SUPPOSITORIA
I. TUJUAN
Mengenal cara pembuatan suppositoria Na salisilat dengan basis
suppositoria berlemak dan basis larut dalam air.
III. FORMULA
Formula I Formula II
R/ Na Salisilat 0,1 R/ Na Salisilat 0,1
Oleum Cacao 2,9 Oleum Cacao 2,81
m.f suppo No. VI Cera Flava 0,09
m.f suppo No. VI
Tuangkan massa ke dalam cetakan yang telah diolesi dengan paraffin cair,
kemudian dinginkan beberapa saat pada suhu kamar, kemudian bekukan di dalam
lemari es sampai beku.
Formula II
Lelehkan cera flava dalam CP diatas penangas air. Tambahkan 1Τ3 ol.cacao
sedikit demi sedikit terus diaduk hingga homogen dan dijaga jangan sampai
jernih lalu diangkat dari penangas.
Lelehkan kedua macam PEG, aduk hingga dalam CP diatas penangas air.
Penyimpangan:
5
A. 5% 𝑥 1,75 = 𝑥 1,75 = 0,0875𝑔𝑟𝑎𝑚
100
Penyimpangan:
5
A. 5% 𝑥 1,8 = 𝑥 1,8 = 0,09 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
Penyimpangan:
5
A. 5% 𝑥 2,8 = 𝑥 2,8 = 0,14 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
Penyimpangan:
5
A. 5% 𝑥 2,8 = 𝑥 2,8 = 0,14 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
Penampilan
I II III IV
Celah X X X X
Lubang X X X X
Eksudasi X X - -
Pengembangan lemak X X - -
Migrasi senyawa aktif X X X X
Keterangan :
√ = ada
X = tidak ada
- = tidak dilakukan
Penentuan kisaran leleh
Uji waktu leleh dilakukan pada suhu ruang (25˚C)
Formula I = 1 menit
Formula II = 41 detik
Formula III = 1 menit 23 detik
Formula IV = 1 menit 25 detik
2. Pembahasan
Pada percobaan kali ini kami merancang suatu formula untuk
sediaan padat dalam hal ini pembuatan suppositoria dan melakukan
evaluasi sediaan tersebut. Rancangan suppositoria kami menggunakan
zat aktif Na salisilat yang berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik
NSAID. Bahan dasar yang digunakan dalam suppositoria juga sangat
berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik.
Pada percobaan kali ini kami membuat sediaan suppositoria
dengan 4 macam formula dengan zat aktif yang sama yaitu Na
salisilat, namun dengan basis suppositoria yang berbeda-beda. Pada
rancangan suppositoria formula I dan II menggunakan basis berlemak
dan pada formula III dan IV menggunakan basis air. Pada suppositoria
formula I hanya menggunakan basis oleum cacao, pada formula II
menggunakan basis oleum cacao dan cera flava, dan pada formula III
dan IV sama-sama menggunakan basis PEG 6000 dan PEG 400
namun dengan perbandingan jumlah yang berbeda. Dimana pada
penimbangannya dilebihkan 10% untuk menghindari adanya
penyusutan bahan saat peleburan.
Pada pembuatannya, basis suppositoria harus dilebur terlebih
dahulu di dalam CP diatas penangas air dan menggunakan mortir
hangat untuk mencampurkan basis dan zat aktifnya. Campuran
kemudian dimasukkan kedalam cetakan suppositoria menggunakan
batang pengaduk sebagai tempat alir campuran agar dapat masuk
kedalam lubang cetakan, cairan dimasukkan dengan hati-hati dan
harus dalam keadaan panas/hangat karena terutama untuk suppositoria
basis air, karena basis air sangat cepat membeku bahkan dalam suhu
ruang karena itu setelah dilebur dan dicampur dengan zat aktif,
campuran harus segera dimasukkan kedalam cetakan.
Untuk suppostoria dengan basis lemak, cetakan harus terlebih
dahulu dilapisi dengan paraffin cair agar suppositoria tidak lengket
pada cetakan dan memudahkan pelepasan suppositoria dari cetakan.
Sedangkan untuk suppositoria dengan basis air cetakan tidak perlu
dilapisis dengan paraffin cair karena basis tersebut mudah dilepaskan
dari cetakan. Setelah campuran dimasukkan kedalam cetakan, tunggu
hingga campuran sedikit mendingin baru kemudian masukkan cetakan
yang berisi campuran tadi kedalam lemari pendingin. Hal ini
dilakukan untuk menghindari terbentuknya celah atau retakan pada
suppositoria. Diamkan suppositoria dengan basis lemak didalam
lemari pendingin selama ±3 jam kemudian lepaskan suppositoria dari
cetakan, sedangkan untuk suppositoria dengan basis air didiamkan
didalam lemari pendingin selama ±1 jam baru kemudian lepaskan
suppositoria dari cetakan. Suppositoria basis lemak lebih sukar untuk
membeku daripada suppositoriadengan basis air karena itu dibutuhkan
waktu lebih lama untuk membuat suppositoria basis lemak mengeras.
