Anda di halaman 1dari 10

Pembahasan

A.Kerajaan Turki Usmani


1. Sejarah Perkembangannya
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh Usman (memerintah antara tahun 1290 – 1326), ia
anak dari Ertoghrul yang merupakan keturunan kabilah Oghuz di daerah Mongol. Karena
jasanya dalam membantu Raja Alaudin, raja kerajaan Seljuk dalam merebut wilayah Bizantium,
maka ia diberi tanah di daerah Asia Kecil. Setelah Raja Alaudin tewas akibat serangan tentara
Mongol, Usman menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya.
Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri dan raja pertamanya Usman yang sering disebut
juga Usman I.1
Setapak demi setapak Usman memperluas wilayahnya dengan menduduki wilayah
Bizantium dan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 kota tersebut dijadikan
ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (726 H/ 1326 M- 761 H/ 1359 M) berhasil
menaklukkan Azmir (Smirna) pada tahun 1327 M< kemudian Thawasyanli tahun 1330 M,
wilayah Uskandar tahun 1338 M, Ankara tahun 1354 M, dan Gailpoli tahun 1356 M di Eropa
berhasil diduduki kerajaan Turki Usmani.
Perluasan wilayah diteruskan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I (memerintah tahun 761
H/ 1359 M- 789 H/ 1389 M) antara lain Macedonia, Sopia, Salonia, Yunani dan Adrianopel yang
kemudian dijadikan ibu kota kerajaan. Ketika akan menaklukkan Konstantinopel, masa
pemerintahan raja Bayazid, terjadi pertempuran hebat antara tentara Mongol yang dipimpin oleh
Timur Lenk yang saat itu menduduki Asia Kecil. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan,
Raja Bayazid dan puteranya Musa ditawan hingga tewas di dalam tahanan tahun 1403.2
Pemerintahan diteruskan oleh anak Bayazid yaitu Muhammad I (1403 – 1421 M). Ia berusaha
menyatukan kembali kerajaan setelah diserang oleh tentara Mongol. Usahanya tersebut
diteruskan oleh Murad II (1421 – 1451 M).
Pada masa pemerintahan Muhammad II atau disebut Muhammad al-Fatih (1451 – 1481)
mampu mengalahkan Bizantium dan Konstantinopel hingga menguasai wilayah Balkan.
Perluasan ke wilayah timur meliputi Iran, Mekah, Madinah, dan Arabia. Sedangkan diselatan
berhasil menguasai Afrika bagian utara. Saat itu Turki Usmani mengalami masa kejayaannya.
Sepeninggal Muhammad al-Fatih diteruskan oleh Bayazid II (1481 – 1512 M), kemudian
diteruskan oleh Sultan Salim I (1512 – 1520 M). Pada saat itu wilayah kekuasaan mencapai
Persia, Syiria hingga wilayah dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim I diteruskan oleh
Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566 M). Ia berhasil merebut wilayah Irak, Belgrado, Pulau
Rhodes, Tunis, Budapest hingga Yaman. Secara keseluruhan wilayah Turki Usmani meliputi Asia
Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hejaz dan Yaman di Asia, di Afrika meliputi Mesir, Libya, Tunis,
dan Aljazair, di Eropa mencakup Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.3

