Anda di halaman 1dari 12

Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

ANALISIS PENANGANAN SAMPAH DI KECAMATAN


TAMALANREA KOTA MAKASSAR

OLEH: RIZKY ALFIDHDHA

BAB I

Pendahuluan

Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta meningkatnya kegiatan


pembangunan diberbagai sektor menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah
perkotaan yang antara lain urbanisasi, permukiman kumuh, persampahan dan
sebagainya. Permasalahan yang dialami hampir di seluruh kota di Indonesia adalah
persampahan.

Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh


peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan anggapan akan
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Hal ini tentunya sangat berdampak pada
peningkatan jumlah penduduk kota yang juga sebanding dengan limbah yang akan
dihasilkan. Namun, tidak disertai secara langsung dengan penyediaan sarana dan
prasarana yang tidak sebanding oleh pemerintah, akibatnya pelayanan yang ada tidak
maksimal dan terjadi penurunan kualitas lingkungan, khususnya pada permasalahan
pengangkutan sampah kota. Untuk menanggulangi permasalahan ini, sangat dibutuhkan
peranan pemerintah yang didukung oleh kepedulian masyarakat kota setempat.

Hingga saat ini sampah masih menjadi masalah serius di berbagai kota besar di
Indonesia. Sistem penanganan sampah kota yang ada sekarang masih mengandalkan
pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai tempat pengelolaan sampah harus
semakin diperhatikan karena berhubungan dengan efisiensi waktu dan biaya. Transportasi
sampah adalah sub- sistem persampahan yang bersasaran membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). Dengan optimasi sub sistem ini diharapkan pengangkutan sampah menjadi
mudah, cepat, serta biaya relatif murah dengan tujuan akhir meminimalkan penumpukan

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 1


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

sampah yang akan memberi dampak langsung bagi kesehatan masyarakat dan keindahan
kota. Minimasi jarak dan waktu tempuh merupakan solusi utama dari perencanaan rute
pengangkutan sampah. Rute pengangkutan sampah yang dibuat haruslah efektif dan
efisien sehingga didapatkan rute pengangkutan yang paling optimum.

Secara umum, kondisi persampahan di Kecamatan Tamalanrea dapat dikatakan


sangat memprihatinkan, karena dari pengamatan yang telah dilakukan, masih banyak
terdapat timbulan sampah yang berada di bahu jalan atau di lahan kosong tanpa wadah.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi tidak nyaman dan
tidak sehat seperti menyebarkan bau yang tidak sehat, rentan terhadap penyakit, serta
pemandangan yang tidak indah.

Disamping itu, mengenai sistem pengangkutan sampah pada Kecamatan


Tamalanrea. Proses pengambilan sampah pada kecamatan ini dilakukan dengan
menggunakan cara pengambilan sampah pada bak sampah yang ada di tiap rumah dan
kontainer yang disediakan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Namun, keadaan ini
tidak ditunjang dengan sistem pengangkutan yang efektif dan efisien khususnya pada
sub bagian penentuan rute pelayanan pengangkutan sampah sehingga terjadi
penumpukan sampah di beberapa wilayah.

Masalah lainnya yaitu, penempatan lokasi peletakan kontainer dalam hal ini
berfungsi sebagai Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang tidak efektif, dimana
disekitar lokasi itu terdapat pasar, minimarket, dan pemukiman warga. Apalagi kontainer
yang digunakan tanpa penutup sehingga aroma yang dikeluarkan dari timbulan sampah
dapat menyebabkan pencemaran bau dan mengundang lalat yang dapat menyebarkan
virus penyebab penyakit.

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 2


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep dasar teori

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik
yang dianggap tidak berguna dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan
dan melindungi investasi pembangunan. Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul
di kota (SNI 19-2454-2002).

Sampah adalah sisa kegiatan sehari - hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah
sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kasawan khusus, fasilitas umum fasilitas sosial, dan/atau fasilitas
lainnya (Peraturan Daerah Kota Makassar No.4 tentang Pengelolaan Sampah, 2012).