Namun, sebaiknya jangan lebih dari 3 jam karena jika melebihi waktu
tersebut, suppositoria akan sulit untuk dkeluarkan dari cetakan.
Suppositoria yang telah dikeluarkan dari cetakan sebaiknya
segera dibungkus dengan aluminium foil untuk mengindari
melekatnya suppositoria satu sama lain kemudia masukkan kedalam
pot suppositoria untuk disimpan dan masukkan kembali kedalam
lemari pendingin dengan suhu dingin (5-15˚C) agar suppossitoria
tidak meleleh.
Evaluasi pada sediaan suppositoria dilakukan untuk
mengetahui apakah suppositoria yang dibuat sudah memnuhi syarat
yang ditetapkan atau tidak, dan mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi sediaan suppositoria dan melihat apakah suppositoria
layak dipasarkan. Untuk evaluasi sediaan suppositoria, kami
melakukan 3 pengujian yaitu uji keseragaman bobot, uji penampilan
dan uji kisaran waktu leleh. Untuk uji keseragaman bobot, menurut
persyaratan persen penyimpangan tidak boleh lebih dari dua
suppositoria yang persen penyimpangannya >5% (kolom A) dan tidak
satupun suppositoria yang persen penyimpangannya >10% (kolom B).
Untuk uji keseragaman bobot, pada formula I terdapat 1
suppositoria yang menyimpang dari kolom A dan tidak terdapat satu
suppositoria pun yang menyimpang dari kolom B. Pada formula II,
terdapat 2 suppositoria yang menyimpang dari kolom A dan tidak
terdapat suppositoria yang menyimpang dari kolom B. Pada formula
III, tidak ada suppositoria yang menyimpang baik dari kolom A
maupun B. Dan pada formula IV, tidak ada suppositoria yang
menyimpang baik dari kolom A maupun B. Sehingga dapat dikatakan
bahwa semua sediaan suppositoria memenuhi syarat uji keseragaman
bobot.
Pada pemeriksaan penampilan suppositoria, yang perlu
diperhatikan adalah adanya celah, lubang, eksudasi, pengembangan
lemak, dan migrasi senyawa aktif (adanya bercak). Namun untuk
basis air, eksudasi dan pengembangan lemak tidak dilakukan karena
eksudasi dan pengembangan lemak hanya berlaku pada basis lemak.
Pada basis lemak formula I tidak terdapat lubang pada tengah
suppositoria. Sedangkan untuk celah, lubang, eksudasi,
pengembangan lemak dan bercak tidak terdapat pada formula I. Pada
formula II juga tidak terdapat lubang sama seperti formula I, begitu
pula dengan uji yang lain. Pada basis air formula III dan IV tidak
terdapat celah, lubang maupun bercak. Sehingga dapat dikatakan,
bahwa suppositoria yang menggunakan basis air lebih baik dalam hal
penampilan.
Pada uji penentuan kisaran leleh, uji dilakukan dengan
meletakkan suppositoria diatas kertas perkamen dengan suhu ruang
(25˚C). Pada formula I, didapatkan waktu leleh 1 detik. Untuk
formula II didapatkan waktu leleh ± 41 detik. Untuk formula III
didapatkan waktu leleh ±1 menit 23 detik. Dan untuk formula IV
didapatkan waktu leleh ±1 menit 25 detik. Sehingga dapat dikatakan,
bahwa untuk waktu leleh, suppositoria dengan basis lemak lebih cepat
meleleh pada suhu ruang dibandingkan dengan suppositoria dengan
basis air.
Dosis yang digunakan secara rektal tidak selalu sama dengan
dosis yang digunakan secara oral, dan ini tergantung pada sifat kimia-
fisika obat, koefisien partisi, kelarutan dari obatnya serta sifat fisika
dari sediaan supositoria itu sendiri (Liebe, 1996).
Absorpsi obat dari suppositoria banyak dipengaruhi faktor
antara lain fisiologi anorektal, basis supositoria, pH pada tempat
absorpsi, pKa obat, derajat ionisasi, dan kelarutan obat dalam lemak
(Ansel et al., 1995).