2. Kemajuan yang dicapai


a. Bidang Politik dan Militer
Kemajuan kerajaan Turki Usmani bukan hanya karena factor pemimpinnya, tapi juga factor
lain sebagai karakter rakyatnya, seperti keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan
militernya yang sanggup bertempur kapan saja dan dimana saja.4 Pasukan militer yang tangguh
itu terdiri dari gabungan orang-orang Turki, para budak, dan anak-anak Kristen yang dididik
dalam asrama. Program ini disebut Jennisari atau Inkisyariyah. Selain pasukan militer tersebut
juga dilengkapi dengan pasukan penyerbu di wilayah perbatasan yang digaji dengan pembebasan
pajak.5 Kemajuan bidang militer ini terjadi pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520
– 1566).
Pada abad ke-16 hampir semua wilayah muslim di Timur Tengah menjadi bagian kekuasaan
dinasti Turki Usmani, sehingga diklaim sebagai sebuah kekhalifahan Abbasiyah. Karena itu,
sejak kepemimpinan Sultan Salim, para penguasa Usmani bergelar khalifah.6 Sultan memegang
kekuasaan tertinggi dibantu oleh Perdana Menteri (yang disebut Shadr al-A’zham) yang
membawahi Gubernur (Pasya).
Urusan pemerintahan pada masa Sultan Sulaiman I diatur dengan sebuah kitab Undang-undang
(Qanun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur, dan berlaku hingga datangnya reformasi pada abad
ke-19.7

b. Bidang Ilmu Pengetahuan, Budaya dan Agama


Bangsa Turki Usmani banyak menghasilkan seni arsitektur Islam, tetapi kurang dalam bidang
ilmu pengetahuan, sehingga dalam catatan sejarah tidak ditemukan ilmuwan terkenal. Masjid
Jami’ Muhammad al-Fatih, Mesjid Agung Sulaiman, dan Mesjid Sultan al-Anshari terkenal
dengan hiasan kaligrafi yang indah. Masjid Aya Sofia yang mulanya gereja merupakan yang
paling indah kaligrafinya sebagai penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.8 Ada
satu prestasi pembangunan yang sangat berpengaruh bagi dunia yaitu Terusan Suez, yang dibuka
pada tahun 1285 H/ 1868 M, ketika Abdul Azis bin Mahmud berkuasa.9
Dalam bidang keagamaan Turki Usmani juga tidak tampak kemajuan yang berarti. Ulama hanya
suka menulis buku berupa syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-
karya klasik.10

c. Kemunduran dan Kehancuran


Sepeninggal Sultan Sulaiman kerajaan Turki Usmani mulai mengalami kemunduran. Berbagai
masalah menjadi penyebabnya, seperti perebutan kekuasaan, merosotnya ekonomi dan
sebagainya. Namun demikian kerajaan Turki Usmani tetap eksis dan dipandang sebagai Negara
yang cukup kuat, terutama bidang militernya hingga tahun 1924 M.
Banyak faktor yang menyebabkan kemunduran Turki Usmani, tetapi secara umum ada dua
kelompok, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal
a). Wilayah kekuasaannya terlalu luas, sehingga cukup sulit mengaturnya.
b). Keanekaragaman penduduk. Wilayah yang luas dengan bermacam-macam suku, bangsa,
agama, adat-istiadat potensial terjadi perpecahan.
c). Kelemahan penguasa. Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, raja-raja Turki Usmani lemah dalam
kepribadian maupun kepemimpinannya. Akibatnya, pemerintahan menjadi kacau dan birokrasi
menjadi lemah.11
d). Budaya pungli. Pungutan liar dan pemberian uang sogok membudaya dikalangan pemerintah.
e). Berkurangnya kedisiplinan dan loyalitas tentara Jennisari. Bahkan pernah terjadi
pemberontakan oleh tentara Jennisari sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1525 M, 1632 M,
1727 M, 1826 M.12

2. Faktor eksternal
a). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia. Kondisi di Turki Usmani justru
mengalami stagnasi, termasuk teknologi militernya, sehingga tidak mampu lagi mengimbangi
kemajuan bangsa lain.
b). Munculnya kekuatan Eropa. Pada abad ke-18, kerajaan Turki Usmani tidak mampu
membendung tumbuhnya kekuatan militer bangsa Eropa, apalagi penetrasi ekonomi mereka.13