Sedangkan menurut A. Tresna Sastrawijaya, 1991; sampah padat yang bertumpuk


banyak tidak dapat diurai oleh mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu lama akan
mencemari tanah. Sampah ialah bahan yang tidak dipakai lagi (refuse) karena telah
diambil bagian utamanya dengan pengolahan.

Pengertian sampah menurut SNI 13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik
Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri dari zat
organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah yang
merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia telah menimbulkan permasalahan yang
sangat kompleks, antara lain (Tchobagnolous, 1983) :
1. Masalah estetika dan kenyamanan.
2. Merupakan sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat
menjadi vektor penyakit.

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 3


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

3. Menyebabkan terjadinya polusi udara, air dan tanah.


4. Menyebabkan terjadinya penyumbatan saluran-saluran air buangan dan drainase.
Sampah ada di sekeliling kita, bahkan tiap rumah tangga selalu menyumbang
sampah untuk dibuang setiap harinya. Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup
beraneka ragam, diantaranya:
1. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.
 Sampah organik adalah jenis sampah yang dapat dan mudah membusuk,
contohnya adalah daun, sisa makanan, buah, sayuran dsb.
 Sampah anorganik adalah jenis sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
contohnya adalah barang logam atau besi, kaca, plastik dsb.
2. Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar
 Sampah yang tidak dapat dibakar, contohnya adalah barang dari kaca, besi,
seng dsb.
 Sampah yang mudah untuk dibakar, contohnya adalah barang yang terbuat dari
kertas, kayu, karet, plastik, dari kain dsb.
3. Sampah berdasarkan karakteristik sampah
 Garbage adalah jenis sampah hasil pengolahan makanan, mudah membusuk,
biasanya berasal dari sampah rumah tangga, rumah makan dsb.
 Rubbish adalah jenis sampah hasil pembuangan perkantoran, contohnya kertas,
kaca, plastik, dsb.
 Ashes atau debu adalah jenis sampah sisa hasil dari pembakaran.
 Sampah jalanan atau street sweeping adalah sampah dari hasil pembersihan
jalan.
 Sampah industri adalah sampah yang berasal dari pabrik.
 Bangkai binatang atau dead animal adalah sampah binatang yang mati,
misalnya di jalan tertabrak.
 Bangkai kendaraan adalah sampah kendaraan bermotor, misalnya mobil dan
motor.
 Sampah pembangunan atau construction waste, adalah sampah bekas bangunan
misalnya potongan besi, sepihan tembok, kayu, bambu dsb

B. Konsep kebijakan spasial dan pengelolaan sanitasi lingkungan

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 4


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

Berdasarkan Permen PU No.3 tahun 2013 pasal 14 menyatakan penangan sampah


meliputi kegiatan:
1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan
jenis, jumlah dan sifat sampah
2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah
terpadu
3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan terakhir
4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah
5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu
hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan

. Upaya untuk mengurangi volume timbulan sampah juga dilakukan dengan


menerapkan konsep recycling (daur ulang), reuse (penggunaan kembali), reduce
(pengurangan sampah). Hal ini dimaksudkan agar mengurangi jumlah sampah yang akan
diproses akhir di TPA sekaligus memudahkan dalam proses pengangkutan sebagaimana
sesuai dengan pasal 41 UU Rencana Tata Ruang Kota Makassar No.6 tahun 2006.

