Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Walaupun formulasi sistem pengiriman obat topikal yang efektif adalah salah satu
sediaan farmasi yang paling canggih, ia telah menarik perhatian para peneliti karena banyak
keuntungan medis yang terkait dengannya. Sistem pengiriman obat topikal dapat bertindak
secara topikal di permukaan kulit, secara lokal di lapisan kulit atau secara transdermal untuk
memberikan pengiriman molekul obat yang berhasil ke sirkulasi sistemik menghindari
masalah tradisional dan keterbatasan rute konvensional pemberian obat.
Banyak formulasi baru telah digunakan secara topikal untuk meningkatkan permeabilitas
atau penargetan obat pada lapisan kulit tertentu seperti Liposom, etosom, transferom,
niosom, dan katezom. Masalah utama dengan semua formulasi ini adalah bahwa tidak ada
penghalang yang berbeda antara aksi penargetan dan lokalisasi ke lapisan tertentu dari kulit
dan tindakan transdermal terhadap sirkulasi preparat ini. Setiap perubahan minimal dalam
formulasi dapat mengubahnya dari persiapan penargetan lokal ke yang sistemik. Artikel ini
membahas inovasi yang berkaitan dengan penggunaan berbagai jenis sediaan liposom dan
sediaan seperti liposomal untuk pemberian obat topical.
1.2 Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan transdermal?
b. Apa yang dimaksud dengan liposome?
c. Apa saja keuntungan dan kerugian dari sediaan transdermal?
d. Apa saja bahan dasar dari transdermal liposome?
e. Bagaimana mekanisme kerja dari transdermal liposome?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui dan memahami apa itu sediaan transdermal liposome.
b. Mengetahui dan memahami keuntungan dan kerugian dari sediaan transdermal
liposome.
c. Mengetahui bahan dasar dari transdermal liposome.
d. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja dari transdermal liposome.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan
melindungi permukaan tubuh, jumlahnya sekitar lebih dari 10% massa tubuh, dan salah satu
yang memungkinkan tubuh berinteraksi dengan lingkungannya (Walters, 2002).
Kulit memiliki dua lapisan struktural utama.
Epidermis bagian luar terutama bersifat protektif, dan dermis bagian dalam mengandung
berbagai jaringan dengan berbagai macam fungsi.
Dermis mengandung ribuan mikroindra yang memungkinkan sensasi raba, juga kelenjar dan
pembuluh darah yang dapat diatur berperan dalam pengaturan suhu tubuh. Di bawah dermis
ada sebuah lapisan disebut lemak subkutan, lapisan ini berperan sebagai penyangga dan
memberikan tambahan penyekat suhu dari keadaan panas dan dingin berlebihan (Parker,
2009). [Walters, 2002]
Obat dapat menembus melewati kulit melalui tiga cara yaitu: (Toitou & William, 2007;
walters, Kenneth A, 2002).
1) Transelular atau intraselular
Permeasi obat melalui jalur transeluler langsung menembus hanya terjadi dalam
jumlah sangat kecil. Hal ini dipengaruhi oleh sel tanduk yang sulit ditembus.
2) Intraselular
Sebagian besar obat menembus stratum korneum melalui jalur ini. Bagian interselular
atau celah sel stratum korneum tersusun atas lipid bilayer. Oleh karena itu
peningkatan permeasi obat dilakukan dengan memodifikasi atau mempengaruhi
lapisan lipid bilayer ini.
3) Transappendageal
Permeasi obat melalui kelenjar sebasea, folikel rambut, ataupun kelenjar keringat.
Jalur ini kurang berperan penting dalam permeasi obat karena luas permukaan yang
kecil.
2.2 Transdermal
Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch yang digunakan pada permukaan kulit, namun
mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat; dermal =
kulit) atau obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk
mendapatkan efek sistemik.

 Keuntungan sistem pemberian obat secara transdermal adalah sebagai berikut (Delgado,
M. Begoña & Richard.H, 2001)
1. Menghindari kesulitan absorpsi obat melalui saluran cerna disebabkan oleh pH
saluran cerna, interaksi obat dengan makanan, minuman atau pemberian obat secara
oral lainnya.
2. Menggantikan pemakaian obat melalui mulut apabila tidak sesuai karena muntah dan
atau diare.
3. Menghindari first-pass effect, yaitu pelepasan pertama suatu bahan obat melalui
sistemik, yang menyertai absorpsi pada saluran cerna (dengan cara demikian
mungkin menghindari obat nonaktif oleh saluran cerna dan enzim-enzim dalam hati).
4. Menghindari terapi secara parenteral
5. Mengurangi frekuensi pemberian obat
6. Memperpanjang aktivitas obat yang mempunyai waktu paruh yang pendek melalui
penyimpanan obat yang ada pada sistem pemberian terapeutik dan sifat pengaturan
dan pelepasannya yang terkendali.
7. Penghentian efek obat dapat dilakukan secara cepat (apabila diperlukan secara klinik)
dengan cara melepaskan pemakaian obat dari permukaan kulit.
8. Menyediakan kemudahan identifikasi secara cepat tentang pengobatan dalam
keadaan darurat (misalnya tidak menerima, tidak sadar, atau pasien dalam keadaan
koma).

