Anda di halaman 1dari 13

MODUL

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Tinjauan Mata Kuliah :


 Deskripsi Singkat Mata Kuliah
Fokus mata ajar ini adalah pada pemenuhan kebutuhan klien dewasa dengan gangguan
sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan. Pemberian asuhan
keperawatan pada kasus gangguan sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori
dan persarafan berdasarkan proses keperawatan dengan mengaplikasikan ilmu biomedik
seperti biologi, histologi, biokimia,anatomi, fisiologi, patofisiologi, ilmu keperawatan
medikal bedah, ilmu penyakit dalam, farmakologi, bedah, nutrisi dan rehabilitasi.
Gangguan dari sIstem tersebut meliputi gangguan peradangan, kelainan degenerative,
trauma, yang termasuk dalam 10 kasus terbesar baik lokal, regional, nasional dan
internasional. Lingkup bahasan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi asuhan
terhadap klien. Intervensi keperawatan meliputi terapi Modalitas Keperawatan pada
berbagai kondisi termasuk terapi komplementer. Proses pembelajaran dilakukan melalui
kuliah pakar, collaborative learning (CL) dan Belajar Berdasarkan Masalah (BDM), dan
praktik laboratorium.
 Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
1. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan gangguan sistem
muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan pada klien dewasa dengan
memperhatikan aspek legal dan etis
2. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gangguan sistem
muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan pada klien dewasa dengan
memperhatikan aspek legal dan etis
3. Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian kedalam asuhan keperawatan dalam mengatasi
masalah sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan
4. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada sekelompok klien dengan
gangguan sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan pada
klien dewasa dengan memperhatikan aspek legal dan etis
5. Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan sistem
muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan pada klien dewasa sesuai
dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif.

 Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK)


1. Menjelaskan anatomi, fisiologi, biokimia, patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet
serta proses asuhan keperawatan terkait gangguan sistem muskuloskeletal, integumen,
persepsi sensori dan persarafan (fraktur: terbuka dan tertutup, dislokasi, osteoarthritis,
luka bakar, dekubitus, glaucoma, katarak, otitis, vertigo, stroke, tumor otak,
meningitis).
2. Menjelaskan pendidikan kesehatan pada masalah gangguan sistem muskuloskeletal,
integumen, persepsi sensori dan persarafan, mengidentifikasi pencegahan primer,
sekunder, dan tersier pada masalah gangguan sistem muskuloskeletal, integumen,
persepsi sensori dan persarafan dan membuat model edukasi terkait gangguan sistem
muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan.
3. Melakukan telaah jurnal:critical appraisal terhadap hasil penelitian terkait masalah
gangguan sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan,
mengintegrasikan dalam rencana asuhan keperawatan (evidence based nursing
practice).
4. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur:
terbuka dan tertutup,dislokasi, osteoarthritis, luka bakar, dekubitus, glaucoma, katarak,
otitis, vertigo, stroke, tumor otak, meningitis
5. Mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan fungsi perawat dalam pengelolaan klien
dengan gangguan sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan.
Daftar Isi

BAB 1 : Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal


Topik 1.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fraktur
Topik 2.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Dsilokasi
Topik 3.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Osteoartritis

BAB II : Asuhan Keperawatan Sistem Integumen


Topik 4
Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Pressure Ulcer
Topik 5
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Luka Bakar

BAB III : Asuhan Keperawatan Sistem persepsi Sensori


Topik 6
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Glaukoma
Topik 7
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan katarak
Topik 8
Asuhan keperawatan pada pasien dengan otitis media
BAB IV : Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan
Topik 9
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan vertigo
Topik 10
Asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
Topik 11
Asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor otak
Topik 12
Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis
Topik 1
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fraktur