Pengembangan penggunaan teknologi pengolahan sampah diantaranya


penggunaan incinerator yang ditempatkan pada kawasan permukiman padat di sisi
bantaran sungai yang belumsepenuhnya terlayani. (pasal 61 UU Rencana Tata Ruang
Kota Makassar No.6 tahun 2006)

Pola pengumpulan sampah terdiri dari:


1. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:
 Kondisi topografi bergelombang (> 15-40%), hanya alat pengumpul mesin yang
dapat beroperasi
 Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya
 Kondisi dan jumlah alat memadai
 Jumlah timbunan sampah > 0,3 m3/hari
 Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 5


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

2. Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut:


 Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif
 Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
 Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin (gerobak atau becak)
 Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
 Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan
lainnya
 Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah

3. Pola komunal langsung dengan persyaratan sebagai berikut:


 Bila alat angkut terbatas
 Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah
 Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah
berbukit, gang/jalan sempit)
 Peran serta masyarakat tinggi
 Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
 Untuk permukiman tidak teratur

4. Pola komunal tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut:


 Peran serta masyarakat tinggi
 Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau oleh alat pengumpul
 Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
 Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%), dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin (gerobak atau becak) bagi kondisi topografi > 5% dapat
menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung
 Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan
lainnya
 Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 6


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

5. Pola penyapuan jalan dengan persyaratan sebagai berikut:


 Juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan
(diperkeras, tanah, lapangan rumput, dll.)
 Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi
dan nilai daerah yang dilayani
 Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan untuk
kemudian diangkut ke TPA
 Pengendalian personil dan peralatan harus baik

Perencanaan operasional pengumpulan sebagai berikut:


a. Rotasi antar 1 – 4/hari
b. Periodisasi: 1 hari, 2 hari, atu maksimal 3 hari sekali, tergantung dari kondisi komposisi
sampah, yaitu:
1. Semakin besar prosentasi sampah organik, periodisasi pelayanan maksimal
sehari 1 kali
2. Untuk sampah kering, periode pengumpulannya disesuaikan dengan jadwal
yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari 1 kali

3. Untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku

4. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap

5. Mempunyai petugas pelaksa yang tetap dan dipindahkan secara periodik

6. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah


terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah.

Operasional Pengangkutan Sampah


Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang efisien dan efektif maka operasional
pengangkutan sampah sebaiknya mengikuti prosedur sebagai berikut:
 Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan hambatan yang
sekecil mungkin.
 Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang semaksimal
mungkin.

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 7


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

 Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.


 Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan meningkatkan jumlah
beban kerja semaksimal mungkin dengan meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi
pengangkutan

Untuk sistem door-to-door, yaitu pengumpulan sekaligus pengangkutan sampah,


maka sistem pengangkutan sampah dapat menggunakan pola pengangkutan sebagai
berikut :
 Kendaraan keluar dari pool dan langsung menuju ke jalur pengumpulan sampah.
 Truk sampah berhenti di pinggir jalan di setiap rumah yang akan dilayani, dan pekerja
mengambil sampah serta mengisi bak truk sampah sampai penuh.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Alasan Pemilihan Judul dan Lokasi


Makalah ini mengangkat tema pengangkutan sampah di kecamatan tamalanrea
karena merupakan salah satu kecamatan yang berpenduduk padat yaitu 108.984 jiwa
(BPS Kota Makassar, 2014), dengan luas wilayah terluas kedua di kota Makassar. Sudah
tentu semakin luas suatu area maka semakin komplek permasalahan di dalamnya, dalam
hal ini penanganan sampah yang tidak efektif. Diantaranya, letak TPS yang sangat dekat
dengan pemukiman warga dan jalan poros, dan termasuk salah satu kecamatan yang
berproduksi sampah banyak dengan mendapatkan pelayanan minim yaitu 2 kali seminggu
tiap kelurahan.

3.3 Gambaran Umum Lokasi Studi


3.3.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kecamatan Tamalanrea merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di Kota Makassar yang
berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah utara, Kecamatan Biringkanaya di sebelah
timur, Kecamatan Panakkukang di sebelah selatan dan di sebelah barat. Kecamatan
Tamalanrea merupakan daerah pantai dan bukan pantai dengan topografi ketinggian dari
permukaan laut. Empat kelurahan daerah bukan pantai yaitu Tamalanrea Indah,

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 8


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

Tamalanrea Jaya, Tamalanrea dan Kapasa. Sedang 2 daerah lainnya (Parangloe dan
Bira) merupakan daerah pantai.