 Kekurangan sistem pemberian secara transdermal adalah sebagai berikut:


1. Cara pemberian melalui kulit tidak sesuai untuk obat-obat yang menimbulkan iritasi
atau peka pada kulit.
2. Hanya obat-obat yang relatif mempunyai potensi yang sesuai disampaikan melalui
kulit oleh karena sifat permeabilitas kulit, sehingga obat yang dapat masuk menembus
pada kulit terbatas.
3. Kesukaran teknis sehubungan dengan pelekatan dari sistem pada kulit dengan tipe
yang berbeda-beda, dan dibawah kondisi lingkungan yang bermacam-macam serta
perkembangan gambaran penyampaian obat dengan laju terkendali yang
menguntungkan baik secara terapeutik maupun secara ekonomi untuk zat obat yang
lebih banyak.
4. Tidak dapat untuk obat-obat dengan pemakaian dosis tinggi

2.3 Liposom
2.3.1 Pengertian
Liposom adalah analog sintetik dari membran alami. Suatu vesikel berair yang
dikelilingi oleh membran lipid lapis ganda unilamelar atau multilamelar, terbentuk secara
spontan ketika fosfolipid dihidrasi dengan sejumlah air. Liposom dapat dikarakteristikan
berdasarkan komposisi lipid, distribusi ukuran partikel, jumlah lamela, dan fase dalam atau
luar airnya yang berikatan dengan obat, semuanya menentukan stabilitas dan karakteristik
interaksi (Lasic, Papahadjopoulos, 1998). Liposom sebagai kantung yang terbungkus dalam
ukuran mikron atau submikron tersebar di lingkungan air. Dinding kantung terdiri dari dua
lapis yang terdiri dari amfifilik yang cocok. Sifat bilayer memastikan pembentukan
kompartemen air didalam yang berbeda dengan media luar. Adanya dua lingkungan yang
berbeda dalam pembawa, membuat liposom menjadi model yang unik untuk bahan
hidrofobik, ampifatik, dan hidrofilik.

Keuntungan liposom sebagai pembawa dalam dermatologi yaitu meningkatkan


penyerapan perkutan dari berbagai senyawa, termasuk protein, antibodi, enzim, dan berbagai
obat, pelokalan senyawa bioaktif ke jaringan kulit yang tepat tanpa meningkatkan pengiriman
senyawa ke kompartemen sistemik, menghantarkan senyawa bioaktif seperti DNA, dan obat
melalui akar rambut atau bagian kulit lain (Redelmeier, Thomas.E., Neil, ).
Secara morfologi, liposom dapat diklasifikasikan menjadi (Abdassah, 2004):
1) Liposom multilamelar (MLV)
MLV dapat menyerap molekul berukuran kecil maupun besar, keburukan utama
MLV adalah kapasitas penjerapan untuk fase air atau zat polar yang rendah. Ukuran
MLV berkisar antara 0,1-0,5 µm dan pada umumnya terdiri dari lima atau lebih
lamelar. Faktor yang paling penting dalam preparasi MLV adalah waktu, proses
hidrasi, ketebalan lipid lapis tipis, konsentrasi, komposisi lipid dan volume dapar.
2) Liposom unilamelar kecil (SUV)
Berbentuk bulat dengan radius minimal 20-50 nm. SUV merupakan kumpulan
vesikel kecil yang homogen. Proses sonikasi dari dispersi fosfolipid akan
menghasilkan sediaan yang jernih. Liposom hasil sonikasi sangat bergantung dari
komposisi lipid, waktu sonikasi, dan jumlah kolesterol pada campuran lipid.
3). Liposom unilamelar besar (LUV)
LUV dibentuk dari emulsi fosfolipid dalam dapar dengan fase pelarut organik, diikuti
dengan penguapan pelarut organik tersebut dibawah tekanan vakum.