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntur mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim.
B. Jenis Fraktur
1. Berdasarkan garis patah tulang dan Bentuk patah tulang
a. Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak.
Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur ini akan
segerah senmbuh dan akan segera mengalami remodelingke bentuk dan fungsi
normal.
b. Fraktur transversal, adalah fraktur yang garis patahnya yegak lurus terhadap
sumbuh panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang di
yang patah direposisi atau direduksi kembali ketempatnya semula, maka segmen-
segmnet itu akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.
c. Fraktur spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang. Fraktur ini
timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi luar.
d. Fraktur oblik, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
2. Berdasarkan bentuk patah tulangnya
a. Fraktur komplet, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur inkomplet, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c. Fraktur kompresi/impaksi, terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan)
tulang ke tiga yang bearada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosis lewat radiogram.
Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan pengurangan pengurangan
tinggi vertical dan sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra. Pada
orang muda dapat disertai dengan perdarahan retroperitoneal yang cukup berat.
Seperti pada fraktur pelvis, pasien dapat secara cepat mengalami syok hipovolemik
dan meninggal jika tidak dilakukan pememriksaan denyut nadi, tekanan darah dan
pernapasan secara akurat, dan berulang dalam 24 – 48 jam pertama setelah cedera.
Ileus dan retensio urin dapat terjadi pada cedera ini.
d. Fraktur segmental, dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit
ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit
untuk menyembuh, dan keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan secara
bedah.
e. Fraktur kominuta, adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan
dengan lebih dari dua fragmen tulang.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur tertutup (simple fraktur)
Tidak menyebabkan robeknya kulit.
2. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai ke patahan
tulan. Fraktur terbuka digradasi menjadi grade I-III.
a. Grade I : dengan luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
b. Grade II : Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,
atau laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau avulsi (terobeknya secara paksa) kulit.
Terdapat kerusakan yang sedang jaringan.
c. Grade III : Luka dengan luas 6-8cm dengan
d. Grade III A : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
e. Grade III B : Disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, tulang tidak
dapat ditutup dengan jaringan lunak.
f. Grade III C : Disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur
Bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah
(gerakan ;uar biasa) bukannya tetap rigid (kaku) seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2.5 – 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
Krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dan lainnya. (uji krepitus
dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.
E. PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR
Tujuan penatalaksanan fraktur secara umum menurut Smeltzer & Bare, 2009 yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri.
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan
sampai menimbulkan syok, untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa
nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun
memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Tujuan pembedahan orthopedi adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
posisi ideal fraktur, stabilitas tulang/sendi, mengurangi nyeri, dan untuk memperbaiki
mobilitas fisik serta memenuhi kebutuhan aktivitas. Pasien yang mengalami disfungsi
muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalah stabilitas
fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi, gangguan peredaran darah atau
adanya tumor (Brunner & Suddarth, 2009).Tindakan operasi atau bedah orthopedi ini
termasuk kedalam tindakan reduksi baik reduksi tertutup ataupun reduksi terbuka.
Berikut penjelasan dari setiap metode:
a. Reduksi tertutup, dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya sehingga ujung fraktur saling berhubungan, yaitu dengan metode
pemasangan gips (plaster of Paris) dan traksi diantaranya yaitu : Gips adalah
alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh dimana
gips dipasang. Tujuan pemakaian gips ini adalah mengimobilisasi bagian tubuh
dalam posisi tertentu dan memberikan, tekanan yang merata pada jaringan
lunak yang terletak didalamnya.Secara umum gips memungkinkan mobilisasi
pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.
Berikutnya adalah Traksi yaitu pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh.
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal dan fiksasi internal, memerlukan
tindakan pembedahan dan dilakukan di kamar operasi. Fiksasi Eksternal adalah
alat yang dapat memberi dukungan yang stabil untuk fraktur remuk
(comminutied), sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan
aktif. Alat yang sering dipergunakan antara lain : kawat bedah, screw, screw
and plate, pin kuntscher intrameduler, pin rush, pin Steinmann, pin Trephine,
plate screw, alat fiksasi ini berguna untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang terjadi, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang (Smeltzer & Bare,
2009).
b. Imobilisasi
Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Fiksasi dapat dilakukan dengan fiksasi internal dan eksternal,
eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi continue, pin. Inplan dapat
digunakan untuk fiksasi interna.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1). Oksigenasi : Kebutuhan klien terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.
2). Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang
injuri.
3). Eliminasi : Ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan
ginjal.
4). Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat
untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan
semua komponen-komponen tubuh.
5). Proteksi/perlindungan : Defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen (kulit, rambut dan kuku) sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan
perubahan suhu.
6). The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
7). Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya
termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Jika
inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
(Parly, 1984, dalam Roy 1991).
8). Fungsi syaraf / neurologis : merupakan bagian integral dari regulator koping
mekanisme seseorang untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh.
9). Fungsi endokrin : pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis,
untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin
mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari
regulator koping.
2. Diagnosa Keperawatan dan Tujuan
1). Nyeri Akut
 Memperlihatkan pengendalian nyeri nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu) : mengenali awitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan,
melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
 Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) : ekspresi
nyeri pada wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi episode nyeri,
merintih dan menangis serta gelisah.
2). Resiko syok
 Perfusi jaringan: selular sebagai bukti oleh indikator berikut: tekanan darah
sistolik / berarti tekanan / cairan keseimbangan / urin / output jantung darah
arteri rythym (tingkat hasil dan indikator perfusi jaringan: selular: 1 =
deviasi yang parah dari kisaran normal, 2 = substansial penyimpangan dari
kisaran normal, 3 = deviasi moderat dari kisaran normal, 4 = deviasi ringan
dari kisaran normal, 5 = tidak ada penyimpangan dari kisaran normal.
3). Resiko Infeksi
 Status kekebalan sebagai bukti oleh indikator berikut: infeksi berulang tidak
hadir / kulit dan mukosa integritas / gastrointestinal (GI), pernapasan,
genitouterin (gu) fungsi / berat badan dan suhu tubuh dalam kisaran yang
diharapkan (tingkat hasil dan indikator status kekebalan: 1 = terancam, 2 =
substantialy dikompromikan, 3 = cukup terganggu, 4 = agak terganggu, 5 =
tidak terganggu
4). Disuse syndrome
 Kesabaran, akibat imobilitas; fisik, mobilitas, status neurologi; level nyeri
Akibat imobilitas, secara fisik indikatornya; luka tekan, konstipasi, status
nutrisi, kekuatan otot. (standar hasil dan indicator dari masalah imobilitas
fisik; 1=keras, 2= nyata, 3= sedang, 4= ringan, 5= tidak ada.
3. Intervensi
1). - Menentukan apakah klien mengalami nyeri pada saat wawancara awal. jika
sakit hadir, melakukan dan mendokumentasikan penilaian nyeri yang
komprehensif dan menerapkan intervensi manajemen nyeri untuk mencapai
kenyamanan.
- Kaji level nyeri pada klien dengan menggunakan self-report pain yang valid
dan reliable, seperti skala 0-10.
- Menilai nyeri yang di alami klien berdasarkan interval secara rutin, baik pada
saat pengamblan TTV, selama periode aktifitas dan istirahat, juga menilai
nyeri pada saat intervensi atau procedure yang mungkin menimbulkan nyeri.
- Minta klien untuk menjelaskan dengan pengalaman nyeri yang dirasakannya,
efektifitas dari intervensi management nyeri, respon dari obat anagetik
termasuk terjadinya efek samping, dan kekhawatiran tentang rasa sakit dan
pengobatannya
- meminta klien untuk mengidentifikasi tujuan kenyamanan fungsi, tingkat
nyeri, pada laporan alat nyeri diri, yang akan memungkinkan klien untuk
melakukan kegiatan yang diperlukan atau keinginan dengan mudah.
menggambarkan efek samping rasa sakit tak henti-hentinya. jika klien tidak
dapat memberikan laporan, 1) pertimbangkan kondisi klien dan penelusuran
penyebab nyeri (adanya cedera jaringan, kondisi patologi), 2)observasi
kebiasaan yang mengindikasinkan adanya nyeri (ekspresi muka, menangis,
dan perubahan aktivitas). 3)evaluasi indikasi psikologis.
2). - mengelola oksigen segera dan obat yang diresepkan.
- Pantau tanda-tanda vital, tekanan darah, nadi, pernapasan dan pulse oximetry.
- Curigai terjadinya sepsis dan shok septic, memperoleh stat culture sesuai kebutuhan.
- mengelola antibiotik yang tepat seperti yang ditentukan dalam waktu 1 jam dari
diagnosis sepsis berat atau syok septik. melanjutkan perawatan dengan tujuan
diarahkan terapi untuk mengobati kondisi
- tinjau riwayat pengobatan dan pembedahan klien
- monitor intake dan output , dan timbang berat badan setiap hari.
menjaga akses IV. mengakui bahwa IV cairan isotonik seperti 0,9% salin normal
atau ringer laktat cepat dapat diberikan untuk klien shock.