Tabel 3.1 Luas kelurahan pada kecamatan tamalanrea dan jarak kantor lurah ke ibukota kecamatan
Jarak kantor lurah
No Kelurahan Luas (km²) ke ibukota
kecamatan (km)
1 Tamalanrea indah 4.74 3-4
2 Tamalanrea jaya 2.98 1-2
3 Tamalanrea 4.15 1
4 Kapasa 4.18 3-4
5 Parangloe 6.53 5-10
6 Bira 9.28 5-10
Sumber Data: Kecamatan Tamalanrea Dalam Angka 2012

3.3 Faktor pendukung dan penghambat


Faktor yang mendukung dari tujuan untuk mengevaluasi rute moda transport
pengangkutan sampah adalah adanya jalan alternatif yang dipilih untuk memperpendek
jarak pengangkutan sekaligus menghemat waktu dan bahan bakar. Faktor yang
menghambat terwujudnya pengurangan timbulan di TPS adalah jumlah armada
pengangkut sampah di Kecamatan Makassar tidak sebanding dengan jumlah timbulan
sampah yang dihasilkan sangat memungkinkan adanya timbulan sampah yang bermalam
sehingga timbulan sampah tadi menjadi berlipat ganda menyebabkan wadah container
yang disediakan 6 m³ tidak mencukupi sehingga seringkali sampahnya sudah keluar
berceceran dari container, terlebih lagi di TPS tamalanrea sampah organik yang
mendominan karena kecamatan tamalanrea didominasi sampah domestik dan sejenis
domestik merupakan sampah yang mudah mengalami pembusukan selain mengeluarkan
lichyd juga tempat hidup berbagai mikroba yang berbahaya dan mengundang lalat
sebagai serangga penyebar penyakit. Dari aroma yang dikeluarkan juga mengganggu
warga sekitar dan pengguna jalan di sekitar TPS karena letak TPS yang sangat dekat
dengan jalan poros Perumahan di Kecamatan Tamalanrea.

3.4 Hubungan teori kebijakan spasial terhadap pengelolaan sampah di Kecamatan


tamalanrea

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 9


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

Dalam hal penentuan posisi TPS pada perda no.6 thn 2006 tentang ketata ruangan
belum mempunyai arahan dan strategi yang jelas dalam penentuan lokasi tempat
penampungan sementara dengan kondisi keterbatasan lahan di wilayah perkotaan dan
sulitnya lahan untuk pembangunan TPS yang layak sesuai dengan standar, ini
menimbulkan permasalahan yang serius seperti bercecerannya sampah, memberikan
dampak pencemaran lingkungan seperti bau yang tidak sedap, penurunan estetika
lingkungan, kebisingan dan debu yang dapat menganggu aktivitas masyarakat sekitar.
Berdasarkan hal tersebut, paradigma penentuan lokasi TPS harus mempertimbangkan
aspek masyarakat sebagai pengguna sarana tersebut disamping aspek teknis yang akan
digunakan untuk penentuan lokasi TPS. Ceceran sampah disekitar TPS disebabkan oleh
kapasitas dan bentuk TPS yang belum sesuai dengan standar, seperti misalnya pada TPS
BIN atau TPS bak terbuka yang tidak dilengkapi dengan penutup akan beresiko
mencemari lingkungan akibat air hujan yang masuk ke sampah dapat menghasilkan lindi.
Proses pengangkutan yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama serta sempitnya
lahan TPS dapat menggangu fungsi publik lainnya yaitu trotoar untuk pejalan kaki.
Ketersediaan lahan yang terbatas di TPS mengakibatkan proses pengangkutan yang
membutuhkan waktu lama menyebabkan penurunan efektifitas operasional pengangkutan
sampah. Jarak antara tiap TPS juga memberikan dampak pada tingginya timbunan
sampah pada TPS. Berdasakan Peraturan Pemerintah No 81Tahun 2012 tentang
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
disebutkan bahwa keberadaan TPS harus memenuhi persyaratan yaitu luas lokasi dan
kapasitas kebutuhan, lokasinya mudah diakses dan tidak mencemari lingkungan
penentuan lokasi TPS pada lingkungan masyarakat sering menimbulkan penolakan
masyarakat yang tidak menghendaki lokasi TPS berada dekat dengan. Perencanaan tata
ruang kota yang mengkalisifikasikan fungsi kawasan yang berbeda-beda akan
mempengaruhi sistem penanganan sampah yang harus dilakukan, hal ini dipengaruhi oleh
karakteristik dan volume sampah yang dihasilkan serta ketersediaan lahan pada setiap
fungsi kawasan dalam RTRW.