B. Kerajaan Mughal di India


1. Sejarah dan Perkembangannya
Kata “Mughal” dalam bahasa Parsi adalah panggilan bagi bangsa Mongol dan turunan
Mongolia. Dinasti Mughal (1256 – 1858 M) merupakan kekuasaan Islam terbesar di anak benua
India, yang didirikan oleh Zahiruddin Babur (932-937 H/1526-1530M), salah satu dari cucu
Timur Lenk.14 Sedangkan menurut Ahmad al-Usyairi, dia adalah pengawal Timur Lenk.15
Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana, sedangkan ibunya adalah keturunan Jenghis
Khan. Kekuasaannya meliputi daerah India, Pakistan, Bangladesh dan Kashmir sekarang.
Kekuasaan dinasti Mughal India memberi sumbangan berarti bagi perluasan kekuasaan
politik Islam di anak benua India. Setelah memproklamasikan dinasti tersebut Babur segera
melakukan penaklukan terhadap beberapa gubernur, seperti Mahmud Lodi (1529 M), pemimpin
dinasti Sayid di Delhi, dan menjadikan Delhi sebagai ibukota kerajaan. Menyusul kemudian
penguasa Bengal, Nusrat Syah.
Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun. Ia telah meninggalkan
kerajaan dengan wilayah yang luas. Sebagai pengganti adalah anaknya bernama Humayun (1530
– 1540 M, dan 1555 – 1556 M). Sepuluh tahun memerintah, ia dikalahkan oleh Syair Syah, raja
Afghanistan, dan mengasingkan diri ke Persia selama lima belas tahun.16 Pada tahun 1555 M,
Humayun berhasil membalas kekalahannya dan merebut kembali Delhi dari kekuasaan Syair
Syah. Setahun kemudian ia meninggal dunia, digantikan oleh anaknya yakni Akbar Khan (1556-
1605 M).
Nama lengkapnya Jalaluddin Akbar. Sewaktu naik tahta baru berusia 15 tahun, sehingga
dalam menjalankan pemerintahan ia dibantu oleh Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masanya,
seluruh wilayah India, Bangladesh, Afghanistan, Sind, dan Khasmir berhasil dikuasainya. Tetapi
saying, dalam bidang agama dia telah menyimpang dari akidah Islam dan merugikan Islam. Ia
mendukung tarekat Chistiyah yang mentolerir bentuk sintesa Hinduisme dan Islam dan
melancarkan suatu cara pemujaan yang disebut Din Ilahi, atau agama ketuhanan, dengan sang
Kaisar sebagai guru besar sufi tersebut.17
Setelah Akbar, maka penguasa selanjutnya adalah Jahangir (1605-1628 M), putera Akbar.
Jahangir penganut ahlussunah wal Jama’ah. Pemerintahan Jahangir juga diwarnai dengan
berbagai pemberontakan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh
Kurram, puteranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar, Kurram menangkap dan
menyekap Jahangir. Tetapi berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat
didamaikan.
Setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta dan bergelar Muzaffar Shahabuddin
Muhammad Syah Jehan Padshah Ghazi. Syah Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya diwarnai
dengan timbulnya pemberontakan dan perselisihan dikalangan keluarga sendiri. Seperti dari
adiknya Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore. Namun pemberontakan
itu dapat diselesaikannya dengan baik.
Pada tahun 1657 M, Syah Jehan jatuh sakit dan mulai timbullah perlombaan dikalangan
anak-anaknya, karena ingin saling menjadi kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul
sebagai pemenang karena telah berhasil mengalahkan saudara-saudaranya Dara, Sujak, Murad.
Aurangzeb adalah penguasMughal yang berbeda dengan pendahulunya. Ia mengubah
kebijakan yang cenderung tidak kooperatif dengan umat Hindu. Diantara kebijakannya adalah
melarang minuman keras, perjudian, prostitusi dan penggunaan narkotika (1659 M). Aurangzeb
juga melarang pertunjukan music di Istana, membebani non muslim dengan poll-tax, yaitu pajak
untuk mendapatkan hak memilih (1668 M), menyuruh perusakan kuil-kuil Hindu dan
