Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

ALZAIMER

(disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa)

Dosen Pengampu : Ns. Fitrio Deviantoni, S.Kep., M. Kep.

Oleh

Kelompok 2 / B17

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
MAKALAH KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

ALZAIMER

Disusunoleh:

Moch. Akbar Maulabi 172310101063

Anggun Dyah Pramita 172310101067

Redha Aulia Janah 172310101068

Rizkiana Rasman 172310101069

Dhea Cristina D. S. 172310101071

Nailatul Habibah 172310101072

Faiq Rojannah 172310101073

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Alzheimer adalah sebuah penyakit pada otak yang mengakibatkan
kondisi seseorang akan mengalami penurunan fungsi memori, cara berfikir,
cara bersosialisasi, cara berkomunikasi, hingga mempengaruhi cara penderita
penyakit tersebut menjalani kehidupan sehari-harinya. Dokter spesialis syaraf
RS Borromeus, Yustiani Dikot, mengatakan dimensia merupakan kumpulan
gejala yang menimbulkan gangguan kognitif yaitu memori, atensi, memori,
bahasa/ komunikasi hingga perilaku atau kepribadian. Penyakit Alzheimer
(AD) ditandai dengan demensia yang biasanya dimulai dengan penurunan
daya ingat, penurunan kemampuan mengenali sesuatu yang perlahan menjadi
semakin parah akibat gangguan di dalam otak yang sifatnya progresif atau
perlahan-lahan hingga akhirnya penderita menjadi tidak mampu mengingat
dan mengenali sesuatu. Tanda lainya yaitu kebingungan, penilaian yang
buruk, gangguan berbicara, agitasi, penarikan diri, dan halusinasi (Aguila, et
al., 2015).
Dalam World Alzheimer Report, ADI menerbitkan perkiraan
prevalensi AD global berdasarkan tinjauan sistematis terhadap 154 studi yang
dilakukan di seluruh dunia sejak tahun 1980, dengan perkiraan prevalensi
yang diterapkan pada proyeksi populasi Perserikatan Bangsa Bangsa sampai
tahun 2050. Diperkirakan bahwa 36 juta orang hidup dengan Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 2 162 demensia pada tahun 2010, mengalami
peningkatan hamper dua kali lipat setiap 20 tahun menjadi 66 juta pada tahun
2030 dan menjadi 115 juta pada tahun 2050 ( ADI, 2009; WHO, 2012).
Data Kemenkes menyebutkan, penyakit alzheimer paling banyak
diderita oleh lansia berumur 65 tahun keatas. Namun, penyakit ini pun rentan
menyerang individu 2 berusia 40-an tahun. Estimasi jumlah penderita penyakit
alzheimer di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu
diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030,
dan menjadi empat juta orang pada tahun 2015. Direktur Eksekutif Alzheimer
Indonesia, DY Suharya, mengatakan bahwa memang masih banyak orang
yang tidak paham soal alzheimer. Ketidakpahaman ini timbul karena
kurangnya informasi soal penyakit tersebut.
Maka dari itu dibuatnya makalah ini diharapakan kami sebagai
mahasiswa keperawatan yang kelak menjadi salah satu tenaga kerja yang
menangani kesehatan jiwa khususnya alzaimer yang berusaha menurunkan
angka kejadian yang makin tahun terus meningkat, tentunya diharapkan dapat
menguasai dasar- dasar materi tentang alzaimer agar gejala dan
penatalaksaannya dapat terkondisikan dengan baik.

1.2. RumusanMasalah
a. Apa yang dimaksud dengan Alzaimer?
b. Apa yang menjadi penyebab Alzaimer?
c. Apa saja tanda dan gejala penyakit Alzaimer?
d. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Alzaimer?
e. Bagaimana Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada pasien Alzaimer?

1.3. Tujuan
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Alzaimer.
b. Mengetahui apa yang menjadi penyebab Alzaimer.
c. Mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit Alzaimer.
d. Mengetahui penatalaksanaan penyakit Alzaimer.
e. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada pasien Alzaimer
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Alzaimer
Dimensia merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh kerusakan
otak, dimensia ini besifat kronik atau progresif serta terdapat gangguan
fungsi luhur. Sedangkan Alzheimer ini merupakan salah satu tipe dari
dimensia. Alzheimer ini termasuk gangguan pada daya ingat, daya pikir,
daya orientasi, berhitung, berbahasa, dan kemamppuan menilai, dan
biasanya disertai dengan gangguan fungsi kognitif, adakalanya gangguan ini
diawali dengan kemrosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial dan
motivasi (Sadock V A, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), padatahun 2010


terdapat 35,6 juta orang di dunia menderita demensia, dari seluruh pasien
dengan demensia 50-60% diantaranya menderita Alzheimer. Prevalensi dari
demensia Alzheimer ini meningkat berdasarkan bertambahnya usia.