2.3.2 Stabilitas Liposom


Stabilitas liposom adalah hal yang utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
ini. Obat yang terkandung di dalamnya bisa menjadi tidak stabil karena terdegradasi secara
fisik dan kimia (Boylan, 1994). Perubahan struktur baik fisik maupun kimia akan
mempengaruhi disposisi obat yang terenkapsulasi dan keamanan liposom. Sediaan liposom
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, dimana sangat mempengaruhi
integritas dari membran lapis ganda.
Liposom dapat dipengaruhi oleh ( Boylan, 1994):
1) Stabilitas Kimia
Stabilitas dari liposom tergantung dari stabilitas komponen lipidnya, karena lipid
adalah biomolekul yang sangat sensitif dan cepat mengalami reaksi degradasi kimia.
Kestabilan kimia pada fosfolipid, dapat dipengaruhi oleh hidrolisis dan reaksi
peroksidase. Reaksi hidrolisis terjadi pada ikatan ester fosfatidilkolin yang
menghasilkan produk degradasi yaitu 2-lisofosfatidilkolin dan asam lemak bebas.
Reaksi peroksidase terjadi terutama pada ikatan yang tidak jenuh dalam rantai asil
dari fosfolipid. Reaksi peroksidase dapat dicegah dengan pemilihan fosfolipid yang
hanya memiliki rantai asil jenuh, penyimpanan liposom dalam ruang hampa atau pada
gas inert seperti nitrogen, penyimpanan dalam tempat gelap untuk menghindari
fotooksidasi, penggunaan bahan pengkelat untuk mencegah reaksi peroksidasi yang
diaktivasi oleh ion logam, serta penambahan antioksidan seperti α-tokoferol,
butilhidroksianisol (BHA), butilhidroksitoluen (BHT), asam askorbat.
2) Stabilitas Fisika
Ketidakstabilan fisik liposom dapat dilihat dari terbentuknya liposom berukuran
besar karena liposom yang berfusi atau beragregasi. Kecenderungan liposom
beragregasi tergantung pada konstituen bilayer obat yang dijerap, ukuran partikel dan
suhu. Penambahan agen penginduksi seperti fosfatidil gliserol atau kolesterol 10%
cenderung untuk menstabilkan liposom.

2.4 Bahan Dasar Liposom


Bahan yang digunakan sebagai bahan dasar liposom adalah lipid, macam-macam lipid
yang digunakan dalam bidang farmasi adalah fosfolipid (Boylan, 1994). Fosfolipid adalah
komponen utama membran sel yang mempunyai kemiripan sifat dengan lemak, namun
molekul ini memiliki hanya dua asam lemak, bukan tiga seperti pada lemak. Fosfolipid
menunjukkan perilaku ambivalen terhadap air, ekornya yang terdiri atas hidrokarbon bersifat
hidrofobik dan tidak dapat bercampur dengan air. Gugus fosfat dan ikatannya akan
membentuk sebuah kepala hidrofilik yang memiliki afinitas yang kuat terhadap air. Ketika
fosfolipid ditambahkan ke dalam air, molekul-molekul tersebut akan mengumpul dengan
sendirinya membentuk agregat yang melindungi bagian hidrofobiknya dari air. Kemudian
lapisan akan terbentuk dimana ekor asam lemak mengarah kedalam membran dan kepala
polar mengarah keluar. Berdasarkan sumbernya fosfolipid dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu ( Boylan, 1994)
1. Fosfolipid yang bersumber dari alam
Bahan utama yang dapat digunakan adalah telur dan kacang kedelai yangterdapat
pada fosfatidilkolin (PC), fosfatidiletanolamin (PE) fosfatidilinositol (PI),
sfingomielin (SPM). Fosfolipid pada telur memiliki rantai asil tersaturasi pada R1
dan tidak tersaturasi pada R2, sedangkan pada kacang kedelai tidak tersaturasipada
posisi R1 dan R2.
2. Fosfolipid alam yang dimodifikasi
3. Dimodifikasi secara kimia dengan proses hidrogenasi sempurna maupun parsial
untuk mengurangi derajat tidak tersaturasi agar resisten terhadap peroksidasi.

4. Fosfolipid sintetik
Komponen dalam pembuatan seluruhnya melalui sintetis kimia
5. Fosfolipid semisintetik
Rantai asil dari fosfolipid alam diganti dengan rantai asil yang bersifat sintetik

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Kerja Obat Dari Sediaan Transdermal

Disolusi (1) Difusi (2,4,6) Partisi (3,5) Depot Jaringan (7) Metabolisme (8) Sistem Kapiler
(9,10)
Proses perjalanan obat dari sediaan transdermal menuju sirkulasi sistemik dimulai dari
disolusi obat, tahapan difusi dan partisi, pembentukan depot obat, metabolisme dan
pengambilan melalui kapiler dan vasklator. Namun, absorpsi perkutan suatu obat secara
umum dihasilkan dari penetrasi obat langsung melalui stratum korneum. Setelah melalui
stratum korneum, molekul obat dapat melintasi jaringan epidermal yang lebih dalam melalui
difusi pasif dan memasuki dermis. Jika obat mecapai pembuluh darah pada lapisan dermal
obat dapat masuk kedalam sirkulasi sistemik.