Untuk sekarang armada yang digunakan berjumlah di kecamatan tamalanrea 7


dump truck kapasitas 6m³ dengan rute pengangkutan 2 kali seminggu pada TPS berbeda
kelurahan dan 3 arm roll berkapasitas 10m³ dengan rute pengangkutan 2 ritasi per hari .
Padahal total timbulan sampah yang dihasilkan dari Kecamatan Tamalanrea sehari-hari

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 10


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

sekitar 272.460 m³. Jadi jika dalam seminggu sampah yang terkumpul sebanyak
1.907.220 m³ dengan pelayanan angkutan hanya berhasil mereduksi sebanyak 1.344.000
m³ sehingga masih tersisa 563.220 m³. Namun setelah melewati analisis waktu dengan
cara mengubah rute pengangkutan dan penambahan armada arm roll sebanyak 2 buah,
maka sisa sampah bisa teratasi.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Lesson learned
Sejauh ini pengolahan sampah di Kecamatan Tamalanrea hanya melakukan proses
pengumpulan dan pengangkutan.Hal ini tidak cukup untuk membuat timbulan sampah
berkurang sebagaimana tercantum pada undang-undang tata ruang no.6 tahun 2006.
Kurangnya partisipasi masyarakat untuk mendukung pengurangan timbulan sampah.
Pengangkutan sampah yang tidak melayani setiap hari mengakibatkan banyaknya
timbulan sampah yang tidak terangkut sehingga menimbulkan masalah baru. Hal ini
disebabkan karena rute pengangkutan yang tidak efektif dan jumlah armada yang tidak
sebanding dengan cakupan daerah layanan.
Untuk itu, perlu adanya evaluasi bagi pemerintah sebagai stakeholder untuk
menangani permasalahan ini, misalnya dengan menerepkan program 3R di setiap
kelurahan, melakukan evaluasi pelayanan pengangkutan sampah mulai dari rute yang
dilalui sampai jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani daerah pelayanan, agar
rentan waktu sampah yang terkumpul di tiap TPS tidak melebihi 2 hari.

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 11


Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial, MTSL 2015

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Tamalanrea dalam Angka 2012, Badan Pusat
Statistik Kota Makassar. Makassar.

Badan Pusat Statistik. 2014. Makassar dalam Angka 2014, Badan Pusat Statistik Kota
Makassar. Makassar.

Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan. Badan Standarisasi Nasional. Makassar.
Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar. 2012. Data Usia Kendaraan
Operasional Pada Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar Kondisi Bulan
Desember Tahun 2011. Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar.
Makassar.

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Makassar 2005-2015. Walikota Makassar. Makassar.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor. 2013. Penyelenggaraan


Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Kementerian Pekerjaan Umum.
Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.81. 2012. Pengelolaan Sampah Rumah


Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga No.81 . Peraturan
Pemerintah. Jakarta.

Sastrawijaya, A. Tresno. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rieke Cipta. Jakarta

Tchobanoglous, George. 1983. Integrated Solid Waste Management Engineering Principle


and Management Issues. McGraw-Hill Companies, Incorporated. New York.

RIZKY ALFIDHDHA / 3314202203 12

Anda mungkin juga menyukai