2.2. Etiologi Alzaimer


Penyakit Alzheimer adalah jenis demensia paling umum yang
awalnya ditandai oleh melemahnya daya ingat, hingga gangguan otak dalam
melakukan perencanaan, penalaran, persepsi, dan berbahasa. Pada penderita
Alzheimer, gejala berkembang secara perlahan-lahan seiring waktu.
Misalnya yang diawali dengan sebatas lupa soalisi percakapan yang baru
saja dibincangkan atau lupa dengan nama obyek dan tempat, bias
berkembang menjadi disorientasi dan perubahan perilaku. Perubahan
perilaku dalam hal ini seperti menjadi agresif, penuntut, dan mudah curiga
terhadap orang lain. Bahkan jika penyakit Alzheimer sudah mencapai
tingkat parah, penderita dapat mengalami halusinasi, masalah dalam
berbicara dan berbahasa, serta tidak mampu melakukan aktivitas tanpa
dibantu orang lain.
Meski penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, para ahli
percaya bahwa penyakit Alzheimer pada umumnya terjadi akibat
meningkatnya produksi protein dan khususnya penumpukan protein beta-
amyloid di dalam otak yang menyebabkan kematian sel saraf. Ada beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit
Alzheimer, di antaranya adalah pertambahan usia, cidera parah di kepala,
riwayat kesehatan keluarga atau gen etika, dan gaya hidup.
Penyakit Alzheimer rentan diidap oleh orang-orang yang telah
berusia di atas 65 tahun dan sebanyak 16 persen diidap oleh mereka yang
usianya di atas 80 tahun. Meski begitu, penyakit yang menjangkiti lebih
banyak wanita ketimbang laki-laki ini juga dapat dialami oleh orang-orang
yang berusia antara 40 hingga 65 tahun. Diperkirakan sebanyak 5 persen
penderita Alzheimer terjadi pada kisaran usia tersebut.

2.3. Manifestasi Klinis Alzheimer

Menurut Dewanto dkk (2009) dalam buku diagnosis & tata laksana
penyakit saraf, manifestasi klinis alzheimer terdiri dari gangguan kognitif dan
gangguan psikiatrik. Gangguan kognitif meliputi gangguan memori jangka
pendek dan memori kerja. gangguan kognitif akan diikuti dengan kesulitan
berbahasa, disorientasi visuospasial dan waktu, serta inatensi. Seiring
perjalanan penyakit akan muncul ganggua psikiatrik seperti depresi,
kecemasan, halusinasi, waham, dan perilaku agitasi.Gambaran klinis
alzheimer berdasarkan stadiumnya:

1. Stadium awal ( lama penyakit 1 – 3 tahun)


a. Dapat dianggap sebagai pikun wajar, kurang berenergi dan seringkali
tidak disadari.
b. Mengulangi kata- kata, salah menempatkan benda, kesulitan
menyebutkan nama untuk benda – benda yang sudah dikenal, tersesat di
jalan yang biasanya dilewati, perubahan perilaku, kehilangan minat
pada hal – hal yang sebelumnya disukai, kesulitan melakukan sesuatu
yang biasanya mudah dilakukan dan kesulitan mempelajari informasi
lanjut.

2. Stadium lebih lanjut ( lama penyakit 3 – 10 tahun)


a. Gejala – gejala makin jelas (masih dapat melakukan pekerjaan sendiri,
tetapi memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas yang lebih sulit).
b. melupakan detail mengenai peristiwa tertentu, melupakan peristiwa
kehidupan sendiri, tidak mengenal diri sendiri, halusinasi, argumentasi,
perilaku agitasi, waham, depresi, kesulitan dalam melakukan hal – hal
dasar seperti menyiapkan makanan dan menyetir.

3. Stadium akhir ( lama penyakit 8 – 12 tahun)


a. Tidak dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain.
b. Sulit atau kehilangan kemampuan bicara.
c. Mudah curiga, depresi dan mudah mengamuk.