3.2 Liposom untuk pengiriman obat topikal


Di antara berbagai pembawa obat dan sistem pengiriman obat, liposom tampaknya
memiliki potensi terbaik sebagai pelokalisasi obat yang dioleskan.
Liposom adalah vesikel bulat kecil yang terdiri dari lipid amfifilik, yang melingkupi inti
berair. Lipid didominasi fosfolipid yang membentuk bilayer mirip dengan yang ditemukan
dalam biomembran. Dalam kebanyakan kasus, komponen utamanya adalah fosfatidil kolin.
Tergantung pada kondisi pemrosesan dan komposisi kimianya, liposom dibentuk dengan satu
atau beberapa bilayer konsentris. Gambar. (1) menunjukkan mikrograf elektron transmisi 5-
FU SPLV (Stabil Plurilamellar Vesikel) lipo-somes dimaksudkan untuk pengiriman dermal
menggambarkan struktur mikro [23].
Formulasi obat liposomal terbukti sangat unggul daripada bentuk sediaan konvensional
terutama untuk rute pemberian obat intravena dan topikal [24].
Penelitian tentang liposom sebagai sistem pengiriman obat topikal dilakukan oleh Mezei
et al. sejak 1980 [14]. Mezei pertama menyarankan bahwa liposom dapat menjadi sistem
pengiriman obat yang berguna untuk pengobatan lokal penyakit kulit [14]. Saran tersebut
didasarkan pada data disposisi obat yang diperoleh setelah aplikasi topikal steroid
triamcinolone acetonide yang tergabung dalam liposom fosfolipid yang diformulasikan
sebagai lotion atau gel. Enkapsulasi triamcinolone acetonide menjadi liposom
mengakibatkan peningkatan ketergantungan obat menjadi 4,5 hingga 4,9 kali lipat dalam
jumlah obat yang pulih dari epidermis. Karya Mezei menyarankan bahwa aplikasi obat-
obatan dermatologis dalam bentuk liposomal dibandingkan dengan formulasi konvensional
menyebabkan peningkatan konsentrasi obat di kulit dan jaringan subkutan dan penurunan
biodisposisi di plasma dan lokasi terpencil. Pengamatan awal yang menggembirakan ini
diikuti oleh beberapa penelitian konfirmasi dan investigasi klinis, terutama penelitian Weiner
et al. [25]. Banyak penelitian lain telah mengindikasikan potensi liposom fosfolipid untuk
meningkatkan kandungan kulit obat yang dioleskan.
Gambar. (1). Fotomikrograf elektron liposom 5-FU SPLV untuk pemberian obat topikal23
(75.000 X).
Di antara berbagai pembawa obat, liposom telah terbukti meningkatkan penetrasi bahan
aktif ke dalam epidermis dan dermis yang hidup, melokalkan obat di tempat kerja, dan
mengurangi penyerapan perkutan. Dengan demikian akan mungkin untuk mengurangi dosis
obat yang diterapkan dalam bentuk liposomal dan mencapai nilai indeks terapeutik yang
lebih baik [26].
Liposom yang dioleskan bermanfaat untuk menjaga pelepasan obat secara bertahap
(bertahap) sebagai konsekuensi dari interaksi langsung dari obat yang melepaskan vesikel
dengan sel-sel di lokasi target kulit yang sakit [27,28]. Agen anestesi lokal [29], agen
antijamur [30], agen antileprotik [31], antibiotik [32], agen antineoplastik [33], vitamin [34]
dan peptida atau protein adalah beberapa zat yang aplikasi liposomnya menjanjikan ketika
diterapkan secara topikal untuk pemberian obat lokal.