Ha-hal lain yang dapat menimbulkan masalah dalam suppositoria:
a. Air dalam suppositoria
Penggunaan air sebagai pelarut untuk mencampurkan zat-
zat dalam basis suppositoria harus dihindari, karena:
- Air mempercepat oksidasi lemak
- Jika air menguap zat-zat yang terlarut akan membentuk
Kristal-kristal
- Reaksi antara bahan-bahan yang terdapat dalam suppositoria
lebih sering terjadi dengan adanya air
- Pemasukan air atau zat-zat lain yang dapat dikontaminasi
oleh pertumbuhan bakteri dan fungi.
b. Ketidakcampuran
Basis-basis PEG ternyata tidak dapat bercampur dengan
garam-garam perak, asam tanat, aminopilin, kinin, lehtamfod,
aspirin, benzokain, iodoklorhidrat, sikin, dan sulfonamide.
c. Higroskopisitas
Higroskopisitas yang dapat terjadi contohnya pada
suppositoria gelatin yang mengandung gluerin kehilangan lembab
oleh penguapan dalam iklim kering dan mengabsorpsi lembab
dalam kelembaban yang tinggi.
d. Viskositas
Viskositas massa suppositoria yang mencair adalah
penting dalam pembuatan suppositoria dan perlakuannya dalam
rectum setelah mencair.
e. Kerapuhan
Pecahnya suppositoria yang dibuat dengan basis-basis
seperti ini seringkali disebabkan oleh pendinginan yang cepat dari
basis yang mencair.
f. Kerapatan
Jika terjadi penyusutan volume dalam cetakan selama
pendinginan, penambahan pengganti harus dibuat untuk
mendapatkan berat suppositoria yang tepat.
g. Penyusustan volume
Penyusutan dapat dihilangkan dengan mengguanakan
massa sedikit diatas temperatur bekunya kedalam suatu cetakan
yang dihangatkan sampai temperature yang sama.
h. Pelumas atau zat penglepas dari cetakan
Suppositoria yang sukar dilepaskan dari cetakan
memerlukan berbagai pelumas cetakan atau zat-zat pengelupas
dari cetakan harus digunakan untuk menanggulangi kesulitan ini.
i. Faktor pengganti
Jumlah basis yang diganti oleh bahan-bahan aktif dalam
formulasi suppositoria dihitung dengan persamaan;
100 (𝐸 − 𝐺) + 1
𝐹=
(𝐺)(𝑋)
j. Bobot dan volume
Jumlah bahan aktif dari masing-masing suppositoria
tergantung pada:
- Konsentrasinya dalam massa tersebut
- Volume ruang cetakan
- Bobot jenis basis
- Variasi volume antara cetakan
- Variasi bobot antara suppositoria
k. Ketengikan dan antioksidan
Ketengikan disebabkan oleh autooksidasi dan penguraian
berturut-tururt lemak tidak jenuh menjadi aldehid jenuh dan tidak
jenuh, berbagai keton dan asam yang mempunyai bau kuat dan
tidak menyenangkan (Lachman, 2008).
Untuk penyimpanan, karena suppositoria tidak tahan pengaruh
panas, maka perlu menjaga dalam tempat yang dingin. Suppositoria yang
basisnya oleum cacao harus disimpan dibawah 30oF, dan akan lebih baik
bila disimpan dalam lemari es. Suppositoria gelatin gliserin baik sekali
bila disimpan dibawah 30oF. Suppositoria dengan basis polietilen glikol
mungkin dapat disimpan dalam suhu ruangan biasa tanpa pendinginan.
Suppositoria yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya
tinggi, mungkin akan menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon,
sebaliknya bila dismpan dalam tempat yang kering sekali mungkin akan
kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Ansel, 2005).
IX. KESIMPULAN
1. Suppositoria dapat dibuat dengan menggunakan basis berlemak
maupun basis air sesuai sifat fisika kimia zat aktif.
2. Evaluasi sediaan suppositoria yang dapat dilakukan ada 3, yaitu uji
kesergaman bobot, pemeriksaan penampilan, dan uji waktu leleh.
3. Untuk uji keseragaman bobot, semua suppsitoria sudah memnuhi
persyaratan.
4. Untuk pemeriksaan penampilan, suppositoria yang menggunakan
basis air jauh lebih baik daripada suppositoria yang menggunakan
basis lemak.
5. Untuk uji waktu leleh, suppositoria yang menggunakan basis lemak
lebih cepat meleleh dibanding suppositoria yang menggunakan basis
air.
X. DAFTAR PUSTAKA
DepKes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesi : Jakarta.
DepKes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesi : Jakarta.
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta :
Penerbit UI Press.
Lachman, Leon et al. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Liebe, D.C., 1996, Packaging in Pharmaceutical Dosage Forms, in:
Banker, G.S. and Rhodes, C.T., 1996, Modern Pharmaceutics, 3rd
ed. and expanded, Marcel Dekker Inc., New York, p. 716-717.
Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Syamsuni, H.A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.