Menurut Kemenkes RI (2013) terdapat 10 tanda gejala alzheimer,


sebagai berikut:

1. Gangguan daya ingat, gejalanya diakibatkan karena sering lupa akan


kejadian yang baru saja terjadi, lupa janji, menanyakan dan menceritakan
hal yang sama berulang kali, dan lupa tempat parkir dimana.
2. Gejala alzheimer adalah sulit fokus dalam melakukan aktivitas pekerjaan
sehari – hari, lupa cara memasak, mengoperasikan telepon, tidak dapat
melakukan perhitungan sederhana, bekerja dengan waktu yang lebih lama
dari biasanya.
3. Sulit melakukan kegiatan familiar, yaitu seringkali sulit merencanakan
atau menyelesaikan tugas sehari – hari bingung cara mengemudi, sulit
mengatur keuangan
4. Bingung dimana mereka berada dan bagaimana mereka bisa sampai ada di
suatu tempat, tidak tahu jalan untuk kembali ke rumah, disorientasi dan
bingung akan waktu (tanggal dan hari-hari penting).
5. Mengalami kesulitan dalam membaca, mengukur jarak, membedakan
warna, membedakan sendok atau garpu, tidak mengenali wajah sendiri
dicermin, menabrak cermin, menuangkan air digelas namun tumpah atau
tidak tepat pada wadahnya.
6. Mengalami kesulitan berbicara dan mencari kata yang tepat untuk
menjelaskan suatu benda, seringkali berhenti di tengah percakapan dan
bingung untuk melanjutkannya.
7. Menaruh barang tidak pada tempatnya dan kadang curiga ada yang
mencuri atau menyembunyikan barang tersebut.
8. Seringkali membuat keputusan yang salah
9. Menarik diri dari pergaulan, tidak memiliki semangat ataupun inisiatif
untuk melakukan aktivitas atau hobby yang biasa dinikmati dan kurang
mempunyai semangat untuk pergi bersosialisasi.
10. Adanya perubahan perilaku dan kepribadian, emosi berubah secara drastis,
seringkali bingung, curiga, depresi, takut atau tergantung yang berlebihan
pada anggota keluarga, mudah kecewa, marah dan putus asa baik di rumah
maupun dalam pekerjaan.

2.4. Penatalaksanaan Alzheimer

Menurut Japardi (2002) pengobatan penyakit alzheimer masih


sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas.
Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas
pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E
belum mempunyai efek yang menguntungkan. penatalaksanaan dibagi
menjadi 2, antara lain:

A. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan
inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana
penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan
memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan
penderita alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian
thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan
binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak
menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin
(catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan
hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila
penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic
anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam
miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini
menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa
dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif.

B. Penatalaksanaan Non-Medikamentosa
1. Mendukung fungsi kognitif
Perawat harus memberikan lingkunagan yang mudah dikenali
yang dapat mempermudah pasien dalam mengenali lingkungannnya
sehingga memudahkan pasien dalam menjalankan aktivitasnya.
2. Peningkatan keamanan fisik
Meminimalisisr terjadinya jatuh ataupun kecelakaan, jadi sumber
bahaya harus dihilangkan. Lingkungan yang bebas bahaya
memungkinkan pasien mandiri secara maksimal dan memiliki rasa
otonomi.
3. Mengurangi ansietas dan agitasi
Meskipun kehilangan kognitifnya, ada saat dimana pasien sadar
akan hilangnya kemampuannya. Pasien menjadi sangat
membutuhkandukungan emosional yang dapat memperkuat citra diri
yang posesif.
4. Meningkatkan komunikasi
Menggunakan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti untuk
menyampaikan pesan kepada pasien. Instruksi yang berurutan dan
sederhana dipakai untuk mengingatkan pasien dan sangat membantu
pasien.
5. Meningkatkan kemandirian dalam proses perawatan diri
Membantu pasien dalam memelihara fungsi kemandirian pasien.
Dianjurkan menyederhanakan aktifitas sehari –hari dengan menyusun
langkah – langkah singkat dan mudah dicapai sehingga pasiendapat
merasakan kepuasan diri
6. Menyediakan kebutuhan sosialisasi dan keintiman
Karena sosialisasi dengan teman lama dapat menyenangkan maka
pasien didorong untuk melakukan kunjungan, saling berkirim surat,
dan bertelepon. Kunjungan sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan
stress. Sebaiknya hanya mengunjungi satu sampai dua orang saja
dalam sekali kunjungan.
7. Meningktakan nutrisi yang adekuat
Saat makan, keadaan harus tetap dijaga agar keadaan tidak
menjadi konfrontasional. Pasien lebih menyukai makanan yang sudah
dikenal yang tampak menggunakan selera makan dan terasa lezat.
Untuk menghindari bermain dengan makanan, makanan sebaiknya
dihidangkan satu – satu makanan sebaiknya disediakan dalam keadaan
hangat.
8. Mendukung dan mendidik pemberi perawatan dalam keluarga
Mendukung dan mendidik pemberi perawatan dalam keluarga.
Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dhadapi
keluarga.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Tuan K, usia 69 tahun RS dengan keluhan penurunan fungsi kognitif dan rasa
cemas yang berlebihan. Dari hasil diagnosa didapatkan Alzheimer tahap 3 dan
Dimensia. Tuan K dapat obat donepezil 1x10 mg, 1x sehari ekstrak gingko bloba.