mensponsori pengkodifikasian hokum Islam yang dikenal dengan Fatawa Alamgiri.18
Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan orang-orang Hindu. Hal inilah yang
akhirnya menimbulkan pemberontakan dimasanya. Namun karena Aurangzeb sangat kuat,
pemberontakan itu pun dapat dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika
Aurangzeb meninggal (1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal dan
terjadi pemberontakan oleh golongan Hindu.
Setelah Aurangzeb meninggal (1707 M), maka dinasti Mughal ini dipimpin oleh Sultan-
sultan yang lemah yang tidak dapat mempertahankan eksistensi kesultanan. Pada tahun 1152 H/
1739 M, Nadir Syah dari Iran menyerbu India hingga menduduki Delhi. Pada tahun 1162 H/1748
M, raja Afghanistan, Ahmad Syah al-Abdali juga menyerang India dan berhasil merebut Lahore,
Delhi dan wilayah lainnya.19 Setelah itu, raja-raja Mughal hidup dibawah kekuasaan orang-
orang Hindu atau Inggris, hingga kaisar terakhir Bahadur Syah diasingkan ke Burma pada tahun
1275 H/1858 M hingga meninggal. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal.
Dinamika Sosial Keagamaan
Penduduk mayoritas di anak benua India beragama Hindu, Muslim merupakan kelompok
minoritas. Mereka tidak membentuk sebuah komunitas tunggal tetapi terdiri dari berbagai
kelompok etnik, nasab, dan sejumlah kelas penduduk.20 Muslim India membentuk sejumlah
badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat sufi, dan
persekutuan terhadap ajaran syaikh, ulama, dan wali individual.21
Pada dinasti Mughal berkembang Thariqat Naqshabandiyah, Qadiriyah, Thariqat
Chistiyah, Akbar mendukung thariqat Chistiyah yang mentolerir beberapa bentuk pemujaan yang
dinamakan Din Ilahi, atau agama ketuhanan yang merupakan sintesa antara Hinduisme dan
Islam, dimana sang raja dipandang sebagai guru besar dari thariqat tersebut. Thariqat Chistiyah
dibentu berdasarkan pandangan religius pribadi sang guru pendiri dan kebaktian pribadi dari
pada muridnya.22
Dinamika Pemerintahan dan Sosial Politik
Sistem pemerintahan dinasti Mughal adalah militeristik. Pemerintah pusat dipegang oleh
Sultan yang bersifat diktator. Pemerintah daerah dipegang oleh sipah salar atau kepala
komandan, sedangkan sub distrik dipegang oleh faudjar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga
memakai jenjang militer dimana para pejabatnya diwajibkan mengikuti latihan militer.23
Sistem yang menonjol adalah politik ”Sulakhul” atau toleransi universal, yang diterapkan
oleh Akbar. Dengan politik ini semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan
karena perbedaan etnis dan agama. Secara umum politik “Sulakhul” ini berhasil menciptakan
kerukunan masyarakat India yang sangat beragam suku dan keyakinannya. Lembaga yang
merupakan produk dari sistem politik “Sulakhul” adalah terciptanya Din Ilahi,24 yaitu
menjadikan semua agama yang ada di India menjadi satu. Tujuannya adalah kepentingan
stabilitas politik. Dengan adanya penyatuan agama ini diharapkan tidak terjadi permusuhan antar
pemeluk agama. Usaha lain Akbar adalah membentuk mansabdharis, yaitu lembaga public
service yang berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, seperti menyiapkan sejumlah
pasukan tertentu.25 Lembaga ini merupakan satu kelas penguasa yang terdiri dari berbagai etnis
yang ada, yaitu Turki, Afghan, Persia dan Hindu.
Bidang Ekonomi dan Keuangan
Pada masa kerajaan ini dikenal beberapa macam pajak seperti pajak atas tanah, bea cukai
dan lain-lain.26
Selain itu kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama
pertanian untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Di samping
pertanian, pemerintah juga memajukan industri tenun berkembang menjadi pabrik tekstil pada
masa Aurangzeb.

