2 ppm yang merupakan nilai geseran kimia untuk puncak proton tipe 1.
Eugenol yang tidak memiliki proton tipe ini terlihat kosong pada nilai geseran
kimia tersebut.
D. Perhitungan Rendemen
Nilai rendemen tersebut disebut kasar sebab eugenol sebagai pereaksi pembatas
dalam reaksi sintesis tidak habis bereaksi. Nilai rendemen pada proses sintesis
A. Kesimpulan
1. Asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam asetat
2. Rendemen kasar asetil eugenol hasil sintesis eugenol dan anhidrida asam
eugenol dengan area puncak 97,94% dan starting material eugenol dengan
B. Saran
1. Perlu dioptimasi nilai pada variabel waktu dan suhu reaksi proses sintesis
2. Perlu dilakukan uji aktivitas antiinflamasi pada asetil eugenol hasil sintesis.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Bulan, R., 2004, Reaksi Asetilasi Eugenol dan Oksidasi Metil Iso Eugenol,
Laporan Penelitian, Program Studi Teknik Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
Carrasco, H., Espinoza, L., Cardile, V., Gallardo, C., Carrasco, W., Lombardo, L.,
et al., 2008, Eugenol and its synthetic analogues inhibit cell growth of
human cancer cells (Part I), http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0103-
50532008000300024&script=sci_arttext, diakses pada tanggal 13
Januari 2011.
Fessenden, R., and Fessenden, J., 1986, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh
Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Edisi ketiga, Jilid I, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 456.
Fessenden, R., and Fessenden, J., 1986, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh
Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Edisi ketiga, Jilid II, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 82-84, 109-111.
Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2010, Eugenol Infra
Red Spectrum, http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-flav/img/img/1529.gif,
diakses tanggal 31 Januari 2011.
Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2010, Eugenyl Acetate
Infra Red Spectrum, http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-
flav/img/img/1531.gif, diakses tanggal 5 Januari 2011.
Gasparic, J., and Churacek, J., 1978, Laboratory Handbook of Paper and Thin
Layer Chromatography, Ellis Horwood Limited, England, 63.
39
Lahlou, S., Interaminense, L.F., Magalhães, P.J., Leal-Cardoso, J.H., and Duarte,
J.P., 2004, Cardiovascular effects of eugenol, a phenolic compound
present in many plant essential oils, in normotensive rats, J Cardiovasc
Pharmacol., 43(2), 250-257.
Manoppo, Y., 2010, Isolasi Eugenol dari Bunga Cengkeh dan Sintesis Eugenil
Asetat, http://molucasablog.blogspot.com/2010/06/isolasi-eugenol-dari-
bunga-cengkeh-dan.html, diakses pada tanggal 13 Januari 2011.
Ntamila, M., dan Hassanali, A., 1976, Isolation of Oil of Clove Oil and Separation
of Eugenol and Acetyl Eugenol, An instructive experiment for beginning
chemitryunder graduates, 53(4), 263.
Öztürk, A., and Özbek, H., 2005, Caryophyllata Essential Oil: An Animal Model
of Anti-inflammatory Activity, Department of Pharmacology, Van
Turkey, 159-162.
Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta,
181.
Setyowati, E.P., Jenie, U.A., dkk, 2007, Isolasi Senyawa Sitotoksik Spon
Kaliapsis, Majalah Farmasi Indonesia, 185.
Srivastava, K.C., and Malhotra N., 1991, Acetyl Eugenol, a Component of Oil of
Cloves (Syzygium aromatikum L.) Inhibits Aggregation and Alters
Arachidonic Acid Metabolism in Human Blood Platelets, NCBI, 42(1),
73-81.
Suggs, J., 2002, Organic Chemistry, Barron’s Education Series, New York, 205.
LAMPIRAN
42
70 - 80 C
H3C O CH3 O CH3 K O CH3
OH
Eugenol Anhidrida asam asetat Asetil eugenol Kalium asetat
B. Puncak 2
47
B. Asetil Eugenol
BIOGRAFI PENULIS
mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar (tahun 2008).