Pengkajian

1. Anamnesa
Nama : Tn. K
Alamat : Surabaya
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 69 tahun.
2. Keluhan utama : penurunan fungsi kognitif dan rasa cemas berlebih
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan keluarga dengan gejala yang sama dengan pasien
b. Riwayat penggunaan obat-obatan dan terpapar di lingkungan polusi
c. Riwayat trauma kepaka
d. Riwayat penyakit karena virus
e. Riwayat kejadian lamanya tanda dan gejala
4. Pemeriksaan fisik
a. Perubahan kognitif kemampuan dalam :
- Perhatian dan konsentrasi
- Pengambilan keputusan dan persepsi
- Belajar dan mengingat
- Komunikasi dan bahasa
- Kecepatan menerima informasi
b. Perubahan kepribadian dan perilaku
- Tingkah laku agresif
- Perubahan koping cepat marah, takut
- Depresi
c. Perubahan dalam merawat diri
- Menurunnya kemampuan dalam merawat diri
- Kurang perhatian dalam menjaga penampilan
- Ketidakmampuan mengontrol bowel dan bladder
- Menurunnya nafsu makan
d. Kemampuan pergerakan
- Menurunnya aktivitas dan pergerakan
- Perubahan cara jalan.

Analis Data.

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Alzheimer Gangguan proses
- ketidaksesuaian kognitif pikir
- Keluarga mengatakan Kehilangan
interpretasi lingkungan kemampuan
tidak akurat menyelesaikan
DO : masalah
- Distraktibilitas
- Egosentris Perubahan
- Kewaspadaan kurang mengawasi
- Defisit/masalah memori keadaan yang
kompleks dan
abstrak

Gangguan proses
pikir
2. DS : Alzheimer Resiko cedera
- Keluarga mengatakan
klien pelupa Disorientasi
DO :
- Klien bingung Resiko cedera
- Tingkah laku aneh dan
kacau
3. DS : Alzheimer Ketidakefektifan
- Klien mengatakan koping keluarga
mengungkapkan
perhatian keluhannya Pelupa
kepada keluarga
DO : Membantu dan
- Keluarga tidak bisa memberikan
memberikan bantuan dukungan pada
atau dukungan klien

Kurang
pengetahuan

Ketidakefektifan
koping keluarga
4. DS : Alzheimer Hambatan
- Keluarga mengatakan komunikasi verbal
klien tidak mampu Kerusakan
berkomunikasi intelektual
DO :
- Klien tidak dapat Tidak dapat
berbicara mengingat kata-
- Ketika berbicara pelo kata sederhana

Hambatan
komunikasi verbal
5. DS : Alzheimer Defisit perawatan
- Pasien mengatakan tidak diri
mandi, sikat gigi Pelupa
- Pasien mengatakan tidak
bisa makan sendiri Tidak dapat
DO : merawat diri
- Ketidakmampuan untuk sendiri
membersihkan tubuh
atau anggota lainnya Defisit perawatan
diri

Diagnosa dan Intervensi

1. Gangguan proses pikir berhubungan dengan defisit kognitif,


gangguan sensori dan kehilangan memori.
Data pendukung :

1. Kehilangan memori
2. Menurunnya kosentrasi
3. Kebinguangan
4. Disorientasi
5. Menurunnya kemampuan memecahkan masalah
6. Gelisah

Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan kemampuan


meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya gelisah
Intervensi Rasional