Dinamika Intelektual (Pendidikan dan Pengetahuan)


Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak
berdiri dinasti ini banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan,
bahkan istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan.27
Pada masa Mughal, tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh
seorang guru. Pada masa Syah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Jumlah ini
semakin bertambah ketika pemerintah dipegang oleh Aurangzeb. Di bidang ilmu agama berhasil
dikodifikasikan hukum Islam yang di kenal dengan sebutan fatawa I Alamgiri.28
Dokter-dokter pengarang besar abad 17 pada masa Mughal India adalah Dara Shukuh
yang mengarang kedokteran Dara Shukuh, yang merupakan ensiklopedia medis besar terakhir
dalam Islam. Ia juga dikenal sebagai seorang sufi.

Bidang Arsitektur , Bahasa dan Sastra


Hasil karya seni dan arsitektur Mughal sangat terkenal dan bisa dinikmati sampai
sekarang. Cirri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang
timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan cirri ini antara lain :
benteng merah (Lah Qellah,), istana-istana makam kerajaan dan yang paling mengagumkan
adalah Taj Mahal.29 Taj Mahal adalah kuburan isteri Syah Jehan yang meninggal terlebih
dahulu. Kemudian dia juga dikuburkan disana setelah wafat.
Bahasa Urdu pernah dijadikan bahasa ilmu pengetahuan, diantaranya karangan Ikhwanus
Shofa disalin ke dalam bahasa Urdu. Bahasa Urdu ini kemudian banyak dipakai di India dan
Pakistan hingga sekarang. Sastrawan Mughal yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayashi,
dengan karya monumentalnya Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung kebajikan
jiwa manusia. Sastrawan lain adalah Abu Fadhl yang juga sejarawan. Karyanya berjudul Akbar
Nama dan Ain-I-Akhbari, yang mengupas sejarah Mughal berdasarkan figur pimpinannya.30
Kemunduran Dinasti Mughal
Pada permulaan abad kedelapan belas, Dinasti Mughal di India memasuki zaman kemunduran.
Faktor-faktor penyebab kemunduran Dinasti Mughal adalah sebagai berikut : dapat
diklasifikasikan menjadi dua : faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal
a. Masalah Politik Kerajaan
b. Krisis Kepemimpinan
c. Perang Saudara
d. Gerakan Hindu
b. Faktor Eksternal
a. Ekspansi Negara Lain
b. Serangan dari Persia
c. Serangan dari Afghanistan
d. Intervensi Politik-Ekonomi Inggris

C. Kerajaan Syafawi
1. Sejarah perkembangannya
Dinasti Syafawi dirintis oleh seorang tokoh sufi yang bernama Ishaq Shafi al-Din
(w.1334 M). Ia mewarisi ayahnya Firuz Syah yang juga pemimpin sufi di wilayah Persia. Ia
tinggal di Ardabil, Azerbaijan, dan memimpin sebuah tarekat yang disebut Syafawiyah. Ia
berhasil membawa gerakan sufi menjadi gerakan sosial yang berpengaruh tidak hanya di Persia,
tetapi juga di Syuriah dan Anatolia.31 Perjuangannya diteruskan oleh puteranya bernama Sadr
al-Din, yang memimpin tarekat tersebut dari tahun 1334-1391 M. Berikutnya, tarekat Syafawi
dipegang oleh Ibrahim, kemudian diteruskan oleh anaknya bernama Junaid (1447-1460),
keadaan telah berubah. Sepeninggalnya, gerakan sufi ini menjadi sebuah kekuatan politik yang
berpengaruh dan menjelma menjadi dinasti baru yang berkuasa dari tahun 1501-1722.32 Nama
Syafawi dijadikan sebagai nama dinasti ini.
Pemerintahan Kerajaan Syafawi adalah pemerintahan Syi’ah.33 Penguasa pertamanya
yakni Ismail bin Haidar (907-930 H/ 1502-1523 M) dan menjadikan Tibriz sebagai ibukotanya.
Daerah kekuasaannya meliputi seluruh wilayah Iran, Bashrah, Khurasan, Afghanistan, dan
negeri-negeri Furot.34 Sekitar sepuluh tahun pada awal pemerintahannya, ia manfaatkan dengan
memantapkan mazhab Syiah sebagai aliran Negara. Di samping itu, ia memperluas kerajaannya
meliputi Persia. Pada tahun 1503 M tentara Ismail berhasil melakukan penaklukan terhadap
propinsi Kaspia di Mazandaran, Gurgan, Yazdshirvan, dan Samarqand. Pada tahun 1510 M ia
melakukan peperangan dengan raja Turkistan. Dalam peperangan itu, ia memperoleh
kemenangan.
Sepeninggal Ismail, raja-raja yang menggantikannya tidak begitu berarti dalam
mengembangkan kerajaan Syafawi, seperti Syah Tahmasib (1524-1576 M) dan Mahmud (1577-
1587 M).
Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran Kerajaan Syafawi,
sekaligus membawanya kepuncak kemajuan adalah Syah Abbas yang berkuasa pada tahun 1587-
1629 M.35
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Syah Abbas antara lain :
a. Melengkapi pasukan Qizilbash dengan pasukan baru dari kalangan budak berasal dari
tawanan perang yang berkebangsaan Georgia, Armenia, dan Sircassia.36
b. Mengadakan hubungan dengan dua penasehat militer Inggris, Sir Antony dan Sir Robert
Sherley untuk memperkuat tentara dalam rangka mengusir Portugis di Hurmuz.
c. Memindahkan ibukota kerajaan ke Isfahan.37