3). - amati dan laporkan adanya tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, hangat, dan
peningkatan suhu tubuh
- menilai suhu klien neutropenia: melaporkan temperatur tunggal lebih besar dari
(100,5 F)
- thermometer oral dan tympani dapat digunakan untuk mengukur suhu pada remaja
dan bayi
- thermometer kimia (tempa-DOT) dapat digunakan untuk klien diruang intensive
(ICU)
- menilai kulit untuk warna, kelembaban, tekstur, dan turgor (elastisitas). tetap akurat,
dokumentasi perubahan berkelanjutan
- hati-hati mencuci dan tepuk kulit kering, termasuk daerah lipatan kulit.
4). - Identifikasi faktor penyebab dan faktor penunjang; Nyeri rujuk ke gangguan
kenyamanan, kelelahan rujuk ke keletihan, penuruanan motivasi rujuk ke
intoleransi aktivitas, depresi rujuk ke ketidak efektifan koping.
- Tingkatkan fungsi pernapasan yang optimal. Bantu klien untuk mengubah posisi
dengan membalikkan tubuh klien dari satu posisi ke posisi lain setiap jam jika
memungkinkan, dorong klien untuk mengambl napas dalam dan berlatih batuk
terkontrol lima kali setiap jam, Auskultasi area paru setiap 8 jam tingkatkan
frekuensi auskultasi jika terdapat perubahan bunyi, anjurkan klien untuk makan
sedikit tapi sering untuk mencegah distesi abdomen.
- Pertahankan pola BAB yang biasa. asupan cairan yang adekuat dengan cairaan 2
liter (8-10 gelas) kecuali ada kontraindikasi. Diet seimbangan dengan
menganjurkan mengkonsumsi 800gr buah dan sayuran untuk mencapai pola
defekasi normal setiap hari. Kolaborasi pemberian laksatif.
- Cegah ulkus dekubitus, ubah posisi klien atau minta klien membalikkan badan
atau mengangkat beban tubuhnya setiap 30 menit hingga 2 jam, inspeksi area yang
beresiko mengalami ulkus setiap kali dilakukan ubah posisi (telinga, tumit, sacrum,
skrotum, siku, trochanter, scapula), amati adanya eritema dan warna pucat,
kemudian palpasi kulit untuk menemukkan area yang hangat dan menyerupai spons
pada setiap pergantian posisi, masase area yang rentan dan kemerahan pada setiap
pergantian posisi.
Topik 2

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Dislokasi

A. Pengertian
Dislokasi

Anda mungkin juga menyukai