Intervensi Rasional

1. Jelaskan pada pasien dan 1. Keluarga dan pasien mampu


keluarga karakteristik secara mandiri mengamati
gangguan ini dan jelaskan perkembangan dari pasien
bahwa hal ini progresif 2. Memudahkan pasien untuk
2. Bicara dengan irama lembut memahami pembicaraan
3. Pertahankan suasana tenang 3. Membuat pasien lebih rileks
dan hindari sikap terburu – dan tidak membuat pasien
buru. menjadi bingung
4. Gunakan konsistensi dan 4. Memudahkan pasien untuk
pengulangan pada pasien memahami perkataan dari
5. Berikan instruksi tunggal pasien
dan sederhana 5. Tidak membingungkan
pasien untuk mencerna
perkataan
Orientasi :
1. Perkenalkan namanya 1. Membantu mengingatkan hal
2. Buat jadwal kegiatan yang penting atau mendasar
3. Pajang foto keluarga, 2. Pasien dapat mengingat
teman, rumah kegiatan dan waktu
4. Pengunjung dibuatkan 3. Untuk memudahkan memori
papan nama dan mengingat diri dan
5. Catat rencana kunjungan keluarga
keluarga dan nama dalam 4. Mencoba mengidentifiksi
kalender orang
6. Lakukan latihan memori 5. Mencoba mengingatkan
yang sederhana kembali rencana kunjungan
7. Dokumentasikan keluarga
kemampuan memori pasien 6. Mencoba mengingatkan
memori pasien
7. Mengetahui perkembangan
memori

Kaji orientasi :
1. Kaji orientasi pasien
1. Mengidentifikasi
2. Panggil pasien dengan
kemampuan orientasi pasien
namanya
2. Mengingat namanya sendiri
3. Perkenalkan semua pemberi
3. Pasien mungkin tidak ingat
perawatan dengan
kembali
menggunakan nama setiap 4. Mengingatkan dan
waktu, ulangi secara teratur mengorientasikan waktu
4. Orientasikan pasien pada kepada pasien
hari, jam dan lokasi dengan 5. Mudah mengingat dan lebih
sering kooperatif
5. Pemberi perawatan 6. Melatih orientasi pasien
sebaiknya orang yang sama 7. Mengorientasikan waktu
6. Lakukan pekerjaan yang
mudah secara rutin
7. Buatkan kalender dengan
ukuran besar dan jam besar
agar dapat dilihat

2. Resiko cidera berhubungan dengan kemunduran fungsi


fisiologis dan kognitif, kehilangan memori, orientasi, agitasi,
kerusakan motorik, kerusakan komunikasi, resiko kejang.
Data pendukung :
1. Pasien mengatakan kesulitan begrerak, tremor
2. Kerusakan memori, orientasi
3. Gangguan komunikasi
4. Kesulitan keseimbangan
5. Hasil CT Scan atau test diagnosa lainnya

Kriteria hasil :
1. Cidera dapat dicegah
2. Tidak terjadi cidera
3. Bebas cidera
4. Menunjukkan tidak ada tanda cidera fisik
Intervensi Rasional

1. Monitor fungsi motorik dan 1. Menetapkan kemungkinan


keseimbangan berjalan jatuh
2. Bantu ambulasi sesuai 2. Mencegah resiko jatuh
kebutuhan dan temani 3. Untuk meminimalkan resiko
pasien selama tindakan dan jatuh dan cidera
prosedur 4. Membantu melakukan
3. Lakukan tindak keselamatan pergerakan dan mengurangi
4. Berikan alat bantu tongkat, resiko jatuh
walkers, kursi roda sesuai 5. Postural hipotensi
kebutuhan kemungkinan terjadi
5. Jelaskan pada pasien untuk sehingga dapat
merubah posisi dengan mengakibatkan pasien jatuh
pelan – pelan 6. Menghindari resiko jatuh
6. Jelaskan pada pasien untuk 7. Mengurangi resiko jatuh
bangun tidur tidak langsung 8. Menghindari terjadinya
melakukan pergerakan cidera
7. Gunakan kursi, kamar 9. Tidak membingungkan
mandi yang ada pasien dan meningkatkan
pegangannya daya ingat
8. Penerangan yang cukup dan
lantai tidak licin serta
pemakaian alas kaki tidak
licin
9. Letakkan benda – benda
pada tempat semula dan
hindari merubah – rubah
tempat

3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan


funfgsi kognitif
Data pendukung :
1. Tidak atau tidak dapat berbicara
2. Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan
kata – kata
3. Bicara gagap
4. Bicara pelo