3.3 Liposom konvensional


Liposom konvensional umumnya terdiri dari lapisan ganda fosfolipid seperti
fosfatidilkolin (PC). Kolesterol dapat dimasukkan untuk meningkatkan kekakuan dan
stabilitas liposom. Sejumlah metode persiapan telah dijelaskan [6,7]. Setelah aplikasi ke
permukaan kulit, liposom konvensional umumnya dilaporkan menumpuk di stratum
korneum, lapisan kulit bagian atas dan di pelengkap, dengan penetrasi minimal ke jaringan
yang lebih dalam atau sirkulasi sistemik [8-12]. Oleh karena itu sementara liposom klasik ini
mungkin memiliki beberapa aplikasi untuk pengiriman kulit lokal mereka tidak berguna
sebagai sistem pengiriman transdermal. Contoh pertama produk liposomal untuk aplikasi
topikal mengandung steroid triamcinolone acetonide [13]. Sementara pengiriman sistemik
lebih rendah, kadar obat dalam epi-dermis dan dermis empat sampai lima kali lebih besar
ketika diterapkan sebagai lotion liposomal dibandingkan dengan konvensional untuk-mulasi.
Investigasi ekstensif formulasi liposom konvensional dengan berbagai macam obat diikuti.
Kesimpulan umum adalah bahwa hanya deposisi kulit yang disempurnakan, dengan efek
minimal atau bahkan pengurangan perforasi kulit dan pengiriman sistemik.

Gambar (1). Representasi diagram stratum korneum dan rute penetrasi antar sel dan
transelular (direproduksi dari Ref [78] dengan izin).
Akibatnya komposisi vesikel lain telah di-vestigated untuk mengembangkan sistem
yang mampu membawa obat-obatan dan makromolekul ke jaringan yang lebih dalam dan /
atau sirkulasi sistemik. Salah satu bidang yang menarik minat potensial adalah liposom telah
terbukti menumpuk di usia tambahan kulit, mungkin menawarkan kesempatan untuk
menargetkan situs-situs ini dalam aplikasi yang tepat seperti jerawat dan pertumbuhan
rambut [14,15].

3.4 Mekanisme Pengiriman Kulit Liposom


Sejumlah mekanisme peningkatan deposisi kulit telah diusulkan termasuk: mekanisme
obat gratis; peningkatan pene-tration karena komponen liposom; adsorpsi liposom dan fusi
dengan domain lipid stratum korneum; permeasi langsung dari vesikel liposom utuh.
Mekanisme obat bebas melibatkan pelepasan obat dari vesikel diikuti oleh permeasi
independen, sehingga liposom hanya bertindak sebagai pembawa obat ke permukaan kulit.
Namun, El Maghraby et al. menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara permeasi kulit in
vitro dan pelepasan estradiol dari liposom dari berbagai komposisi, dengan demikian
menunjukkan bahwa mekanisme obat bebas tidak sesuai.
Peningkatan permeasi dan efek langsung dari berbagai komponen liposom di dalam
stratum corneum telah ditunjukkan oleh sejumlah teknik termasuk kalorimetri pemindaian
yang berbeda, pembekuan elektron frekwensi mi-croscopy, total reflektansi yang
dilemahkan-Fourier transform infrared. spektroskopi (ATR-FTIR) dan anisotropi
fluoresensi. Perbandingan permeasi indo-metasin di epidermis dengan adanya berbagai
fosfolipid memberikan urutan peningkatan permeasi sebagai berikut: fosfatidilgliserol (PG)>
fosfatidil-thanolamin (PE)> PC> fosfatidilserin (PS)> asam fosfatidat (PS)> asam fosfatidat
(PA)> kontrol phosphatidylinositol (indo-metasin dalam propilen glikol)> sphingomyelin.
Para penulis mengamati bahwa efek peningkatan terkait dengan kelompok kepala hidrofilik
fosfolipid dan karenanya kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan lipid stratum
korneum. Dalam studi paralel, pengaruh daerah hidrofobik fosfolipid dibandingkan, dengan
penulis menyimpulkan bahwa rantai asam lemak tak jenuh dalam kelompok hidrofobik
adalah penambah permeasi yang kuat. Sebaliknya, ada sejumlah penelitian yang melaporkan
temuan yang tidak mendukung mekanisme peningkatan permeasi oleh komponen liposom.
Secara umum, penelitian ini melibatkan perbandingan pra-perawatan kulit dengan komponen
liposomal dengan perawatan liposom utuh, dengan hanya yang terakhir yang menunjukkan
efek peningkatan yang signifikan. Ini telah ditunjukkan terutama dengan liposom elastis yang
menunjukkan efek peningkatan permeasi yang lebih mendalam daripada liposom
konvensional.
Telah disarankan bahwa liposom dapat teradsorpsi pada permukaan kulit, menyatu
dengan lipid stratum korneum dan meningkatkan partisi obat ke dalam stratum korneum.
Akan tetapi, studi penggunaan obat setelah 10 menit pretreatment dengan liposom kosong
tidak menghasilkan peningkatan yang signifikan dari permeasi estradiol ke dalam membran
stratum korneum, sementara aplikasi dari liposom yang dapat diubah yang mengandung obat
meningkatkan peningkatan penggunaan obat.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch yang digunakan pada permukaan kulit,
namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans =
lewat; dermal = kulit) atau obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk
larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik.
b. Liposom adalah analog sintetik dari membran alami. Suatu vesikel berair yang
dikelilingi oleh membran lipid lapis ganda unilamelar atau multilamelar,
terbentuk secara spontan ketika fosfolipid dihidrasi dengan sejumlah air.
Liposom dapat dikarakteristikan berdasarkan komposisi lipid, distribusi ukuran
partikel, jumlah lamela, dan fase dalam atau luar airnya yang berikatan dengan
obat, semuanya menentukan stabilitas dan karakteristik interaksi (Lasic,
Papahadjopoulos, 1998).
c. Liposom dapat diklasifikasikan menjadi, Liposom multilamelar (MLV),
Liposom unilamelar kecil (SUV), Liposom unilamelar besar (LUV).
d. Stabilitas Liposom dipengaruhi oleh, stabilitas kimia dan stabilitas fisika.
e. Mekanisme Kerja Obat Dari Sediaan Transdermal adalah Disolusi, Difusi,
Partisi, Depot Jaringan, Metabolisme , Sistem Kapiler.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Higuchi, W. I. Analysis of data on the medicament release from ointments. J. Pharm.
Sci., 1962, 51, 802-4.