Dinamika Politik dan Militer


Kemajuan politik yang telah dicapai tergambar dalam perluasan wilayahnya yang mencakup
daerah Khurasan sebelah Timur, sekitar laut Kaspia di sebelah Utara, Asia Kecil di sebelah Barat,
dan Kepulauan Hormuz disebelah Selatan. Kekuatan militer dinasti Syafawi yang militan baik
dari pasukan inti Qizalbash maupun Ghulam merupakan faktor yang dominan bagi perluasan
wilayah. Adapun faktor lain yang mendukungnya antara lain :
a. Besarnya ambisi para raja untuk mewujudkan kerajaan besar dibawah kekuasaan aliran
Syiah.
b. Gencarnya melakukan propaganda ajaran Syiah.
c. Lemahnya kontrol militer daerah yang berada dibawah kekuasaan Turki Usmani maupun
Mongol karena jauh dari pusat kekuasaan mereka masing-masing.
d. Lihainya para raja dalam melakukan strategi perang.
Dinamika Ekonomi dan Pembangunan
Syafawiyah mampu membangun proyek-proyek mercusuar. Misalnya istana, masjid-masjid
yang indah, jembatan besar, taman, dan lain-lain. Ketika Abbas wafat di Isfahan terdapat 162
masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.38 Mereka juga dapat
memajukan industry permadani, brokad (kain sutera), porselin, memajukan seni lukis, dekorasi,
dan seni arsitektur. Berkat dikuasainya kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumbrun, maka
Syafawi menguasai jalur perdagangan antara Timur dan Barat, yang diperebutkan Belanda,
Inggris dan Perancis, sepenuhnya dikuasai Syafawi.39

Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawi


Sebab-sebab kemunduran Dinasti Syafawiyah adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya konflik dalam keluarga raja.
b. Ketidakcakapan para sultan setelah Abbas.
c. Lemahnya pasukan militer kerajaan.
d. Konflik berkepanjangan dengan Turki Usmani yang berkepanjangan.
Ketika muncul seorang pemimpin Turki, Nadir Syah al-Afsyari mengambil alih urusan
pemerintahan, dia mengusir orang-orang Afghanistan yang dahulu menguasai ibukota di
sebagian wilayah itu. Akhirnya dia mengumumkan dirinya sebagai Syah Iran, sehingga
lenyaplah dinasti Syafawiyah pada tahun 1148 H/1735 M.

Anda mungkin juga menyukai