Kriteria hasil : Mampu mengkomunikasikan kebutuhan untuk


staf dan keluarga dengan frustasi minimal

Intervensi Rasional

1. Libatkan pasien dan 1. Pasien dan keluarga


keluarga dalam mampu meningkatkan
mengembangkan rencana perawatan pasien secara
komunikasi mandiri
2. Gunakan penerjemah 2. Memahami secara mudah
keluarga atau orang perkataan yang dilontarkan
penting atau dari rumah oleh pasien yang tidak
sakit, sesuai kebutuhan terlalu jelas.
3. Berikan perawatan dalam 3. Memberikan perasaan
sikap yang rileks, tidak rileks dan pasien tidak
terburu – buru, dan tidak merasakan kebingungan
dihakimi 4. Memudahkan pasien untuk
4. Mengulangi beberapa kali memahami pertanyaan
pertanyaan yang yang diajukan kepada
dilontarkan ke pasien pasien

4. Defisit perawatan diri: higiene, nutrisi dan atau eleminasi


berhubungan dengan ketergantungan psikologis dan atau
fisiologis, kerusakan kognitif, sensori persepsi, kehilangan
memori, gangguan keseimbangan dan koordinasi, paresis,
menurunnya tonus otot
Data pendukung :
1. Ketidakmampuan melakukan ADL
2. Ketidakmampuan mandi, makan, keramas, sikat gigi
3. Kerusakan memori
4. Gangguan pergerakan
5. Kerusakan kognitif
6. Gangguan keseimbangan

Kriteria hasil :
1. Kebutuhan ADL terpenuhi
2. Keadaan pasien bersih dan rapi
3. Asupan nutrisi adekuat
4. Kebutuhan eliminasi terpenuhi

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat kebutuhan 1. Untuk menetapkan bantuan


perawatan diri dasar dari pemberi perawatan
2. Sediakan kebutuhan 2. Memenuhi kebutuhan pasien
higiene fisik : mandi, 3. Melatih bersikap mandiri
keramas, perawatan kulit, dalam perawatannya dirinya
dan mulut. 4. Bekerja tim untuk melatih
3. Beri kesempatan pasien kemampuan pasien dan
untuk melakukan teknik adaptasi
perawatan dirinya jika 5. Melatih secara bertahap
mungkin kemampuan ADL
4. Bekerja sama dengan 6. Terpenuhinya kebutuhan
fisioterapi dan occupational sehari – hari pasien
terapi untuk menentukan 7. Untuk mempertahankan
metode terbaik dalam status nutri yang adekuat
melakukan aktivitas 8. Untuk memudahkan asupan
5. Latih pasien untuk diet yang adekuat
melakukan ADL dari yang 9. Untuk meminimalkan
paling ringan sampai ke kemungkinan konstipasi atau
tahap komplek diare
6. Bantu pasien seminimal 10. Untuk membantu
mungkin untuk memenuhi menentukan waktu defekasi
kebutuhan sehari – hari 11. Untuk mencegah obstruksi
7. Berikan diet seimbang usus
yang tepat dan sesuai 12. Untuk meminimalkan
program kemungkinan inkontinensia
8. Bantu pasien memotong noktural
makanan sesuai kebutuhan 13. Mengetahui kemajuan pasien
9. Tetapkan kebiasaan
defekasi regular
10. Tentukan pola defekasi
normal pasien dan dorong
defekasi sesuai jadwal
11. Kenali tanda impaksi dan
diskusikan tindakan untuk
impaksi : laksatif, supo-
situria, enama
12. Tetapkan tindakan untuk
berkemih secara rutin
13. Catat perkembangan
kemampuan pasien dalam
melakukan ADL
DAFTAR PUSTAKA

Dewanto, G., W. J. Suwono., B. Riyanto, dan Y Turana. 2009. diagnosis & tata
laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC.

Japardi, Iskandar. 2002. Penyakit Alzheimer. USU Digital Library. 1-11

Kemenkes RI. 2013. Kenali 10 Gejala Umum Demensia Alzheimer dari Sekarang.
Jakarta: Kemenkes RI

Nisa, K N., Lisiswanti, R. 2016. FakktorRisikoDimensia Alzheimer. Lampung :


MAJORITY 86 – 90 Vol 5 (4)

Nissa, H., dan R. K. Sinuraya. 2016. Biomarker miRNA-146a SebagaiDeteksi


Dini yang EfektifUntuk Alzheimer. Farmaka. 15(2): 159-177.

Anda mungkin juga menyukai