[2] Menon, G. K. New insights into skin structure: scratching the sur-face. Adv. Drug
Deliv. Rev., 2002, 54 Suppl 1, S3-17.

[3] Honeywell-Nguyen, P. L.; Bouwstra, J. A. Vesicles as a tool for transdermal and


dermal delivery. Drug Discov. Today: Technolo-gies, 2005, 2, (1), 67-74.

[4] Dubey, V.; Mishra, D.; Nahar, M.; Jain, N. K. Vesicles as tools for the modulation of
skin permeability. Expert Opin. Drug Deliv., 2007, 4, (6), 579-93.

[5] Elsayed, M. M.; Abdallah, O. Y.; Naggar, V. F.; Khalafallah, N. M. Lipid vesicles for
skin delivery of drugs: reviewing three decades of research. Int. J. Pharm., 2007, 332,
(1-2), 1-16.

[6] New, R. C. C. Liposomes: a practical approach. Oxford University


Press: Oxford, 1990.

[7] Vemuri, S.; Rhodes, C. T. Preparation and characterization of liposomes as therapeutic


delivery systems: a review. Pharm. Acta Helv., 1995, 70, (2), 95-111.

[8] Fresta, M.; Puglisi, G. Application of liposomes as potential cuta-neous drug delivery
systems. In vitro and in vivo investigation with radioactively labelled vesicles. J. Drug
Target, 1996, 4, (2), 95-101.
[9] Kirjavainen, M.; Urtti, A.; Valjakka-Koskela, R.; Kiesvaara, J.; Monkkonen, J.
Liposome-skin interactions and their effects on the skin permeation of drugs. Eur J.
Pharm. Sci., 1999, 7, (4), 279-286.

[10] Bouwstra, J. A.; De Graaff, A.; Groenink, W.; Honeywell, L. Elas-tic vesicles:
interaction with human skin and drug transport. Cell Mol. Biol. Lett., 2002, 7, (2), 222-
3.

[11] Verma, D. D.; Verma, S.; Blume, G.; Fahr, A. Particle size of liposomes influences
dermal delivery of substances into skin. Int. J. Pharm., 2003, 258, (1-2), 141-151.

[12] Verma, D. D.; Verma, S.; Blume, G.; Fahr, A. Liposomes increase skin penetration of
entrapped and non-entrapped hydrophilic sub-stances into human skin: a skin
penetration and confocal laser scanning microscopy study. Eur. J. Pharm. Biopharm.,
2003, 55,

(3), 271-277.
[13] Mezei, M.; Gulasekharam, V. Liposomes--a selective drug delivery system for the
topical route of administration. Lotion dosage form. Life Sci., 1980, 26, (18), 1473-7.

[14] Tabbakhian, M.; Tavakoli, N.; Jaafari, M. R.; Daneshamouz, S. Enhancement of


follicular delivery of finasteride by liposomes and niosomes 1. In vitro permeation and
in vivo deposition studies us-ing hamster flank and ear models. Int. J. Pharm., 2006,
323, (1-2), 1-10.

[15] Jung, S.; Otberg, N.; Thiede, G.; Richter, H.; Sterry, W.; Panzner, S.; Lademann, J.
Innovative liposomes as a transfollicular drug de-livery system: penetration into
porcine hair follicles. J. Invest. Dermatol., 2006, 126, (8), 1728-32.
[16] El Maghraby, G. M.; Barry, B. W.; Williams, A. C. Liposomes and skin: from drug
delivery to model membranes. Eur. J. Pharm. Sci., 2008, 34, (4-5), 203-22.

[17] El Maghraby, G. M.; Williams, A. C.; Barry, B. W. Skin delivery of oestradiol from
deformable and traditional liposomes: mechanis-tic studies. J. Pharm. Pharmacol.,
1999, 51, (10), 1123-34.

[18] Zellmer, S.; Pfeil, W.; Lasch, J. Interaction of phosphatidylcholine liposomes with the
human stratum corneum. Biochim. Biophys. Acta., 1995, 1237, (2), 176-82.

[19] Hofland, H. E.; Bouwstra, J. A.; Bodde, H. E.; Spies, F.; Junginger, H. E. Interactions
between liposomes and human stratum corneum in vitro: freeze fracture electron
microscopical visualization and small angle X-ray scattering studies. Br. J. Dermatol.,
1995, 132,

(6), 853-66.

[20] Yokomizo, Y.; Sagitani, H. Effects of phospholipids on the in vitro percutaneous


penetration of prednisolone and analysis of mecha-nism by using attenuated total
reflectance-Fourier transform infra-red spectroscopy. J. Pharm. Sci., 1996, 85, (11),
1220-6.

[21] Kirjavainen, M.; Monkkonen, J.; Saukkosaari, M.; Valjakka-Koskela, R.; Kiesvaara,
J.; Urtti, A. Phospholipids affect stratum corneum lipid bilayer fluidity and drug
partitioning into the bilay-ers. J. Control. Release, 1999, 58, (2), 207-14.

[22] Yokomizo, Y.; Sagitani, H. Effects of phospholipids on the percu-taneous penetration


of indomethacin through the dorsal skin of the guinea pig, in vitro. J. Control. Release,
1996, 38, 267-274.
[23] Yokomizo, Y.; Sagitani, H. Effects of phospholipids on the percu-taneous penetration
of indomethacin through the dorsal skin of the guinea pig, in vitro. 2 The effects of
hydrophobic group in the pho-phospholipids and a comparison with general enhancers.
J. Con-trol. Release, 1996, 42, 37-46.

[24] Honeywell-Nguyen, P. L.; Arenja, S.; Bouwstra, J. A. Skin pene-tration and


mechanisms of action in the delivery of the D2-agonist rotigotine from surfactant-
based elastic vesicle formulations. Pharm. Res., 2003, 20, (10), 1619-25.

[25] Honeywell-Nguyen, P. L.; Gooris, G. S.; Bouwstra, J. A. Quantita-tive assessment of


the transport of elastic and rigid vesicle compo-nents and a model drug from these
vesicle formulations into human skin in vivo. J. Invest. Dermatol., 2004, 123, (5), 902-
10.

[26] Gupta, P. N.; Mishra, V.; Rawat, A.; Dubey, P.; Mahor, S.; Jain, S.; Chatterji, D. P.;
Vyas, S. P. Non-invasive vaccine delivery in trans-fersomes, niosomes and liposomes:
a comparative study. Int. J. Pharm., 2005, 293, (1-2), 73-82.

[27] Manconi, M.; Sinico, C.; Valenti, D.; Lai, F.; Fadda, A. M. Niosomes as carriers for
tretinoin: III. A study into the in vitro cu-taneous delivery of vesicle-incorporated
tretinoin. Int. J. Pharm., 2006, 311, (1-2), 11-19.

[28] Vyas, S. P.; Singh, R. P.; Jain, S.; Mishra, V.; Mahor, S.; Singh, P.; Gupta, P. N.;
Rawat, A.; Dubey, P. Non-ionic surfactant based vesicles (niosomes) for non-invasive
topical genetic immunization against hepatitis B. Int. J. Pharm., 2005, 296, (1-2), 80-
86.
[29] Mazda, F.; Ozer, A. Y.; Ercan, M. T.; Hincal, A. A. Preparation and characterisation
of urea niosomes - in vitro and in vivo studies. STP Pharma. Sci., 1997, 7, 205-214.

[30] Uchegbu, I. F.; Florence, A. T. Nonionic surfactant vesicles (niosomes) - physical and
pharmaceutical chemistry. Adv. Colloid Interface Sci., 1995, 58, 1-55.

[31] Uchegbu, I. F.; Vyas, S. P. Non-ionic surfactant based vesicles (niosomes) in drug
delivery. Int. J. Pharm., 1997, 172, 33-70.

[32] Gopinath, D.; Ravi, D.; Rao, B. R.; Apte, S. S.; Renuka, D.; Ramb-hau, D. Ascorbyl
palmitate vesicles (Aspasomes): formation, char-acterization and applications. Int. J.
Pharm., 2004, 271, (1-2), 95-113.

[33] Pierre, M. B.; Tedesco, A. C.; Marchetti, J. M.; Bentley, M. V. Stratum corneum lipids
liposomes for the topical delivery of 5-

[34] Paolino, D.; Muzzalupo, R.; Ricciardi, A.; Celia, C.; Picci, N.; Fresta, M. In vitro and
in vivo evaluation of Bola-surfactant con-taining niosomes for transdermal delivery.
Biomed. Microdevices, 2007, 9, (4), 421-33.

[35] Lakshmi, P. K.; Devi, G. S.; Bhaskaran, S.; Sacchidanand, S. Niosomal methotrexate
gel in the treatment of localized psoriasis: phase I and phase II studies. Indian J.
Dermatol. Venereol. Leprol., 2007, 73, (3), 157-61.

[36] Kaur, K.; Jain, S.; Sapra, B.; Tiwary, A. K. Niosomal gel for site-specific sustained
delivery of anti-arthritic drug: in vitro-in vivo evaluation. Curr. Drug Deliv., 2007, 4,
(4), 276-82.
[37] Touitou, E. Compositions for applying active substances to or through the skin. US
Patent#5,540,934, 1996.

[38] Godin, B.; Touitou, E. Ethosomes: new prospects in transdermal delivery. Crit. Rev.
Ther. Drug Carrier Syst., 2003, 20, (1), 63-102.

[39] Touitou, E.; Godin, B.; Dayan, N.; Weiss, C.; Piliponsky, A.; Levi-Schaffer, F.
Intracellular delivery mediated by an ethosomal car-rier. Biomaterials, 2001, 22, 3053-
9.

[40] Ainbinder, D.; Touitou, E. Testosterone ethosomes for enhanced transdermal delivery.
Drug Deliv., 2005, 12, (5), 297-303.

[41] Elsayed, M. M.; Abdallah, O. Y.; Naggar, V. F.; Khalafallah, N. M. Deformable


liposomes and ethosomes: mechanism of enhanced skin delivery. Int. J. Pharm., 2006,
322, (1-2), 60-6.

[42] Dubey, V.; Mishra, D.; Jain, N. K. Melatonin loaded ethanolic liposomes:
physicochemical characterization and enhanced trans-dermal delivery. Eur. J. Pharm.
Biopharm. 2007, 67, (2), 398-405.

[43] Dubey, V.; Mishra, D.; Dutta, T.; Nahar, M.; Saraf, D. K.; Jain, N. K. Dermal and
transdermal delivery of an anti-psoriatic agent via ethanolic liposomes. J. Control.
Release, 2007, 123, (2), 148-54.

[44] Touitou, E.; Dayan, N.; Bergelson, L.; Godin, B.; Eliaz, M. Etho-somes - novel
vesicular carriers for enhanced delivery: characteri-zation and skin penetration
properties. J. Control Release, 2000, 65, (3), 403-18.
[45] http://www.ntt-inc.com

[46] Cevc, G.; Blume, G. Lipid vesicles penetrate into intact skin owing to the transdermal
osmotic gradients and hydration force. Biochim. Biophys. Acta., 1992, 1104, (1), 226-
32.

[47] Cevc, G.; Blume, G. New, highly efficient formulation of di-clofenac for the topical,
transdermal administration in ultradeform-able drug carriers, Transfersomes. Biochim.
Biophys. Acta., 2001, 1514, (2), 191-205.

[48] Trotta, M.; Peira, E.; Carlotti, M. E.; Gallarate, M. Deformable liposomes for dermal
administration of methotrexate. Int. J. Pharm., 2004, 270, (1-2), 119-25.

[49] Cevc, G. Transdermal drug delivery of insulin with ultradeformable carriers. Clin.
Pharmacokinet., 2003, 42, (5), 461-74.

[50] Boinpally, R. R.; Zhou, S. L.; Poondru, S.; Devraj, G.; Jasti, B. R. Lecithin vesicles for
topical delivery of diclofenac. Eur. J. Pharm. Biopharm., 2003, 56, (3), 389-92.

Anda mungkin juga menyukai